Identitas
Topik
: Demensia
Subtopik
Hari/Tanggal :
2015
Waktu
WIB
Sasaran
yang merupakan
sasaran dari penyuluhan ini memahami apa itu Demensia serta mengetahui gejala dan
pencegahan Demensia sejak dini.
III
IV
Materi (Terlampir)
Media
VI
Laptop
LCD
Microphone
Leaflet
Metode
1
Ceramah
Diskusi
Tanya jawab
1
BAB I
PENDAHULUAN
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit otak, biasanya bersifat kronik
atau progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (fungsi kortikal yang multipel), termasuk
dayaingat, daya pikir, daya orientasi, daya pemahaman, berhitung, kemampuan belajar,
berbahasa, dan daya kemampuan menilai. Kesadaran tidak berkabut, dan biasanya disertai
hendaya fungsi kognitif, ada kalanya diawali oleh kemerosotan (deterioration) dalam
pengendalian emosi, perilaku sosial atau motivasi. Sindrom ini terjadi pada penyakit
Alzheimer, pada penyakit serebrovaskuler, dan pada kondisi lain yang secara primer atau
sekunder mengenai otak.
Peningkatan jumlah populasi lanjut usia (lansia) memberi dampak pula pada
meningkatnya gangguan neuropsikiatri pada lansia. Individu yang berusia lebih dari 80 tahun
akan mempunyai risiko tinggi untuk mengalami gangguan neuropsikiatri.Hingga kini
demensia masih merupakan salah satu gangguan pada lansia yang sangat ditakuti. Di seluruh
dunia saat ini diperkirakan lebih dari 30 juta orang menderita demensia.
BAB II
DEMENSIA
Definisi
Demensia adalah sindrom penyakit akibat kelainan otak bersifat kronik / progresif
serta terdapat gangguan fungsi luhur (kortikal yang multiple) yaitu; daya ingat, daya fikir,
dayaorientasi, daya pemahaman, berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, kemampuan
menilai. Kesadaran tidak berkabut, biasanya disertai hendaya fungsi kognitif, dan ada kalanya
diawalioleh kemerosotan (detetioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial atau
motivasi sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit kardiovaskular, dan pada
kondisi lain yang secara primer atau sekunder mengenai otak
Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah
mencapai pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan otak
organik, diikuti keruntuhan perilaku dan kepribadian, dimanifestasikan dalam bentuk
gangguan fungsi kognitif seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran
konseptual. Biasanya kondisi ini tidak reversibel, sebaliknya progresif.
Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa disertai
gangguan kesadaran.
.
Epidemiologi
Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi
demensiasedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada kelompok usia diatas
65 tahun prevalensi demensia sedang hingga berat mencapai 5 persen, sedangkan pada
kelompok usia diatas 85 tahun prevalensinya mencapai 20 hingga 40 persen.
Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya
menderitajenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer
(Alzheimersdiseases). Prevalensi demensia tipe Alzheimer meningkat seiring bertambahnya
usia. Untuk seseorang yang berusia 65 tahun prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan
0,8 persen pada wanita. Pada usia 90 tahun, prevalensinya mencapai 21 persen. Pasien
dengan demensia tipe Alzheimer membutuhkan lebih dari 50 persen perawatan rumah
(nursing home bed).
Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia vaskuler, yang
4.
5.
6.
7.
Penyakit
Prion
(misalnyapenyakit
Creutzfeldt-Jakob,bovine
spongiform
Gambar.2.2 Penyakit Alzheimer. Tampak secara jelas plak senilis disebelah kiri. Beberapa
serabut neuron tampak kusut disebelah kanan. Menjadi catatan tentang adanya
kekacauan hantaran listrik pada sistem kortikal.
Gambar.2.3 Sel otak pada Penyakit Alzheimer dibandingkan dengan sel otak normal.
Faktor Genetik
Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih belum diketahui, telah
terjadikemajuan dalam molekular dari deposit amiloid yang merupakan tanda utama
neuropatologi
gangguan. Beberapa peneliti menyatakan bahwa 40 % dari pasien demensia mempunyai
riwayatkeluarga menderita demensia tipe Alzheimer, jadi setidaknya pada beberapa kasus,
faktor genetik dianggap berperan dalam perkembangan demensia tipe Alzheimer tersebut.
Dukungan tambahan tentang peranan genetik adalah bahwa terdapat angka persesuaian untuk
kembar monozigotik, dimana angka kejadian demensia tipe Alzheimer lebih tinggi daripada
angka kejadian pada kembar dizigotik. Dalam beberapa kasus yang telah tercatat dengan
baik, gangguan ditransmisikan dalam keluarga melalui satu gen autosomal dominan, walau
transmisi tersebut jarang terjadi.
Protein prekursor amiloid
Gen untuk protein prekusor amiloid terletak pada lengan panjang kromosom 21.
Melaluiproses penyambungan diferensial, dihasilkan empat bentuk protein prekusor amiloid.
Protein beta/ A4, yang merupakan konstituen utama dari plak senilis, adalah suatu peptida
7
dengan 42-asam amino yang merupakan hasil pemecahan dari protein prekusor amiloid. Pada
kasus sindrom Down (trisomi kromosom 21) ditemukan tiga cetakan gen protein prekusor
amiloid, dan pada kelainan dengan mutasi yang terjadi pada kodon 717 dalam gen protein
prekusor amiloid, suatu proses patologis yang menghasilkan deposit protein beta/A4 yang
berlebihan. Bagaimana proses yang terjadi pada protein prekusor amiloid dalam perannya
sebagai penyebab utama penyakit Alzheimer masih belum diketahui, akan tetapi banyak
kelompok studi yang meneliti baik proses metabolisme yang normal dari protein prekusor
amiloid maupun proses metabolisme yang terjadi pada pasien dengan demensia tipe
Alzheimer untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Gen E4 multipel
Sebuah penelitian menunjukkan peran gen E4 dalam perjalanan penyakit Alzheimer.
Individu yang memiliki satu kopi gen tersebut memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar
daripada individu yang tidak memiliki gen E4 tersebut, dan individu yang memiliki dua kopi
gen E4 memiliki kemungkinan delapan kali lebih besar daripada yang tidak memiliki gen
tersebut. Pemeriksaan diagnostik terhadap gen ini tidal direkomendasikan untuk saat ini,
karena gen tersebut ditemukan juga pada individu tanpa demensia dan juga belum tentu
ditemukan pada seluruh penderita demensia.
Neuropatologi
Penelitian
neuroanatomi
otak
klasik
pada
pasien
dengan
penyakit
Plak senilis (disebut juga plak amiloid), lebih kuat mendukung untuk diagnosis
penyakitAlzheimer meskipun plak senilis tersebut juga ditemukan pada sindrom Down dan
dalam beberapa kasus ditemukan pada proses penuaan yang normal.
Neurotransmiter
Neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi dari demensia Alzheimer
adalah asetilkolin dan norepinefrin. Keduanya dihipotesis menjadi hipoaktif pada penyakit
Alzheimer. Beberapa penelitian melaporkan pada penyakit Alzheimer ditemukannya suatu
degenerasi spesifik pada neuron kolinergik pada nukleus basalis meynert. Data lain yang
mendukung adanya defisit kolinergik pada Alzheimer adalah ditemukan konsentrasi
asetilkolin dan asetilkolintransferase menurun.
Penyebab potensial lainnya
Teori kausatif lainnya telah diajukan untuk menjelaskan perkembangan penyakit
Alzheimer. Satu teori adalah bahwa kelainan dalam pengaturan metabolisme fosfolipid
membran menyebabkan membran yang kurang cairan yaitu, lebih kaku dibandingkan dengan
membranyang normal. Penelitian melalui spektroskopik resonansi molekular (Molecular
Resonance Spectroscopic; MRS) mendapatkan kadar alumunium yang tinggi dalam beberapa
otak pasiendengan penyakit Alzheimer.
Familial Multipel System Taupathy dengan presenile demensia
Baru-baru ini ditemukan demensia tipe baru, yaitu Familial Multipel System
Taupathy, biasanya ditemukan bersamaan dengan kelainan otak yang lain ditemukan pada
orang dengan
penyakit Alzheimer. Gen bawaan yang menjadi pencetus adalah kromosom 17. Gejala
penyakitberupa gangguan pada memori jangka pendek dan kesulitan mempertahankan
keseimbangan dan pada saat berjalan. Onset penyakit ini biasanya sekitar 40 50 detik, dan
orang dengan penyakit ini hidup rata-rata 11 tahun setelah terjadinya gejala.
Seorang pasien dengan penyakit Alzheimer memiliki protein pada sel neuron dan glial
seperti pada Familial Multipel System Taupathy dimana protein ini membunuh sel-sel otak.
Kelainan ini tidak berhubungan dengan plaq senile pada pasien dengan penyakit Alzheimer.
Demensia vaskuler
Penyebabnya adalah penyakit vaskuler serebral yang multipel yang menimbulkan
gejalaberpola demensia. Ditemukan umumnya pada laki-laki, khususnya dengan riwayat
hipertensi dan faktor resiko kardiovaskuler lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh
darah serebral berukuran kecil dan sedang yang mengalami infark dan menghasilkan lesi
parenkhim multipel yang menyebar luas pada otak. Penyebab infark berupa oklusi pembuluh
darah oleh plaq arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat lain( misalnya katup jantung).
Pada pemeriksaan akan ditemukan bruit karotis, hasil fundoskopi yang tidak normal atau
pembesaran jantung.
Gambar.2.4. Makroskopis korteks serebral pada potongan koronal dari suatu kasus
demensiavascular. Infark lakunar bilateral multipel mengenai thalamus, kapsula interna dan
globus palidus.
10
Gambar 2.5 Pasien dengan demensia kronik biasanya memerlukan perawatan custodial.
Pasien biasanya mengalami kemunduran perilaku, seperti menghisap jari,khas pada jenis ini.
11
juga
sebagai
ensefalopati
arteriosklerotik
subkortikal,
ditandai
denganditemukannya infark-infark kecil pada subtansia alba yang juga mengenai daerah
korteks serebri. Dulu dianggap penyakit yang jarang terjadi tapi dengan pencitraan yang
canggih dan kuat seperti resonansi magnetik (Magnetic Resonance Imaging; MRI) membuat
penemuankasus ini menjadi lebih sering.
12
13
Gambar.2.8. Penyakit Pick dengan kelainan patologi yang luas. Gambaran menunjukkan
atrofiyang paling luas pada lobus frontalis serta pada lobus temporalis dan parietalis.
14
Gambar.2.10. Kortikal lewy bodies (panah), Dilahat dengan pewarnaan hematoxylin dan
eosin.Lewy bodies lebih eosinophilik, setengah bulat, sitoplasmik inklusi.
Penyakit Huntington
Penyakit Huntington secara klasik dikaitkan dengan perkembangan demensia.
Demensiapada penyakit ini terlihat sebagai demensia tipe subkortikal yang ditandai dengan
abnormalitas motorik yang lebih menonjol dan gangguan kemampuan berbahasa yang lebih
ringan dibandingkan demensia tipe kortikal. Demensia pada penyakit Huntington
menunjukkan perlambatan psikomotor dan kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan yang
kompleks, akan tetapi memori, bahasa, dan tilikan relatif utuh pada stadium awal dan
pertengahan penyakit. Dalam perkembangannya, demensia menjadi lengkap dan gambaran
klinis yang membedakannya dengan demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insiden
depresi dan psikosis, selain gangguan pergerakan berupa gambaran koreoatetoid klasik.
Penyakit Parkinson
Sebagaimana pada penyakit Huntington, Parkinsonisme merupakan penyakit pada
gangliabasalis yang biasanya dikaitkan dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20 hingga
15
o Neurosifilis
o Tipe campuran
D. Menurut sifat klinis :
o Demensia proprius
o Pseudo-demensia
Berdasarkan PPDGJ III demensia termasuk dalam F00-F03 yang merupakan gangguan
mental organik dengan klasifikasinya sebagai berikut ;
F 00 Demensia pada penyakit Alzheimer
F00.0 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini
F00.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan Onset Lambat
F00.2 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan, tipe tidak khas atau tipe campuran
F00.9 Demensia pada penyakit Alzheimer YTT (Yang Tidak Tergolongkan)
F 01 Demensia Vaskular
F01.0 Demensia Vaskular Onset akut
F01.1 Demensia Vaskular Multi-Infark
F01.2 Demensia Vaskular Sub Kortikal
F01.3 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal
F01.8 Demensia Vaskular lainnya
F01.9 Demensia Vaskular YTT
F02 Demensia pada penyakit lain
F02.0 Demensia pada penyakit PICK
F02.1 Demensia pada penyakit Creutzfeldt-Jakob
F02.2 Demensia pada penyakit Huntington
F02.3 Demensia pada penyakit parkinson
F02.4 Demensia pada penyakit HIV
F02.8 Demensia pada penyakit lain YDT YDK (Yang Di-Tentukan-Yang Di-Klasifikasikan
ditempat lain)
F03 Demensia YTT
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada F00-F03 sebagai
berikut :
1. .X0 Tanpa gejala tambahan
17
vaskuler. Refleks primitif seperti refleks menggenggam, refleks moncong (snout), refleks
mengisap, refleks tonus kaki serta refleks palmomental dapat ditemukan melalui pemeriksaan
neurologis pada 5 hingga 10 persen pasien.
Untuk menilai fugsi kognitif pada pasien demensia dapat digunakan The Mini Mental
State Exam (MMSE).
19
dengan tidak wajar, ketidakpedulian terhadappenampilan dan kebersihan diri, serta sikap
acuh tak acuh dalam hubungan sosialnya.
Sindrom Sundowner
Sindrom sundowner ditandai dengan keadaan mengantuk, bingung, ataksia dan
terjatuhsecara tiba-tiba. Gejala-gejala tersebut muncul pada pasien yang berumur lebih tua
yang mengalami sedasi yang berlebihan dan penderita demensia yang bereaksi secara
berlebihan terhadap obat-obat psikoaktif bahkan dengan dosis yang kecli sekalipun. Sindrom
tersebut juga muncul pada pasien demensia saat sitmulus eksternal seperti cahaya dan isyarat
interpersonal dihilangkan.
Diagnosis
Diagnosis demensia ditetapkan dalam DSM-IV-TR, untuk demensia tipe Alzheimer,
Demensia vaskuler, Demensia karena kondisi medis lainnya, Demensia menetap akibat zat,
Demensia karena penyebab multipel, dan Demensia yang tidak ditentukan.
Diagnosis demensia berdasarkan pemeriksaan klinis, termasuk pemeriksaan status
mental, dan melalui informasi dari pasien, keluarga, teman dan teman sekerja. Keluhan
terhadap peerubahan sifat pasien dengan usia lebih tua dari 40 tahun membuat kita harus
mempertimbangan dengan cermat untuk mendiagnosis dimensia.
Kriteria Diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer
A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan dengan baik
1)Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk
mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
2)Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut;
a)Afasia (gangguan bahasa)
b)Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun
fungsi motorik utuh)
c)Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi
sensorik utuh
d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkandan abstrak)
20
21
22
Dengan mood depresi ; jika mood depresi (termasuk gambaran yang memenuhi kriteria gejala
lengkap untuk episode depresif adalah ciri yang menonjol. Suatu diagnosis terpisah gangguan
mood karena kondisi medis umum tidak diberikan
Tanpa penyulit ; jika tidak ada satupun diatas yang menonjol pada gambaran klinis sekarang
Sebutkan jika ; Dengan gangguan perilaku
Catatan penulisan ; juga tuliskan kondisi serebrovaskuler pada aksis III
Kriteria Diagnostik untuk Demensia Karena Kondisi Medis Umum Lain
A. Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan dengan baik
(1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan
untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
(2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;
(a)Afasia ( gangguan bahasa)
(b)Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorikwalaupun
fungsi motorik utuh)
(c)Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi bendawalaupun fungsi
sensorik utuh
(d)Gangguan
dalam
fungsi
eksekutif
(yaitu
merencanakan,mengorganisasi,
23
Kode didasarkan padaada atau tidaknya gejala klinis yang berhubungan dengan gangguan
perilaku; Tanpa gangguan perilaku ; Jika ganguan kognitif tidak disertai dengan gangguan
perilaku yang bermakna secara klinis
Dengan gangguan perilaku ; Jika gangguan kognitif disertai gangguan perilaku yang
bermakna secara klinis (misalnya keluyuran, agitasi)
Catatn penulisan ; Berikan juga ode dari kondisi medis pada aksis III (misalnya; infeksi HIV,
Trauma kepala, penyakit Parkinson, Penyakit Huntington, penyakit Pick, Penyakit
Creutzfeldt-jakob)
Kriteria Diagnostik untuk Demensia Menetap Akibat Zat
A. Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan dengan baik
(1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan
untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
(2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut;
(a)Afasia ( gangguan bahasa)
(b)Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik
walaupun fungsi motorik utuh)
(c)Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi bendawalaupun fungsi
sensorik utuh
(d)Gangguan
dalam
fungsi
eksekutif
(yaitu
merencanakan,mengorganisasi,
24
Kode; Demensia menetap akibat (zat spesifik ) : alkohol ; inhalan; sedatif, hipnotik, atau
ansiolitik zat lain (atau tidak diketahui)
Kriteria Diagnostik untuk Demensia Karena Penyebab Multipel
A. Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan dengan baik
(1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan
untuk
mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
(2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;
(a)Afasia ( gangguan bahasa)
(b)Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun
fungsimotorik utuh)
(c)Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun
fungsisensorik utuh
(d)Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan, dan abstrak)
B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan
yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan
bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
C. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium bahwa
gangguan memiliki lebih dari satu penyebab (misalnya trauma kepala ditambah pengguna
alkohol kronis, demensia tipe Alzheimer dengan perkembangan demensia demensia vaskuler
selanjutnya
D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium
Catatan penulisan ; Gunakan kode multipel berdasarkan demensia spesifik dan etiologi
spesifik, misalnya demensia tipe Alzheimer, dengan onset lanjut tanpa penyulit; demensia
vaskuler tanpa penyulit
25
26
5. Pemeriksaan Genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik yang memiliki 3
allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel mengkode bentuk APOE yang
berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia Alzheimer tipe
awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai
penanda semakin meningkat.
Perjalanan penyakit dan Prognosis
Perjalanan penyakit yang klasik pada demensia adalah awitan (onset) yang dimulai
pada usia 50 atau 60-an dengan perburukan yang bertahap dalam 5 atau 10 tahun, yang sering
berakhirdengan kematian. Usia awitan dan kecepatan perburukan bervariasi diantara jenisjenis demensia dan kategori diagnostik masing-masing individu. Usia harapan hidup pada
pasien dengan demensia tipe Alzheimer adalah sekitar 8 tahun, dengan rentang 1 hingga 20
tahun. Data penelitian menunjukkan bahwa penderita demensia dengan awitan yang dini atau
dengan riwayat keluarga menderita demensia memiliki kemungkinan perjalanan penyakit
yang lebih cepat. Dari suatu penelitian terbaru terhadap 821 penderita penyakit Alzheimer,
rata-rata angka harapan hidup adalah 3,5 tahun. Sekali demensia didiagnosis, pasien harus
menjalani pemeriksaan medis dan neurologis lengkap, karena 10 hingga 15 persen pasien
dengan demensia potensial mengalami perbaikan (reversible) jika terapi yang diberikan telah
dimulai sebelum kerusakan otak yang permanen terjadi.
Perjalanan penyakit yang paling umum diawali dengan beberapa tanda yang samar
yangmungkin diabaikan baik oleh pasien sendiri maupun oleh orang-orang yang paling dekat
denganpasien. Awitan yang bertahap biasanya merupakan gejala-gejala yang paling sering
dikaitkandengan demensia tipe Alzheimer, demensia vaskuler, endokrinopati, tumor otak, dan
gangguan metabolisme. Sebaliknya, awitan pada demensia akibat trauma, serangan jantung
dengan hipoksia serebri, atau ensefalitis dapat terjadi secara mendadak. Meskipun gejalagejala pada fase awal tidak jelas, akan tetapi dalam perkembangannya dapat menjadi nyata
dan keluarga pasien biasanya akan membawa pasien untuk pergi berobat. Individu dengan
demensia dapat menjadi sensitif terhadap penggunaan benzodiazepin atau alkohol, dimana
penggunaan zat-zat tersebut dapat memicu agitasi, sifat agresif, atau perilaku psikotik. Pada
stadium terminal dari demensia pasien dapat menjadi ibarat cangkang kosong dalam diri
mereka sendiri, pasien mengalami disorientasi, inkoheren, amnestik, dan inkontinensia urin
dan inkontinensia alvi.
Dengan terapi psikososial dan farmakologis dan mungkin juga oleh karena perbaikan
27
infark serebri di kemudian hari, dengan demikian pengenalan adanya TIA merupakan strategi
klinis penting untuk mencegah infark serebri. Dokter harus membedakan antara episode TIA
yang mengenai sistem vertebrobasiler dan sistem karotis. Secara umum, gejala penyakit
sistem vertebrobasiler mencerminkan adanya gangguan fungsional baik pada batang otak
maupun lobus oksipital, sedangkan distribusi sistem karotis mencerminkan gejala-gejala
gangguan penglihatan unilateral atau kelainan hemisferik. Terapi antikoagulan, dengan obatobat antipletelet agregasi seperti aspirin dan bedah reksonstruksi vaskuler ekstra dan
intrakranial efektif untuk menurunkan risiko infark serebri pada pasien dengan TIA.
Delirium
Membedakan antara delirium dan demensia dapat lebih sulit daripada yang
ditunjukkanoleh klasifikasi berdasarkan DSM IV. Secara umum, delirium dibedakan dengan
demensia oleh awitan yang cepat, durasi yang singkat, fluktuasi gangguan kognitif dalam
perjalanannya, eksaserbasi gejala yang bersifat nokturnal, gangguan siklus tidur yang
bermakna, dan gangguan perhatian dan persepsi yang menonjol.
29
Catatan: pasien dengan demensia amat rentan terhadap delirium, dan delirium yang
bertumpang tindih dengan demensia adalah umum
Pseudodemensia
30
Depresi
Beberapa pasien dengan depresi memiliki gejala gangguan fungsi kognitif yang sukar
dibedakan dengan gejala pada demensia. Gambaran klinis kadang-kadang menyerupai
psuedodemensia, meskipun istilah disfungsi kognitif terkait depresi (depression-related
cognitivedysfunction) lebih disukai dan lebih dapat menggambarkan secara klinis. Pasien
dengan disfungsi kognitif terkait depresi secara umum memiliki gejala-gejala depresi yang
menyolok, lebih menyadari akan gejala-gejala yang mereka alami daripada pasien dengan
demensia serta sering memiliki riwayat episode depresi.
Skizofrenia
31
mengeluarkan plak karotis dapat mencegah kejadian vaskuler berikutnya pada pasien-pasien
yang telah diseleksi secara hati-hati. Pendekatan terapi secara umum pada pasien dengan
demensia bertujuan untuk memberikan perawatan medis suportif, dukungan emosional untuk
pasien dan keluarganya, serta terapi farmakologis untuk gejala-gejala yang spesifik, termasuk
perilaku yang merugikan.
Terapi Psikososial
Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien dengan
demensia.Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada memori. Memori jangka
pendek hilang sebelum hilangnya memori jangka panjang pada kebanyakan kasus demensia,
dan banyak pasien biasanya mengalami distres akibat memikirkan bagaimana mereka
menggunakan lagi fungsi memorinya disamping memikirkan penyakit yang sedang
dialaminya. Identitas pasien menjadi pudar seiring perjalanan penyakitnya, dan mereka hanya
dapat sedikit dan semakin sedikitmenggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional bervariasi
mulai dari depresi hingga kecemasan yang berat dan teror katastrofik yang berakar dari
kesadaran bahwa pemahaman akan dirinya (sense of self) menghilang.
Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif dan
edukatifsehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah dari penyakit yang
dideritanya. Mereka juga bisa mendapatkan dukungan dalam kesedihannya dan penerimaan
akan perburukan disabilitas serta perhatian akan masalah-masalah harga dirinya. Banyak
fungsi yang masih utuh dapat dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi
aktivitas yang masih dapat dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik terhadap defek
fungsi ego dan keterbatasan fungsi kognitif juga dapat bermanfaat. Dokter dapat membantu
pasien untuk menemukan cara berdamai dengan defek fungsi ego, seperti menyimpan
kalender untuk pasien dengan masalah orientasi, membuat jadwal untuk membantu menata
struktur aktivitasnya, serta membuat catatan untuk masalah-masalah daya ingat.
Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat sangat membantu.
Haltersebut membantu pasien untuk melawan perasaan bersalah, kesedihan, kemarahan, dan
keputusasaan karena ia merasa perlahan-lahan dijauhi oleh keluarganya.
Farmakoterapi
Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan, antidepresi
untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk waham dan halusinasi, akan tetapi dokter juga
33
harus mewaspadai efek idiosinkrasi obat yang mungkin terjadi pada pasien usia lanjut
(misalnya kegembiraan paradoksikal, kebingungan, dan peningkatan efek sedasi). Secara
umum, obatobatan dengan aktivitas antikolinergik yang tinggi sebaiknya dihindarkan.
Donezepil, rivastigmin, galantamin, dan takrin adalah penghambat kolinesterase yang
digunakan untuk mengobati gangguan kognitif ringan hingga sedang pada penyakit
Alzheimer. Obat-obat tersebut menurunkan inaktivasi dari neurotransmitter asetilkolin
sehingga meningkatkan potensi neurotransmitter kolinergik yang pada gilirannya
menimbulkan perbaikan memori. Obat-obatan tersebut sangat bermanfaat untuk seseorang
dengan kehilangan memori ringan hingga sedang yang memiliki neuron kolinergik basal
yang masih baik melalui penguatan neurotransmisi kolinergik.
Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas. Takrin jarang
digunakankarena potensial menimbulkan hepatotoksisitas. Sedikit data klinis yang tersedia
mengenai rivastigmin dan galantamin, yang sepertinya menimbulkan efek gastrointestinal
(GI) dan efek samping neuropsikiatrik yang lebih tinggi daripada donezepil. Tidak satupun
dari obat-obatan tersebut dapat mencegah degenerasi neuron progresif.
Menurut Witjaksana Roan terapi farmakologi pada pasien demensia berupa:
Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg
Antipsikotika atipik:
o Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg
o Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,7530
o Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg
o Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
o Abilify 1 x 10 - 15 mg
Anxiolitika
o Clobazam 1 x 10 mg
o Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg
o Bromazepam 1,5 mg - 6 mg
o Buspirone HCI 10 - 30 mg
o Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg
o Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)
34
Antidepresiva
o Amitriptyline 25 - 50 mg
o Tofranil 25 - 30 mg
o Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)
o SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg, Citalopram 1 x 10 - 20
mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x 60 mg.
o Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)
Mood stabilizers
o Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
o Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg
o Topamate 1 x 50 mg
o Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg
o Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg
o Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg
o Priadel 2 - 3 x 400 mg
Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya sudah tak
berguna lagi,namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD (Behavioural
and PsychologicalSymptoms of Dementia):
Nootropika:
o Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg
o Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg
o Sabeluzole (Reminyl)
Ca-antagonist:
o Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg)
o Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m.
o Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg
o Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse
o Pantoyl-GABA
Acetylcholinesterase inhibitors
o Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg.
35
36
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa disertai gangguan
kesadaran
2. Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia
3. Demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer (Alzheimers
diseases)
4. Perubahan psikiatrik dan neurologis pada pasien demensia meliputi kepribadian, halusinasi
dan waham,mood, perubahan kognitif, reaksi Katastrofik, Sindrom Sundowner
5. Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit, kerusakan
struktur otak,sifat klinisnya dan menurut Pedoman Penggolongan dan DiagnosisGangguan
Jiwa di Indonesia III
6. Diagnosis demensia ditetapkan dalam DSM-IV-TR dan Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III
7. Perjalanan penyakit yang klasik pada demensia adalah awitan (onset) yang dimulai pada
usia 50 atau 60-an dengan perburukan yang bertahap dalam 5 atau 10 tahun, yang sering
berakhir dengan kematian
8. Diagnosis Banding meliputi Demensia tipe Alzheimer lawan demensia vaskuler, demensia
vaskuler lawan transient ishemic attacks , delirium, depresi, skizofrenia, proses penuaan yang
normal, gangguan lainnya (retardasi mental, gangguan ,depresi berat)
9. Penatalaksanaan pasien demensia meliputi
10. Terapi pada demensia meliputi psikososial, farmakoterapi, terapi dengan menggunakan
pendekatan lain, Behavioural And Psychological Symptoms Of Dementia (BPSD)
Saran
Demensia adalah suatu kelainan organik yang dalam penegakkan diagnosisnya membutuhkan
ketelitian baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan harus diingat
penatalaksanaan pada pasien demensia bukan hanya farmakologi tetapi bersifat holistic yang
juga mencakup psikososial.
37
DAFTAR PUSTAKA
1.
Roan
Witjaksana.
Delirium
dan
Demensia.
Diakses
dari
http://www.
Disoders.
Diakses
dari
http://www.gabehavioral.com/Memory
Dementia.
Diakses
dari
http://www.geriatricsandaging.ca/fmi/xsl/article.xsl?-
lay=Article&Name=Dementia:%20Biological%20and%20Clinical%20Advances-Part
%20I&-find. 7 Oktober 2008
9. Smith, David S. Field Guide to Bedside Diagnosis, 2nd Edition. 2007 Lippincott Williams
&Wilkins
10. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi ke-8. Surabaya: Airlangga University
Press. 2005.193
38