Anda di halaman 1dari 38

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Identitas
Topik

: Demensia

Subtopik

: Kenali gejala pikun dan pencegahannya sejak dini

Hari/Tanggal :

2015

Waktu

WIB

Sasaran

: Pasien dan Keluarga Pasien Rawat Jalan

Tempat: Ruang RSJI Klender


II

Tujuan Instruksional Umum


Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan tentang pentingnya mengetahui apa itu
Demensia, diharapkan pasien dan keluarga pasien rawat jalan

yang merupakan

sasaran dari penyuluhan ini memahami apa itu Demensia serta mengetahui gejala dan
pencegahan Demensia sejak dini.
III

Tujuan Instruksional Khusus


Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit diharapkan para peserta dapat:
1

Memahami tentang Demensia

Memahami gejala dan pencegahan dari Demensia

IV

Materi (Terlampir)

Media

VI

Laptop

LCD

Microphone

Leaflet

Metode
1

Ceramah

Diskusi

Tanya jawab
1

BAB I
PENDAHULUAN
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit otak, biasanya bersifat kronik
atau progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (fungsi kortikal yang multipel), termasuk
dayaingat, daya pikir, daya orientasi, daya pemahaman, berhitung, kemampuan belajar,
berbahasa, dan daya kemampuan menilai. Kesadaran tidak berkabut, dan biasanya disertai
hendaya fungsi kognitif, ada kalanya diawali oleh kemerosotan (deterioration) dalam
pengendalian emosi, perilaku sosial atau motivasi. Sindrom ini terjadi pada penyakit
Alzheimer, pada penyakit serebrovaskuler, dan pada kondisi lain yang secara primer atau
sekunder mengenai otak.
Peningkatan jumlah populasi lanjut usia (lansia) memberi dampak pula pada
meningkatnya gangguan neuropsikiatri pada lansia. Individu yang berusia lebih dari 80 tahun
akan mempunyai risiko tinggi untuk mengalami gangguan neuropsikiatri.Hingga kini
demensia masih merupakan salah satu gangguan pada lansia yang sangat ditakuti. Di seluruh
dunia saat ini diperkirakan lebih dari 30 juta orang menderita demensia.

BAB II
DEMENSIA
Definisi
Demensia adalah sindrom penyakit akibat kelainan otak bersifat kronik / progresif
serta terdapat gangguan fungsi luhur (kortikal yang multiple) yaitu; daya ingat, daya fikir,
dayaorientasi, daya pemahaman, berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, kemampuan
menilai. Kesadaran tidak berkabut, biasanya disertai hendaya fungsi kognitif, dan ada kalanya
diawalioleh kemerosotan (detetioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial atau
motivasi sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit kardiovaskular, dan pada
kondisi lain yang secara primer atau sekunder mengenai otak
Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah
mencapai pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan otak
organik, diikuti keruntuhan perilaku dan kepribadian, dimanifestasikan dalam bentuk
gangguan fungsi kognitif seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran
konseptual. Biasanya kondisi ini tidak reversibel, sebaliknya progresif.
Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa disertai
gangguan kesadaran.
.
Epidemiologi
Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi
demensiasedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada kelompok usia diatas
65 tahun prevalensi demensia sedang hingga berat mencapai 5 persen, sedangkan pada
kelompok usia diatas 85 tahun prevalensinya mencapai 20 hingga 40 persen.
Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya
menderitajenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer
(Alzheimersdiseases). Prevalensi demensia tipe Alzheimer meningkat seiring bertambahnya
usia. Untuk seseorang yang berusia 65 tahun prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan
0,8 persen pada wanita. Pada usia 90 tahun, prevalensinya mencapai 21 persen. Pasien
dengan demensia tipe Alzheimer membutuhkan lebih dari 50 persen perawatan rumah
(nursing home bed).
Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia vaskuler, yang

secara kausatif dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler. Hipertensi merupakan faktor


predisposisi bagi seseorang untuk menderita demensia. Demensia vaskuler meliputi 15
hingga 30 persen dari seluruh kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemui pada
seseorang yang berusia antara 60 hingga 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada
wanita. Sekitar 10 hingga 15 persen pasien menderita kedua jenis demensia tersebut.
Penyebab demensia paling sering lainnya, masing-masing mencerminkan 1 hingga 5
persen kasus adalah trauma kepala, demensia yang berhubungan dengan alkohol, dan
berbagai jenis demensia yang berhubungan dengan gangguan pergerakan, misalnya penyakit
Huntington dan penyakit Parkinson. Karena demensia adalah suatu sindrom yang umum, dan
mempunyai banyak penyebab, dokter harus melakukan pemeriksaan klinis dengan cermat
pada seorang pasien dengan demensia untuk menegakkan penyebab demensia pada pasien
tertentu.
Etiologi
Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia diatas 65 tahun
adalah(1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3) campuran antara keduanya.
Penyebab lain yang mencapai kira-kira 10 persen diantaranya adalah demensia jisim Lewy
(Lewy bodydementia), penyakit Pick, demensia frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal,
demensia alkoholik, demensia infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV)
atau sifilis) dan penyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan
penatalaksanaan klinis berhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti kelaianan
metabolik (misalnya hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi vitamin B12 atau
defisiensi asam folat), atau sindrom demensia akibat depresi.
Klasifikasi kemungkinan penyebab demensia
1. Demensia Degeneratif
Penyakit Alzheimer
Demensia frontotemporal (misalnya; Penyakit Pick)
Penyakit Parkinson
Demensia Jisim Lewy
Ferokalsinosis serebral idiopatik (penyakit Fahr)
Kelumphan supranuklear yang progresif
2. Trauma
Dementia pugilistica, posttraumatic dementia
Subdural hematoma
3. Infeksi
4

4.

5.
6.

7.

Penyakit

Prion

(misalnyapenyakit

Creutzfeldt-Jakob,bovine

spongiform

encephalitis, (Sindrom Gerstmann-Straussler)


Acquired immune deficiencysyndrome (AIDS)
Sifilis
Kelainan Psikiatrik
Pseudodemensia pada depresi
Penurunan fungsi kognitif padaskizofrenia lanjut
Fisiologis
Hidrosefalus tekanan normal
Kelainan Metabolik
Defisiensi vitamin (misalnyavitamin B12, folat)
Endokrinopati (contoh : hipotiroidisme)
Gangguan metabolisme kronik(contoh : uremia)
Tumor
Tumor primer maupun metastase(misalnya meningioma atau tumormetastasis dari

tumor payudaraatau tumor paru)


8. Anoksia
Infark serebri (infark tunggal maupun mulitpel atau infarklakunar)
Penyakit Binswanger(subcortical arterioscleroticencephalopathy)
Insufisiensi hemodinamik(hipoperfusi atau hipoksia)
9. Penyakit demielinisasi
Sklerosis multipel
10. Obat-obatan dan toksin
Alkohol
Logam berat
Radiasi
Pseudodemensia akibatpengobatan (misalnyapenggunaan antikolinergik)
Karbon monoksida
11. Lain-lain
Penyakit Huntington
Penyakit Wilson
Leukodistrofi metakromatik

Gambar.2.1. Perbadingan persentase etiologi dari demensia


Demensia Tipe Alzheimer
Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang selanjutnya diberi
namadengan namanya dalam tahun 1907, saat ia menggambarkan seorang wanita berusia 51
tahun dengan perjalanan demensia progresif selama 4,5 tahun. Diagnosis akhir Alzheimer
didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi otak; meskipun demikian, demensia Alzheimer
biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab demensia lain telah
disingkirkan dari pertimbangan diagnostik.

Gambar.2.2 Penyakit Alzheimer. Tampak secara jelas plak senilis disebelah kiri. Beberapa
serabut neuron tampak kusut disebelah kanan. Menjadi catatan tentang adanya
kekacauan hantaran listrik pada sistem kortikal.

Gambar.2.3 Sel otak pada Penyakit Alzheimer dibandingkan dengan sel otak normal.
Faktor Genetik
Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih belum diketahui, telah
terjadikemajuan dalam molekular dari deposit amiloid yang merupakan tanda utama
neuropatologi
gangguan. Beberapa peneliti menyatakan bahwa 40 % dari pasien demensia mempunyai
riwayatkeluarga menderita demensia tipe Alzheimer, jadi setidaknya pada beberapa kasus,
faktor genetik dianggap berperan dalam perkembangan demensia tipe Alzheimer tersebut.
Dukungan tambahan tentang peranan genetik adalah bahwa terdapat angka persesuaian untuk
kembar monozigotik, dimana angka kejadian demensia tipe Alzheimer lebih tinggi daripada
angka kejadian pada kembar dizigotik. Dalam beberapa kasus yang telah tercatat dengan
baik, gangguan ditransmisikan dalam keluarga melalui satu gen autosomal dominan, walau
transmisi tersebut jarang terjadi.
Protein prekursor amiloid
Gen untuk protein prekusor amiloid terletak pada lengan panjang kromosom 21.
Melaluiproses penyambungan diferensial, dihasilkan empat bentuk protein prekusor amiloid.
Protein beta/ A4, yang merupakan konstituen utama dari plak senilis, adalah suatu peptida
7

dengan 42-asam amino yang merupakan hasil pemecahan dari protein prekusor amiloid. Pada
kasus sindrom Down (trisomi kromosom 21) ditemukan tiga cetakan gen protein prekusor
amiloid, dan pada kelainan dengan mutasi yang terjadi pada kodon 717 dalam gen protein
prekusor amiloid, suatu proses patologis yang menghasilkan deposit protein beta/A4 yang
berlebihan. Bagaimana proses yang terjadi pada protein prekusor amiloid dalam perannya
sebagai penyebab utama penyakit Alzheimer masih belum diketahui, akan tetapi banyak
kelompok studi yang meneliti baik proses metabolisme yang normal dari protein prekusor
amiloid maupun proses metabolisme yang terjadi pada pasien dengan demensia tipe
Alzheimer untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Gen E4 multipel
Sebuah penelitian menunjukkan peran gen E4 dalam perjalanan penyakit Alzheimer.
Individu yang memiliki satu kopi gen tersebut memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar
daripada individu yang tidak memiliki gen E4 tersebut, dan individu yang memiliki dua kopi
gen E4 memiliki kemungkinan delapan kali lebih besar daripada yang tidak memiliki gen
tersebut. Pemeriksaan diagnostik terhadap gen ini tidal direkomendasikan untuk saat ini,
karena gen tersebut ditemukan juga pada individu tanpa demensia dan juga belum tentu
ditemukan pada seluruh penderita demensia.
Neuropatologi
Penelitian

neuroanatomi

otak

klasik

pada

pasien

dengan

penyakit

Alzheimermenunjukkan adanya atrofi dengan pendataran sulkus kortikalis dan pelebaran


ventrikel serebri. Gambaran mikroskopis klasik dan patognomonik dari demensia tipe
Alzheimer adalah plak senilis, kekusutan serabut neuron, neuronal loss (biasanya ditemukan
pada korteks dan hipokampus), dan degenerasi granulovaskuler pada sel saraf. Kekusutan
serabut neuron (neurofibrillary tangles) terdiri dari elemen sitoskletal dan protein primer
terfosforilasi, meskipun jenis protein sitoskletal lainnya dapat juga terjadi. Kekusutan serabut
neuron tersebut tidak khas ditemukan pada penyakit Alzheimer, fenomena tersebut juga
ditemukan pada sindrom Down, demensia pugilistika (punch-drunk syndrome) kompleks
Parkinson-demensia Guam, penyakit Hallervon-Spatz, dan otak yang normal pada seseorang
dengan usia lanjut. Kekusutan serabut neuron biasanya ditemukan di daerah korteks,
hipokampus, substansia nigra, dan lokus sereleus.

Plak senilis (disebut juga plak amiloid), lebih kuat mendukung untuk diagnosis
penyakitAlzheimer meskipun plak senilis tersebut juga ditemukan pada sindrom Down dan
dalam beberapa kasus ditemukan pada proses penuaan yang normal.
Neurotransmiter
Neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi dari demensia Alzheimer
adalah asetilkolin dan norepinefrin. Keduanya dihipotesis menjadi hipoaktif pada penyakit
Alzheimer. Beberapa penelitian melaporkan pada penyakit Alzheimer ditemukannya suatu
degenerasi spesifik pada neuron kolinergik pada nukleus basalis meynert. Data lain yang
mendukung adanya defisit kolinergik pada Alzheimer adalah ditemukan konsentrasi
asetilkolin dan asetilkolintransferase menurun.
Penyebab potensial lainnya
Teori kausatif lainnya telah diajukan untuk menjelaskan perkembangan penyakit
Alzheimer. Satu teori adalah bahwa kelainan dalam pengaturan metabolisme fosfolipid
membran menyebabkan membran yang kurang cairan yaitu, lebih kaku dibandingkan dengan
membranyang normal. Penelitian melalui spektroskopik resonansi molekular (Molecular
Resonance Spectroscopic; MRS) mendapatkan kadar alumunium yang tinggi dalam beberapa
otak pasiendengan penyakit Alzheimer.
Familial Multipel System Taupathy dengan presenile demensia
Baru-baru ini ditemukan demensia tipe baru, yaitu Familial Multipel System
Taupathy, biasanya ditemukan bersamaan dengan kelainan otak yang lain ditemukan pada
orang dengan
penyakit Alzheimer. Gen bawaan yang menjadi pencetus adalah kromosom 17. Gejala
penyakitberupa gangguan pada memori jangka pendek dan kesulitan mempertahankan
keseimbangan dan pada saat berjalan. Onset penyakit ini biasanya sekitar 40 50 detik, dan
orang dengan penyakit ini hidup rata-rata 11 tahun setelah terjadinya gejala.
Seorang pasien dengan penyakit Alzheimer memiliki protein pada sel neuron dan glial
seperti pada Familial Multipel System Taupathy dimana protein ini membunuh sel-sel otak.
Kelainan ini tidak berhubungan dengan plaq senile pada pasien dengan penyakit Alzheimer.

Demensia vaskuler
Penyebabnya adalah penyakit vaskuler serebral yang multipel yang menimbulkan
gejalaberpola demensia. Ditemukan umumnya pada laki-laki, khususnya dengan riwayat
hipertensi dan faktor resiko kardiovaskuler lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh
darah serebral berukuran kecil dan sedang yang mengalami infark dan menghasilkan lesi
parenkhim multipel yang menyebar luas pada otak. Penyebab infark berupa oklusi pembuluh
darah oleh plaq arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat lain( misalnya katup jantung).
Pada pemeriksaan akan ditemukan bruit karotis, hasil fundoskopi yang tidak normal atau
pembesaran jantung.

Gambar.2.4. Makroskopis korteks serebral pada potongan koronal dari suatu kasus
demensiavascular. Infark lakunar bilateral multipel mengenai thalamus, kapsula interna dan
globus palidus.

10

Gambar 2.5 Pasien dengan demensia kronik biasanya memerlukan perawatan custodial.
Pasien biasanya mengalami kemunduran perilaku, seperti menghisap jari,khas pada jenis ini.

11

Gambar 2.6 Gambaran Demensia Vaskular.


Penyakit Binswanger
Dikenal

juga

sebagai

ensefalopati

arteriosklerotik

subkortikal,

ditandai

denganditemukannya infark-infark kecil pada subtansia alba yang juga mengenai daerah
korteks serebri. Dulu dianggap penyakit yang jarang terjadi tapi dengan pencitraan yang
canggih dan kuat seperti resonansi magnetik (Magnetic Resonance Imaging; MRI) membuat
penemuankasus ini menjadi lebih sering.

12

Gambar.2.7. Penyakit Binswanger. Potongan melintang menunjukkan gambaran infark pada


bagian putih subkortikal.dengan pengurangan subtansia grisea.
Penyakit Pick
Penyakit Pick ditandai atrofi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal. Daerah
tersebut mengalami kehilangan neuronal, gliosis dan adanya badan Pick neuronal, yang
merupakan massa elemen sitoskeletal. Badan Pick ditemukan pada beberapa spesimen
postmortem tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis. Penyebab dari penyakit Pick tidak
diketahui. Penyakit Pick berjumlah kira-kira 5% dari semua demensia ireversibel. Penyakit
ini paling sering pada laki-laki, khususnya yang memiliki keluarga derajat pertama dengan
penyakit ini. Penyakit Pick sukar dibedakan dengan demensia Alzheimer. Walaupun stadium
awal penyakit lebih sering ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dengan fungsi
kognitif lain yang relatif bertahan. Gambaran sindrom Kluver-Bucy (contohnya:
hiperseksualitas, flaksiditas, hiperoralitas) lebih sering ditemukan pada penyakit Pick
daripada pada penyakit Alzheimer.

13

Gambar.2.8. Penyakit Pick dengan kelainan patologi yang luas. Gambaran menunjukkan
atrofiyang paling luas pada lobus frontalis serta pada lobus temporalis dan parietalis.

Gambar.2.9. Pemeriksaan PET pada penyakit PICK.


Penyakit Jisim lewy (Lewy body diseases)
Penyakit Jisim Lewy adalah suatudemensia yang secara klinis mirip dengan penyakit
Alzheimer dan sering ditandai oleh adanya halusinasi, gambaran Parkinsonisme, dan gejala

14

ekstrapiramidal. Inklusi Jisim Lewy ditemukan di daerah korteks serebri. Insiden


yangsesungguhnya tidak diketahui. Pasien dengan penyakit Jisim Lewy ini menunjukkan
efek yang menyimpang (adverse effect) ketika diberi pengobatan dengan antipsikotik.

Gambar.2.10. Kortikal lewy bodies (panah), Dilahat dengan pewarnaan hematoxylin dan
eosin.Lewy bodies lebih eosinophilik, setengah bulat, sitoplasmik inklusi.
Penyakit Huntington
Penyakit Huntington secara klasik dikaitkan dengan perkembangan demensia.
Demensiapada penyakit ini terlihat sebagai demensia tipe subkortikal yang ditandai dengan
abnormalitas motorik yang lebih menonjol dan gangguan kemampuan berbahasa yang lebih
ringan dibandingkan demensia tipe kortikal. Demensia pada penyakit Huntington
menunjukkan perlambatan psikomotor dan kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan yang
kompleks, akan tetapi memori, bahasa, dan tilikan relatif utuh pada stadium awal dan
pertengahan penyakit. Dalam perkembangannya, demensia menjadi lengkap dan gambaran
klinis yang membedakannya dengan demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insiden
depresi dan psikosis, selain gangguan pergerakan berupa gambaran koreoatetoid klasik.
Penyakit Parkinson
Sebagaimana pada penyakit Huntington, Parkinsonisme merupakan penyakit pada
gangliabasalis yang biasanya dikaitkan dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20 hingga
15

30 persen pasien dengan penyakit Parkinson mengalami gangguan kemampuan kognitif.


Gerakan lambat pada pasien dengan penyakit Parkinson sejajar dengan perlambatan berpikir
pada beberapa pasien, suatu gambaran yang sering disebut oleh para klinis sebagai
bradifrenia.
Klasifikasi
Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit, kerusakan
struktur otak,sifat klinisnya dan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwadi Indonesia III (PPDGJ III).
A. Menurut Umur :
o Demensia senilis (>65th)
o Demensia prasenilis (<65th)
B. Menurut perjalanan penyakit :
o Reversibel
o Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, Defisiensi vitamin B,
Hipotiroidism, intoksikasi Pb)
C. Menurut kerusakan struktur otak :
o Tipe Alzheimer
o Tipe non-Alzheimer
o Demensia vaskular
o Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
o Demensia Lobus frontal-temporal
o Demensia terkait dengan HIV-AIDS
o Morbus Parkinson
o Morbus Huntington
o Morbus Pick
o Morbus Jakob-Creutzfeldt
o Sindrom Gerstmann-Strussler-Scheinker
o Prion disease
o Palsi Supranuklear progresif
o Multiple sklerosis
16

o Neurosifilis
o Tipe campuran
D. Menurut sifat klinis :
o Demensia proprius
o Pseudo-demensia
Berdasarkan PPDGJ III demensia termasuk dalam F00-F03 yang merupakan gangguan
mental organik dengan klasifikasinya sebagai berikut ;
F 00 Demensia pada penyakit Alzheimer
F00.0 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini
F00.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan Onset Lambat
F00.2 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan, tipe tidak khas atau tipe campuran
F00.9 Demensia pada penyakit Alzheimer YTT (Yang Tidak Tergolongkan)
F 01 Demensia Vaskular
F01.0 Demensia Vaskular Onset akut
F01.1 Demensia Vaskular Multi-Infark
F01.2 Demensia Vaskular Sub Kortikal
F01.3 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal
F01.8 Demensia Vaskular lainnya
F01.9 Demensia Vaskular YTT
F02 Demensia pada penyakit lain
F02.0 Demensia pada penyakit PICK
F02.1 Demensia pada penyakit Creutzfeldt-Jakob
F02.2 Demensia pada penyakit Huntington
F02.3 Demensia pada penyakit parkinson
F02.4 Demensia pada penyakit HIV
F02.8 Demensia pada penyakit lain YDT YDK (Yang Di-Tentukan-Yang Di-Klasifikasikan
ditempat lain)
F03 Demensia YTT
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada F00-F03 sebagai
berikut :
1. .X0 Tanpa gejala tambahan
17

2. .X1 Gejala lain, terutama waham


3. .X2 Halusinasi
4. .X3 Depresi
5. .X4 Campuran lain
Gambaran Klinis
Perubahan Psikiatrik dan Neurologis Kepribadian
Perubahan kepribadian pada seseorang yang menderita demensia biasanya
akanmengganggu bagi keluarganya. Ciri kepribadiaan sebelum sakit mungkin dapat menonjol
selama perkembangan demensia. Pasien dengan demensia juga menjadi tertutup serta
menjadi kurang perhatian dibandingkan sebelumnya. Seseorang dengan demensia yang
memiliki waham paranoid umumnya lebih cenderung memusuhi anggota keluarganya dan
pengasuhnya. Pasien yang mengalami kelainan pada lobus fraontalis dan temporalis biasanya
mengalami perubahan kepribadian dan mungkin lebih iritabel dan eksplosif.
Halusinasi dan Waham
Diperkirakan sekitar 20 hingga 30 persen dengan demensia (terutama pasien dengan
demensia tipe Alzheimer) memiliki halusinasi, dan 30 hingga 40 persen memiliki waham,
terutama waham paranoid yang bersifat tidak sistematis, meskipun waham yang sistematis
juga dilaporkan pada pasien tersebut. Agresi fisik dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya lazim
ditemukan pada pasien dengan demensia yang juga memiliki gejala-gejala psikotik.
Mood
Pada pasien dengan gejala psikosis dan perubahan kepribadian, depresi dan
kecemasanmerupakan gejala utama yang ditemukan pada 40 hingga 50 persen pasien dengan
demensia, meskipun sindrom depresif secara utuh hanya tampak pada 10 hingga 20 persen
pasien. Pasien dengan demensia juga dapat menujukkan perubahan emosi yang ekstrem tanpa
provokasi yang nyata (misalnya tertawa dan menangis yang patologis).
Perubahan Kognitif
Pada pasien demensia yang disertai afasia lazim ditemukan adanya apraksia dan
agnosiadimana gejala-gejala tersebut masuk dalam kriteria DSM IV. Tanda-tanda neurologis
lainnya yang dikaitkan dengan demensia adalah bangkitan yaitu ditemukan kira-kira pada 10
persenpasien dengan demensia tipe Alzheimer serta 20 persen pada pasien dengan demensia
18

vaskuler. Refleks primitif seperti refleks menggenggam, refleks moncong (snout), refleks
mengisap, refleks tonus kaki serta refleks palmomental dapat ditemukan melalui pemeriksaan
neurologis pada 5 hingga 10 persen pasien.
Untuk menilai fugsi kognitif pada pasien demensia dapat digunakan The Mini Mental
State Exam (MMSE).

Gambar.2.11. Test menggambar jam pada salah penilaian MMSE.


Pasien dengan demensia vaskuler mungkin mempunyai gejala-gejala neurologis
tambahanseperti sakit kepala, pusing, kepala terasa ringan, kelemahan, tanda defisit
neurologis fokal terutama yang terkait dengan penyakit serebro-vaskuler, pseudobulber palsy,
disartria, dan disfagia yang lebih menonjol dibandingkan dengan gejala-gejala diatas pada
jenis-jenis demensia lainnya.
Reaksi Katastrofik
Pasien dengan demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan yang oleh
KurtGoldstein disebut perilaku abstrak. Pasien mengalami kesulitan untuk memahami
suatu konsep dan menjelaskan perbedaan konsep-konsep tersebut. Lebih jauh lagi,
kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah, berpikir logis, dan kemampuan menilai
suara juga terganggu. Goldstein juga menggambarkan reaksi katastrofik berupa agitasi
terhadap kesadaran subyektif dari defisit intelektual dalam kondisi yang penuh tekanan.
Pasien biasanya mengkompensasi defek yang dialami dengan cara menghindari kegagalan
dalam kemampuan intelektualnya, misalnya dengan cara bercanda atau dengan mengalihkan
pembicaraannya dengan pemeriksa. Buruknya penilaian dan kemampuan mengendalikan
impuls adalah lazim, biasanya ditemukan pada demensia yang secara primer mengenai daerah
lobus frontalis. Contoh dari kelainan iniadalah penggunaan kata-kata yang kasar, bercanda

19

dengan tidak wajar, ketidakpedulian terhadappenampilan dan kebersihan diri, serta sikap
acuh tak acuh dalam hubungan sosialnya.
Sindrom Sundowner
Sindrom sundowner ditandai dengan keadaan mengantuk, bingung, ataksia dan
terjatuhsecara tiba-tiba. Gejala-gejala tersebut muncul pada pasien yang berumur lebih tua
yang mengalami sedasi yang berlebihan dan penderita demensia yang bereaksi secara
berlebihan terhadap obat-obat psikoaktif bahkan dengan dosis yang kecli sekalipun. Sindrom
tersebut juga muncul pada pasien demensia saat sitmulus eksternal seperti cahaya dan isyarat
interpersonal dihilangkan.
Diagnosis
Diagnosis demensia ditetapkan dalam DSM-IV-TR, untuk demensia tipe Alzheimer,
Demensia vaskuler, Demensia karena kondisi medis lainnya, Demensia menetap akibat zat,
Demensia karena penyebab multipel, dan Demensia yang tidak ditentukan.
Diagnosis demensia berdasarkan pemeriksaan klinis, termasuk pemeriksaan status
mental, dan melalui informasi dari pasien, keluarga, teman dan teman sekerja. Keluhan
terhadap peerubahan sifat pasien dengan usia lebih tua dari 40 tahun membuat kita harus
mempertimbangan dengan cermat untuk mendiagnosis dimensia.
Kriteria Diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer
A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan dengan baik
1)Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk
mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
2)Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut;
a)Afasia (gangguan bahasa)
b)Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun
fungsi motorik utuh)
c)Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi
sensorik utuh
d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkandan abstrak)

20

B. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan yang


bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna
dari tingkat fungsi sebelumnya
C. Perjalanan penyakit ditandai oleh onset yang bertahap dan penurunan kognitif yang terus
menerus
D. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 bukan karena salah satu berikut;
(1) Kondisi sistem saraf pusat lain yang menyebabkan defisit progresif dalam daya ingat
kognisi misalnya penyakit serebrovaskuler, penyakit Parkinson, penyakit Huntington,
hematoma subdural, hidrosefalus tekanan normal, tumor otak
(2) Kondisi sistemik yang diketehui menyebabkan demensia misalnya, hipotiroidisme,
defisiensi vitamin B12 atau asam folat, defisiensi niasin, hiperkalsemia, neurosifilis, infeksi
HIV
(3) Kondisi yang berhubungan dengan zat
E.Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu delirium
F. Gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan aksis lainnya (misalnya, gangguan
depresif berat,Skizofrenia)
Kondisi akibat zat
Kode didasarkan pada tipe onset dan ciri yang menonjol; Tanpa gangguan perilaku ; Jika
ganguan kognitif tidak disertai dengan gangguan perilaku yang bermakna secara klinis
Dengan gangguan perilaku ; Jika gangguan kognitif disertai gangguan perilaku yang
bermakna secara klinis (misalnya keluyuran, agitasi)
Subtipe yang spesifik;
Dengan onset dini : jika onset pada umur < 65 tahun
Dengan onset lanjut ; jika onset pada usia > 65 tahun
Catatan cara ;
Penyakit Alzheimer ditulis pada aksis 3. Gejala klinis lain yang menonjol yang berhubungan

21

dengan penyakit Alzheimer, didiagnosis pada aksis I ( misalnyagangguan mood yang


berkaitan dengan penyakit Alzheimer, dengan depresi yang menonjol, dan perubahan
kepribadian yang berhubungan dengan penyakit Alzheimer, tipe agresif )
Kriteria Diagnosis untuk Demensia Vaskuler
A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang bermanifestasi oleh baik
(1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan
untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
(2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;
(a)Afasia ( gangguan bahasa)
(b)Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik
walaupun fungsi motorik utuh)
(c)Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi bendawalaupun fungsi
sensorik utuh
(d)Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan dan abstrak)
B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan
yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan
bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
C. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya; peningkatan refleks tendon dalam, respon
ekstensor palntar, palsi pseudobulbar, kelainan gaya berjalan, kelemahan pada satu
ekstremitas) atau atau tanda-tanda laboratorium adalah indikatif untuk penyakit
serebrovaskuler (misalnya infark multipel yang mengenai korteks dan subtannsia putih
dibawahnya) yang dianggap berhubungan secara etiologi dengan gangguan
D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium
Kode didasarkan pada ciri yang menonjol
Dengan delirium ; Jika delirium menumpang pada demensia
Dengan waham ; Jika waham merupakan ciri yang menonjol

22

Dengan mood depresi ; jika mood depresi (termasuk gambaran yang memenuhi kriteria gejala
lengkap untuk episode depresif adalah ciri yang menonjol. Suatu diagnosis terpisah gangguan
mood karena kondisi medis umum tidak diberikan
Tanpa penyulit ; jika tidak ada satupun diatas yang menonjol pada gambaran klinis sekarang
Sebutkan jika ; Dengan gangguan perilaku
Catatan penulisan ; juga tuliskan kondisi serebrovaskuler pada aksis III
Kriteria Diagnostik untuk Demensia Karena Kondisi Medis Umum Lain
A. Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan dengan baik
(1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan
untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
(2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;
(a)Afasia ( gangguan bahasa)
(b)Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorikwalaupun
fungsi motorik utuh)
(c)Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi bendawalaupun fungsi
sensorik utuh
(d)Gangguan

dalam

fungsi

eksekutif

(yaitu

merencanakan,mengorganisasi,

mengurutkan dan abstrak)


B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan
yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan
bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
C. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium bahwa
gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari salah satu kondisi medis selain penyakit
Alzheimers atau penyakit serebrovaskuler (misalnya; Infeksi HIV, Trauma kepala, penyakit
Parkinson, Penyakit Huntington, penyakit Pick, Penyakit Creutzfeldt-jakob, Hidrosefalus
dengan tekanan yang normal, hipotiroidism, tumorotak, atau defisiensi vitamin B12)
D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium

23

Kode didasarkan padaada atau tidaknya gejala klinis yang berhubungan dengan gangguan
perilaku; Tanpa gangguan perilaku ; Jika ganguan kognitif tidak disertai dengan gangguan
perilaku yang bermakna secara klinis
Dengan gangguan perilaku ; Jika gangguan kognitif disertai gangguan perilaku yang
bermakna secara klinis (misalnya keluyuran, agitasi)
Catatn penulisan ; Berikan juga ode dari kondisi medis pada aksis III (misalnya; infeksi HIV,
Trauma kepala, penyakit Parkinson, Penyakit Huntington, penyakit Pick, Penyakit
Creutzfeldt-jakob)
Kriteria Diagnostik untuk Demensia Menetap Akibat Zat
A. Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan dengan baik
(1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan
untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
(2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut;
(a)Afasia ( gangguan bahasa)
(b)Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik
walaupun fungsi motorik utuh)
(c)Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi bendawalaupun fungsi
sensorik utuh
(d)Gangguan

dalam

fungsi

eksekutif

(yaitu

merencanakan,mengorganisasi,

mengurutkan dan abstrak)


B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan
yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan
bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
C. Defisit tidak terjadi semata-mata hanya selama perjalanan suatu delirium dan menetap
melebihi lama yang lazim dari intoksikasi atau putus obat
D. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau hasil pemeriksaan
laboratorium bahwa defisit secara etiologis berhubungan dengan efek menetap dari
pemakaian zat (misalnya, suatu obat yang disalahgunakan,medikasi)

24

Kode; Demensia menetap akibat (zat spesifik ) : alkohol ; inhalan; sedatif, hipnotik, atau
ansiolitik zat lain (atau tidak diketahui)
Kriteria Diagnostik untuk Demensia Karena Penyebab Multipel
A. Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan dengan baik
(1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan
untuk
mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
(2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;
(a)Afasia ( gangguan bahasa)
(b)Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun
fungsimotorik utuh)
(c)Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun
fungsisensorik utuh
(d)Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan, dan abstrak)
B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan
yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan
bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
C. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium bahwa
gangguan memiliki lebih dari satu penyebab (misalnya trauma kepala ditambah pengguna
alkohol kronis, demensia tipe Alzheimer dengan perkembangan demensia demensia vaskuler
selanjutnya
D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium
Catatan penulisan ; Gunakan kode multipel berdasarkan demensia spesifik dan etiologi
spesifik, misalnya demensia tipe Alzheimer, dengan onset lanjut tanpa penyulit; demensia
vaskuler tanpa penyulit

25

Kriteria untuk Demensia yang Tidak Ditentukan


Kategori ini digunakan untuk mendiagnosis demensia yang tidak memenuhi kriteria
tipe spesifik yang dijelaskan dalam bagian ini. Contohnya adalah gambaran klinis demensia
yang tidak terdapat bukti cukup untuk menegakkan etiologi spesifik.
Berdasarkan PPDGJ III Demensia dapat ditegakkan apabila ditemukan : (1)
Penurunan kemampuan daya ingat dan daya fikir yang sampai mengganggu kegiatan harian
seseorang (personal activities of daily living) seperti: Mandi, berpakaian, makan, kebersihan
diri, buang air besar, dan kecil, (2) Tidak adanya gangguan kesadaran (clear conciousness),
gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia ditegakkan
untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada demensia reversible, walaupun
50% penyandang demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium normal,
pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang rutin
dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah,
ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat.
2. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah menjadi
pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan pada sebagian besar
EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi gambaran perlambatan
difus dan kompleks periodik.
4. Pemeriksaan Cairan Otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut, penyandang dengan
imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas, demensia presentasi atipikal,
hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT scan.

26

5. Pemeriksaan Genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik yang memiliki 3
allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel mengkode bentuk APOE yang
berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia Alzheimer tipe
awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai
penanda semakin meningkat.
Perjalanan penyakit dan Prognosis
Perjalanan penyakit yang klasik pada demensia adalah awitan (onset) yang dimulai
pada usia 50 atau 60-an dengan perburukan yang bertahap dalam 5 atau 10 tahun, yang sering
berakhirdengan kematian. Usia awitan dan kecepatan perburukan bervariasi diantara jenisjenis demensia dan kategori diagnostik masing-masing individu. Usia harapan hidup pada
pasien dengan demensia tipe Alzheimer adalah sekitar 8 tahun, dengan rentang 1 hingga 20
tahun. Data penelitian menunjukkan bahwa penderita demensia dengan awitan yang dini atau
dengan riwayat keluarga menderita demensia memiliki kemungkinan perjalanan penyakit
yang lebih cepat. Dari suatu penelitian terbaru terhadap 821 penderita penyakit Alzheimer,
rata-rata angka harapan hidup adalah 3,5 tahun. Sekali demensia didiagnosis, pasien harus
menjalani pemeriksaan medis dan neurologis lengkap, karena 10 hingga 15 persen pasien
dengan demensia potensial mengalami perbaikan (reversible) jika terapi yang diberikan telah
dimulai sebelum kerusakan otak yang permanen terjadi.
Perjalanan penyakit yang paling umum diawali dengan beberapa tanda yang samar
yangmungkin diabaikan baik oleh pasien sendiri maupun oleh orang-orang yang paling dekat
denganpasien. Awitan yang bertahap biasanya merupakan gejala-gejala yang paling sering
dikaitkandengan demensia tipe Alzheimer, demensia vaskuler, endokrinopati, tumor otak, dan
gangguan metabolisme. Sebaliknya, awitan pada demensia akibat trauma, serangan jantung
dengan hipoksia serebri, atau ensefalitis dapat terjadi secara mendadak. Meskipun gejalagejala pada fase awal tidak jelas, akan tetapi dalam perkembangannya dapat menjadi nyata
dan keluarga pasien biasanya akan membawa pasien untuk pergi berobat. Individu dengan
demensia dapat menjadi sensitif terhadap penggunaan benzodiazepin atau alkohol, dimana
penggunaan zat-zat tersebut dapat memicu agitasi, sifat agresif, atau perilaku psikotik. Pada
stadium terminal dari demensia pasien dapat menjadi ibarat cangkang kosong dalam diri
mereka sendiri, pasien mengalami disorientasi, inkoheren, amnestik, dan inkontinensia urin
dan inkontinensia alvi.
Dengan terapi psikososial dan farmakologis dan mungkin juga oleh karena perbaikan
27

bagian-bagian otak (self-healing), gejala-gejala pada demensia dapat berlangsung lambat


untuk beberapa waktu atau dapat juga berkurang sedikit. Regresi gejala dapat terjadi pada
demensia yang reversibel (misalnya demensia akibat hipotiroidisme, hidrosefalus tekanan
normal, dan tumor otak) setelah dilakukan terapi. Perjalanan penyakit pada demensia
bervariasi dari progresi yang stabil (biasanya terlihat pada demensia tipe Alzheimer) hingga
demensia dengan perburukan (biasanya terlihat pada demensia vaskuler) menjadi demensia
yang stabil (seperti terlihat pada demensia yang terkait dengan trauma kepala).
Faktor Psikosial
Derajat keparahan dan perjalanan penyakit demensia dapat dipengaruhi oleh faktor
psikososial. Semakin tinggi intelegensia dan pendidikan pasien sebelum sakit maka semakin
tinggi juga kemampuan untuk mengkompensasi deficit intelektual. Pasien dengan awitan
demensia yang cepat (rapid onset) menggunakan pertahanan diri yang lebih sedikit daripada
pasien yang mengalami awitan yang bertahap. Kecemasan dan depresi dapat memperkuat dan
memperburuk gejala. Pseudodemensia dapat terjadi pada individu yang mengalami depresi
dan mengeluhkan gangguan memori, akan tetapi pada kenyataannya ia mengalami gangguan
depresi. Ketika depresinya berhasil ditanggulangi, maka defek kognitifnya akan menghilang.
Diagnosis Banding
Demensia Tipe Alzheimer dibedakan dengan Demensia vaskuler
Secara klasik, demensia vaskuler dibedakan dengan demensia tipe Alzheimer dengan
adanya perburukan penurunan status mental yang menyertai penyakit serebrovaskuler seiring
berjalannya waktu. Meskipun hal tersebut adalah khas, kemerosotan yang bertahap tersebut
tidak secara nyata ditemui pada seluruh kasus. Gejala neurologis fokal lebih sering ditemui
pada demensia vaskuler daripada demensia tipe Alzheimer, dimana hal tersebut merupakan
patokan adanya faktor risiko penyakit serebrovaskuler.
Demensia Vaskuler dibedakan denganTransient Ishemic Attacks
Transient ischemic attacks (TIA) adalah suatu episode singkat dari disfungsi
neurologis fokal yang terjadi selama kurang dari 24 jam (biasanya 5 hingga 15 menit).
Meskipun berbagai mekanisme dapat mungkin terjadi, episode TIA biasanya disebabkan oleh
mikroemboli dari lesi arteri intrakranial yang mengakibatkan terjadinya iskemia otak
sementara, dan gejala tersebut biasanya menghilang tanpa perubahan patologis jaringan
parenkim. Sekitar sepertiga pasien dengan TIA yang tidak mendapatkan terapi mengalami
28

infark serebri di kemudian hari, dengan demikian pengenalan adanya TIA merupakan strategi
klinis penting untuk mencegah infark serebri. Dokter harus membedakan antara episode TIA
yang mengenai sistem vertebrobasiler dan sistem karotis. Secara umum, gejala penyakit
sistem vertebrobasiler mencerminkan adanya gangguan fungsional baik pada batang otak
maupun lobus oksipital, sedangkan distribusi sistem karotis mencerminkan gejala-gejala
gangguan penglihatan unilateral atau kelainan hemisferik. Terapi antikoagulan, dengan obatobat antipletelet agregasi seperti aspirin dan bedah reksonstruksi vaskuler ekstra dan
intrakranial efektif untuk menurunkan risiko infark serebri pada pasien dengan TIA.
Delirium
Membedakan antara delirium dan demensia dapat lebih sulit daripada yang
ditunjukkanoleh klasifikasi berdasarkan DSM IV. Secara umum, delirium dibedakan dengan
demensia oleh awitan yang cepat, durasi yang singkat, fluktuasi gangguan kognitif dalam
perjalanannya, eksaserbasi gejala yang bersifat nokturnal, gangguan siklus tidur yang
bermakna, dan gangguan perhatian dan persepsi yang menonjol.

29

Tabel.2.1. Perbedaan Klinis Delirium dengan Demensia

Catatan: pasien dengan demensia amat rentan terhadap delirium, dan delirium yang
bertumpang tindih dengan demensia adalah umum

Pseudodemensia
30

Tabel.2.2. Perbedaan Klinis Pseudodemendia dengan Demensia

Depresi
Beberapa pasien dengan depresi memiliki gejala gangguan fungsi kognitif yang sukar
dibedakan dengan gejala pada demensia. Gambaran klinis kadang-kadang menyerupai
psuedodemensia, meskipun istilah disfungsi kognitif terkait depresi (depression-related
cognitivedysfunction) lebih disukai dan lebih dapat menggambarkan secara klinis. Pasien
dengan disfungsi kognitif terkait depresi secara umum memiliki gejala-gejala depresi yang
menyolok, lebih menyadari akan gejala-gejala yang mereka alami daripada pasien dengan
demensia serta sering memiliki riwayat episode depresi.

Skizofrenia
31

Meskipun skizofrenia dapat dikaitkan dengan kerusakan fungsi intelektual yang


didapat(acquired), gejalanya lebih ringan daripada gejala yang terkait dengan gejala-gejala
psikosis dan gangguan pikiran seperti yang terdapat pada demensia.
Proses penuaan yang normal
Proses penuaan yang normal dikaitkan dengan penurunan berbagai fungsi kognitif
yangsignifikan, akan tetapi masalah-masalah memori atau daya ingat yang ringan dapat
terjadi sebagai bagian yang normal dari proses penuaan. Gejala yang normal ini terkadang
dikaitkan dengan gangguan memori terkait usia, yang dibedakan dengan demensia oleh
ringannya derajat gangguan memori dan karena pada proses penuaan gangguan memori
tersebut tidak secara signifikan mempengaruhi perilaku sosial dan okupasional pasien.
Gangguan lainnya
Retardasi mental, yang tidak termasuk kerusakan memori, terjadi pada masa kanankanan.Gangguan amnestik ditandai oleh hilangnya memori yang terbatas dan tidak ada
perburukan. Depresi berat dimana memori terganggu biasanya akan memberikan respon
terhadap terapiantidepresan.
Penatalaksanaan
Langkah pertama dalam menangani kasus demensia adalah melakukan verifikasi
diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat progresifitas penyakit dapat
dihambatatau bahkan disembuhkan jika terapi yang tepat dapat diberikan. Tindakan
pengukuran untuk pencegahan adalah penting terutama pada demensia vaskuler. Pengukuran
tersebut dapat berupa pengaturan diet, olahraga, dan pengontrolan terhadap diabetes dan
hipertensi. Obat-obatan yang diberikan dapat berupa antihipertensi, antikoagulan, atau
antiplatelet. Pengontrolan terhadap tekanan darah harus dilakukan sehingga tekanan darah
pasien dapat dijaga agar berada dalam batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya
perbaikan fungsi kognitif pada pasien demensia vaskuler. Tekanan darah yang berada
dibawah nilai normal menunjukkan perburukan fungsi kognitif, secara lebih lanjut, pada
pasien dengan demensia vaskuler. Pilihan obat antihipertensi dalam hal ini adalah sangat
penting mengingat antagonis reseptor b-2 dapat memperburuk kerusakan fungsi kognitif.
Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan diuretik telah dibuktikan tidak
berhubungan dengan perburukan fungsi kognitif dan diperkirakan hal itudisebabkan oleh efek
penurunan tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran darah otak. Tindakan bedah untuk
32

mengeluarkan plak karotis dapat mencegah kejadian vaskuler berikutnya pada pasien-pasien
yang telah diseleksi secara hati-hati. Pendekatan terapi secara umum pada pasien dengan
demensia bertujuan untuk memberikan perawatan medis suportif, dukungan emosional untuk
pasien dan keluarganya, serta terapi farmakologis untuk gejala-gejala yang spesifik, termasuk
perilaku yang merugikan.
Terapi Psikososial
Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien dengan
demensia.Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada memori. Memori jangka
pendek hilang sebelum hilangnya memori jangka panjang pada kebanyakan kasus demensia,
dan banyak pasien biasanya mengalami distres akibat memikirkan bagaimana mereka
menggunakan lagi fungsi memorinya disamping memikirkan penyakit yang sedang
dialaminya. Identitas pasien menjadi pudar seiring perjalanan penyakitnya, dan mereka hanya
dapat sedikit dan semakin sedikitmenggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional bervariasi
mulai dari depresi hingga kecemasan yang berat dan teror katastrofik yang berakar dari
kesadaran bahwa pemahaman akan dirinya (sense of self) menghilang.
Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif dan
edukatifsehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah dari penyakit yang
dideritanya. Mereka juga bisa mendapatkan dukungan dalam kesedihannya dan penerimaan
akan perburukan disabilitas serta perhatian akan masalah-masalah harga dirinya. Banyak
fungsi yang masih utuh dapat dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi
aktivitas yang masih dapat dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik terhadap defek
fungsi ego dan keterbatasan fungsi kognitif juga dapat bermanfaat. Dokter dapat membantu
pasien untuk menemukan cara berdamai dengan defek fungsi ego, seperti menyimpan
kalender untuk pasien dengan masalah orientasi, membuat jadwal untuk membantu menata
struktur aktivitasnya, serta membuat catatan untuk masalah-masalah daya ingat.
Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat sangat membantu.
Haltersebut membantu pasien untuk melawan perasaan bersalah, kesedihan, kemarahan, dan
keputusasaan karena ia merasa perlahan-lahan dijauhi oleh keluarganya.
Farmakoterapi
Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan, antidepresi
untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk waham dan halusinasi, akan tetapi dokter juga

33

harus mewaspadai efek idiosinkrasi obat yang mungkin terjadi pada pasien usia lanjut
(misalnya kegembiraan paradoksikal, kebingungan, dan peningkatan efek sedasi). Secara
umum, obatobatan dengan aktivitas antikolinergik yang tinggi sebaiknya dihindarkan.
Donezepil, rivastigmin, galantamin, dan takrin adalah penghambat kolinesterase yang
digunakan untuk mengobati gangguan kognitif ringan hingga sedang pada penyakit
Alzheimer. Obat-obat tersebut menurunkan inaktivasi dari neurotransmitter asetilkolin
sehingga meningkatkan potensi neurotransmitter kolinergik yang pada gilirannya
menimbulkan perbaikan memori. Obat-obatan tersebut sangat bermanfaat untuk seseorang
dengan kehilangan memori ringan hingga sedang yang memiliki neuron kolinergik basal
yang masih baik melalui penguatan neurotransmisi kolinergik.
Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas. Takrin jarang
digunakankarena potensial menimbulkan hepatotoksisitas. Sedikit data klinis yang tersedia
mengenai rivastigmin dan galantamin, yang sepertinya menimbulkan efek gastrointestinal
(GI) dan efek samping neuropsikiatrik yang lebih tinggi daripada donezepil. Tidak satupun
dari obat-obatan tersebut dapat mencegah degenerasi neuron progresif.
Menurut Witjaksana Roan terapi farmakologi pada pasien demensia berupa:
Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg
Antipsikotika atipik:
o Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg
o Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,7530
o Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg
o Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
o Abilify 1 x 10 - 15 mg
Anxiolitika
o Clobazam 1 x 10 mg
o Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg
o Bromazepam 1,5 mg - 6 mg
o Buspirone HCI 10 - 30 mg
o Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg
o Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)

34

Antidepresiva
o Amitriptyline 25 - 50 mg
o Tofranil 25 - 30 mg
o Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)
o SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg, Citalopram 1 x 10 - 20
mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x 60 mg.
o Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)
Mood stabilizers
o Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
o Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg
o Topamate 1 x 50 mg
o Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg
o Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg
o Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg
o Priadel 2 - 3 x 400 mg
Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya sudah tak
berguna lagi,namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD (Behavioural
and PsychologicalSymptoms of Dementia):
Nootropika:
o Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg
o Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg
o Sabeluzole (Reminyl)
Ca-antagonist:
o Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg)
o Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m.
o Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg
o Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse
o Pantoyl-GABA
Acetylcholinesterase inhibitors
o Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg.
35

o Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor, 5 mg 1x/hari


o Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg
o Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg
o Memantine 2 x 5 - 10 mg
Terapi dengan Menggunakan Pendekatan Lain
Obat-obatan lain telah diuji untuk meningkatkan aktivitas kognitif termasuk penguat
metabolisme serebral umum, penghambat kanal kalsium, dan agen serotonergik. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa slegilin (suatu penghambat monoamine oksidase tipe B),
dapat memperlambat perkembangan penyakit ini.
Terapi pengganti Estrogen dapat menginduksi risiko penurunan fungsi kognitif pada
wanita pasca menopause, walau demikian masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai
hal tersebut. Terapi komplemen dan alternatif menggunakan ginkgo biloba dan fitoterapi
lainnya bertujuan untuk melihat efek positif terhadap fungsi kognisi. Laporan mengenai
penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) memiliki efek lebih rendah terhadap
perkembangan penyakit Alzheimer. Vitamin E tidak menunjukkan manfaat dalam pencegahan
penyakit.

36

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa disertai gangguan
kesadaran
2. Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia
3. Demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer (Alzheimers
diseases)
4. Perubahan psikiatrik dan neurologis pada pasien demensia meliputi kepribadian, halusinasi
dan waham,mood, perubahan kognitif, reaksi Katastrofik, Sindrom Sundowner
5. Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit, kerusakan
struktur otak,sifat klinisnya dan menurut Pedoman Penggolongan dan DiagnosisGangguan
Jiwa di Indonesia III
6. Diagnosis demensia ditetapkan dalam DSM-IV-TR dan Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III
7. Perjalanan penyakit yang klasik pada demensia adalah awitan (onset) yang dimulai pada
usia 50 atau 60-an dengan perburukan yang bertahap dalam 5 atau 10 tahun, yang sering
berakhir dengan kematian
8. Diagnosis Banding meliputi Demensia tipe Alzheimer lawan demensia vaskuler, demensia
vaskuler lawan transient ishemic attacks , delirium, depresi, skizofrenia, proses penuaan yang
normal, gangguan lainnya (retardasi mental, gangguan ,depresi berat)
9. Penatalaksanaan pasien demensia meliputi
10. Terapi pada demensia meliputi psikososial, farmakoterapi, terapi dengan menggunakan
pendekatan lain, Behavioural And Psychological Symptoms Of Dementia (BPSD)
Saran
Demensia adalah suatu kelainan organik yang dalam penegakkan diagnosisnya membutuhkan
ketelitian baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan harus diingat
penatalaksanaan pada pasien demensia bukan hanya farmakologi tetapi bersifat holistic yang
juga mencakup psikososial.

37

DAFTAR PUSTAKA
1.

Roan

Witjaksana.

Delirium

dan

Demensia.

Diakses

dari

http://www.

idijakbar.com/prosiding/delirium.htm. 7 Oktober 2008.


2. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia, amnestic and
cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
3. Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993. 49-67
4. Dementia. Diakses dari : http://www.medicinenet.com/dementia/ article. htm. 7 Oktober
2008.
5. Maslim R.Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ
III.2001,Jakarta; PT Nuh Jaya. 20- 26
6.Memory

Disoders.

Diakses

dari

http://www.gabehavioral.com/Memory

%20Disorders.htm. 7 Oktober 2008


7. Information about dementia. Diakses dari http://www.umsl.edu/~homecare/dementia.htm.
7 Oktober 2008
8.

Dementia.

Diakses

dari

http://www.geriatricsandaging.ca/fmi/xsl/article.xsl?-

lay=Article&Name=Dementia:%20Biological%20and%20Clinical%20Advances-Part
%20I&-find. 7 Oktober 2008
9. Smith, David S. Field Guide to Bedside Diagnosis, 2nd Edition. 2007 Lippincott Williams
&Wilkins
10. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi ke-8. Surabaya: Airlangga University
Press. 2005.193

38

Anda mungkin juga menyukai