PENDAHULUAN
Ubikayu dan ubijalar merupakan tanaman yang sudah lama dikenal dan
dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Hal tersebut tercermin dari daerah penyebaran
komoditas tersebut di hampir seluruh propinsi di Indonesia. Sebagai bahan sumber
karbohidrat, ubikayu dan ubijalar banyak dimanfaatkan untuk bahan pangan, bahan pakan
serta bahan baku industri (pangan dan kimia). Menurut Hafsah (2003) sebagian besar
produksi ubikayu di Indonesia digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (8590%), sedang sisanya diekspor dalam bentuk gaplek, chip dan tepung tapioka. Dari total
produksi yang ada (19,3 juta ton), lebih kurang sebanyak 75% dikonsumsi sebagai bahan
pangan (secara langsung atau melalui proses pengolahan), 13-14% untuk keperluan
industri non-pangan, 2% untuk pakan dan 9% tercecer
Jumlah penduduk Indonesia yang besar (247 juta) dengan pertumbuhan yang masih
tinggi (1,47%/tahun) mendorong Pemerintah untuk terus meningkatkan produksi ubikayu
sebagai bahan pangan alternatif mendukung ketahanan pangan Nasional. Dalam ransum
pakan ternak maupun unggas, ubikayu digunakan dalam bentuk tepung tapioka, pellet
maupun limbah industri ubikayu (onggok). Penggunaan ubikayu untuk pakan relatif
masih rendah, sekitar 2%. Namun usaha peternakan yang meningkat dengan laju
pertumbuhan 12,9% per tahun untuk ternak pedaging dan 18,0% per tahun untuk ternak
petelur, permintaan ubikayu untuk pakan juga akan meningkat. Ubikayu banyak
digunakan sebagai bahan baku industri diolah melalui proses dehidrasi ( chip, pellet,
tepung tapioka ), hidrolisa (dekstrose, maltose, sukrose, sirup glukose) dan proses
fermentasi (alkohol, butanol, aseton, asam laktat, sorbitol dll). Pencanangan bio-ethanol
sebagai sumber energi alternatif terbarukan berupa Gasohol-10 (campuran premium
dengan 10% etanol), dimana 8% keperluan etanol berasal dari ubikayu dan peningkatan
kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) sebesar 7%/tahun akan lebih memacu kebutuhan
ubikayu.
Seperti halnya ubikayu, sebagian besar (89%) ubijalar juga dimanfaatkan sebagai
bahan pangan, baik secara langsung (direbus, digoreng, dioven, juice) atau setelah
melalui proses pengolahan (kue basah, kue kering, rerotian, mie, selai). Hanya sebagian
yang digunakan untuk bahan pakan dan baku industri. Di Papua, ubijalar merupakan
makanan pokok dan merupakan komoditas yang punya arti penting dalam beberapa
upacara adat. Sejalan dengan Program difersifikasi pangan, ubijalar yang banyak
mengandung karbohidrat, mineral dan vitamin ubijalar juga berpeluang dimanfaatkan
sebagai sumber pangan alternatif (non beras), bahkan dengan beberapa keunggulannya
(mengandung beta karoten, antosianin, senyawa fenol, dan serat pangan serta nilai indeks
glisemiknya (Glycemic Index), ke depan ubijalar difungsikan juga sebagai makanan
untuk kesehatan (functional food) (Ginting et al.,.2011).
KERAGAAN PRODUKSI
Data perkembangan produksi, luas panen dan produktivitas ubikayu dan ubijalar
selama dasa warsa terakhir (tahun 2000-2009) menunjukkan bahwa produksi ubikayu
dan ubijalar meningkat masing-masing 3,25% dan 0,75%/tahun, namun luas tanam
berkurang -0,37% dan -0,58%/tahun (Tabel 1 dan 2). Hal ini menunjukkan bahwa
peningkatan produksi lebih disebabkan karena peningkatan produktivitas yang mencapai
3,89%/tahun pada ubikayu dan 1,35%/tahun pada ubijalar. Hal ini berarti pula bahwa
perbaikan teknologi produksi pada ubikayu yang meliputi penggunaan varietas unggul
dan perbaikan teknologi budidaya telah berhasil meningkatkan produktivitas secara lebih
nyata dibanding pada ubijalar, namun keduanya mampu meningkatkan produksi ubikayu
dan ubijalar.
Tabel 1. Perkembangan produksi, luas panen dan produktivitas ubikayu selama 10
tahun terakhir (2000-2009)
------------------------------------------------------------------------------------------------------Tahun Produksi Pertbhan Luas panen Pertbhan Produktivitas Pertbhan
(000 t)
(%)
(000 ha)
(%)
(kw/ha)
(%)
------------------------------------------------------------------------------------------------------2000
16.084
--1.284,0
--125
--2001
17.055
6,03
1.317,9
2,64
129
3,20
2002
16.913
-0,83
1.276,5
- 3,14
132
2,32
2003
18.524
9,52
1.244,5
- 2,50
149
12,88
2004
19.264
3,99
1.239,8
- 0,38
155
4,03
2005
19.321
0,29
1.213,5
-159
2,58
2006
19.986
3,44
1.227,5
1,15
163
2,51
2007
19.988
0,10
1.201,5
-2,11
166
1,84
2008
21.757
8,85
1.204,9
0,28
180
8,43
2009
21.990
1,07
1.205,5
0,40
18,2
1,11
--------------------------------------------------------------------------------------------------Rata-rata (%/tahun) 3,25
-0,37
3,89
-----------------------------------------------------------------------------------------------------Sumber : BPS, 2009, 2005
Tabel 2. Perkembangan produksi, luas panen dan produktivitas ubijalar selama 10
tahun terakhir (2000-2009)
------------------------------------------------------------------------------------------------------Tahun Produksi Pertbhan Luas panen Pertbhan Produktivitas Pertbhan
(000 t)
(%)
(000 ha)
(%)
(kw/ha)
(%)
------------------------------------------------------------------------------------------------------2000
1.827,7
--194,3
--94,0
--2001
1.749,1
-4,37
181,0
-6,84
97,0
3,09
2002
1.771,6
1,14
177,3
-2,04
100,0
3,09
2003
1.991,5
12,41
197,5
11,39
101,0
1,00
2004
1.901,8
-4,50
184,5
- 6,58
104,1
3,07
2005
1.856,9
-2,10
178,3
- 3,36
104,1
0,00
2006
1.854,2
-0,54
176,5
- 1,00
105,0
0,86
2007
1.886,8
2,16
176,9
0,22
106,6
1,52
2008
1.881,7
-0,37
174,5
-1,35
107,8
1,12
2009
1.947,3
3,72
181,1
3,78
107,5
-0,28
-----------------------------------------------------------------------------------------------------Rata-rata (%/tahun) 0,75
-0,58
1,35
-----------------------------------------------------------------------------------------------------Sumber : BPS, 2005, 2009
SENTRA PRODUKSI
Ubikayu dan ubijalar sebagian besar diusahakan di lahan kering dan hanya sebagian
kecil ditanam di lahan sawah dengan berbagai jenis tanah yaitu: Alfisol. Ultisol,
Inceptisol yang pada umumnya mempunyai tingkat kesuburan rendah. Provinsi sentra
produksi ubikayu meliputi: Lampung, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa
Tenggara Timur dan D.I. Yogyakarta. Data produksi ubikayu tahun 2000-2009 terlihat
pada tahun 2000 pulau Jawa masih merupakan sentra produksi ubikayu yang dominan
dalam memberi kontribusi produksi nasional (57,2%), Sumatera (25,5%), dan propinsi di
pulau lainnya (17,3%). Namun pada tahun 2009, kontribusi produksi ubikayu di pulau
Jawa menurun menjadi 44,56%, sementara pulau Sumatera naik mennjadi 42,33%, dan
pulau lainnya sedikit turun menjadi 12,23% (Tabel 3). Hal ini menunjukkan adanya
pergeseran sentra produksi ubikayu dari pulau Jawa ke pulau Sumatera.
Data produksi ubikayu tahun 2000-2009 juga memperlihatkan bahwa angka
pertumbuhan produksi nasional adalah 3,25%/tahun, dengan angka pertumbuhan untuk
pulau Jawa sebesar 0,70%/tahun dan Sumatera 9,08%/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa
pengembangan ubikayu banyak terjadi di Sumatera dibandingkan di Jawa. Di antara
enam provinsi sentra produksi ubikayu, provinsi Lampung menunjukkan angka
pertumbuhan produksi tertinggi yaitu 11,31%/tahun, diikuti provinsi D.I.Yogajakarta
(4,97%/tahun), Jawa Barat (2,11%/tahun), dan Nusa Tenggara Timur(1,77%/tahun).
Angka pertumbuhan yang tinggi di provinsi Lampung diduga erat hubungannya dengan
berkembangnya industri-industri pengolahan berbahan baku ubikayu. Di provinsi
Lampung angka pertumbuhan produksi ubikayu yang tinggi terjadi pada tahun 2001 dan
2003 yang masing-masing sebesar 22,56% dan 43,60% akibat meningkatnya luas panen
ubikayu di provinsi tersebut. Hal ini diduga terkait dengan harga ubikayu yang cukup
baik pada tahun 2000 dan 2002, sehingga petani berusaha meningkat produksi ubikayu
pada tahun berikutnya. Fluktuasi luas panen antar waktu merupakan gambaran tanggap
terhadap tinggi rendahnya harga umbi dari waktu sebelumnya. Saleh et al. (2000) juga
menjelaskan bahwa sebagian besar usahatani ubikayu di Indonesia yang dilakukan oleh
petani kecil dengan kemampuan modal dan teknologi terbatas sangat respon terhadap
signal harga yang diimplementasikan dalam bentuk usahatani ubikayu mereka pada
tahun berikutnya. Apabila harga ubikayu baik, luas panen musim berikutnya naik dan
sebaliknya bila harga ubikayu pada musim tersebut kurang bagus, maka luas panen pada
tahun berikutnya juga berkurang. DI Yogyakarta merupakan propinsi sentra produksi
ubikayu yang dari tahun ke tahun selalu menunjukkan angka pertumbuhan positif dari
1,88% pada tahun 2002 hingga 6,93% pada tahun 2004. Kenaikan angka pertumbuhan
pada tahun 2004 diduga berkaitan dengan berkembangnya industri Tiwul instan dan
meningkatnya kebutuhan ubikayu sebagai substitusi bahan pangan.
Seperti halnya dengan ubikayu, pulau Jawa masih merupakan sentra produksi
ubijalar . Pada tahun 2000, produksi ubijalar di pulau Jawa mencapai 0,73 juta ton yang
berarti memberi kontribusi produksi nasional 39,9%, namun pada tahun 2009
kontribusinya sedikit turun menjadi 35,4%. Selama kurun waktu satu dasawarsa 20002009, pertumbuhan produksi tertinggi dicapai oleh propinsi Papua yaitu 5,61%/tahun,
diikuti Sumatera Utara yang mencapai 2,22%/tahun. Sementara propinsi lain justru
mengalami pertumbuhan produksi yang negatif.. Di Papua, produksi tertinggi terjadi pada
tahun 2003 yang mencapai 0,51 juta ton, yang berart1 meningkat 96% dibanding tahun
sebelumnya yang hanya mencapai 0,26 juta ton. Hal tersebut diduga adanya gerakan
meningkatkan pangan utama(ubijalar), setelah terjadinya kasus kelaparan di Yahokimo
pada tahun 2002. Namun pada tahun-tahun berikutnya produksi relatif stabil antara 0,300,34 ton. Pada tahun 2009, propinsi Jawa Barat dan Papua masing-masing memberi
kontribusi sebesar 20% dan 17,43%. Besarnya produksi ubijalar di propinsi Jawa Barat
diduga didorong oleh adanya perusahaan yang bermitra kerja dengan kelompok tani dan
mengekspor ubijalar ke negara Jepang, Malaysia dan Taiwan. Sementara propinsi Jawa
Timur, Sumatera Utara, Jawa Tengah dan NT.Timur memberi kontribusi antara 5,6
7,17%. (Tabel 4). Di Sumatera Utara ubijalar selain sebagai pangan, juga digunakan
sebagai pakan babi. Pada beberapa tahun terakhir ubijalar (jenis Beniazuma) banyak
dikembangkan untuk diekspor ke Jepang.
Tabel 5. Varietas unggul ubikayu yang telah dilepas di Indonesia sejak 1978-2009
Varietas
Asal usul
Mangi/Ambon
Tahun
dilepas
1978
Umur
(bln)
7-10
Hasil
(t/ha)
22
Adira 1
Adira 2
Mangi/Ambon
1978
8-12
22
Adira 4
1978
10
35
Malang 1
CM1015-19/CM849-1
1992
9-10
36,5
Malang 2
CM922-2/CM507-37
1992
8-10
31,5
1998
8-12
102,10
Darul
Hidayah
UJ-3
Thailand
2000
8-10
20-35
UJ-5
Thailand
2000
9-10
25-38
Malang 4
2001
39,7
Malang 6
36,4
Keunggulan
- Agak tahan tungau merah
(Tetranichus bimaculatus)
- Tahan terhadap bakteri
hawar daun, Pseudomonas
solanacearum, dan
Xanthomonas manihotis
- Cukup tahan tungau
merah (Tetranichus
bimaculatus)
- Tahan terhadap
Pseudomonas
solanacearum
- Cukup tahan tungau
merah (Tetranichus
bimaculatus)
- Tahan terhadap
Pseudomonas
solanacearum dan
Xanthomonas manihotis
-Toleran tungau merah
(Tetranichus bimaculatus)
- Toleran bercak daun
(Cercospora sp.)
-Adaptasi cukup luas
-Agak peka tungau merah
(Tetranichus bimaculatus)
- Toleran bercak daun
(Cercospora sp.)
-Agak peka tungau merah
(Tetranichus sp.)
- Agak peka busuk jamur
(Fusarium sp.)
-Agak tahan CBB (Cassava
Bacterial Blight)
- Agak tahan CBB
(Cassava Bacterial Blight)
-Agak tahan tungau merah
(Tetranichus sp.)
-Adaptif terhadap hara suboptimal
-Agak tahan tungau merah
(Tetranichus sp.)
-Adaptif terhadap hara suboptimal
Tabel 6. Varietas unggul ubijalar yang telah dilepas di Indonesia sejak 1977-2009
Varietas
Asal usul
Putri selatan/jonga
Tahun
dilepas
1977
Umur
(bln)
4
Hasil
(t/ha)
23
Daya
Borobudur
No.380/Filipina II
1982
3,5-4
20
Prambanan
Mendut
IITA, Nigeria
1982
1989
-4
28
35
Kalasan
AVRDC, Taiwan
1991
3-4
40
Muaratakus
SQ-27xIK-I
1995
4-4,5
30-35
Cangkuang
SRIS 226
1998
4-4,5
30-31
Sewu
Daya Op Sr-8
1998
4-4,5
28-30
Sari
Genjahrante x Lapis
2001
3,5-4
30-35
Boko
2001
4-4,5
25-30
Sukuh
AB 940
2001
4-4,5
25-30
Jago
B0059-3
2001
4-4,5
25-30
Kidal
Inaswang
2001
4-4,5
25-30
Sawentar
2006
4,5-6
25-30
Papua
Patippi
2006
4,5-6
26-33
Papua
Solossa
Muara Takus x
(lokal Papua)
Siate
2006
4,5-6
24-30
Antin 1
Persilangan lokal
Samarinda x Kinta (lokal
Papua)
2009
4-4,5
26-36
Beta-1
2009
4-4,5
25-35
Beta-2
2009
4-4,5
25-35
Keunggulan
- Agak tahan hama boleng
- Tahan terhadap penyakit
keriting
- Toleran hama penggerek
- Toleran penyakit kudis
--mampu beradaptasi lahan
marginal
- Dapat ditanam sampai
900 m dpl
-Agak tahan karat daun
Mampu beradaptasi pada
lahan marginal
-Tahan penyakit kudis(
Sphaceloma batatas.)
- Cocok di lahan kering dan
sawah
-Agak tahan hama boleng
Tahan penyakit kudis
- Agak tahan hama boleng
Tahan penyakit kudis
Agak tahan hama boleng
Tahan penyakit kudis
Agak tahan hama boleng
Toleran penyakit kudis
Agak tahan hama boleng
Tahan penyakit kudis
Agak tahan hama boleng
Agak tahan penyakit kudis
Agak tahan hama boleng
Tahan penyakit kudis
Agak tahan boleng dan
penyakit kudis, cocok
untuk dataran tinggi
Agak tahan hama dan
penyakit kudis, cocok
untuk dataran tinggi
Agak tahan hama boleng
dan penyakit kudis, cocok
untuk dataran tinggi
Kadar antosianin 33,89
mg/100 g bahan, agak
tahan boleng, toleran
kekeringan
Kadar betakaroten 12.032
ug/100 g, agak tahan kudis
dan boleng
Kadar betakaroten 4.629
ug/100 j bahan, agak tahan
poenyakit kudis dan
boleng
Lampung Tengah
Varietas
12.500
20.000
40.000
12.500
20.000
tan/ha
tan/ha
tan/ha
tan/ha
tan/ha
UJ-3
31,0 0 bc
28,57 c
28,28 c
27,34
30,20
UJ-5
36,98 a
31,83 b
28,40 c
29,59
32,91
Sumber: Balitkabi, 2010
Keterangan: Angka yang didampingi huruh yang sama tidak berbeda menurut BNT 0,05
40.000
tan/ha
30,49
31,80
Ubijalar umumnya ditanam pada guludan dengan ukuran yang bervariasi lebar dasar
80-100 cm, tinggi 15-30 cm, sehingga jarak antar puncak guludan berkisar 80-120 cm.
Jarak tanam di dalam baris (gulud) berkisar 20-30 cm, sehingga diperoleh populasi
tanaman 40.000-60.000 setiap hektarnya. Populasi tanaman sangat menentukan ukuran
dan produksi umbi. Varietas Sari yang mempunyai tajuk kompak dapat ditanam dengan
jarak tanam antar tanaman yang lebih rapat (20 cm), sehingga hasilnya meningkat. Hasil
penelitian di tanah Entisol Blitar dan Mojokerto menunjukkan bahwa tinggi guludan 30
cm memberi hasil yang lebih baik dibanding tanpa guludan (Tabel 8).
Tabel 8. Produktivitas umbi ubijalar pada berbagai tinggi guludan di tanah Entisol
Blitar dan Mojokerto MK 2003.
Tinggi guludan (cm)
Produktivitas (t/ha)
Blitar
Mojokerto
Tanpa guludan
33,11
28,45
Tinggi 10 cm
28,82
32,70
Tinggi 20 cm
31,29
29,61
Tinggi 30 cm
33,97
43,86
1.2.b. Pemupukan
Ubikayu merupakan tanaman yang adaptasi pada lingkungan tumbuh yang lebih baik
dibanding tanaman pangan lain (toleran kekeringan, toleran masam, toleran kadar Al-dd
yang lebih tinggi, mampu mengekstrak hara yang lebih efektif). Kemampuan adaptasi
tanaman ubi kayu yang baik menyebabkan tanaman ini dapat tumbuh dan menghasilkan
biarpun diusahakan pada lahan sub-optimal maupun marjinal. Jumlah hara yang diambil
untuk setiap ton umbi yang dihasilkan adalah lebih kurang 6,5 kg N, 2,24 P205 dan 4,32
kg K20. Hara yang terangkut dari dalam tanah tersebut perlu diganti melalui tindakan
pemupukan organik dan anorganik (Howeler, 1994; Howeler, 2002). Oleh karena itu
dalam jangka panjang produktivitasnya pada lahan sub-optimal/marjinal juga akan cepat
menurun apabila dalam pengusahaannya apabila tanpa disertai dengan pemupukan yang
seimbang dengan hara yang diekstraksi.
Untuk memperoleh hasil ubikayu yang tinggi pemupukan sangat diperlukan,
mengingat tanaman ini banyak dibudidayakan pada lahan yang tanahnya mempunyai
kesuburan sedang sampai rendah seperti tanah Alfisol (Mediteran), Oxisol (Latosol), dan
Ultisol (Podsolik). Karena relatif banyak membutuhkan hara N dan K, ubikayu tanggap
terhadap pemupukan unsur hara tersebut. Pada lahan kering bertanah Alfisol di Patuk
(Gunung Kidul) pemberian pupuk ZA sebagai sumber hara N dan S pada takaran yang
meningkat dari 50 sampai 100 kg/ha selalu diikuti oleh peningkatan hasil umbi secara
signifikan (Tabel 9). Pada tanah Alfisol di Patuk (Gunung Kidul) dan Bantur (Malang)
yang mengandung K-dd (K-dapat ditukar) 0,2 me/100 g dan 0,5 me/100 g, tanaman ubi
kayu tanggap terhadap pemupukan K hingga takaran 100 kg KCl/ha (Tabel 10).
Berdasarkan hasil penelitian pada lahan kering Alfisol di Malang, pupuk KCl dianjurkan
diaplikasi dua kali yaitu pada saat tanam dan umur 60 hari setelah tanam (Tabel 11).
Pada lahan kering masam di luar Jawa yang tanahnya didominasi Ultisol (Podsolik)
yang banyak mengandung Al-dd dan miskin unsur hara serta bahan organik. Dari segi
keracunan Al, tanaman ubikayu tergolong tahan, karena kadar kritis kejenuhan Al-dd
bagi ubikayu adalah sekitar 80%, padahal tingkat kejenuhan Al-dd tanah Ultisol di
Indonesia umumnya jarang yang melampaui 75%. Walaupun demikian, pemberian kapur
10
23,7
27,33
36,56
22,56
18,11
33,89
24,78
29,22
32,89
24,11
27,33
32,22
18,89
23,53
26,55
Takaran KCl
(kg/ha)
0
50
100
150
Gunung Kidul *)
Malang *)
18,89
21,56
24,45
23,12
33,00
36,33
44,56
44,33
11
Tabel 11. Hasil ubikayu pada tanah Alfisol di Patuk (Gunung Kidul) dan Bantur
(Malang) pada beberapa takaran dan frekuensi pemberian pupuk KCl.
Takaran KCl
(kg/ha)
20,98
30,93
29,71
32,45
37,57
32,56
27,73
25,75
26,98
19,82
22,67
23,60
24,10
27,56
27,78
19,55
25,62
23,33
32,84
39,56
39,44
26,64
32,06
28,40
12
Tabel 13. Pengaruh pupuk kandang terhadap hasil dua varietas ubikayu pada tanah
Alfisol di Bantur (Malang). MT 2004/2005.
Takaran
pupuk kandang
(ton/ha)
0
3
6
UJ-5
Malang-6
15,00
18,80
22,00
15,06
19,47
22,20
13
Tabel 14. Komponen teknologi produksi ubikayu spesifik lokasi di Malang Selatan,
KP Genteng dan Lampung.
Komponen
teknologi
Malang Selatan
Persiapan lahan
Cara tanam
Jarak tanam
Klon (varietas)
Dibajak 2 kali
Guludan
125 m x 100 cm
MLG-6 dan
Sembung
Waktu tanam
Pemupukan :
Urea
SP-36
Ponska
KCl
Pupuk kandang
Dolomit
Penyiangan
Pembumbunan
Herbisida
Hasil umbi (t/ha)
B/C ratio
Lokasi
Genteng
Natar,
Lampung
Sulusuban
Lampung
Dibajak 2 kali
Guludan
100 cm x 80 cm
Adira-4, UJ-5,
Kaspro dan lokal
Dampit
Dibajak 2 kali
Guludan
100 cm x 80 cm
OMM 9908-4.
Adira 4, Kaspro
dan MLG-6
Dibajak 2 kali
Guludan
100 cm x 80 cm
OMM 9908-4.
Adira 4, Kaspro
dan MLG-6
Oktober
Dibajak 2 kali
Guludan
125 m x 100
cm
MLG-6,
Adira 4, UJ-5,
Cecek hijau
dan Sembung
Oktober
Nopember
Nopember
Nopember
600 kg
200 kg
200 kg
10 t
2 kali
2 kali
-
300 kg
300 kg
10 t
2 kali
2 kali
-
300 kg
100 kg
100 kg
5t
2 kali
1 kali
4 liter
300 kg
200 kg
200 kg
5t
500 kg
2 kali
1 kali
4 liter
300 kg
200 kg
200 kg
5t
500 kg
2 kali
1 kali
4 liter
100-120
4,8-4,9
64-87
2,7-4,0
54-61
2,5-3,0
46-51
1,3-1,6
50-59
2,0--2,4
Sumber: Radjit et al.(2008) ; Radjit et al. (2009) dan Radjit et al.. (2010)
Tabel 15. Hasil umbi ubijalar pada berbagai pemupukan di tanah Entisol Pasuruan
dan Blitar MK 2003
--------------------------------------------------------------------------------------------Pemupukan
Hasil umbi (t/ha)
Pasuruan
Blitar
--------------------------------------------------------------------------------------------Tanpa pupuk
33,26
32,28
Pupuk kandang 10 t/ha
33,67
32,47
100 kg Urea+ 100 kg KCl/ha
34,64*
34,85*
100 kg Ure + 100 kg KCl/ha
+ 5 ton pupuk kandang
34,21
34,42 *
200 kg Urea + 200 kg KCl/ha
34,22
34,85*
Forgcomp 5 t/ha
38,55*
36,21*
---------------------------------------------------------------------------------------------Sumber: Balitkabi, 2003
Keterangan: Forgcompt = pupuk organik dari kotoran ayam yang dicampur dengan
serbuk arang komposit; * = berbeda nyata dibanding kontrol
14
15
Tabel 16. Sebaran dan luas jenis tanah Inceptisol, Alfisol dan Ultisol di Indonesia
Jenis dan luas (000 ha)
Lahan Tidur
Tipe iklim (%)
Inceptisol
Alfisol
Ultisol
000
ha)
Basah
Kering
Propinsi
Sumatera Utara
2517
36
855
244
100
0
Sumatera Barat
1700
14
1472
321
100
0
Riau
1676
0
2230
273
100
0
Jambi
1209
0
973
349
100
0
Bengkulu
894
0
609
166
100
0
Sumatera Selatan
1635
0
1602
1022
100
0
Lampung
967
0
467
97
100
0
Total Sumatera
8638
50
6678
2383
Jawa Barat
Jawa Tengah
Yogyakarta
Jawa Timur
Total Jawa
1666
252
844
14
60
40
1172
365
368
36
64
12
14
86
1339
4231
436
1305
26
1250
0
14
19
81
Nusa TT
1963
296
56
785
94
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Timur
Total Kalimantan
3271
5744
1729
100
1932
4829
1172
100
5821
11024
0
20400
9827
4689
1787
100
54
Sulawesi Selatan
2361
583
1558
996
63
37
Sulawesi Tenggara
1479
197
722
282
62
38
Total Sulawesi
3840
780
2280
1278
Sumber: Adimihardja dan Mapaona (2005) dan BPS 2004 dalam Suyamto dan Wargiono, 2009
PENINGKATAN KUALITAS
Sebagai sumber karbohidrat ubikayu dan ubijalar dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pangan, pakan dan bahan baku industri melalui proses dehidrasi ( chip, pellet, tepung
tapioka ), hidrolisa (dekstrose, maltose, sukrose, sirup glukose) dan proses fermentasi
(alkohol, butanol, aseton, asam laktat, sorbitol dll).
Sebagai bahan pangan yang dikonsumsi langsung (digodok, digoreng) diperlukan
ubikayu yang rasanya enak (tidak pahit dengan kadar HCN< 50 ppm), mempur tidak
berserat. Sebaliknya untuk bahan baku industri tepung atau tapioka, selain
produktivitasnya yang tinggi, juga diperlukan kadar pati yang tinggi.
Untuk bahan baku ethanol, selain produksi dan kadar pati juga diperlukan varietas
yang mempunyai kadar gula total dan nilai konversi etanol yang tinggi. Beberapa
16
varietas/klon ubikayu yang sesuai untuk bahan baku ethanol antara lain : Adira-4, UJ-5,
UJ-3, OMM 9908-4, CMM 99008-3 dan MLG 0311 (Tabel 17 ).
Tabel 17. Varietas ubikayu yang sesuai untuk bahan baku ethanol
Klon
ubikayu
Adira-4
UJ-3
UJ-5
OMM 9908-4
43,41
42,38
80,48
4,25
CMM 99008-3
49,36
45,28
82,13
4,23
MLG 0311
45,49
41,29
80,93
4,29
Pada ubijalar, peningkatan kualitas umbi diarahkan pada fungsi ubijalar sebagai
pangan kesehatan (functional food). Aspek fungsional tersebut berkaitan dengan
keberadaan beta karoten (pada umbi berdaging kuning/orange) dan antosianin (pada umbi
berdaging ungu), senyawa fenol, dan serat pangan serta nilai indeks glisemiknya
(Glycemic Index). Akhir-akhir ini dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat
terhadap kesehatan, permintaan ubijalar berdaging umbi kuning(orange) dan ungu
meningkat.
Fungsi utama beta karoten ubijalar adalah sebagai pro vitamin A. Di samping memiliki
aktivitas vitamin A, beta karoten dilaporkan juga dapat memberi perlindungan/
pencegahan terhadap kanker, penuaan, penurunan kekebalan tubuh, penyakit jantung,
stroke, katarak, sengatan cahaya matahari dan gangguan otot (Mayne 1996). Hal ini
berkaitan dengan kemampuannya untuk menangkap radikal bebas, yang dipercaya
sebagai penyebab terjadinya tumor dan kanker. Varietas ubijalar yang mengandung
betakarotene adalah Sari, Papua Solossa, Sawentar , Beta-1 dan Beta -2 (Tabel 18).
Tabel 18. Varietas ubijalar berdaging kuning/orange dan kandungan
beta karoten nya
Varietas
Warna daging umbi
Kandungan beta karoten
(ug/100 g bahan)
Sari
Kuning
380,92
Papua Solossa
Kuning tua
533,80
Sawentar
Kuning tua
347,84
Beta-1
Orange tua
12.032,00
Beta-2
Orange
4.629,00
Sumber: Balitkabi, 2011
Antosianin yang terdapat pada ubijalar ungu, memiliki kemampuan yang tinggi
sebagai antioksidan karena kemampuannya untuk menangkap radikal bebas dan
menghambat peroksidasi lemak, penyebab utama kerusakan pada sel yang berasosiasi
dengan terjadinya penuaan dan penyakit-penyakit degeneratif, seperti arteosklerosis,
17
jantung koroner, dan kanker (Cevallos-Casals dan Cisneros-Zevallos 2002; Suda et al.
2003). Selain itu, antosianin memiliki kemampuan sebagai antimutagenik dan
antikarsinogenik (Yamakawa dan Yoshimoto 2002). Antosianin juga dapat mencegah
gangguan pada fungsi hati, antihipertensi, dan antihiperglisemik (Suda et al., 2003).
Beberapa varietas/klon ubijalar yang berdaging ungu dan mengandung antosianin tinggi
adalah Antin-1, Antin-2, Ayamurasaki, RIS 03065-03, MSU 03028-10
Tabel 18. Varietas ubijalar berdaging ungu dan kandungan antosianinnya
Varietas
Warna daging umbi
Kandungan Antosianin
(mg/100 g bahan)
Antin-1
Warna ungu sembur
33,89
Ayamurasaki
Ungu tua
281,90
RIS 03065-03
Ungu tua
510,80
MSU 03028-10 Ungu tua
590,80
MSU 03007-82 Ungu
148,0
MSU 01022-12 Ungu muda
33,9
MSU 01015-02 Ungu muda
64,0
Kandungan senyawa fenol pada ubi jalar ungu lebih tinggi dibandingkan ubi jalar
kuning dan putih. Keberadaan senyawa fenol tersebut berasosiasi dengan tingginya
aktivitas antioksidan ubijalar ungu (Yashimoto et al., 1999).
1.
2.
3.
4.
5.
6.
KESIMPULAN
Sebagai sumber karbohidrat untuk pangan, pakan dan bahan baku industri, pada masa
mendatang kebutuhan ubi kayu dan ubijalar akan meningkat secara tajam sejalan
dengan meningkatnya jumlah penduduk, berkembangnya industri peternakan dan
industri berbahan baku ubikayu dan ubijalar.
Selama kurun waktu dasawarsa terakhir (tahun 2000-2009), produksi ubikayu dan
ubijalar meningkat dengan pertumbuhan 3,5 dan 0,75 %/tahun. Namun luas tanam
ubikayu dan ubijalar cenderung stagnan bahkan menurun. Peningkatan produksi
lebih disebabkan oleh meningkatnya produktivitas.
Hingga tahun 2009, rata-rata produktivitas ubikayu dan ubijalar masih rendah, yaitu
masing-masing 18,2 t/ha dan 11 t/ha. Peningkatanm produktivitas ubikayu dan ubijalar
dapat dilakukan dengan menanam varietas unggul, disertai teknologi budidaya yang
maju.
Peningkatan produksi ubikayu dan ubijalar dapat dilakukan dengan memperluas areal
tanam/panen. Ke lahan kering, lahan tidur dan meningkatkan indeks tanam.
Dalam merakit varietas unggul, perbaikan kualitas ubikayu untuk pangan lansung
diarahkan pada rasa enak, kadar HCN rendah dan tidak berserat. Untuk ubikayu
sebagai bahan baku industri selain produktivitas tinggi, juga diarahkan pada kadar pati
dan gula total.
Untuk ubijalar, perakitan varietas diarahkan pada peran ubijalar sebagai functional
food sehingga diarahkan pada kadar beta karoten dan antosianin yang tinggi.
18
DAFTAR PUSTAKA
Balitkabi. 2003. Hasil Utama Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Tahun
2003. Balitkabi Malang.
Balitkabi. 2011. Deskripsi varietas unggul kacang-kacangan dan umbi-umbian. Balitkabi
Malang.179 hal.
Balitkabi.2010. Hasil Utama Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Tahun
2005-2009. Balitkabi Malang.66 hlm.
BPS (2005). Statistik Indonesia. 2004. Badan Pusat Statistik, Jakarta., Indonesia. 604 p.
BPS. 2009. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik- Jakarta. 640 hlm.
Cevallos-Casals, B.A. and L.A. Cisneros-Zevallos. 2002. Bioactive and functional
properties of purple sweetpotato (Ipomoea batatas (L.) Lam). Acta Horticulture
583:195-203.
Ginting, E., S.S. Antarlina, J.S. Utomo, dan Ratnaningsih. 2006. Teknologi pasca panen
ubi jalar mendukung difersifikasi pangan dan pengembangan agroindustri,
Bulletin Palawija no.11:15-28.
Ginting, E., J.S. Utomo, R. Yulifianti, dan M. Yusuf. 2011. Potensi ubijalar ungu sebagai
pangan fungsional. IPTEK Tanaman Pangan 6(1):116-138.
Hafsah, M.J. 2003. Bisnis ubi kayu Indonesia. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. 263 p.
Howeler, R.H. 1994. Integrated soil and crop management to prevent environment
degradation in cassava based cropping systems in Asia. Proc. Of workshop on
Upland Agriculture in Asia, April 6-8, Bogor, Indonesia, : 195-224
Howeler, R.H. 2002. Cassava mineral nutrition and fertilization. In. R.J. Hillocks, J.M.
Thresh and A.C.Belloti (ed). Cassava Biology. Production and Utilization. Pp:
115 147. Cabi Publishing, CAB International, Wallingford. Oxon.
Mayne, S.T. 1996. Beta-carotene, carotenoids and disease prevention in humans. FASEB
J. 10:690-701.
Ispandi, A, L.J. Santoso, dan Mayar. 2003. Pemupukan dan dinamika kalium dalam tanah
dan tanaman ubi kayu di lahan kering Alfisol, p.190201. Dalam: Koes Hartojo
et al. (ed.). Pemberdayaan ubi kayu mendukung ketahanan pangan nasional dan
pengembangan agribisnis kerakyatan. Balai Penelitian Tanaman Kacangkacangan dan Umbi-umbian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Ispandi, A dan A. Munip. 2004. Efektivitas pemupukan N, K, dan frekuensi pemberian
pupuk K pada tanaman ubi kayu di lahan kering Alfisol, p. 368383. Dalam: A.
K. Makarim et al. (ed.). Kinerja penelitian mendukung agribisnis kacangkacangan dan umbi-umbian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan. Bogor.
19
Ispandi, A dan A. Munip. 2006. Pengaruh pupuk organik dan pupuk K terhadap
peningkatan serapan hara dan produksi umbi beberapa klon ubi kayu di lahan
kering Alfisol. Makalah bahan seminar hasil penelitian tanaman pangan di
Balitkabi, Malang (belum dipublikasi).
Karama, S. 2003. Potensi, tantangan dan kendala ubi kayu dalam mendukung ketahanan
pangan, p.114. Dalam: Koes Hartojo et al. (ed.). Pemberdayaan ubi kayu
mendukung ketahanan pangan nasional dan pengembangan agribisnis
kerakyatan. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Munip, A dan A. Ispandi. 2004. Pengaruh pengapuran terhadap serapan hara, hasil umbi
dan kadar pati beberapa klon ubi kayu di lahan kering tanah masam. Laporan
Teknis. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (belum
dipublikasi).
Presiden Republik Indonesia. 2006. Peraturan Presiden Republik Indonesia No 5., tentang
Kebijakan Enerji Nasional
Radjit,B.S., Y. Widodo, A. Munip, N. Prasetiaswati dan N. Saleh. 2008. Teknologi
Produksi Ubikayu di Lahan Kering yang produktif dan Efisien. Lap. Akhir
Tahun 2008. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.
Puslitbantan: 19 hal.
Radjit,B.S., N. Saleh, Y. Widodo, A. Munip, N. Prasetiaswati dan. 2009. Teknologi
Produksi Ubikayu monokultur dan tumpangsari di Lahan Kering yang produktif
dan Efisien. Lap. Akhir Tahun
Radjit,B.S., N. Prasetiaswati, A. Munip dan N. Saleh. 2010. Teknologi Produksi
Ubikayu Umur genjah yang efisien di Lahan kering dan pasang surut dengan
potensi hasil 40 60 t/ha. Lap. Teknis Akhir Tahun 2010. Balai Penelitian
Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 38 hal.
Saleh, N., K. Hartojo and Suyamto. 2000. Present situation and future potential of
cassava in Indonesia. Cassava Potential in Asia in 21 st Century. Proc. 6th
Regional Cassava Workshop. Ho Chi Minh city, Vietnam. p : 47-60.
Saleh, N. , B. Santoso, Y. Widodo, A. Munip, E.Ginting dan N. Prasyaswati. 2006.
Alternatif teknologi produksi ubikayu mendukung agroindustri. Laporan akhir
tahun 2006.
Slamet, P; L.J. Santoso, dan A. Ispandi. 2003. Pengaruh dosis pemupukan ZA terhadap
hasil umbi lima klon/varietas ubi kayu di lahan kering tanah Alfisol Gunung
Kidul Yogyakarta. p. 202213. Dalam: Koes Hartojo et al. (ed.). Pemberdayaan
20
Suda, I., Oki, T., Masuda, M., Kobayashi, M., Nishiba, Y. and Furuta, S. 2003. Review:
Physiological functionality of purple-fleshed sweetpotatoes containing
anthocyanins and their utilization in foods. JARQ. 37(3):167-173.
http://www.jircas.affrc.go.jp . Accessed 1 march 2006.
Suyamto dan Wargiono. 2009. Kebijakan Pengembangan Agribisnis Ubikayu.Hal. 3-25
Dalam (Wargiono, Hermanto dan Sunihardi) Ubikayu. Inovasi Teknologi dan
Kebijakan Pengembangan. Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian.
Wargiono, J., B. Santoso dan Kartika, 2009. Dinamika Budidaya Ubikayu. Hal 138 167.
21