Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. PENGERTIAN MIKROPALEONTOLOGI


Mikropalontologi merupakan studi khusus yang menpelajari sisa-sisa organisme
yang terawetkan di alam dengan mengunakan alat bantu (mikroskop), organisme yang
terawetkan tersebut merupakan fosil mikro karena berukuran sangat kecil.sebagai
contoh fosil mikro adalah fosil-fosil dari organisme ordo foraminifera. Foraminifera di
bagi menjadi dua yaitu foram besar dan foram kecil. Foram besar disebut juga fosil
mikro karena untuk menanalisis atau mengamati fosil foram besar langka awalnya adala
harus di sayat dulu, kemudian dianalisis pakai alat bantu yang di sebut mikroskop/
Mikrolitologi merupakan studi mikroskop yang membahas tentang batuan sedimen
yang di pelajari antara lain warna, tekstur, pemilahan, struktur, ukuran kristal, fragmen,
serta sementasi.
I.2. SEJARAH MIKROPALEONTOLOGI
Sebelum zaman masehi, fosil-fosil mikro terutama ordo foraminifera sangat
sedikit untuk di ketahui.medkipun demikian filosof-filosof Mesir banyak yang menuis
tentang keanehan alam. Termasuk pada waktu menjumpai fosil.
1.

HERODOTUS dan STRABO pada abad ke


lima dan ke tujuh

sebelum masehi menemukan benda-benda aneh di daerah

piramida. Mereka mengatakan bahwa benda-benda tersebut adalah sisa-sisa


makanan para pekerja yang telah menjadi keras, padahal benda tersebut sebetulnya
adalah fosil-fosil numulites. Fosil fosil ini terdapat dalam batu gamping brumur
Eosen yang di gunakan sebagai bahan bangunan piramida di Negara tersebut.
2.
AGRICOLA pada tahun 1546mengambarkan
benda-benda aneh tersebut sebagai Stone Lentils

LAPORAN RESMI MIKRO PALEONTOLOGY

Page

3.

GESNER

tahun

1565

menulis

tentang

LEEWENHOEK

(tahun

1660)

sistematika paleontology.
4.

VAN

menemukan miroskop, terhadap fosil mikro berkembang dengan pesat.


5.
BECCARIUS (tahun 1739) pertama kali
6.

menulis tentang foraminifera yang dapat dilihat dengan mikrosop.


CARL VON LINEOUS adalah orang swedia
yang memperkenalkan tata nama baru (1758) dalam bukunya yang berjudul (System
Naturae) tata nama baru ini penting, karena cara penamaan ini lebih sederhana dan
sampai sekarang ini digunakan untuk penamaan binatang maupun tumbuhan pada
umumnya.

7.

DORBIGNY (1802-1857) menulis tentang


foraminifera yang digolongkan dalam kelas Chepalopoda. Beliau juga menulis
tentang fosil mikro seperti Ostracoda, Conodonta, beliau dikenal sebagai Bapak
Mikropaleontologi.

8.

EHRENBERG dalam penyelidikan organisme


mikro menemukan berbagai jenis Ostracoda, Foraminifera dan Flagellata,
penyelidikan

tentang

sejarah

perkembangan

foraminifera

dilakukan

oleh

CARPENTER (1862) dan LISTER (1894). Selain itu mereka juga menemukan
bentuk-bentuk mikrosfir dan megalosfir dari cangkang-cangkang foraminifera.
9.
CHUSHMAN (1927) pertama kali menulis
tentang fosil-fosil foraminifera dan menitikberatkan penelitianya pada study
determinasi foraminifera, serta menyusun

kunci untuk mengenal fosil-fosil

foraminifera.
10.

JONES (1956) banyak membahas fosil mikro


diantaranya Foraminifera, Gastropoda, Conodonta, Ostracoda, Spora dan Pollen
serta kegunaan fosil-fosil tersebut, juga membahas mengenai ekologinya.

LAPORAN RESMI MIKRO PALEONTOLOGY

Page

I.3. KEGUNAAN FOSIL MIKRO


1.

Fossil index ; secara akurat memberikan umur realtif suatu batuan

2.

Paleoclimatology ; mengetahui iklim purba (zaman lampau)

3.

Paleoceanography ; mengetahui tempat kehidupan masa lalu

4.

Biostratigraphy; mengetahu secara rinci zonasi/stratigrafi kehidupan

5.

Evolusi kehidupan (urut-urutan perkembangan kehidupan suatu spesies)

6.

Paleobathymetric ; mengetahui kedalaman suatu sedimentasi

7.

Paleoenvironment; mengetahui lingkungan kehidupan masa lampau

8.

Tectonic indication ; dapat mengetahui indikasi perubahan tektonisme selama


sejarah kehidupan

9.

Oil Deposite Indicator ; indikasi terdapatnya potensi Minyak Bumi (HC)

I.4. MAKSUD DAN TATA CARA PENAMAAN FOSIL


Maksud praktikan mikropaleontolgi adalah untuk mengenal berbagai macam fosil mikro
terutama dari golongan foraminifera yang umumnya banyak di jumpai.
A. TATA CARA PENAMAAN FOSIL
CARL VAN LINNEOUS adalah orang swedia yang memperkenalkan tata nama baru
(1758) dalam bukunya yang berjudul (Systema Naturae) mengusulkan Taxonomi, dan
sampai sekarang digunakan orang banyak. Tata cara penamaan yang digunakan adalah
bahasa latin

LAPORAN RESMI MIKRO PALEONTOLOGY

Page

Secara umum organismen dibumi dapan dikelompokan menjadi beberapa kelompok


yang besar sampai kecil, dikenal sebagai TAXONOMI. Sebagai satuan dasar adalah
Species.
Taxonomi adalah tata cara penamaan / sistematika penamaan tingkat kehidupan
yang tertinggi sampai tingkat kehidupan yang terendah, yaitu :
Kingdom : Jumlahnya tertentu dan pasti (yakni : Flora dan Fauna).
Phylum

: Tidak berubah dan pasti

Class

Ordo

Family

Genus

: Jumlahnya masih dapat berubah/bertambah dengan


Penamaan genus baru.

Species

: Ulah masih dapat berubah/bertambah dengan penamaan


genus,species

Varietas

atau pun varietas baru

: Dimungkinkan dapat dibuat/direkayasa penemuan varietas baru


yang lebih unggul.

Penamaan Genus Species.


Untuk tingkatan genus, hanya di beri nama satu suku kata dan di tulis dengan
huruf tegak,di awali dengan huruf besar.Contoh : Globorotalia
Untuk tingkat species,nama genus di tambah satu suku kata (2 suku kata) dan di
tulis dengan huruf miring atau di garis bawahi untuk suku kata ke dua di tulis
dengan huruf kecil. Contoh: Globorotalia tumida

LAPORAN RESMI MIKRO PALEONTOLOGY

Page

Kingdom Protista
Kingdom protista menurut HAECKEL (1866) binatang primitif bersel satu
termasuk Kingdom Protista yang dapat di bagi lagi menjadi 12 Phylum di
antaranya adalah Phylum Portozoa.
Phylum Protozoa
Class : 1. Flagellate/mastigophora
2. Sarcodina/rhizopoda
3. Sporozoa
4. Ciliate (infusoria)
Class sarcodina terbagi menjadi 7 ordo, yaitu :
Ordo : 1. Foramimifera mempunyai bagian yang keras
2. Proteomixa
3. Mycetozoa
4. Amoebina
5. Testaccea
6. Heliozoa
7. Radiolaria

LAPORAN RESMI MIKRO PALEONTOLOGY

Page

I.5. PENGUKURAN PENAMPANG STRATIGRAFI

LAPORAN RESMI MIKRO PALEONTOLOGY

Page

I.6. SISTEMATIK PALEONTOLOGI

LAPORAN RESMI MIKRO PALEONTOLOGY

Page

I.7. TEKNIK PENYAJIAN FOSIL


Proses penyajian fosil dilakukan di laboratorium, diantaranya meliputi :
A. PROSES PENGURAIAN BATUAN :
Proses penguraian secara fisik
Cara ini digunakan terutama untuk batuan sedimen yang belum begitu kompak
dan dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu :

Batuan sedimen ditumbuk dengan palu karet sampai menjadi pecahan-pecahan

dengan diameter 3-6 mm


Pecahan-pecahan batuan direndam dalam air
Kemudian direas-remas dalam air
Diaduk dengan mesin aduk atau alat pengaduk yang bersih
Dipanaskan selama 5-10 menit
Didinginkan

Umumnya batuan sedimen yang belum begitu kompak, apabila mengalami prosesproses tersebut akan terurai.
Proses penguraian secara kimia
Bahan-bahan larutan kimia yang biasa digunakan dalam penguraian
batuan sedimen antara lain : asam asetat, asam nitrat dan hydrogen piroksida.
Penggunaan larutan kimia sangat tergantung dari macam butir pembentuk batuan
dan jenis semen. Oleh sebab itu, sebelum dilakukan penguraian batuan tersebut
perlu diteliti jenis butirannya, masa dasar dan semen. Hal ini dikerjakan dengan
seksama agar fosil mikro yang terkandung didalamnya tidak rusak atau ikut larut
bersama zat pelarut yang digunakan.

Contoh :

LAPORAN RESMI MIKRO PALEONTOLOGY

Page

-. Batulempung dan Lanau : penguraian batuan dilakukan dengan menggunakan


larutan Hydrogen Pyroksida (H2O2).
B. PROSES PENGAYAKAN
Dasar proses pengayakan adalah bahwa fosil-fosil dan butiran lain hasil
penguraian terbagi menjadi berbagai kelompok berdasarkan ukuran butirnya masingmasing yang ditentukan oleh besar lubang. Namun, perlu diperhatikan bahwa tidak
semua butiran mempunyai bentuk bulat, tetapi ada juga yang panjang yang hanya bisa
lolos dalam kedudukan vertikal. Oleh karena itu, pengayakan harus digoyang sehingga
dengan demikian berarti bahwa yang dimaksudkan dengan besar butir adalah diameter
yang kecil / terkecil.
Pengayakan dapat dilakukan dengan cara basah dan cara kering :
Cara kering
Keringkan seluruh contoh batuan yang telah terurai
Masukkan kedalam ayakan paling atas dari unit ayakan yang telah tersusun baik

sesuai denagn keperluan


Mesin kocok dijalankan selama + 10 menit
Contoh batuan yang tertinggal di tiap-tiap ayakan ditimbang dan dimasukkan

dalam botol/plastik contoh batuan


Cara basah
Cara ini pada prinsipnya sama dengan cara kering, tetapi pada umumnya
menggunakan ayakan yang kecil. Pengayakan dilakukan dalam air sehingga
contoh batuan yang diperoleh masih harus dikeringkan terlebih dahulu.

C. PROSES PEMISAHAN FOSIL


Fosil-fosil dipisahkan dari butiran lainnya dengan menggunakan jarum. Untuk
menjaga agar fosil yang telah dipisahkan tidak hilang, maka fosil perlu disimpan di
LAPORAN RESMI MIKRO PALEONTOLOGY

Page

tempat yang aman. Setelah selesai pemisahan fosil, penelitian terhadap masingmasing fosil dilakukan

a.
b.
c.
d.
e.

Saringan dengan 30 80 100 mesh


Wadah pengamatan mikrofosil
Jarum pengutik
Slide karton (model Jerman 40 x 25 mm)
Slide karton (model internasional, 75 x 25 mm)

I.8. PENGENALAN ALAT


Dalam praktikum mikropaleontologi

alat dan bahan yang digunakan adalah

sebagai berikut:
Peralatan yang digunakan dalam pengambilan sampel, antara lain :

Palu geologi
Kompas geologi
Plastik/tempat sampel
Buku catatan lapangan
Alat tulis
HCl 0,1 N
Peta lokasi pengambilan sampel

Sedangkan peralatan lain guna menyajikan fosil, antara lain :

LAPORAN RESMI MIKRO PALEONTOLOGY

Page

Wadah sampel
Larutan H2O2
Mesin pengayak
Ayakan menurut skala Mesh
Tempat sampel yang telah dibersihkan
Alat pengering / oven

Dan untuk memisahkan fosil, peralatan yang diperlukan antara lain :

Cawan tempat contoh batuan


Jarum
Lem unuk merekatkan fosil
Tempat fosil
Mikroskop & alat penerang

BAB II
FOSIL MIKRO

Definisi Mikro fosil menurut Jones, 1936:


Mikro fosil adalah setiap fosil yang biasanya kecil dan untuk mempelajarinya
digunakan alat bantu Mikroskop. Fosil mikro dalam batuan tersebut terdapat bersama
dengan bahan lain telah direkatkan oleh semen.
LAPORAN RESMI MIKRO PALEONTOLOGY

Page

Dalam mikropaleontologi yang dipelajari adalah Phylum protozoa, class Sarcodina,


Ordo Foraminifera.

II.1. FORAMINIFERA
Dari kata foramen yang berarti lubang kecil. Sangat jelas bila mengamati
rumahnya / test / shell / cangkang penuh lubang yang kecil dan halus.
Golongan ini merupakan binatang ber sel satu yang sederhana, didapatkan protoplasma
dan didapatkan satu atau lebih inti (nucleous/oli)

Aperture

Nucleo
us/inti

Pseudopodia
Dinding/Wall

Bulu getar

Protoplasma

A. Perkembangbiakan
Pada golongan ini didapatkan dua cara perkembangbiakan yaitu secara sexual
dan a sexsual, keduanya merupakan satu siklus perkembangan
A-sexual Megalosfeer Protoconch besar, test kecil
Sexual

Mikrosfeer Protoconch kecil, test besar

Dimorfisme : satu macam individu membentuk dua macam bentuk berlainan

LAPORAN RESMI MIKRO PALEONTOLOGY

Page

Siklus Perkembangbiakan Foraminifera

B. MACAM-MACAM FORMINIFERA
Foraminifera dibedakan atas foram kecil dan foram besar. Foram kecil berdasarkan
cara hidupnya dapat dibedakan menjadi foram planktonik dan benthonik.
a.

Planktonik (mengambang), ciri-cirinya :

Susunan kamar trochospiral

Bentuk test bulat

Komposisi test hyalin.

b.

Benthonik (di dasar laut), ciri-cirinya :

Susunan kamar planispiral

Bentuk test pipih

Komposisi test aglutin dan arenaceous.

LAPORAN RESMI MIKRO PALEONTOLOGY

Page

II.2. RADIOLARIA
Radiolaria merupakan salah satu kelompok yang sangat menarik untuk dipelajari
dari phylum protozoa. Kehidupan radiolaria berada pada daerah pelagic atau laut dalam
dan hidup dalam endoskeleton yang komplek. Tubuh radiolaria terbentuk dari silica
dengan bentuk yang sering dijumpai berupa bentuk simetrimembulat dan sangat indah.
Penggambaran dari radiolarian yang terkenal telah dibuat oleh Ernst Haeckel
(berkebangsaan Jerman) dan dipublikasikan dalam buku Die Radiolarien (Berlia, 1862)
serta koleksi-koleksi dari fosil ini oleh Ernst Haeckel dibuat dalam Report on the
Rasiolaria pada tahun 1873-1876.

Gambar .Morfologi dan bagian-bagian dari cangkang radiolarian.

LAPORAN RESMI MIKRO PALEONTOLOGY

Page

Radiolaria juga merupakan salah satu dari jenis planktonik dan pertama kali
muncul sejak jaman pra-kambrian serta merupakan salah satu jenis organisme yang
pertama kali muncul. Radiolaria termasuk dari organism jenis unuseluler dan memiliki
cangkang dengan komposisi dari silica. Radiolari hidup pada lingkungan marine atau
laut dan hidup dengan baik secara individual maupun secara koloni.
Secara formal, radiolari termasuk dari phylum protozoa, subphylum sarcodina,
klas actinopoda, subklas radiolarian. Radiolarian terdiri dari dua ordo besar, yaitu
Phaedaria dan Polycystina. Phaedaria merupakan jenis radiolaria yang memiliki
cangkang dari silica yang bercampur dengan dengan material organic, artinya tidak
murni berkomposisi silica, sedangkan Polycystina merupakan jenis radiolaria yang
memiliki cangkang dari silica murni (Umumnua opal).
Jenis Polycystina

ini yang sangat banyak terekam dalam batuan

karena

komposisi cangkangnya yang berupa silica murni. Polycystina terbagi 2 suborde, yaitu
Spumellaria dan Nassellaria.

Berikut merupakan contoh-contoh fosil radiolaria yang umum dijumpai :

Euchitonia furcata
Auxoprunum stauraxonium

LAPORAN RESMI MIKRO PALEONTOLOGY

Page

Pterocanium praetaxum

Cenosphaera cristata
Lamprocyclus maritalus

Porodiscus sp.
Dictyocoryne truncatum

Spongaster tetras tetras

Pterocanium sp.

Actinomma sp.

Botrystrobus aquilonarius

Actinomma arcadophorum
Pylospira octapyle

LAPORAN RESMI MIKRO PALEONTOLOGY

Page

Dictyocoryne spp
Anthrocyrtidinium oriphense

Stylosphaera sp
Stylosphaera sp.

Stylochlamydium asteriscus
Lamprocyclas maritalis

Stylochlamydium asteriscus
Lamprocyclas maritalis

Cyrtocapsella cornuta

LAPORAN RESMI MIKRO PALEONTOLOGY

Page

Stichocorys delemontensis

Paronaella grapevinensis
Lychnocanoma elongata

Distylocapsa veneta
Archaeospongoprunum cortinaensis

Archaeospongoprunum cf. bipartum

Halesium triacanthum

Triactoma hexeris

Vitorfus minimus

Acanthoicircus tympanum

Thanarla venta

LAPORAN RESMI MIKRO PALEONTOLOGY

Page

Patellula cognata

Alievium superbum

Alievium superbum

Ultranapora cretacea

Pseudodictyomitra
pseudomarcrocephala

Crucella cachensis

Sciadiocapsa radiata

Archaeodictyomitra sp.

Dictyomitra montisserei
Hsuum maxwelli

LAPORAN RESMI MIKRO PALEONTOLOGY

Page

Zamoidellum ovum

Unuma echinatus
Tricolocapsa plicarum

Protunuma fusiformis
Parvicingula

LAPORAN RESMI MIKRO PALEONTOLOGY

Page

BAB III
PENGENALAN CANGKANG FORAMINIFERA

III.1. BENTUK TEST DAN BENTUK KAMAR FORAMINIFERA


Morfologi Foraminifera
Bentuk luar foraminifera,jika di amati di bawah mikroskop dapat menunjukan
beberapa kenampakan yang bermacam-macam dari cangkan foraminifera,meliputi :
a. Dinding, lapisan terluar dari cangkan foraminifera yang berfungsi melindungi bagian
tubuhnya.dapat terbuat dari zat-zat organik yang di hasilkan sendiri atau dari
b.
c.
d.
e.

material asing yang di ambil dari sekelilingnya.


Kamar, bagian dalam foraminifera di mana protoplasma berada
Septa, sekat-sekat yang memisahkan antara kamar.
Suture, suatu bidang yang memisahkan antara dua kamar yang berdekatan.
Aperture, lubang utama dalam cangkan foraminifera yang berfungsi sebagai mulut
atau juga jalan keluarnya protoplasma.

Secara garis besar bentuk-bentuk cangkang meliputi :


1) Tabular (tabung)
2) Radial (bola)
3) Ellips
4) Lagenaoid
5) Sagitate (anak panah)
6) Fusiform (kumparan)
7) Palmate (tapak/jejak)
8) Lencticular (lensa)
9) Rhomboid (kektupat)
10) Globular (seperti peluru)
11) Subglobular
12) Kerucut
13) Biconvex
14) Tabulopinate (berduri)
15) Involute planispiral
16) Streptospiral
17) Enrolled biserial
18) Globular (bulat)
19) Clavate (ganda)
20) Cuneate (tanduk
21) Flaring (mekar)
22) Fistulate (jantung)
23) Sirkular

24) Kipas
25) Biconvex trochospiral
26) Umbilicus biconvex trochospiral
27) Envolute planispiral

D
B

A
B

Keterangan :

A : Proloculus
B : Kamar
C : Aperture
D : Suture

E : Umbilicus

III.2. SEPTA DAN SUTURE


Septa adalah sekat-sekat yang memisahkan antar kamar.
Suture adalah suatu hiasan yang memisahkan dua kamar yang saling berdekatan.
Bentuk Suture :
- melengkung kuat
-

Melengkung lemah
Lurus.

Hiasan Dan Tekstur Permukaan


Hiasan pada cangkan foraminifera sangat beranekaragam dan hisan ini sangat penting
untuk klsifikasi.selainhiasan juga sering pada permukaan luar cangkannya menpunyai
tekstur yang berbeda-beda.
Kill
Selaput tipis yang mengililingi bagian peri-peri foraminifera,biasanya terdapat pada
globorotali,siphonina.
Costae
Gelengan vertikal yang di hubungkan oleh garis-garis suture yang lebih halus.contoh :
bulimina,uvigerina.
Spines

Duri-duri

yang

menonjol

[ada

bagian

tepi

dari

kamr-kamrnya.contoh

hankenina,asterorotalia,retralprocces : merupakan garis-garis suture yang berkelokkelok,baisanya di jumpai pada amphestigina.


Bridged sutures
Adalah garis-garis yang terbentuk dari septa yang terputus-putus,
Contoh : elphidium.
Limbate sutures
Garis-garis suture yang terbentuk kumpulan pori-pori yang halus.
Umbilical plug
Bagianpuncak cangkang dapat berbentuk bulatan yang menonjol atau bulatan yang
cekung ke dalam.
Umbilicus
Bagainm pusat cangkang biasanya merupakan kamara pertama.
Reticulate
Bentuk dinding cangkang yang terbuat dari tempelan materil-material asing
(arenaceous).
Puncate
Bagian permukaan luar cangkang yang berupa pori-pori bulat yang besar.
Cancellate
Permukaan luar cangkan dengan pori-pori kasar dan tidak selalu bulat bentuknya.
Pustulose
Permukaan luar cangkan yang di hiasi dengan bulata-bulatan yang menonjol
Smoot
Permukaan yang halus tampa hiasan.

III.3. JUMLAH KAMAR DAN JUMLAH PUTARAN


Bentuk luar dari foraminifera jika di amati di bawah mikroskop dapat menujukan
kenampakan yang bermacam-macam.kenampakan tersebut meliputi :
Foraminifera mempunyai cangkan yang bermacam-macam bentuknya biasanya terdiri
dari satu atau lebih kamar-kamar yang satu sama lainnya di batasi oleh sebab-sebab
cangkang tersebut di kelilingi sebuah dinding dengan sebta di sebut suture yang penting
untuk klsifikasi.
Cangkang di bedakan atsa dua macam yaitu cangkang monotalamus dan cangkang
politalamus.

Berdasarkan jumlah kamar yang didapatkan, yang mempunyai kamar satu buah disebut:
UNILOCULAR / MONOTHALAMUS, biasanya mempunyai bentuk test/cangkan yang
sederhana.

Sedangkan

yang

mempunyai

kamar

lebih

dari

satu

disebut:

MULTILOCULAR / POLYTHALAMUS, golongan ini memunyai bentuk dan susunan


kamar yang komplek.
TEST MONOTHALAMUS
Mempunyai bentuk Globular / bulat, Botol (flash shape), Tabung (tabular), Planspiral
(terputar dalam satu bidang), Planspiral pada permulaan kemudian terputar tak teratur,
Planspiral kemudian lurus.

Bentuk cangkang monothalamus ( Schrock & Twenhofel, 1953 dan Jones, 1956).

TEST POLYTHALAMUS
UNIFORMED : dalam satu bentuk test didapatkan hanya satu macam susunan kamar
BIFORMED : dalam satu bentuk test didapatkan dua macam susunan kamar
TRIFORMED : dalam satu bentuk test didapatkan tiga macam susunan kamar
MULTIFORMED : dalam satu bentuk test didapatkan lebih dari tiga macam susunan
kamar
TEST UNIFORMED
Uniserial : dalam satu macam susunan kamar terdiri satu baris
1.LINIER : curvilinier, rectilinier, rectilinier with neck

2.EQUETANT : kamar tersusun saling melingkupi sebagian

3.TEST TERPUTAR (coiled test)


a. Plaspiral coiled test : kamar tersusun secara terputar dalam satu bidang

b. Rotaloid : susunan kamar dengan kenampakan berbeda pada bagian dorsal nampak
evolut, sedangkan pada bagian ventral nampak involut, disebut juga sebagai
Trochospiral

c. Nautiloid : kamar tersusun secara terutar dimana kamar-kamarnya saling


menyelubungi teutama pada bagian umbilicus

Biserial : dalam satu macam susunan kamar terdiri atas dua baris kamar

Triserial : dalam satu macam susunan kamar terdiri atas tiga baris kamar

III.4. ORNAMEN FORAMINIFERA

III.5. KOMPOSISI FOSIL FORAMINIFERA


Komposisi cangkan (test),pada umumnya cangkan test terdiri dari 5 macam :

Aranaceaus/aglutine
Seperti gamping (putih)
Terdiri dari butiranmineral (microgranular)
Chitinous/khitin :
Cirinya : - berwarna coklat muda sampai

kekuningan,transparan/tembus cahaya

- Tidak terpori / massif.


Hyaline : sepertinya gamping trasnparan dan berpori, bbiasanya di miliki oleh foram

plamtonik
Porselanaceous : berwarna putih, kadang merah muda, terbentuk dalam tubuh fosil

dan keluar melalui pori-pori fosil tersebut.


Siliceous : - warna putih jernih dari silica.
- di miliki oleh laut spesies dalam, seperti : Radiolaria.

BAB IV
FORAMINIFERA PLANKTONIK

IV.1. TAHAPAN CARA DETERMINASI FORAM PLANKTONIK


Metode determinasi fosil, dapat dilakukan dengan cara :
1. Membandingkan dengan koleksi fosil yang ada
2. Menyamakan fosil, yang belum dikenal dengan gambar-gambar yang ada di
leteratur/publikasi
3. Langsung mendeterminasi fosil yang belum dikenal tersebut dengan mempelajari
ciri-ciri morfologinya
4. Kombinasi 1,2 dan 3
5. Morfologi fosil yang dideterminasi masing-masing fosil berbeda, karena hal ini
tergantung dari jenis fosil dan karakteristik morfologi tubuhnya baik fosil makro &
mikro

IV.2. PENGENALAN GENUS DAN SPESIES FORAM PLANKTONIK

BATASAN MENGENAL FORAMINIFERA PLANGTONIK


A.

GENUS PADA MESOZOIC

I.

TEST TROCHOSPIRAL
a. Aperture utama pada umbilicus, didapatkan tegilla

1.Ada KEEL : Globotruncana


2.Tanpa KEEL : Rugoglobigerinita
b.Aperture utama pada umbilicus extra umbilicus, ddapatakan aperture tambahan pada
bagian suture
1.Ada KEEL : Rotalipora
2.Tanpa KEEL : Ticinella
c.Aperture utama umbilicus - extra umbilicus, dibatasi oleh lip/flap
1.Ada KEEL : Praeglobotruncana
2.Tanpa KEEL : a.Kama globular ovate : Hedbergella
b.Kamar clavate radial elongate : Clavihedbergella

B.GENUS KENOZOIIKUM
II.TEST TROCHOSPIRAL
A.APERTURE UMBILICAL
1.Tanpa BULLA
a.Aperture dengan atau tanpa lip : Globigerina
b.Aperture tertutup oleh flap atau umbilical tooth : Globoquadrina
c.Aperture utama dengan / tanpa lip, aperture tambahan pada suture : Globigerinoides
d.Aperture sekundair pada suture : Condeina
2.Dengan BULLA
a.Aperture utama tertutup oleh bulla dengan satu atau lebih infralaminal aperture :
Catabsydrax
b.Aperture utama tertutup oleh tegilla dengan sejumlah infralaminal : Globigerinita
c.Aperture utama tertutup oleh bulla, didapatkan aperture biasanya tertutup oleh sutural
bulla : Globigerinoita
B.Aperture extra umbilical umbilical
Tanpa bulla
a.Tanpa aperture sekunder pada suture
1.Kamar ovate angular rhomboid / angular conical dengan tanpa keel : Globorotalia
2.Kamar radial elongate, clavete / cylindrical, tanpa keel : Hastigerinella
b.Dengan aperture sekunder sutural pada spiral side : Truncorotoloides
PENAMAAN GENUS SPECIES

Untuk tingkatan genus, hanya di beri nama satu auku kata dan di tulis dengan huruf
tegak,di awali dengan huruf besar.
Contoh : Globorotalia
Untuk tingkat species,nama genus di tambah satu suku kata (2 suku kata) dan di tulis
dengan huruf miring atau di garis bawahi untuk duku kata ke dua di tulis dengan huruf
kecil
Contoh: Globorotalia tumida

BAB V
FORAMINIFERA BENTONIK

V.1. SUSUNAN KAMAR FORAM BENTOS


A. GENUS PADA MESOZOIC
TEST PLANSPIRAL
Aperture utama equatorial , dibatasi oleh lip
1.Ada KEEL : Planomalina
2.Tanpa KEEL : a.Kamar globular ovate : Globigerinelloides
b.Kamar radial elongate : Hastigerinoides
B. GENUS KENOZOIIKUM
TEST PLANSPIRAL
a.Aperture equatorial
1.Kamar spherical ovate : Hastigerina
2.Kamar spherical pada permulaan kemudian radial elongate / clavete :
Clavigerinella
3.Kamar sub-globular / radial elongate dengan tubulo spine : Hankenina
b.Aperture utama equatorial dengan aperture sekunder, kamar sub-globular dengan
tubulo spine : Cibrohankenina

V.2. APERTUR FORAMINIFERA BENTOS


APERTURE
Lubang utama pada test foraminifera , tempat keluarnya protoplasma, biasanya pada
permukaan septa atau pada kamar terakhir
Ada tiga macam aperture
1.Primary aperture , lubang utama yang terleta pada kamar terakhir
2.Secondary aperture, lubang tambahan yang terletak pada kamar utama
3.Accessory aperture, lubang yang nampak tidak langsung kamar utama tetapi pada
aksesori struktur (bulla, tegilla)
Mempelajari aperture sangat penting terutama dalam klasifikasi. Secara sistimatis kita
tekankan mengetahui letak (position) dan bentuk (shape) aperture

LETAK APERTURE
1,Terminal : aperture terletak pada kamar terakhir, terutama dijumpai pada test tidak
terputar (uncoiled) yaitu, Uniserial, Biserial dan Triserial

2.Apertual face : pada permukaan septa kamar akhir, bisa terletak pada baian atas,
tengah, bawah dan tersebar merata

3.Umbilical : terletak pada bagian umbilicus. Misal pada Gobigerina, Globoquadrina

4.Umbilicus extra umbilicus : terletak pada umbilicus dan melebar sampai bagian tepi.
Misal pada Globorotalia

5.Pheripheral : terletak pada bagian tepi

6. Sutural : terletak pada bagian suture

7. Interiomarginal (Equatorial) : terletak pada bagian dasar kamar akhir, terutama pada
susunan kamar terputar

8.Infralaminal : terletak sepanjang tepi accessory structure (bulla, tegilla)

9.Intralaminal : terletak menembus accessory structure (bulla, tegilla)

BENTUK APERTURE
1.Bulat
Contoh pada Lagena, Frondicularia, Palmula, Astrorhizidae

2. Radiate : lubang buat kemudian didapatkan ridges yang radier. Misal pada
Nodosaridae, Polymorphiridae, Robulus

3. Phyaline : lubang terletak pada jun leher/neck. Misal pada Uvigerina, Lagenidae,
Astrorhizidae, Siphonina

4. Slitlike : celah. Contoh pada Nonon, Pullenia, Nonionella, Textularia

5. Cressentic : bulan sabit (horse shoe shape)

6.Virguline : koma Misa pada Vigulina, Bulimina

7.Ectosolenian : aperture terletak dalam leher (auter neck). Misal pada Polymorphinidae,
Lagenidae

8.Entosolenian : mempunyai internal neck. Misal pada Entosolenia

9.Cribate : saringan Misal pada Cribostonum, Fabularia, Trematophere

10. Dendritik : seperti pohon dengan cabang-cabangnya Misal pada Dendritina

11.Aperture bergigi : bifid tooth, mono tooth

BAB VI

APLIKASI FORAMINIFERA

VI.1. PENENTUAN UMUR RELATIF


Penentuan Umur Batuan Foraminifera Plantonik.
Terdiri dari dua metode yaitu :
1) Penentuan umur absolute
Umumnya di lakukan dengan menhitun waktu paruh dari unsur-unsur radioaktif
yang terkandung dalam batuan tersebut.
2) Penentuan umur relatif
Adalah menbandingkan umur batuan tersebut dengan batuan lain yang sudah di
ketahui atau menpunyai hubungan posisi stratigrafi yang jelas.salah satu cara
penenutan umur relatif ini adalah dengan menelit kandungan fosil yang ada
dalam batuan tersebut.
Penentuan umur batuan dengan mengunakan analisa fosil foraminiera telah
banyak di lakukan. Analisa foraminifera di tunjang pula oleh kemajuan ilmu ini yang
sangata pesat sehingga banyak perusahaan perminyakan yang selalu mengunakan
analisis ini sebagai salah satu tahapan dalam eksplorasi yang mererka lakukan.penelitian
foraminifera menhasilkan banyak bionesa foraminifera yang di pakai sebagai acuan
dalam analisisnya.beberapa biozonasi foraminifera yang digunakan dan di kenal di
indonesia sebagai berikut :
Hal ini terlihat dari nilai Z yang lebih besar yaitu 1,58-2,01 untuk foraminifera
plangtonik dan 5,26-5,75 pada foraminifera besar (Z score adalah perbangdingan
tengang waktu tersier dalam juta tahun di bagi dengan jumlah biozona yang
menyusunnya).seluruh biozonasi planktonik mengunakan datum pemuncuan awal dan
aklhir spesies marker tertentu untuk manbatasi masing-masing zonanya. Prinsip zona
selang banyak di gunakan dalam penarikan batas-batas zona setiap boizonasi.boizonasi

foraminifera kecil (benthos), selain digunakan untuk penentuan lingkungan purba,


beberapa spesies foraminifera kecil (bentonik) dapat di gunakan untuk penentuan umur.
Umur

Oligosen
upper

Foraminifera
plantonik
1. Orbulina universa
2. Globigerinoides rubery
3. Gs. Sacculifer
4. Gt. Rubery
5. Gt. Pseudabuloides
6. Urbulina universa
7. Gt. Tosaensis
8. Gt. Buloides
9. Gt. Mayeri
10. Gs. Duminitus
11. Gobolotalia
12. Globigerina
cipenencis
13. Gs. Sacculifer
14. Gs. Saculifer
15. Gs. Rubery
16. Gt. Buloides
17. Gs. Saculifer

Miosen

N1

lower

middle

upper

--N14

---N24

18. Gs. Ruber


19. Hedbergela
20. Gs.mayeri
21. Gs.sicanus
22. Gs.fistolosus
23. Gs.obesa
24. Gq.altispira
25. Gs.immaturus

VI.2. PENENTUAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN


Penentuan lingkungan pengendapan Foraminifera Benthonik
Fosil foraminifera benthonik sering dipakai untuk penentuan lingkungan
pengendapan, sedangkan fosil foram benthonik besar dipakai untuk penentuan umur.

Fosil benthonik ini sangat berharga untuk penentuan lingkungan purba. Foraminifera
yang dapat dipakai sebagai lingkungan laut secara umum adalah :
Pada kedalaman 0 5 m, dengan temperatur 0-27 derajat celcius, banyak
dijumpai genus-genus Elphidium, Potalia, Quingueloculina, Eggerella,
Ammobaculites dan bentuk-bentuk lain yang dinding cangkangnya
dibuat dari pasiran.
Pada kedalaman 15 90 m (3-16 C), dijumpai genus Cilicides,
Proteonina, Ephidium, Cuttulina, Bulimina, Quingueloculina dan
Triloculina.
Pada kedalaman 90 300 m (9-13oC), dijumpai genus Gandryna,
Robulus, Nonion, Virgulina, Cyroidina, Discorbis, Eponides dan
Textularia.
Pada kedalaman 300 1000 m (5-8 C), dijumpai Listellera, Bulimina,
Nonion, Angulogerina, Uvigerina, Bolivina dan Valvulina
Lingkungan pengendapan
Foraminifera bentonik

Litoral

Neritik

Batial

Tepi I

Tepi II

Tepi III

5-20 m

20-100 m

100-200 m

0-5 m

200-2000m

Penentuan lingkungan pengendapan berdasarkan Cimsdde dan Mark Heaven


1955.
Ratio %

Kedalaman (m)

0 10

0 70

10 20

0 70

20 30

60 -120

30 40

120 - 600

40 50

120 - 600

50 60

550 - 700

60 - 70

650 - 825

19
19+1

== 0,95
Berdasarkan Cimsdde dan Mark Heaven (1955) dalam memakai rumus
perhitungan ratio. Menghasilkan hasil mencapai 0,95, maka dari itu dapat mengambil
kesimpulan bahwa linkungan pengendapannya adalah 0 70 meter yang menunjukan
pada Zona Neritik Tipe II.

BAB VII
PENUTUP

VIII.1 KESIMPULAN
A. PENGERTIAN

Mikropaleontologi adalah salah satu cabang dari ilmu geologi yang memiliki
peranan penting bagi seorang geologisist sehingga sangatlah penting untuk mengikuti
praktikum mikropaleontologi karena dengan praktikum mikropaleontologi praktikan
bisa mengetahui umur relatif suatu batuan, lingkungan pengendapan dan iklim purba.
setelah

selesainya

praktikum

ini

praktikan

mampu

melakuka

pekerjaan

mikropaleontologi yang di mulai dari pengambilan sampel sampai analisis fosil,


penentuan nama fosil foraminifera dengan mengunakan sistem taxonomi, penentuan
umur relatif suatu batuan, dan lingkungan pengendapan.
B. KEGUNAAN FOSIL MIKRO
1. Fossil index ; secara akurat memberikan umur realtif suatu batuan
2. Paleoclimatology ; mengetahui iklim purba (zaman lampau)
3. Paleoceanography ; mengetahui tempat kehidupan masa lalu
4. Biostratigraphy; mengetahu secara rinci zonasi/stratigrafi kehidupan
5. Evolusi kehidupan (urut-urutan perkembangan kehidupan suatu spesies)
6. Paleobathymetric ; mengetahui kedalaman suatu sedimentasi
7. Paleoenvironment; mengetahui lingkungan kehidupan masa lampau
8. Tectonic indication ; dapat mengetahui indikasi perubahan tektonisme selama
sejarah kehidupan
9. Oil Deposite Indicator ; indikasi terdapatnya potensi Minyak Bumi (HC)
VIII.2 SARAN
1. Sistem pembelajaran di laboratorium sudah bagus dan perlu dipertahankan atau
ditingkatkan.
2. Untuk Asisten harus memperhatikan peralatan (fasilitas) Geologi,setidaknya setiap
tahun harus diganti atau harus ada tambahan alat baru.
3. Pengadaanya referensi atau paduan praktikum.

4. Kalo bisa format laporannya diberikan lebih awal kepada praktikan agar praktikan
dapat menyiapkan laporan sedini mungkin.
5. Terima kasih atas segala bimbingannya dari awal sampai akhir selama pratikum ini.

DAFTAR PUSTAKA.

www.hhtp. Fosilforaminifera.com
Kholik Abdul,2005,foraminifera bentonik dari berbagai bahan dunia,PPPT
MIGAS LEMIGAS,Jakarta

Postuma JA,manual of planctonic foraminifera,elsevier publishing company


amsterdam london,new york
Sanjoto siwi,defri h,sri p.k,.2005,buku petunjuk praktekum mikropaliontologi
ista yogyakarta
Sanjoto siwi,suharsono,1994,petunjuk praktekum mikropaleontologi dasar,
Ordo foraminifera,ista yogyakarta
http/www.foraminifera ,com
http/www.geolab.unc.edu
http/www.lemigas.esdm.go.id
http/www.paleontology.com
http/www.radiolaria,org/
http/www.micropaleontology.com
http/www.ucmp.berkeley.edu
http://en.wikipedia.org/wiki/foraminifera

LAPORAN FIELD TRIP

Geologi Regional BAYAT


Didasarkan atas rona dan tekstur bentang alam, terutama dari citra landsat Jawa, jalur
pegunungan selatan jawa (tersier dan yang lebih tua) lebih cenderung mirip dengan jalur
magmatic kuarter jawa, dan bahkan tak terpisahkan dengan jalur magmatiknya yang
berumur tersier. Ditambah lagi dengan data petrologinya berupa susunan asli batuan
gunung api yang banyak tersingkap di daerah ini, maka jalur pegunungan selatan adalah
jalur utama vulkanisme jawa. Umur batuan gunung api dan posisi stratigrafi antara
batuan gunung api yang satu dengan yang lain, terhadap batuan silisiklastik, terhadap

batuan karbonat, dan terhadap batuan metamof, akan menentukan runtuhan vulkanisme
yang berkembang didaerah ini.
Geologi pegunungan selatan telah dipelajari oleh Raharjo, dkk (1977) serta
Surono, dkk (1992). Batuan tertua di pegunungan selatan berupa batuan malihan
berumur pra tersier, yang tersingkap di perbukitan Jiwo, kec. Bayat, kab.
Klaten,Provinsi Jawa Tengah. Di pegunungan selatan bagian barat, di atas batuan
malihan secara berturut-turut diendapkan formasi gamping-wungkal, kebo-butak,
semilir, nglanggran, sambipitu, oyo, wonosari, kepek, dan endapan alluvium. Seluruh
batuan tersier dan pratersier tersebut di tutupi secara tidak selaras oleh endapan alluvium
yang utamanya berasal dari gunung api merapi. Sesar utama di daerah ini adalah sesar
opak, sesar ngalang, dan sesar oyo yang berarah Barat daya - Timur laut.
Secara umum batuan penyusun pegunungan selatan Yogyakarta-Jawa Tengah
terdiri atas bataun gunung api, batuan metamorf, batuan sedimen sisiklastik dan batuan
karbonat, berumur pra-tersier. Penyebaran batuan gunung api sendiri di pegunungan
selatan YogyakartaJawa Tengah mencapai 50% dari total keseluruhan batuan yang
tersingkap di wilayah ini. Di dalamnya terdiri atas breksi gunung api, breksi pumice, tuff
pumice, serta batuan beku lava dan intrusi.
Secara Litologi, indikasi adanya gunugn api di sepanjang pegunungan selatan
Yogyakarta-Jawa Tengah antara lain adanya singkapan lava basalt berstruktur bantal,
lava dan intrusi andesit yang berasosiasi dengan breksi autoklastik, aglomerat, breksi
koignimbrit, yang berasosiasi dengan breksi pumice dan tuff pumice, dan beberapa
endapan epiklastik lainnya.

Hasil pengamatan Lapangan


LP I.
Lokasi : Gunung Pendul (Bayat)
Waktu : 9:30
Cuaca : cerah
Vegetasi : lebat (jati. Jagung. Kelapa)
Morfologi : Perbukitan begelombang

Slope : 150-200
Litologi : Batuan Beku Intermediate (Intrusi)
Struktur : Speroidal Weathering

Deskripsi Litologi
Warna segar : Putih abu-abu
Warna Lapuk :

Coklat Kemerahan

Struktur :

Massif

Tekstur :

Derajat kritistalisasi : Holokristalin


Granularitas : Fanerik
Kemas :

Komposisi :

Bentuk : Subhedral
Relasi : Inequigranular: Porfiriafanitik

Fenokris : Horblende, Biotit


Masa Dasar: K-Feldspar

Petrogesa :

Batuan yang terbentuk sebagai Intrusi dengan Type Intermediate


sebagai intrusi Hypabisal/dekat dengan permukaan bumi.

Nama Batuan :

Intrusi Diorit

LP II.
Lokasi :

G. Watu prahu (Bayat)

Cuaca :

Cerah

Waktu :

10:00

Vegetasi

Lebat

Morfologi:

Perbukitan

Slope :

100-150

Litologi :

Batugamping Non Klastik


Deskripsi Litologi

Warna segar :

Putih keabu-abuan

Warna Lapuk :

Coklat kemerahan

Struktur :

Fosiliferos

Tekstur :

Amorf

Komposisi :

CaCO3

Petrogenesa :

Batuan yang terbentuk di laut dari cangkang Numulites yang

insitu.
Nama batuan :

Batugamping Numulites

LP III.
Lokasi :

Joko Tuo (Bayat)

Cuaca :

Mendung

Waktu :

10:30

Vegetasi :

Lebat

Morfologi :

Perbukitan

Litologi :

Batuan Metamorf

Deskripsi Litologi
Jenis batuan : Metamorf
Warna segar : Putih kemerahan
Warna lapuk: Abu-abu kehitaman
Struktur :

Non Foliasi

Tekstur :

Granuloblastik

Komposisi :

CaCO3, MgCO3

Petrogenesa : Batuan yang terbentuk dari metamorfisme batugamping di Zona


Subdaksi.
Nama Batuan : Marmer.
Jenis batuan : Metamorf
Warna segar : Hijau kehitaman
Warna lapuk : Struktur :

Foliasi (Skistosa)

Tekstur :

Lepidoblastik

Komposisi :

Mineral stress : Mika, Olivin, Horblende, Serpentine.

Petrogenesa : Batuan yang ternbentuk dari batuan beku basa/ultrabasa(Fonolit) sebagai


intrusi dari zona pemekaran lantai samudra akibat P dan T yang tinggi.
Nama batuan: Batuan metamorf regional (Sekis hijau)

LP IV
Lokasi :

Watu adek

Waktu :

1:00

Cuaca :

Mendung

Morfologi :

Perbukitan

Slope :

250

Vegatasi :

Lebat

Srike /Dip (Perlapisan) : N 3100E/ 110


Litologi :

Batuan Pyroklastik : Tuff, Breksi Pumice.


Deskripsi Litologi

Warna segar : Abu-abu


Warna lapuk : Kuning
Struktur :

Berlapis

Tekstur :

Ukuran butir : Block gunung api (64 mm)


Sortasi ;

Buruk

Kebundaran : Menyudut

Komposisi :

Kemas :

Terbuka

Fragmen :

Pumice

Matriks :

Pasir kasar

Semen :

Silika

Petrogenesa : Material pyroklstik yang terendap dari material vulkanik sebagai erupsi
dalam periode pengendapan yang berbeda sehingga berlapis.
Nama Batuan; Breksi pumice.
Warna segar : Abu-abu kecoklatan
Warna lapuk : Kuning
Struktur :

Masif

Tekstur :

Ukuran butir : Lempung


Sortasi :

Baik

Kemas :

Tertutup

Kebundaran : Membulat
Komposisi :

Fragmen :

Matriks :

Abu vulkanik

Semen :

Silika

Petrogenesa : Batuan yang terendap dari abu vulkanik


Nama Batuan : Batuan Pyroklstik jatuhan (Tuff).

Anda mungkin juga menyukai