MAYIT
M A K A L A H
Ditulis untuk Memenuhi Syarat Lulus
dari Mahad Al-Islam
Tingkat Ali
Oleh:
D A F T A R I S I
Halaman Judul...............................................................................................
Halaman Pengesahan...................................................................................
ii
iii
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah.............................................................
2. Rumusan Masalah......................................................................
3. Tujuan Penelitian........................................................................
4. Kegunaan Penelitian...................................................................
5. Metodologi Penelitian..................................................................
6. Sistematika Penulisan.................................................................
Hukum
Menalkinkan
Mayit
iii
Munashihah MJ 0235
BAB I
P E N D A H U L U A N
Allah tidak menciptakan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Nya.
Hal ini termaktub dalam firman-Nya, surat Adz-Dzariyat (51):56 yang artinya
((Dan tidaklah aku ciptakan manusia dan jin kecuali untuk beribadah kepadaKu)).
Berkenaan dengan masalah ibadah ini, dalam sebuah hadits disebutkan:
:
0
1
Artinya:
Dari Aisyah radliyallahu anha, dia berkata: Telah bersabda Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam: Barangsiapa yang melakukan suatu
amalan tanpa ada perintah kami padanya, maka amalan itu ditolak.
Berdasarkan hadits di atas, dapat diketahui bahwa seorang hamba tidak
diperkenankan melakukan suatu amalan ibadah tanpa ada dalil yang benar, baik
dari Al-Qur`an maupun sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Amal
ibadah yang tidak disyariatkan dalam Al-Qur`an dan sunnah Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam, atau dengan kata lain diada-adakan sendiri oleh
pelakunya maka amalan tersebut tidak akan diterima oleh Allah.
1. Latar Belakang Masalah
Di kalangan masyarakat di sekitar tempat tinggal penulis, penulis belum
pernah mendengar adanya praktik menalkinkan mayit ini. Akan tetapi dari
seorang teman yang berdomisili di Jawa Timur penulis mendapatkan
informasi bahwa mayoritas muslimin di tempat ia bermukim biasa melakukannya.
Di dalam kitab-kitab fikih, di antaranya Fiqhus Sunnah2 dan Al-Fatawal
Kubra.3 disebutkan adanya perselisihan ulama dalam masalah ini. Sebagian
mereka berpendapat bahwa Menalkinkan mayit hukumnya sunnah,sedang
pihak lain menganggap hukumnya makruh, bahkan ada yang memandang
bahwa perbuatan itu adalah bidah, tidak dicontohkan oleh Rasulullah
1
Hukum
Menalkinkan
Mayit
Munashihah MJ 0235
)) .
((
Muslim, Ash-Shahih, jld.3, jz.5, kitab 5 Al-Aqdliyah, bab Naqdlu ahkamil bathilah wa
raddu muhdatsatil umur, no.17.
Hukum
Menalkinkan
Mayit
Munashihah MJ 0235
5. Metodologi Penelitian
5.1 Jenis penelitian5
Menurut tempatnya, penelitian ini tergolong penelitian perpustakaan. Ditinjau dari segi pemakaiannya, penelitian ini termasuk applied
research (penelitian terpakai). Berdasarkan tujuan umumnya, penelitian
ini merupakan riset verifikatif, yaitu riset yang ditujukan untuk menguji
kebenaran suatu pengetahuan. Adapun menurut tarafnya, penelitian ini
tergolong riset inferensial, yaitu menarik kesimpulan dengan jalan
penganalisaan.
5.2 Metode Pengumpulan Data
Karena penelitian ini tergolong penelitian perpustakaan, maka
penulis mengumpulkan data dengan membaca, menelaah dan
meneliti kitab-kitab yang membahas tentang hukum menalkinkan mayit,
baik berupa kitab hadits, kitab fikih, kitab syarh maupun kitab-kitab lain
yang berberkaitan dengannya.
Sedangkan jenis data yang penulis kumpulkan adalah data primer
dan data sekunder.
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
sumbernya; diamati dan dicatat untuk pertama kalinya.6
Sedang data sekunder adalah;
Data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulan-nya
oleh peneliti misalnya dari biro statistik, majalah,
keterangan-keterangan, atau publikasi lainnya. Jadi, data
sekunder berasal dari tangan kedua, ketiga, dan
seterusnya, artinya melewati satu atau lebih pihak yang
bukan peneliti sendiri.7
Contoh data primer dalam makalah ini adalah hadits riwayat
Muslim yang penulis kutip langsung dari kitab Shahih Muslim, susunan
beliau. Adapun contoh data sekunder dalam makalah ini adalah riwayat
Said bin Manshur yang penulis kutip dari kitab Nailul Authar karya AsySyaukani.
5.3 Metode Analisa Data
5
Penggolongan ini berdasarkan apa yang ditulis Sutrisno Hadi dalam Metodologi Research, jld.1,
hlm.3, lalu penulis menggolongkan sendiri jenis penelitian ini.
6
Marzuki, Metodologi Riset, hlm.55.
7
Marzuki, Metodologi Riset, hlm.56.
Hukum
Menalkinkan
Mayit
Munashihah MJ 0235
8
9
Hukum
Menalkinkan
Mayit
Munashihah MJ 0235
BAB II
P E M B A H A S A N T E N T A N G
M E N AL K I N K AN
M AY I T
11
Artinya:
Dan (lafal) at-talqin itu (artinya) seperti (lafal) at-tafhim (=memahamkan).
Dalam kamus Al-Munjid dijelaskan lebih terperinci, sebagai berikut:
12
Artinya:
(kalimat) laqqanahul kalama (artinya) seseorang memahamkan
omongan itu kepada orang lain secara lisan.
:
Artinya:
Lafal al-mayyitu (
) bentuk jamaknya adalah: mayyitun (
) , (berarti) orang yang memisahi kehidupan.
13
10
Hukum
Menalkinkan
Mayit
Munashihah MJ 0235
0
:
:
0
( )
:
14
.
Artinya:
(lafal) al-maitu (artinya) orang yang memisahi kehidupan, sedang
(lafal) al-mayyitu (artinya sama dengan lafal) al-maitu. (Lafal) almayyitu (juga berarti) orang yang dapat dihukumi sebagai orang
mati, tetapi
bukan orang mati. Bentuk jamaknya amwatun (
) dandiamauta
(
) .
Artinya:
Dan sesungguhnya lafal mayit (
) pantas (digunakan) untuk
15
(menyebut) orang yang sudah mati dan orang yang menjelang mati.
Adapun menalkinkan mayit menurut penjelasan ulama adalah:
16
Artinya:
Adapun (pengertian lafal) at-talkin adalah menyebutkan kalimat
tauhid di hadapan orang yang menjelang mati
Dalam kitab Ibanatul Ahkam dijelaskan:
...
17
...
Artinya:
Menalkinkan mayit itu ada dua macam: jenis yang pertama disepakati
(oleh ulama) perihal disyariatkannya perbuatan tersebut.....Dan (talkin
14
15
16
17
Hukum
Menalkinkan
Mayit
Munashihah MJ 0235
:
))
:
.((
19
.
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Umarah, dia
berkata, Aku telah mendengar Abu Said Al-Khudriy berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Talkinkanlah oleh kalian orang yang menjelang mati20 di
antara kalian (dengan) kalimat la ilaha illallah.
HR. Muslim dan lafal ini miliknya -, Ahmad,21 Abu Dawud,22
18
19
20
21
22
Takhrij:
(Abdul Mahdi, Thuruqu Takhriji Haditsi Rasulillah shallallahu alaihi wa sallam, hlm.9.)
Artinya:
Pencantuman pengarang akan suatu hadits berikut sanadnya di dalam kitab susunannya.
Muslim, Ash-Shahih, jld.2, jz.3, hlm.37, Kitab Al-Janaiz, Bab Talqinul mauta la ilaha illallah, no.1.
Sebagian ulama mengartikan lafal mauta dalam hadits tersebut dengan makna orang yang
sudah mati (mayit) sehingga maksud hadits tersebut adalah perintah untuk Menalkinkan mayit.
Ahmad bin Hambal, Al-Musnad, jz.3, hlm.3.
Abu Dawud, As-Sunan, jld.2, jz.3, hlm.62, Kitab 20 Al-Janaiz, Bab 16 Fit Talqin, no.3117.
Hukum
Menalkinkan
Mayit
Munashihah MJ 0235
At-Tirmidzi,23 An-Nasa`i,24 Ibnu Majah,25 Ibnu Hibban,26 AlBaihaqi,27 Ibnu Abi Syaibah,28 dan Abu Yala.29
2.1.2 Maksud hadits
Matan hadits Abu Said ini berisi perintah Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam supaya muslimin menalkinkan saudara
mereka sesama muslim yang menjelang mati dengan kalimat
tauhid, yaitu: la ilaha illallah.
2.1.3 Kedudukan hadits
Kedudukan hadits Abu Said di atas shahih.30
2.1.4 Keterangan
Hadits yang berisi perintah Rasul untuk menalkinkan orang
yang menjelang mati semisal hadits Abu Said ini diriwayatkan pula
oleh para shahabi lain, yaitu:
1) Aisyah radliyallahu anha, 31dengan lafal
ganti lafal .
sebagai
23
Hukum
Menalkinkan
Mayit
10
Munashihah MJ 0235
34
.....
.
Artinya:
"Talkinkanlah oleh kalian orang-orang yang menjelang
mati di antara kalian dengan persaksian la ilaha illallah,
karena barang siapa yang mengucapkan kalimat
tersebut tatkala menjelang matinya, maka wajib baginya
(untuk masuk ke dalam) jannah......
Ath-Thabarani telah meriwayatkannya dengan sanad
dlaif.35
5) Abu Hurairah radliyallahu anhu. Hadits Abu Hurairah diriwayatkan dari dua jalur; dari Abi Hazim36 dengan lafal yang sama, dan
dari Salman Al-Aghar dengan tambahan sebagai berikut:
37
.
Artinya:
Talkinkanlah oleh kalian orang-orang yang menjelang
mati di antara kalian dengan kalimat la ilaha illallah,
karena barang siapa yang akhir kalimat (yang
diucapkan)nya la ilaha illallah, dia pasti akan masuk
jannah nanti pada suatu hari dalam suatu masa, meskipun sebelum itu (ada) sesuatu yang menimpanya.
Ibnu Hibban telah meriwayatkannya dengan sanad
shahih.38
6) Watsilah bin Al-Asqa radliyallahu anhu. Abu Nuaim mengeluarkan hadits Watsilah dengan lafal berikut:
34
Mayit
Hukum
Menalkinkan
11
Munashihah MJ 0235
39
.
Artinya
Hadirilah orang-orang yang menjelang mati di antara
kalian dan talkinkanlah mereka dengan kalimat la ilaha
illallah, serta berikanlah kabar gembira kepada mereka
dengan jannah.
Abu Nuaim telah meriwayatkannya dengan sanad
dlaif. 40
)) :
:
,
,
:
,
:
:
,
)Ath-Thahhan,
Taisir Musthalahil Hadits, hlm.22).
Artinya:
Hadits Masyhur menurut istilah (ahli hadits) adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga rawi atau
lebih pada setiap tingkatan sanadnya- (akan tetapi) belum mencapai batas (jumlah rawi pada
hadits) mutawatir.
39
40
41
Hukum
Menalkinkan
Mayit
12
Munashihah MJ 0235
:
,
((
)) :
0((
42
Artinya:
Dari Said bin Abdillah Al-Audi, dia berkata, Aku
menyaksikan Abu Umamah tatkala dia dalam keadaan
menjelang mati, dia (Abu Umamah) berkata, Apabila aku
mati, maka perlakukan aku sebagaimana Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam telah memerintahkan kita untuk
memperlakukan mayit-mayit di kalangan kita. Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam telah memerintahkan kepada
kita seraya bersabda, Apabila salah seorang dari saudara
kalian mati dan kalian telah meratakan tanah di atas
kuburnya (mayit), maka hendaklah salah seorang di antara
kalian berdiri pada arah kepala kuburnya, lalu hendaklah dia
menyeru, Hai fulan bin fulanah! karena sesungguhnya dia
(mayit itu) mendengarnya, akan tetapi tidak menjawab,
kemudian dia menyeru, Hai fulan bin fulanah! maka
sesungguhnya mayit itu tegak dalam keadaan duduk,
kemudian dia menyeru lagi, Hai fulan bin fulanah! maka
sesungguhnya dia (mayit itu) menjawab, Berilah petunjuk
kepadaku, mudah-mudahan Allah mengasihimu! akan
tetapi kalian tidak menyadari. Maka hendaklah dia menyeru,
Ingatlah apa yang engkau keluar dari dunia dulu
dengannya (melaziminya), yaitu persaksian la ilaha illallah
wa anna Muhammadan abduhu wa rasuluhu dan (ingatlah)
bahwa engkau telah ridla dengan Allah sebagai Pemelihara,
dengan Al-Islam sebagai agama, dengan Muhammad
sebagai Nabi dan dengan Al-Qur`an sebagai panutan, maka
sesungguhnya salah seorang dari malaikat Munkar dan
Nakir itu memegang tangan temannya seraya berkata,
Marilah kita pergi, kita tidak duduk (singgah) di hadapan
orang yang hujjahnya telah diajarkan, maka Allah menjadi
pembelanya
(mengalahkan)
keduanya.
Bertanyalah
seseorang, Wahai Rasulullah, (bagaimana) jika dia (orang
yang Menalkinkan mayit itu) tidak tahu nama ibu mayit?
bersabda Rasul, Hendaknya dia menasabkannya kepada
Hawa Hai fulan bin Hawa.
Ath-Thabarani telah meriwayatkannya dengan sanad dlaif.
2.2.2Maksud hadits
42
Hukum
Menalkinkan
Mayit
13
Munashihah MJ 0235
43
Hukum
Menalkinkan
Mayit
14
Munashihah MJ 0235
(
)
:
:
:
44
.
.
Artinya:
Muhammad bin Ali bin Al-Husain -dalam kitab Al-Majalis-45
(meriwayatkan) dengan sanad yang telah lewat pada (bab)
berbuat keutamaan dengan mengafani (mayat), dari Ibnu
Abbas bahwasanya Nabi saw. tatkala beliau meletakkan
Fathimah binti Asad Ibu Ali bin Abi Thalib- alaihis salam
pada kuburnya, beliau berjalan sampai berada di arah
kepalanya kemudian beliau bersabda Wahai Fathimah!
Apabila malaikat Munkar dan Nakir mendatangimu dan
menanyaimu tentang Pemeliharamu, maka jawablah, Allah
adalah Pemeliharaku, Muhammad adalah Nabiku, Al-Islam
adalah agamaku, Al-Qur`an adalah kitabku, dan anakku
(yakni Ali bin Abi Thalib) adalah pemimpin serta
pengurusku, kemudian Nabi berdoa, Ya Allah!
Teguhkanlah Fathimah dengan ucapan yang teguh lalu
beliau keluar dari kuburnya dan menaburkan tanah di
atasnya beberapa taburan.
Muhammad bin Al-Husain telah meriwayatkannya. Hadits ini
adalah hadits maudlu.
2.3.2
Maksud hadits
Hadits Ibnu Abbas tersebut menceritakan bahwa Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam tatkala meletakkan jasad Fathimah
binti Asad Ibu Ali bin Abi Thalib/istri paman Rasul- ke dalam
kubur, beliau Menalkinkannya dengan menghadap ke arah
kepalanya. Adapun isi talkin yang beliau serukan adalah: jika
malaikat Munkar dan Nakir mendatangimu dan menanyakan
44
45
Muhammad bin Al-Husain Al-Hurr Al-Amili, Wasailusy Syiah, jz.2 (dari jld.1), hlm.844-845, kitab
At-Thaharah, bab Istihbabu qiraatil hamdi..., no.9.
Kitab tersebut disusun oleh Abu Jafar: Muhammad bin Al-Hasan Ath-Thusy.
Hukum
Menalkinkan
Mayit
15
Munashihah MJ 0235
perihal Pemeliharamu, maka jawablah: Allah adalah Pemeliharaku, Muhammad adalah Nabiku, Islam adalah agamaku, Al-Qur`an
adalah kitabku, dan anakku yakni Ali bin Abi Thalib- adalah
pemimpin dan pengurusku sebagaimana disebutkan dalam hadits
tersebut. Selain Menalkinkan demikian, beliau juga mendoakannya serta menaburkan tanah di atas kuburnya.
2.3.3
Kedudukan hadits
Hadits Ibnu Abbas ini adalah hadits maudlu (palsu).46
2.4 Riwayat Rasyid bin Sad, Dlamrah bin Habib, dan Hakim bin Umair
tentang Praktik Menalkinkan Mayit yang Dilakukan oleh Para
Sahabat
2.4.1 Lafal, terjemah dan takhrij
:
:
:
-
47
0
.
Artinya:
(Diriwayatkan) dari Rasyid bin Sad, Dlamrah bin Habib dan
Hakim bin Umair, mereka berkata, Apabila kubur seorang
mayit telah diratakan, dan orang banyak telah meninggalkan
kubur tersebut, mereka menyukai supaya diserukan kepada
mayit tersebut dikuburnya, Hai fulan, katakanlah! tiada
Sesembahan selain Allah, Aku bersaksi bahwa tiada
Sesembahan selain Allah -sebanyak tiga kali- Hai fulan,
katakanlah! Pemeliharaku adalah Allah, agamaku Islam,
Nabiku Muhammad shallallahu alaihi wa alihi wa sallam.
Kemudian (barulah) dia pergi.
Said bin Manshur telah meriwayatkannya dengan sanad
dlaif.
2.4.2
Maksud riwayat
Asy-Syaukani menjelaskan maksud kalimat
dalam riwayat di atas sebagai berikut:
46
47
Hukum
Menalkinkan
Mayit
16
Munashihah MJ 0235
) (
48
.
Artinya:
Perkataan rawi (
= adalah mereka dulu
menyukai) secara dhahir, yang menyukai perbuatan tersebut
adalah para sahabat yang mereka dapati (masa)nya.
Kedudukan riwayat
Kedudukan riwayat Rasyid bin Sad, Dlamrah bin Habib,
dan Hakim bin Umair ini dlaif.51
)):
) :
48
49
50
51
Hukum
Menalkinkan
Mayit
17
Munashihah MJ 0235
) :
(
...52
.
Artinya:
Dari Zurarah, dari Abu Jafar alaihis salam berkata,
dia berkata, Apabila engkau meletakkan mayat
pada liang lahadnya, maka katakanlah, Dengan
(menyebut) nama Allah dan (berada) di jalan Allah,
serta (tetap melazimi) agama Rasulullah shallallahu
alaihi wa alihi, dan bacalah ayat kursi,53 lalu
tepuklah pundak kanannya dengan tanganmu
kemudian serulah, Hai fulan bin fulan! Katakanlah,
Aku telah ridla dengan Allah sebagai Pemelihara,
dengan Al-Islam sebagai agama, dengan
Muhammad sebagai Rasul, dan dengan Ali sebagai
pemimpin kemudian (hendaklah) disebutkan (nama)
imam pada zamannya
Abu Jafar telah meriwayatkannya dengan sanad
dlaif.
Riwayat ini dikutip pula oleh Muhammad bin AlHusain dalam kitab Wasailusy Syiah.54
2.5.1.2 Maksud riwayat
Riwayat Abu Jafar dengan jalur Zurarah di atas
menjelaskan bahwa orang yang mengikuti/membantu
pelaksanaan penguburan mayit, hendaknya melakukan
beberapa hal, di antaranya: tatkala dia meletakkan mayit ke
liang lahad, hendaklah dia membaca doa: bismillah wa
ala millati Rasulillah shallallahu alaihi wa alihi dan
membaca ayat kursi. Kemudian setelah mayit diletakkan,
hendaklah dia menepuk pundak kanan mayit itu, lalu
Menalkinkannya supaya dia menyatakan bahwa dirinya
telah ridla dengan Allah sebagai Pemelihara, ridla dengan
Al-Islam sebagai agama, ridla dengan Muhammad sebagai
52
53
54
Abu Jafar, Tahdzibul Ahkam, jz.1, hlm.457, bab Talqinul muhtadlarin, no.135.
Surat Al-Baqarah (2): 255.
Muhammad bin Al-Husain, Wasailusy Syiah, jz.2 dari jld.1, hlm.844, kitab At-Thaharah, bab
Istihbabu qiraatil hamdi ., no.6.
Hukum
Menalkinkan
Mayit
18
Munashihah MJ 0235
:
) :
(
56
.
.
Artinya:
Dari Jabir bin Yazid, dari Abu Jafar alaihis salam,
dia berkata, Yang harus dilakukan oleh salah
seorang diantara kalian apabila mayitnya telah
dimakamkan dan sudah diratakan (tanah)nya, serta
telah ditinggalkan kuburnya- adalah: dia tinggal di
dekatnya, kemudian menyeru, Hai fulan bin fulan!
Bukankah engkau tetap memegang perjanjian yang
telah kami ikrarkan denganmu: persaksian bahwa
tidak ada Sesembahan selain Allah dan bahwa
Muhammad adalah utusan Allah shallallahu alaihi
wa alihi, dan bahwa Ali amirul mukminin- alaihis
salam adalah pemimpinmu, begitu pula fulan dan
fulan, sampai dia sebutkan pemimpin terakhir
mereka. Maka sesungguhnya jika salah seorang dari
kalian melakukan yang demikian itu, berkatalah
seorang dari dua malaikat kepada temannya, Kita
telah dicukupi dari mendatanginya dan menanyainya, karena dia telah ditalkinkan. Kemudian kedua
malaikat itu berpaling darinya dan tidak menemuinya.
Abu Jafar telah meriwayatkannya. Riwayat ini
adalah riwayat maudlu.
55
56
Hukum
Menalkinkan
Mayit
19
Munashihah MJ 0235
57
Hukum
Menalkinkan
Mayit
20
Munashihah MJ 0235
B A B III
P E N D A P AT U L A M A P E R I H A L
H U K U M M E N A L K I N K A N M AYI T
Masalah Menalkinkan mayit setelah dikuburkan merupakan suatu
permasalahan yang diperselisihkan di kalangan ulama. Sepanjang pengkajian
penulis terdapat empat pendapat ulama dalam masalah tersebut, yaitu: sunnah,
makruh, mubah dan bidah. Berikut ini penulis paparkan pendapat-pendapat
tersebut satu persatu:
1. Menalkinkan Mayit Hukumnya Sunnah58
Pendapat bahwa Menalkinkan mayit hukumnya sunnah ini
dinyatakan oleh Asy-Syafii,59 ulama madzhab Asy-Syafii,60 Abu
Hanifah,61 Imam
Ahmad
bin
Hambal,62
Al-Baghdadi)
Shalah,
64
An-Nawawi,
65
Ibnul Arabi,66
Al-
Sunnah disebut juga mandub (dianjurkan), nafilah (tambahan), tathawwu (perbuatan suka rela),
mustahab (disukai) dan ihsan (perbuatan baik). (Disadur dari Ushulul Fiqh karya Abu Zahrah,
hlm.39).
59
Asy-Syafii (Gaza, Palestina , 150 H/767 M - Fustat [Cairo], Mesir, 204 H/20 Januari 820 M).
Mujtahid besar, ahli hadits, ahli bahasa Arab, ahli tafsir, dan ahli fikih. Dalam bidang hadits
dikenal dengan gelar Nashirus sunnah (pembela sunnah Rasul). (Abdul Aziz Dahlan (et.al),
Ensiklopedi Hukum Islam, jld.5, hlm. 1679).
60
Pendapat ulama madzhab Asy-Syafii dicantumkan dalam kitab Al-Fiqh alal Madzahibil Arbaah
karya Al-Jaziri, jz.1, hlm.501.
61
Abu Hanifah (Kufah, Irak, 80 H/699 M Baghdad, Irak, 150 H/767 M). Ahli fikih, mujtahid besar,
pendiri Madzhab Hanafi. Nama lengkapnya Abu Hanifah Numan bin Tsabit. (Abdul Aziz Dahlan
(et.al), Ensiklopedi Hukum Islam, jld.1, hlm. 12).
62
Ahmad bin Hambal (Baghdad, Rabiul Akhir 164 H/Desember 780 M Rabiul Awwal 241/Juli 855
M). Ulama, mujtahid besar, ahli hadits, ahli fikih, dan pendiri madzhab Hambali. Nama lengkapnya
Ahmad bin Muhammad bin Hambal. (Abdul Aziz Dahlan (et.al), Ensiklopedi Hukum Islam, jld.1,
hlm. 55).
Pendapat Ahmad bin Hambal ditulis oleh Ibnul Qayyim dalam kitab Ar-Ruh, hlm.16, sedangkan AlBaghdadi mencatatnya dalam kitab Irsyadus Salik, hlm.19 (footnote no.1).
63
Pendapat ulama madzhab Hambali dicantumkan dalam kitab Al-Fiqh alal Madzahibil Arbaah
karya Al-Jaziri, jz.1, hlm.501.
64
Kelima ulama ini adalah ulama pengikut madzhab Asy-Syafii. Al-Qadli Husain (wafat th.462H.),
Al-Mutawalli (-), Asy-Syaikh Nashr Al-Maqdisi (wafat th.490H.), Ar-Rafii (wafat th.623 H.), Abu
Amr bin Shalah (-).(KH.Sirajuddin Abbas, 40 Masalah Agama, jld.IV, hlm.80).
Pendapat mereka dinyatakan oleh An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu Syarhul Muhadzdzab, jz.5,
hlm.303-304.
65
An-Nawawi (Nawa, Damascus, Muharram 631/Oktober 1233 24 Rajab 676/Desember
1277). Seorang syaikh Islam yang banyak menulis buku, ahli di bidang hadits, fikih, dan bahasa.
Dikenal sebagai seorang mujtahid yang sibuk dengan kegiatan mudzakarah (tukar pikiran).
(Abdul Aziz Dahlan (et.al), Ensiklopedi Hukum Islam, jld.4, hlm. 1315).
Pendapat An-Nawawi tertulis dalam kitab Al-Majmu Syarhul Muhadzdzab, jz.5, hlm.303-304.
66
Ibnul Arabi: Nama lengkapnya Abu Bakar Muhammad bin Abdillah bin Ahmad. Beliau adalah
penyusun kitab Aridlatul Ahwadzi.
Hukum
Menalkinkan
Mayit
21
Munashihah MJ 0235
Qadli,67 Abul-Khaththab,68 Al-Qurthubi,69 Ats-Tsaalibi,70 Ibnu Hajar AlHaitami,71 Khatib Syarbini,72 Imam Ramli,73 Sayyid Bakri Syatha,74 Syaikh
Nawawi Al-Bantani,75 dan KH. Sirajuddin Abbas.76
Pendapat Asy-Syafii dan Abu Hanifah dijelaskan dalam kitab Ibanatul
Ahkam sebagai berikut:
,
77
.....
Artinya:
Adapun Menalkinkan (mayit) di kubur sesudah pemakamannya, hal
itu diperselisihkan. Menurut Asy-Syafii dan Abu Hanifah,
(Menalkinkan mayit) itu disukai.....
2. Menalkinkan Mayit Hukumnya Mubah.
Pendapat Ibnul Arabi dijelaskan dalam kitab Dalilul Falihin karya Ibnu Allan, jz.3, hlm.354.
Al-Qadli Iyadl (wafat th.544 H/1149 M) Seorang ulama ahli hadits, adab dan tarikh. (Disadur dari
Al-Munjid fil Alam, hlm.382).
Pendapat Al-Qadli Iyadl: Lihat Al-Kafi fi Fiqhil Imam Ahmad bin Hambal karya Ibnu Qudamah,
jz.1, hlm.309.
68
Seorang ulama penganut madzhab Hambali. (Abdul Aziz Dahlan (et.al), Ensiklopedi Hukum
Islam, jld.1, hlm. 100).
Pendapat Abul Khaththab: Lihat Al-Kafi fi Fiqhil Imam Ahmad bin Hambal karya Ibnu Qudamah,
jz.1, hlm.309.
69
Al-Qurthubi (w. Mesir, 9 Syawwal 671/1272 M). Seorang fakih besar dan mufasir dari abad ke-7.
H. Nama lengkapnya Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr bin Farh Al-Anshari, AlKhazraji, Al-Andalusi, Al-Qurthubi. (Abdul Aziz Dahlan (et.al), Ensiklopedi Hukum Islam, jld.5,
hlm. 1462).
Pendapat Al-Qurthubi dinyatakan oleh Asy-Syanqithi dalam kitab Adlwaul Bayan, jz.6, hlm.291.
70
Penyusun kitab Al-Jawahirul Hisan. Nama lengkapnya Abu Zaid Abdurrahman bin Muhammad
bin Makhluf Ats-tsaalibi, wafat th.875 H. (Disadur dari Al-Jawahirul Hisan, jz.1, hlm.4.)
Pendapat Ats-Tsaalibi dinyatakan oleh Asy-Syanqithi dalam kitab Adlwaul Bayan, jz.6, hlm.291.
71
Ibnu Hajar Al-Haitami, wafat th.974. Beliau adalah seorang ulama dan pengarang, penganut
madzhab Asy-Syafii. (Disadur dari 40 Masalah Agama, hlm.83).
Pendapat Ibnu Hajar Al-Haitami dikutip oleh Kh.Sirajuddin Abbas, 40 Masalah Agama, hlm.83.
72
Asy-Syarbini (w. Cairo, 977 H/1570 M). Ahli fikih madzhab Asy-Syafii, mufassir yang berpengetahuan luas tentang bahasa Arab. (Abdul Aziz Dahlan (et.al), Ensiklopedi Hukum Islam,
jld.5, hlm. 1695).
Pendapat Asy-Syarbini: Lihat Al-Iqna, jz.1, hlm.183.
73
Namanya Syamsyuddin Ar-Ramli (w. th. 1004 H.). Dia dikenal dengan julukan Syafii kecil,
karena ia menyerupai Imam Asy-Syafii dalam ilmunya. (Disadur dari 40 Masalah Agama,
hlm.85).
Pendapat beliau dicatat dalam buku 40 Masalah Agama, jld.IV, hlm.84.
74
Sayyid Bakri Syatha (w.1300 H). Penulis kitab Ianatut Thalibin sebagai hasyiyah dari kitab Fathul
Muin karya Zainuddin Al-Malibari.
Beliau menuliskan pendapatnya dalam kitab Hasyiyah Ianatut Thalibin, jz.2, hlm.232.
75
Nawawi Banten (Banten, Jawa Barat, 1230 H/1813 M Mekah, 1314 H/1897 M). Seorang ulama
besar, penulis dan pendidik dari Banten, Jawa Barat yang bermukim di Mekah. (Abuddin Nata
(et.al), Ensiklopedi Islam, jld.4, hlm.23).
Beliau menyatakan pendapatnya dalam kitab Nihayatuz Zain, hlm.162.
76
KH.Sirajuddin Abbas, ulama penganut madzhab Asy-Syafii, penyusun buku 40 Masalah Agama,
wafat th.1401 H.
Beliau menegaskan pendapat beliau dalam buku 40 Masalah Agama, jld IV, hlm.78.
77
Hasan Sulaiman An-Nuri & Abbas Alawi, Ibanatul Ahkam, jz.2, hlm.196.
67
Hukum
Menalkinkan
Mayit
22
Munashihah MJ 0235
:
79
Artinya:
Jawabnya: Menalkinkan mayit sesudah wafatnya tidak wajib
menurut kesepakatan (para ulama) (Menalkinkan mayit itu juga)
bukan amalan muslimin yang terkenal di kalangan mereka pada
zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para khalifah
beliau, akan tetapi perbuatan tersebut diriwayatkan dari
sekelompok sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam, misalnya Abu Umamah80 dan Watsilah bin Al-Asqa.81 Maka sebagian dari para imam ada yang memperbolehkannya misalnya
Imam Ahmad, bahkan sekelompok sahabat beliau (maksudnya
pengikut Madzhab Hambali) serta sahabat-sahabat Asy-Syafii
menyukainya. Dan dari kalangan ulama ada yang
membencinya karena berpendirian bahwa Menalkinkan mayit
itu merupakan (perbuatan) bidah. Maka, pendapat ulama
dalam hal ini ada tiga macam: Istihbab (disukai), Karahah
(dibenci), dan Ibahah (dibolehkan) Inilah (Ibahah) pendapat
yang paling lurus (benar).
78
Ibnu Taimiyyah (Harran, Turki, 10 Rabiul Awwal 661 H/22 Januari 1263 M Damascus, 23
Dzulqadah 728 H/26 September 1328 M). Seorang ahli tafsir, hadits dan fikih. Nama lengkapnya
Taqiyyuddin Abu Abbas Ahmad bin Abdussalam bin Taimiyyah. (Abuddin Nata (et.al),
Ensiklopedi Islam, jld.2, hlm.623).
79
Ibnu Taimiyah, Al-Fatawal Kubra, jz.3,hlm.25.
80
Hadits Abu Umamah telah lewat pada bab II, hlm.13-14, no.2.2.
81
Hadits Watsilah bin Al-Asqa telah lewat pada bab II, hlm.11.
82
Lihat Al-Fatawal Kubra, jz.3, hlm.25.
Hukum
Menalkinkan
Mayit
23
Munashihah MJ 0235
83
...
Artinya:
Ulama madzhab Hanafi berpendapat, Menalkinkan mayit
setelah selesai dari penguburannya tidak dilarang dan tidak
pula disuruhkan
3. Menalkinkan Mayit Hukumnya Makruh
Pendapat kedua ini merupakan pendapat Malik,84 ulama madzhab
Maliki, dan ulama madzhab hanafi.
Pendapat Malik dijelaskan dalam kitab Ibanatul Ahkam, yaitu:
...
85
Artinya:
Adapun Menalkinkan (mayit) di atas kubur sesudah (selesai)
penguburannya, maka (hal) itu diperselisihkan perihal (hukum)nya
Menurut Imam Malik (Menalkinkan mayit itu) dibenci karena
amalan penduduk Madinah tidak berlangsung dalam hal itu.
Adapun pendapat ulama penganut madzhab Maliki dijelaskan oleh AlJaziri sebagai berikut:
:
86
.
Artinya:
Ulama madzhab Maliki mengatakan, Menalkinkan mayit sesudah
dikuburkan dan (dalam) keadaan dikuburkan itu dibenci.
83
Hukum
Menalkinkan
Mayit
24
Munashihah MJ 0235
...
91
(
)
Artinya:
Pada hadits (Abu Said) tersebut (terdapat dalil) disyariatkannya Menalkinkan orang yang menjelang mati dengan
persaksian tauhid dengan harapan supaya dia mengucapkannya, sehingga dia beruntung (di akhirat)..... Adapun Menalkinkan mayit setelah wafatnya, maka di samping perbuatan itu
merupakan bidah (juga) tidak diriwayatkan dalam sunnah Rasul
maka tidak ada faedah dari perbuatan tersebut, karena mayit itu
telah keluar dari masa pembebanan (beralih) pada masa
pembalasan dan karena dia tidak lagi (dapat) menerima
92
peringatan (sebagaimana dalam ayat):
(supaya
engkau
(wahai
Rasulullah!)
mengancam
orang
yang hidup).
87
Izzuddin bin Abdussalam (Damascus, Suriah, 577 H/1181 M Cairo, Mesir, 660 H/1261 M).
Tokoh fikih besar madzhab Asy-Syafii yang digelari dengan Sulthanul Ulama. (Abdul Aziz
Dahlan (et.al), Ensiklopedi Hukum Islam, jld.3 hlm.789).
Pendapat Izzuddin dijelaskan oleh A.Hassan, Soal Jawab, jld.1, hlm.212.
88
Namanya Muhammad bin Ismail bin Shalah bin Muhammad Al-Husani. Dikenal dengan gelar AlAmir. Seorang mujtahid yang berjulukan Al-Muayyad billah. Wafat th.1182 H. (Subulus Salam,
jld.1, muqaddimah []-[) ].
Ash-Shanani menuliskan pendapatnya dalam kitab Subulus Salam, jz.2, hlm.234.
89
Ahmad Hassan (Singapura, 1887 Bangil, 10 November 1958). Seorang ulama, ahli fikih/ushul
fikih, tafsir, hadits, dan ilmu kalam. Ahli debat/polemik (terutama di bidang keagamaan) dan tokoh
Persatuan Islam (Persis). (Abdul Aziz Dahlan (et.al), Ensiklopedi Hukum Islam, jld.2, hlm.532).
Pendapat A.Hassan: Lihat Soal-Jawab, jld.2, hlm.977.
90
Imam Mujaddid (reformis), seorang alim yang dapat dipercaya, peneliti yang cermat, ahli hadits
dan fikih. Beliau lahir th.1332 H. (Mubarak, Biografi Syaikh Al-Albani, hlm.12)
91
Al-Albani, Silsilatul Ahaditsish Shahihah, jz. 1, hlm.759.
92
QS. Yasin (36):70. Pada mushaf Al-Quran yang menjadi rujukan penulis tertulis
( dengan huruf ya) bukan
(dengan
huruf
ta).
Dalam
kitab tafsir Al-Jami li Ahkamil Qur`an (jz.15, hlm.55), Al-Qurthubi menyebutkan bahwa Nafi
dan Ibnu Amir membaca dengan huruf ta sebagaimana tercantum dalam nukilan di atas.
Wallahu alam.
Hukum
Menalkinkan
Mayit
25
Munashihah MJ 0235
BAB IV
ANALISA
Analisa perihal Menalkinkan mayit ini berfokus pada dua objek pembahasan, yaitu: analisa hadits-hadits yang berkenaan dengan Menalkinkan mayit
dan analisa pendapat ulama perihal hukum Menalkinkan mayit.
1. Analisa Hadits-hadits dan Riwayat-riwayat yang Berkenaan dengan
Menalkinkan Mayit
1.1 Hadits Abu Said93
Kedudukan hadits Abu Said ini shahih,94 sehingga dapat dijadikan
sebagai hujah dalam beramal.95
Matan hadits ini berisi perintah Rasul yang berbunyi:
))
((
merupakan perintah yang berarti sebuah anjuran (bukan sebagai kewajiban) sebagaimana dinyatakan oleh Al-Qari:
96
Artinya:
Jumhur ulama (berpendapat) bahwa Menalkinkan (mayit) ini
dianjurkan.
Hal ini dinyatakan pula oleh An-Nawawi.97
93
Hukum
Menalkinkan
Mayit
26
Munashihah MJ 0235
( makna hakiki didahulukan daripada makna majasi).
yang mendasari
116
Hukum
Menalkinkan
Mayit
27
Munashihah MJ 0235
yang
dapat mengakhiri
hidupnya
pasti masuk ke dalam jannah. Qarinah tersebut terdapat pada hadits Abu
Hurairah yang dikeluarkan oleh Ibnu Hibban 117 dan hadits Muadz118 yang
berkedudukan shahih. Hadits Muadz tersebut diriwayatkan oleh Ahmad119
dan Al-Hakim.120
Berdasarkan pengkajian penulis, lafal mauta dalam konteks
kalimat ((
))
Hukum
Menalkinkan
Mayit
28
Munashihah MJ 0235
) (
123
.[ 36:
]
Artinya:
Perkataannya (Imam Al-Malibari) (ai: man hadlarahul maut) itu
merupakan penafsiran yang dimaksud dari kata al-amwat124
artinya bahwa yang dimaksud dengan al-amwat itu adalah
orang yang kematiannya sudah dekat. Maka hal itu termasuk
dalam bab menamakan sesuatu dengan (menyebut
perubahan) yang akan terjadi padanya, seperti firman-Nya
yang mahatinggi {Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku
memeras khamr125 [Yusuf: 36].
Jadi, maksud hadits Abu Said ini adalah perintah untuk
123
124
125
merupakan jamak dari kata mayit ( : orang yang sudah mati) seperti lafal
. Adapun yang disebut dalam hadits Abu Said adalah
Maksud perkataan teman sepenjara Nabi Yusuf Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku
memeras khamr yang diceritakan pada ayat tersebut adalah: Sesungguhnya aku bermimpi
bahwa aku memeras anggur, akan tetapi karena anggur jika diperas akan menjadi khamr, maka
penyebutan anggur dimutlakkan dengan penyebutan khamr. Demikian pula orang yang
menjelang mati, karena orang yang menjelang mati itu pada waktu yang dekat akan mati, maka
penyebutannya dimutlakkan dengan penyebutan mayit.
126
Lihat kembali bab II, hlm.11-12, no.2.2.
Hukum
Menalkinkan
Mayit
29
Munashihah MJ 0235
........
....
131
.
.
Artinya:
.....Dari Ibnu Syumasah Al-Mahriy, dia berkata, Kami
menghadiri Amr bin Ash sedang dia dalam keadaan
127
128
129
:
,
,
130
Hukum
Menalkinkan
Mayit
30
Munashihah MJ 0235
.....
137
.
.
Artinya:
.....Dari Utsman bin Affan, dia berkata, Adalah Nabi
shallallahu alaihi wa sallam apabila selesai mengubur mayit,
beliau berhenti pada (kubur)nya seraya bersabda, Kalian
mintakanlah ampun untuk saudara kalian dan kalian
mintakanlah keteguhan baginya karena sesungguhnya
sekarang dia (akan) ditanyai
132
Hukum
Menalkinkan
Mayit
31
Munashihah MJ 0235
145
Abu
138
Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Al-Bassam. (Taudlihul Ahkam, jz.2, hlm.557).
Al-Hakim, Al-Mustadrak, jz.1, hlm.370, kitab Al-Janaiz, bab Al-Istighfar wa sualit tatsbit indad
dafni.
140
Al-Baihaqi, As-Sunanul Kubra, jz.4, hlm.56, kitab Al-Janaiz, bab Ma yuqalu indad dafni.
139
141
Ibnu Majah, As-Sunan, jz.1, hlm.495, kitab 6 Al-Janaiz, bab 37 ma ja-a fi idkhalil mayyitil qabr,
no.1553.
142
Dalam Hasyiyah Sunan Ibnu Majah dijelaskan bahwa pada sanad hadits Ibnu Umar terdapat
seorang rawi bernama Hammad bin Abdurrahman, dia adalah rawi yang disepakati ulama
perihal kedlaifannya. (Al-Buwaishiri, Hasyiyah Sunan Ibnu Majah, jld.2, hlm.243).
Lihat biografi Hammad bin Abdurrahman; Tahdzibut Tahdzib, jld.2, hlm.429, no.1561 dan
Mizanul Itidal, jz.1, hlm.597, no.2256.
143
Ath-Thabarani, Al-Mujamul Kabir, jz.3, hlm.241, no.3171.
144
Hadits Al-Hakam bin Al-Harits dikutip oleh Al-Haitsami dalam kitabnya, Majmauz Zawai`d dan
beliau menyatakan bahwa pada sanad tersebut terdapat rawi yang tidak beliau kenal, yaitu
Athiyyah Ar-Ria`. (Al-Haitsami, Majmauz Zawaid, jz.3, hlm.44)
145
Muslim, Ash-Shahih, jld.2, jz.3, hlm.38, bab 11 Al-Janaiz, bab ma yuqalu indal maridl, no.6.
146
Abu Dawud, As-Sunan, jz.2, hlm. 69, kitab Al-Janaiz, bab 14 ma yustahabbu an yuqala indal
mayyiti minal kalam, hlm.3115.
147
At-Tirmidzi, As-Sunan, jz.3, hlm.298, kitab 8 Al-Janaiz, bab 7 ma ja-a fi talqinil maridl , no.977.
148
An-Nasa`i, As-Sunan, jld.2, jz.4, hlm.4-5, kitab 21 Al-Janaiz, bab katsratu dzikril maut.
149
Ibnu Majah, As-Sunan, jz.1, hlm.465, kitab 6 Al-Janaiz, bab 4 ma ja-a fima yuqalu indall
maridl, no.1447.
Hukum
Menalkinkan
Mayit
32
Munashihah MJ 0235
(yaitu hadits
Utsman bin Affan: no.4) dan hadits tentang wasiat Amr bin Ash
(no.1).151
Ibnu Hajar juga menyebutkan beberapa hadits yang dapat
dijadikan syahid bagi hadits Abu Umamah, yaitu riwayat Rasyid bin
Sad,152 hadits Al-Hakam bin Al-Harits (no.6), hadits Ibnu Umar (no.5),
hadits Amr bin Ash (no.1), dan hadits Utsman bin Affan (no.4).153
Sedangkan KH. Sirajuddin Abbas menukilkan hadits Amr bin
Ash (no.1), hadits Utsman bin Affan (no.4), hadits Abu Said,154 dua
hadits Anas (no.2.1 dan 2.2), hadits Bara`bin Azib (no.3), hadits Ummu
Salamah (no.7), hadits Aisyah (no.8) dan riwayat Rasyid bin Sad dalam
pembahasan dalil-dalil yang menyokong hadits Abu Umamah
tentang talkin.
Jadi, ada sembilan hadits dan satu riwayat yang dijadikan sebagi
syahid bagi hadits Abu Umamah.
Apabila dicermati, di antara sepuluh hadits dan riwayat tersebut,
hanya
hadits
Rasyid
bin
Sadlah
yang
membicarakan
perihal
Menalkinkan mayit sebagaimana hadits Abu Umamah. Makna haditshadits tersebut selain hadits Abu Said- hanya berkisar pada dua
pengertian; pertama, bahwa mayit dapat mendengar (lihat hadits no.1,
no.2.1, 2.2, dan no.3). Kedua, adanya anjuran untuk mendoakan
mayit yang menunjukkan bahwa mayit mendapatkan manfaat dari
doa orang yang masih hidup (Lihat hadits no.4, no.5, no.6, no.7 dan
no.8).
Adapun
hadits
Abu
Said
sebagaimana
telah
lewat-155
Muslim, Ash-Shahih, jld.2, jz.3, hlm.63-64, kitab 11 Al-Janaiz, bab ma yuqalu inda dukhulil qubur,
no.103.
151
An-Nawawi, Al-Majmu Syarhul Muhadzdzab, jz.5, hlm.304.
152
Lihat bab II, hlm.15, no.2.4.
153
Ibnu Hajar, Talkhishul Habir, jz.2, hlm.311.
154
Lihat bab II, hlm.8, 2.1.
155
Lihat kembali hlm.25-28.
Hukum
Menalkinkan
Mayit
33
Munashihah MJ 0235
dengan arti dan aku ketahui apa yang harus aku jawabkan kepada
malaekat-malaekat yang menjadi persuruh Tuhanku.156 Selanjutnya
beliau menyimpulkan bahwa Amr bin Ash berwasiat supaya setelah
kuburnya diratakan, hendaknya orang-orang yang menguburkannya
tinggal beberapa saat di sekitar kuburnya sehingga dia merasa tenang
dengan keberadaan mereka dan ia dapat mengetahui jawaban apa yang
akan ia hadapkan kepada malaikat yang menanyainya. Jika mayit
dalam hal ini Amr bin Ash- dapat mengetahui jawaban yang harus dia
hadapkan kepada malaikat dengan sebab keberadaan orang-orang yang
ada di sekitar kuburnya, secara implisit dapat difaham bahwa dia
meminta supaya orang-orang yang berada di sekitar kuburnya
Menalkinkannya sehingga ia dapat menjawab pertanyaan malaikat
dengan mudah.157
Penjelasan KH.Sirajuddin Abbas tentang persaksian hadits Amr
bin Ash di atas tidak dapat diterima dengan alasan berikut:
Dalam beberapa kamus yang menjadi rujukan penulis, di
antaranya Lisanul Arab, Al-Mujamul Wasith, dan Al-Munjid, pada lafal
tidak
terdapat
keterangan
sebagaimana
penjelasan
KH.
157
159
160
Hukum
Menalkinkan
Mayit
34
Munashihah MJ 0235
!
((
))
,
,
))
! !
,
,
162
Artinya:
Pada perkataannya (Ibnu Hajar) ((hadits Abu Umamah
mempunyai beberapa syahid)) terdapat toleransi yang banyak!,
karena semua (hadits) yang dia sebutkan tidak layak menjadi
syahid sebab semuanya tidak (mengandung) makna talkin sedikit
pun secara mutlak, semuanya (hanya) berkisar di sekitar (makna)
doa bagi mayit! Karena itulah aku tidak memuat hadits-hadits
161
162
Hukum
Menalkinkan
Mayit
35
Munashihah MJ 0235
163
Yang dimaksud dengan Al-Hafidz di sini adalah Ibnu Hajar. Al-Hafidz merupakan salah satu
gelar beliau.
164
Lihat kembali bab II, hlm.14, no.2.3.
165
Lihat lampiran no.1.3.
Hukum
Menalkinkan
Mayit
36
Munashihah MJ 0235
170
166
170
...
Hukum
Menalkinkan
Mayit
37
Munashihah MJ 0235
Dalam hal ini, riwayat Rasyid bin Sad, Dlamrah bin Habib dan
Hakim bin Umair adalah riwayat mauquf yang berkedudukan dlaif
sehingga riwayat tersebut tidak dapat dijadikan sebagai hujah dan tidak
dapat menguatkan hadits dlaif. Wallahu alam.
1.5 Riwayat-riwayat Abu Jafar
Berkenaan dengan Menalkinkan mayit ini, terdapat dua jalur
periwayatan dari Abu Jafar, yaitu riwayat Abu Jafar dengan jalur
Zurarah171 dan riwayat Abu Jafar dengan jalur Jabir bin Yazid.172
Dua riwayat tersebut adalah riwayat maqthu. Kedudukan riwayat
Abu Jafar dengan jalur Zurarah dlaif, 173 sedangkan riwayat Abu Jafar
dengan jalur Jabir bin Yazid adalah riwayat maudlu.174
Riwayat maqthu tidak dapat dijadikan hujah meskipun berkedudukan shahih,175 sehingga dapat disimpulkan bahwa riwayat Abu
Jafar baik dengan jalur Zurarah maupun dengan jalur Jabir tersebut tidak
dapat dijadikan sebagai hujah dalam beramal. Wallahualam.
Dari uraian analisa hadits-hadits dan riwayat-riwayat yang berkenaan
dengan Menalkinkan mayit tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Tidak terdapat hadits shahih yang dapat dijadikan rujukan untuk mentalkinkan mayit.
2. Hadits Abu Said yang berkedudukan shahih tidak dapat dijadikan sebagai
dalil Menalkinkan mayit karena pengamalan yang benar dari hadits
tersebut adalah Menalkinkan orang yang menjelang mati, bukan
Menalkinkan mayit.
171
175
(
)
Hukum
Menalkinkan
Mayit
38
Munashihah MJ 0235
176
.
Artinya:
Dan (Menalkinkan mayit itu) disyariatkan menurut (pandangan)
dua Imam yaitu Abu Hanifah dan Asy-Syafii karena (berpegang
pada) keumuman hadits Barangsiapa yang dapat memberikan
manfaat kepada saudaranya, hendaklah dia melakukannya dan
karena terbukti (bahwa) mayit dapat mendengar perkataan
orang-orang hidup serta derap sandal mereka, juga (berpegang)
pada hadits Abu Umamah ini. Hadits tersebut meskipun dlaif,
akan tetapi pengamalannya terus berlangsung di kalangan
penduduk Syam.
176
Hasan Sulaiman An-Nuri & Abbas Alawi, Ibanatul Ahkam, jz.2, hlm. 255-256.
Hukum
Menalkinkan
Mayit
39
Munashihah MJ 0235
keumuman
hadits:
177
yang
keumuman
ditalkinkan,
sehingga
tidak
mungkin
mengambil
hadits
(barangsiapa di antara
ibadah
harus
berdasar
pada
sebuah
dalil
yang
menunjukkan perintah.178
Hadits dlaif dalam hal ini hadits Abu Umamah- tidak dapat dijadi-kan
sebagai hujah dalam beramal.179
177
178
Hadits tersebut dikeluarkan oleh Ahmad dan Muslim. Lihat lampiran, no.2,2.
Hal ini berdasarkan kaidah:
Hukum
Menalkinkan
Mayit
40
Munashihah MJ 0235
sehingga
menjadikan
hadits
tersebut
sebagai
dasar
:
:
...
.
186
Artinya:
Al-Atsram berkata, Aku bertanya kepada Ahmad: Apakah ini
yang biasa mereka lakukan apabila mayit telah dikuburkan,
(yaitu) seseorang berhenti seraya menyeru, Hai fulan bin
fulanah!...Ahmad menjawab, Aku tidak melihat seorang pun
melakukannya selain penduduk Syam tatkala Abul Mughirah 187
wafat.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa Imam
Ahmad hanya menyatakan bahwa beliau tidak pernah melihat seorang
180
Hukum
Menalkinkan
Mayit
41
Munashihah MJ 0235
penulis,
mayit
pendapat
hukumnya
yang
sunnah
menyatakan
berdasarkan
bahwa
pengamalan
188
.
Artinya:
Menalkinkan (mayit) itulah yang kami pilih dan kami amalkan.
Kami telah meriwayatkan sebuah hadits dari hadits Abu
Umamah yang sanadnya tidak tetap (tidak dapat dijadikan
sebagai hujah), akan tetapi dikuatkan dengan beberapa syahid
dan dengan amalan penduduk Syam (pada jaman) dahulu.
Hukum
Menalkinkan
Mayit
42
Munashihah MJ 0235
.
-1
.
-2
,
.
-3
Hukum
Menalkinkan
Mayit
43
Munashihah MJ 0235
Az-Zuhaili, Ushulul Fiqhil
Hukum
Menalkinkan
Mayit
44
Munashihah MJ 0235
Hukum
Menalkinkan
Mayit
45
Munashihah MJ 0235
.
207
Artinya:
Ali radliyallahu anhu berkata, Tatkala turun (ayat) Dan
berpalinglah engkau (wahai Muhammmad!) dari mereka, maka
engkau tidak tercela, (hal) itu membuat kami sedih, dan kami
menyangka (bahwa) Rasulullah diperintahkan untuk berpaling
dari kami, maka turunlah (ayat) Dan berilah peringatan, karena
sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang
yang beriman.
Lihat hlm.43.
Al-Baihaqi, Syuabul Iman, jz.2, hlm.276-277, bab 18 Fi nasyril ilm, no. 1750.
Hukum
Menalkinkan
Mayit
46
Munashihah MJ 0235
dipahami secara umum, maka ayat itu berlaku bagi setiap muslim yang
masih hidup sebagaimana para sahabat yang mendapati turunnya ayat
tersebut. Kedua, tidak terdapat riwayat shahih yang menyatakan bahwa
Rasulullah
shallallalahu
alaihi
wa
sallam
pernah
memberikan
sedang
sahabat-sahabat
beliau
(maksudnya
Hukum
Menalkinkan
Mayit
47
Munashihah MJ 0235
pendapat
yang
menyatakan
bahwa
Menalkinkan
mayit
Hukum
Menalkinkan
Mayit
48
Munashihah MJ 0235
Hukum
Menalkinkan
Mayit
49
Munashihah MJ 0235
ibadah- yang diadakan sesudah wafat Rasul tanpa ada dalil yang benar
merupakan perbuatan bidah. Hal ini sesuai dengan definisi bidah,
yaitu:
215
.
Artinya:
Bidah menurut istilah (terminologi): adalah sesuatu yang baru
dalam agama sesudah dia disempurnakan, atau sesuatu yang
diadakan sesudah Nabi SAW yang berupa kehendak dan
amal.216
Adapun
Ash-Shanani
menyimpulkan
bahwa
hadits
Abu
Hukum
Menalkinkan
Mayit
50
Munashihah MJ 0235
Artinya:
Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) tidak dapat
menjadikan orang-orang yang sudah mati menjadi
mendengar dan tidak pula dapat menjadikan orang-orang
yang tuli mendengar seruan itu apabila mereka telah
berpaling dalam keadaan membelakang
Artinya:
Dan tidaklah engkau dapat menjadikan orang-orang yang
ada di dalam kubur menjadi mendengar.
c) Surat An-Nisa (4): 18
Artinya:
Dan taubat itu tidak (diberikan) kepada orang-orang yang
berbuat kejelekan-kejelekan, (yang) hingga tatkala
kematian salah seorang dari mereka telah tiba, (barulah)
dia berkata, Sesungguhnya sekarang aku bertaubat.
Penjelasan beliau bahwa Menalkinkan mayit itu tidak dilakukan
oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, para sahabat, tabiin, serta
imam-imam madzhab yang empat dapat diterima, sebab tidak terdapat
riwayat shahih yang menyatakan bahwa Rasulullah dan para sahabat
melakukannya, serta tidak terdapat riwayat dari tabiin maupun imamimam madzhab yang empat perihal Menalkinkan mayit ini selain riwayat
Imam Ahmad yang menyatakan bahwa beliau tidak melihat seorang pun
melakukan talkin tersebut selain penduduk Syam tatkala Abul Mughirah
wafat. Demikian pula pernyataan beliau bahwa hadits Abu Umamah
adalah hadits dlaif dapat diterima sebagaimana telah dijelaskan di
muka.218
Adapun tentang pernyataan beliau bahwa mayit tidak dapat
mendengar talkin yang diajarkan kepadanya berdasarkan ayat 80 surat
218
Hukum
Menalkinkan
Mayit
51
Munashihah MJ 0235
An-Naml dan ayat 22 surat Fathir, menurut penulis penggunaan ayatayat tersebut sebagai dalil tidak tepat. Maksud ayat 80 surat An-Naml
adalah: Rasul tidak dapat menjadikan orang kafir mendengar dan
tertunjuki dengan pendengaran tersebut. Jadi, lafal mauta pada ayat
itu bukan berarti orang mati dengan terpisahnya ruh dari jasadnya, akan
tetapi maksud lafal tersebut adalah orang yang mati karena kekafiran
dan kecelakaan.219 Orang kafir diserupakan dengan mayit karena
mereka tidak mempunyai perasaan dan tidak berakal.220 Demikian pula
ayat 22 surat Fathir; ayat tersebut tidak dapat menguatkan pernyataan
bahwa mayit tidak dapat mendengar dalam hal ini mendengar talkin-,
sebab maksud lafal man fil qubur pada ayat tersebut sama dengan
maksud lafal mauta, yaitu orang kafir. Selain itu, banyak hadits shahih
yang menyatakan bahwa mayit dapat mendengar, di antaranya dua
hadits Anas yang telah lewat (lihat kembali hlm.35-36, no.5.1 dan
no.5.2).
Demikian pula pernyataan beliau bahwa pengajaran orang hidup
kepada mayit dalam bentuk talkin tidak bermanfaat bagi mayit
berdasarkan ayat 18 surat An-Nisa, penulis tidak melihat adanya
hubungan antara pernyataan tersebut dengan ayat 18 surat An-Nisa
yang dijadikan dasar, sehingga penulis tidak dapat membenarkan
pernyataan tersebut.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada prisipnya
pendapat A.Hassan di atas dapat diterima, hanya saja sebagian alasan
yang beliau paparkan tidak dapat diterima. Wallahu alam.
Menurut Al-Albani, Menalkinkan yang disyariatkan adalah
Menalkinkan orang yang menjelang mati. Adapun Menalkinkan mayit
merupakan perbuatan bidah, selain itu perbuatan tersebut tidak
diriwayatkan dalam sunnah Rasul. Beliau juga menjelaskan bahwa
Menalkinkan mayit adalah perbuatan yang sia-sia, karena mayit itu
telah keluar dari masa pembebanan dan beralih pada masa pemabalasan dan karena dia tidak lagi dapat menerima peringatan sebagaimana
disebutkan dalam ayat:
(wahai Rasul!)
219
220
(supaya engkau
Hukum
Menalkinkan
Mayit
52
Munashihah MJ 0235
adalah:
Rasulullah
diperintahkan
untuk
memberikan
...
...
.
222
Artinya:
...Maka Al-Irbadl bin Sariyah berkata, Pada suatu hari
Rasulullah melakukan shalat bersama kami, lalu beliau
menghadap kepada kami seraya memberikan nasihat: .....dan
jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang diada-adakan, karena
setiap perbuatan bidah itu sesat.
Abu Dawud meriwayatkannya dengan sanad yang shahih.223
Selain Abu Dawud, Ahmad,224 At-Turmudzi,225 Ibnu Majah226 dan
Ad-Darimi juga meriwayatkan hadits Al-Irbadl bin Sariyah tersebut.227
221
Hukum
Menalkinkan
Mayit
53
Munashihah MJ 0235
Lafal
Jauhilah oleh
suatu
hal
merupakan
salah
satu
bentuk
nahy
keterangan
ini,
dapat
disimpulkan
bahwa
228
229
Hukum
Menalkinkan
Mayit
54
Munashihah MJ 0235
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari hasil analisis semua data-data yang penulis kumpulkan, baik itu
hadits-hadits maupun pendapat ulama, penulis menarik beberapa kesimpulan
yang merupakan jawaban dari rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:
1.1 Lafal mauta pada hadits Abu Said bermakna majasi, yaitu orang yang
menjelang mati.
1.2 Karena lafal mauta pada hadits Abu Said bermakna majasi, maka
maksud hadits tersebut adalah perintah untuk Menalkinkan orang yang
menjelang mati. Dengan demikian, hadits ini menjadi dalil sunnahnya
Menalkinkan orang yang menjelang mati, bukan Menalkinkan orang yang
sudah mati.
1.3 Menalkinkan mayit merupakan perbuatan bidah, sehingga hukumnya
haram. Wallahu alam bis shawab.
2. Saran
Berkaitan dengan pembahasan perihal hukum Menalkinkan mayit ini,
penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut:
2.1 Hendaknya muslimin tidak Menalkinkan mayit -baik yang belum
dikuburkan maupun yang sudah dikuburkan-, akan tetapi hendaknya
mereka
mendoakannya
sebagaimana
diajarkan
oleh
Rasulullah
Hukum
Menalkinkan
Mayit
55
Munashihah MJ 0235
BIBLIOGRAFI
1. Mushaf Al-Qur`anul Karim
Hukum
Menalkinkan
Mayit
56
Munashihah MJ 0235
Majah 'alal Kutubil Khamsah, Darul Kutubil 'Ilmiyyah, Beirut, Cet.I, 1414 H /
1993 M.
14. Al-Haitsami, Nuruddin Ali bin Abi Bakr, Al-Hafidz, Majmauz Zawa`id, Darul
Kutubil Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, Tanpa Nomor Cetakan, 1408 H / 1988 M.
15. Al-Hakim, Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah An-Naisaburi, Al-Imam, AlHafidh, Al-Mustadrak Alash Shahihain, Maktabul Mathbuatul Islamiyyah,
Beirut, Lebanon, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.
16. Al-Hurr Al-Amili, Muhammad bin Al-Husain, Al-Muhaddits, Al-Mutabahhir,
Al-Imam, Al-Muhaqqiq, Al-Allamah, Asy-Syaikh, Wasailusy Syiah ila
Tahshili Masa`ilisy Syariah, Daru Ihya`it Turatsil Arabi, Beirut, Lebanon,
Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.
17. An-Nasa`i, Abu Abdirrahman Ahmad bin Syuaib bin Ali bin Bahr, Al-Imam,
Al-Alim, Al-Hafidz, Al-Hujjah, Sunanun Nasa`i, Al-Mathbaatul Mishriyyah,
Tanpa Kota, Cet.I, 1348 H / 1930 M.
18. Ath-Thabarani, Abul Qasim Sulaiman bin Ahmad, Al-Hafidz, Al-Mujamul
Kabir, Daru Ihya`it Turatsil Arabi, Beirut, Lebanon, Tanpa Nomor Cetakan,
1405 H / 1985 M.
19. Ath-Thusi, Muhammad bin Al-Hasan, Abu Jafar, Syaikhut Tha`ifah,
Tahdzibul Ahkam, Darul Kutubil Islamiyyah, Tamran, Bazar Sulthani, Cet.II,
Tanpa Tahun.
20. At-Turmudzi, Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah, Al-Jamius Shahih
wa Huwa Sunanut Tirmidzi, Mathbaah Mushthafa Al-Babil Halabi, Mesir,
Cet.II, 1388 H / 1968 M.
21. Ibnu Abi Syaibah, Abu Bakar Abdullah bin Muhammad Al-Kufi Al-Abasi, AlMushannaf Fil Ahadits Wal Atsar, Darul Kutubil Ilmiyyah, Beirut, Lebanon,
Cet.I, 1416 H / 1995 M.
22. Ibnu Balban, Alauddin Ali bin Balban Al-Farisi, Al-Ihsan bi Tartibi Shahih
Ibni Hibban, Darul Kutubil Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, Cet.I, 1407 H / 1987 M.
23. Ibnu Hajar, Abul Fadll Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Hajar Al-Kinani
Al-Asqalani, Al-Hafidz, Syihabuddin, Asy-Syafii, Talkhisul Habir fi Takhriji
Ahaditsir Rafiil Kabir, Darul Kutubil Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, Cet.I, 1419
H / 1998 M.
24. Ibnu Hajar, Abul Fadll Ahmad bin Ali bin Hajar, Al-Asqalani, Al-Imam,
Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, Darul Fikr, Beirut, Tanpa Nomor
Cetakan, 1409 H /1989 M
25. Ibnu Majah, Abu Abdillah Muhammad bin Yazid, Al-Qazwini, Sunanunbni
Majah, Darul Fikr, Tanpa Kota, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.
Hukum
Menalkinkan
Mayit
57
Munashihah MJ 0235
26. Muslim, Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj, Al-Qusyairi, An-Naisaburi, AlImam, Al-Jamius Shahih, Darul Fikr, Beirut, Lebanon, Tanpa Nomor
Cetakan, Tanpa tahun.
27. Sayyid Alawi bin As-Sayyid Abbas Al-Maliki Al-Husaini, Al-Allamah, AlMuhaqqiq, Al-Muhaddits, Al-Imam, Fathul Qaribil Mujib ala Tahdzibit
Targhib wat Tarhib, Al-Haramain, Cet.IV, Tanpa Tahun.
Hukum
Menalkinkan
Mayit
58
Munashihah MJ 0235
39. Al-Mubarakfuri, Abul Ali Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim, AlImam, Al-Hafidz, Tuhfatul Ahwadzi, Darul Fikr, Tanpa Kota, Tanpa Nomor
Cetakan, 1399 H / 1979 M.
40. Al-Qadli Iyadl, .Abul Fadll Iyadl bin Musa bin Iyadl, Ikmalul Mulim, Darul
Wafa, Tanpa Kota, Cet.I, 1419 H / 1998 M.
41. An-Nawawi, Abu Zakariyya Muhyiddin bin Syaraf, Al-Imam, Al-Majmu
Syarhul Muhadzdzab, Darul Fikr, Tanpa Kota, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa
Tahun.
42. An-Nawawi, Abu Zakariyya Muhyiddin bin Syaraf, Shahih Muslim Bi
Syarhin Nawawi, Darul Fikr, Tanpa Kota, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa
Tahun.
43. Ash-Shanani, Muhammad bin Ismail, Al-Amir, Al-Yamani, Subulus Salam
Syarh Bulughul Maram, Darul Fikr, Beirut, Lebanon, Cet.I, 1411 H / 1991 M.
44. As-Saharanfuri, Khalil Ahmad, Al-Allamah, Al-Muhadditsul Kabir, AsySyaikh, Badzlul Majhud Fi Hilli Abi Dawud, Darul Fikr, Tanpa Kota, Tanpa
Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.
45. As-Sindi, Abul Hasan Al-Hanafi, Al-Imam, Syarh Sunanibni Majah, Darul
Marifah, Beirut, Lebanon, Cet II, 1418 H / 1997 M.
46. Asy-Syaukani, Muhammad bin Ali bin Muhammad, Asy-Syaikh Al-Mujtahid
Al-Alamah, Nailul Authar, Mathbaah Al-Musthafa Al-Babil Halabi, Mesir,
Tanpa Nomor Cetakan, 1347 H.
47. Ibnu Allan, Muhammad Ash-Shiddiqi, Asy-Syafii, Al-Asyari, Al-Makki,
Dalilul Falihin Syarh Riyadlus Shalihin, Darul Fikr, Beirut, Tanpa Nomor
Cetakan, Tanpa Tahun.
48. Ibnu Hajar, Abul Fadll, Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Hajar, Al-Kinani,
Al-Asqalani, Al-Hafidh, Syihabuddin, Fathul Bari, Darul Fikr, Beirut, Tanpa
Nomor Cetakan, Tanpa Tahun
49. Nawawi, Abu Abdil Muthi Muhammad bin Umar bin Ali, Al-Jawi Al-Bantani,
Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadi`in Syarh ala Qurratil Ain bi
Mubhamatiddin fil fiqh ala Madzhabil Imamisy Syafii, Maktabah Daru
Ihya`il kutubil Arabiyyah, Indonesia, Tanpa Nomor Cetakan, Tanpa Tahun.
50. Sayyid Bakri Syatha, Abu Bakr Utsman bin Muhammad Ad-Dimyati,
Al-Allamah, Ianatut Thalibin, Darul Kutubil Ilmiyyah, Beirut, Lebanon,
Cet.III, 1415 H / 1995 M.
Hukum
Menalkinkan
Mayit
59
Munashihah MJ 0235
52. Adz-Dzahabi, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman, Mizanul
Itidal fi Naqdir Rijal, Darul Marifah, Beirut, Cet.I, 1382 H / 1963 M
53. Al-Uqaili, Abu Jafar Muhammad bin Amr bin Musa bin Hammad, Al-Makki,
Al-Hafidz, Adl-Dluafa`ul Kabir, Darul Kutubil Ilmiyyah, Beirut, Lebanon,
Cet.II, 1418 H / 1998 M.
54. Ibnu Abi Hatim, Abdurrahman Ar-Razi, Al-Jarhu Wat Tadil, Darul Kutubil
Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, Cet.I, 1372 H / 1952 M.
55. Ibnu Hajar, Abul Fadll Ahmad bin Ali Al-Asqalani, Al-Hafidh, Lisanul Mizan,
Mu`assasatul Alamil Mathbuah, Beirut, Lebanon, Cet.II, 1390 H / 1971 M.
56. Ibnu Hajar, Abul Fadll Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Hajar, Al-Kinani,
Al-Asqalani, Al-Hafidh, Syihabuddin, Tahdzibut Tahdzib, Darul Fikr, Tanpa
Kota, Cet.I, 1415 H / 1995 M.
57. Ibnu Hajar, Abul Fadll Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Hajar, Al-Kinani,
Al-Asqalani, Al-Hafidh, Syihabuddin, Taqribut Tahdzib, Darul Fikr, Tanpa
Kota, Cet.I, 1415 H / 1995 M.
58. Ibnu Sad, Muhammad Al-Hasyimi, Al-Bashri, Ath-Thabaqatul Kubra, Darul
Kutubil Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, Cet.II, 1418 H / 1997 M.
Hukum
Menalkinkan
Mayit
60
Munashihah MJ 0235
Lain-Lain
74. A.Hassan, Soal Jawab tentang
Diponegoro, Bandung, Cet.V, 1980.
Berbagai
Masalah
Agama,
CV.
75. Abu Muhammad, Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi, Ad-Duktur,
Asy-Syaikh, Thuruqu Takhrijil Ahaditsi Rasulillah shallallahu alaihi wa
sallam, Darul Itisham, Kairo, Tanpa Nomor Cetakan, 1987 M.
76. An-Nawawi, Hadits Arbain An-Nawawiyyah, terjemahan Aminah Abdullah
Dahlan, PT. Al-Maarif, Bandung, Cet.XXXV, 1994.
77. KH. Sirajuddin Abbas, 40 Masalah Agama, Pustaka Tarbiyah, Jakarta,
Cet.XIV, 1991 M.
78. Marzuki, Drs., Metodologi Riset, BPFE, UII, Yogyakarta, Tanpa Nomor
Cetakan, 1997 M.
79. Mubarak, B. Mahfudh Bumuallim, LC., Biografi Syaikh Al-Albani
(Mujaddid dan Ahli Hadits Abad ini), Pustaka Imam Asy-Syafii, Bogor, Cet.
I, 1424 H / 2003 M.
Hukum
Menalkinkan
Mayit
61
Munashihah MJ 0235
80. Sutrisno Hadi, Prof. Drs., MA, Metodologi Research, Gama, Yogyakarta,
Cet.VII, 1986 M.
81. Zamakhsyari, Ensiklopedi Sunnah-Syiah Studi Perbandingan Fiqih &
Hadits, terjemahan Asmuni Solehan, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, Tanpa
Nomor Cetakan, Maret 2001.
Hukum
Menalkinkan
Mayit
62
Munashihah MJ 0235
LAMPIRAN
U R AI AN K E D U D U K AN H AD I T S - H AD I T S
Bagian lampiran ini terdiri dari dua subbab sebagai berikut:
1. Kedudukan Hadits-hadits pada Bab II
1.1 Kedudukan Hadits tentang Perintah untuk Menalkin dengan kalimat
laailaahaillallah
Berikut ini penulis uraikan kedudukan hadits yang berbunyi:
Abbas,
Abu Hurairah dengan jalur Abi Hazim dan Watsilah bin Al-Asqa. Adapun
kedudukan hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah, Jabir, Urwah bin
Masud dan Abu Hurairah dengan jalur Salman Al-Aghar tidak penulis
uraikan karena hadits-hadits tersebut semakna dengan lafal hadits Abu
Said.
1.1.1 Hadits Abu Said (lihat hlm.8)
Hadits Abu Said ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam
kitab Al-Jamiush Shahih. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim menempati tingkatan hadits shahih yang ketiga, setelah
hadits muttafaqqun alaih (hadits yang keshahihannya disepakati
oleh Al-Bukhari dan Muslim) dan hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Al-Bukhari.230 Jadi, hadits Abu Said ini menempati tingkatan
hadits shahih yang ketiga.
1.1.2 Hadits Ibnu Abbas (lihat hlm.10)
Hadits Ibnu Abbas ini diriwayatkan oleh rawi-rawi berikut:
1) Bakr bin Sahl.
2) Abdullah bin Shalih.
3) Muawiyah bin Shalih.
4) Ali bin Abi Thalhah.231
5) Ibnu Abbas.
Pada sanad hadits ini terdapat rawi bernama Ali bin Abi
Thalhah. Tentang periwayatannya dari Ibnu Abbas, Ibnu Hajar mem230
231
Hukum
Menalkinkan
Mayit
63
Munashihah MJ 0235
232
.
Artinya:
Dia meriwayatkan (hadits) dari Ibnu Abbas, akan tetapi dia
tidak mendengar (langsung) darinya. Di antara keduanya
terdapat (rawi yang bernama) Mujahid.
Keterangan di atas menjelaskan bahwa Ali tidak meriwayatkan hadits langsung dari Ibnu Abbas, melainkan di antara keduanya
terdapat seorang rawi yang gugur, yaitu Mujahid.
Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa hadits yang
diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalhah langsung dari Ibnu Abbas ini
adalah hadits munqathi,233 sedangkan hadits munqathi dihukumi
sebagai hadits dlaif menurut kesepakatan ulama.234 Wallahu alam.
1.1.3 Hadits Abu Hurairah dengan jalur Abu Hazim (lihat hlm.10)
Rawi-rawi pada sanad hadits Abu Hurairah ini adalah:
1) Ahmad bin Muhammad bin Asy-Syuraqi. 235
2) Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhli.236
3) Muhammad bin Ismail Al-Farisi. 237
4) Sufyan Ats-Tsauri.238
5) Manshur bin Al-Mutamir.239
6) Hilal bin Yisaf.240
7) Salman Al-Aghar.241
232
233
234
)
:
Hukum
Menalkinkan
Mayit
64
Munashihah MJ 0235
8) Abu Hurairah.242
Berdasarkan penelitian penulis, sanad hadits tersebut
bersambung, setiap rawinya adalah rawi tsiqat,243 serta tidak ada
syudzud (penyelisihan terhadap rawi yang lebih tsiqat) maupun
illah (cela) padanya.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
kedudukan hadits Abu Hurairah tersebut shahih.244 Wallahu alam.
1.1.4 Hadits Watsilah bin Al-Asqa (lihat hlm.11)
Hadits tersebut diriwayatkan oleh rawi-rawi berikut:
1) Ahmad bin Abdillah bin Abdil Mu`min
2) Abu Bakar
3) Abdullah bin Ali
4) Ismail bin Ayyasy
5) Ishaq bin Manshur
6) Ahmad bin Abut Thayyib
7) Uthbah bin Humaid245
8) Makhul246
9) Watsilah
Ada dua permasalahan berkenaan dengan sanad hadits ini,
yaitu:
Pertama, tentang periwayatan Makhul dari Watsilah. Terdapat
perbedaan di kalangan ulama dalam hal ini. Menurut At-Turmudzi,
242
243
))
((
Artinya:
Adl adalah seorang muslim yang baligh, berakal, bersih dari (hal-hal) penyebab kefasikan dan
selamat dari cacat perangai.
...
))
((
Artinya:
Ad-Dlabith adalah orang yang hafal (serta) pandai.
Kedua definisi di atas penulis kutip dari At-Taqrib Wat Taisir (karya An-Nawawi), hlm.11.
244
At-Thahan, Taisir Musthalahil Hadits, hlm.30.
245
Ibnu Hajar, Tahdzibut Tahdzib, jz.5, hlm.458, no.4563.
246
Ibnu Hajar, Tahdzibut Tahdzib, jz.8, hlm.332-334, no.7154.
Hukum
Menalkinkan
Mayit
65
Munashihah MJ 0235
250
Hukum
Menalkinkan
Mayit
66
Munashihah MJ 0235
255
Hukum
Menalkinkan
Mayit
67
Munashihah MJ 0235
Jadi, kedudukan hadits Abu Umamah ini dlaif, baik dari segi
sanadnya, maupun dari segi penyandarannya kepada Nabi shallallahu
alaihi wa sallam. Wallahu alam.
1.3 Kedudukan Hadits Ibnu Abbas (lihat hlm.14)
Sanad hadits ini dicatat dalam kitab Wasa`ilusy Syiah 257 dengan
susunan rawi sebagai berikut:
1. Jafar bin Muhammad bin Abdillah bin Jafar Al-Humaidi
2. bapaknya (Muhammad bin Abdillah bin Jafar Al-Humaidi)
3. Ahmad bin Abu Abdillah
4. bapaknya (Abu Abdillah)
5. Khalaf bin Hammad
6. Abul Hasan Al-Abdi
7. Al-Amasy
8. Ubayah bin Rabi
9. Abdullah bin Abbas
Hadits tersebut meskipun pada dhahirnya disandarkan kepada Nabi
shallallahu alaihi wa sallam, akan tetapi hadits ini merupakan hadits
maudlu (palsu). Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam buku Ensiklopedi
Sunnah-Syiah yang diterjemahkan dari judul aslinya Maasy Syiah AlItsna Asyariyyah fil Ushul wal Furu (Mausuah Syamah). Dr. Ali Ahmad
As-Salus, penyusun buku tersebut menyebutkan beberapa riwayat dalam
kitab Wasailusy Syiah yang menunjukkan kebohongan dan ekstrimitas
kaum rafidlah yang berkaitan dengan hukum jenazah. Hadits Ibnu Abbas
ini termasuk satu di antara sembilan hadits yang dia sebutkan.258
Pada nukilan tersebut dijelaskan dengan tegas bahwa hadits Ibnu
Abbas tersebut termasuk hadits-hadits palsu yang dibikin oleh kaum
rafidlah yang menunjukkan ekstrimitas mereka. Wallahu alam.
1.4 Kedudukan hadits Rasyid bin Sad, Dlamrah bin Habib, dan Hakim
bin Umair (Lihat hlm.15)
Hadits ini berasal dari Rasyid bin Sad, Dlamrah bin Habib, dan
Hakim bin Umair. Mereka menceritakan bahwa para sahabat menyukai
257
258
Hukum
Menalkinkan
Mayit
68
Munashihah MJ 0235
Hukum
Menalkinkan
Mayit
69
Munashihah MJ 0235
tsiqat. Namanya adalah Muhammad bin Ali bin Al-Husain bin Ali bin
Abi Thalib Al-Hasyimi. Dia dikenal dengan gelar Abu Jafar Al-Baqir.
Pada sanad riwayat ini terdapat rawi bernama Zurarah.
Tentang keadaan rawi ini Ibnu Hajar menuliskan:
266
Hukum
Menalkinkan
Mayit
70
Munashihah MJ 0235
Pada sanad riwayat ini terdapat dua rawi dlaif, yaitu Jabir bin
Yazid dan Amr bin Syamr bahkan disifati dengan kadzdzab, sedang
istilah ini merupakan jarh yang sangat buruk menurut ahli hadits.270.
Jabir bin adalah seorang ulama Syiah271. Nama lengkapnya
adalah Jabir bin Yazid bin Al-Harits Al-Jufi Al-Kufi. Jabir bin Yazid
adalah seorang rawi yang lemah, percaya dengan paham rajah,272
bahkan disifati dengan kadzdzab (pendusta).273
Adapun Amr bin Syamr Al-Jufi Al-Kufi Asy-Syii, adalah rawi
za`ighun kadzdzab (penyimpang/penyeleweng (lagi) pendusta),
berpaham rafidlah serta mencela para sahabat. 274
Walhasil, riwayat ini tidak dapat ditetapkan sebagai hadits
maqbul (yang dapat diterima) walaupun disandarkan kepada
seorang rawi tsiqat (Abu Jafar) bahkan riwayat ini dapat
digolongkan pada riwayat maudlu karena disandarkan kepada rawi
pendusa.275 Wallahu alam.
2. Kedudukan Hadits-hadits pada Bab IV
2.1 Kedudukan hadits Muadz (lihat hlm.27)
Hadits Muadz dicatat oleh Abu Dawud dengan sanad berikut:
1. Malik bin Abdul Wahid Al-Mismai276
2. Adl-Dlahhak bin Makhlad277
3. Abdul Hamid bin Jafar
4. Shalih bin Abi Uraib278
5. Katsir bin Murrah
6. Muadz bin Jabal279
270
Hukum
Menalkinkan
Mayit
71
Munashihah MJ 0235
Semua rawi yang meriwayatkan hadits ini adalah rawi tsiqat kecuali
Katsir bin Murrah dan Abdul Hamid bin Jafar. Kedua rawi ini adalah rawi
adl, tetapi kurang dlabith. Berikut ini penulis kutipkan komentar ulama
tentang kedua rawi tersebut:
1. Katsir bin Murrah Al-Hadlrami Ar-Ruhawi.
An-Nasai menyatakan bahwa dia adalah rawi yang la basa bih
(tidak ada bahaya padanya), sedangkan menurut Ibnu Kharrasy, dia
adalah rawi shaduq (sangat jujur).280
2. Abdul Hamid bin Jafar.
Abu Hatim menyatakan bahwa mahalluhush shidq (kedudukannya adalah kejujuran), sedang menurut An-Nasai dia adalah rawi yang
laisa bihi basun (tidak ada bahya padanya).281
Ungkapan la basa bih, shaduq, mahalluhush shidq, dan laisa bihi
basun merupakan kalimat pujian yang tidak menunjukkan kedlabitan
rawi.282
Berdasarkan data tersebut, penulis menyimpulkan bahwa hadits
Muadz ini adalah hadits hasan,283 sebab sanad hadits ini bersambung
dari awal hingga akhir, diriwayatkan oleh rawi adl yang kurang dlabith,
serta tidak terdapat syadz dan illat padanya. Akan tetapi, hadits yang
semakna dengan hadits Muadz ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban
dari Abu Hurairah dengan sanad shahih (hadits Abu Hurairah telah lewat
pada hlm.11). Dengan adanya hadits Abu Hurairah tersebut, maka
kedudukan hadits Muadz ini terangkat menjadi hadits shahih lighairihi.284
Wallahu alam.
2.2 Kedudukan hadits Jabir (lihat hlm.38)
280
283
284
Hukum
Menalkinkan
Mayit
72
Munashihah MJ 0235
285