Anda di halaman 1dari 2

EVA Sebagai Alat Ukur Kinerja Perusahaan (1)

Mei 10, 2009 oleh trihastutie

Dasar teoritis dari konsep Nilai tambah ekonomis (economic value added) disajikan dalam kertas
akademis yang dipublikasikan antara tahun 1958 dan 1961 oleh dua ekonom finansial, yaitu
Merton H. Miller dan Franco Modigliani, yang memenangkan hadiah Nobel dalam bidang ekonomi.
Mereka beragumentasi bahwa laba ekonomis (economic INCOME ) merupakan sumber penciptaan
nilai (value creation) di perusahaan dan bahwa tingkat kembalian (rate of return / cost of capital)
ditentukan berdasarkan tingkat resiko yang diasumsikan oleh investor. Sayangnya Miller dan
Modigliani tidak memberikan teknik untuk mengukur laba ekonomis (economic INCOME ) dalam
suatu perusahaan.
Konsep Eva dipopulerkan oleh G. Bennett Stewart, Managing partner dari Stern Steward & Co.
dalam bukunya The Quest for Value pada tahun 1991. Buku yang terbaru dari Joe M. Stern
Managing partner dari Stern Steward & Co berjudul The EVA Challenge Implementing Value
Added Change in An Organization, yang diterbitkan tahun 2001. Sejak itu, lebih dari 300
perusahaan di dunia mengadopsi disiplin tersebut (Amin Wijaya Tunggal, 2008 : 1)
EVA memang diklaim sebagai alat ukur kinerja yang lebih baik ketimbang alat ukur tradisional
seperti rasio keuangan. Kinerja dan prestasi manajemen yang diukur dengan rasio-rasio keuangan
tidak dapat dipertanggungjawabkan karena rasio keuangan yang dihasilkan sangat bergantung
pada metode atau perlakuan akuntansi yang digunakan.
Lalu apa sih sebenarnya dan bagaimana EVA itu ? EVA dapat didefinisikan sebagai keuntungan
operasional setelah pajak dikurangi dengan biaya modal. Konsep EVA dilandasi oleh pemikiran
bahwa perusahaan akan benar-benar menguntungkan dan menciptakan nilai jika dan hanya jika
labanya lebih tinggi dari biaya modal yang digunakan untuk mencanai operasi. Penciptaan
nilai (value creation)merupakan kemakmuran yang diciptakan untuk pemegang saham melalui
peningkatan harga saham dan deviden yang dibayarkan.
Laba bersih, sebagai alat ukur kinerja konvensional ikut memperhitungkan pula biaya hutang,
yang tercermin di dalam laporan rugi laba sebagai beban bunga, tetapi tidak mencerminkan biaya
ekuitas. Oleh karena itu, sebuah perusahaan dapat melaporkan laba bersih yang positif jika laba
bersihnya kurang dari biaya ekuitasnya. Eva memperbaiki kelemahan ini dengan mengakui banwa
untuk benar-benar mengukur kinerja dengan tepat, kita perlu memperhitungkan biaya dari ekuitas
modal (Brigham & Houston, 2006 : 466)
EVA adalah ukuran kinerja keuangan yang lebih mampu menangkap laba ekonomis perusahaan
yang sebenarnya daripada ukuran-ukuran lain. EVA juga merupakan ukuran kinerja yang secara
langsung berhubungan dengan kekayaan pemegang saham dari waktu ke waktu (Jim De Mello,
2006 : 131)

Eva juga dapat didefinisikan sebagai sisa laba (RESIDUAL INCOME ) setelah semua penyedia
modal diberikan kompensasi sesuai dengan tingkat balikan (return) yang dibutuhkan / setelah
semua biaya capital yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut dibebankan. Eva
merupakan keuntungan operasional setelah pajak dikurangi biaya modal.
Pengertian EVA (Economic Value Added) menurut Gouvidarajan (2003) adalah jumlah uang bukan
rasio. Economic Value Added dapat diperoleh dengan mengurangkan beban modal (capital
charge) dari laba bersih (net operating profit). Penggunaan EVA ini akan mendorong perusahaan
untuk menitik beratkan pada struktur modalnya. Pada dasarnya pemodal (investor) akan tertarik
untuk melakukan investasi pada saham di perusahaan yang menawarkan jumlah, stabilitas dan
tingkat pertumbuhan dari pendapatan yang akan mereka terima. Para investor akan dengan cepat
mengestimasi harga saham perusahaan di masa yang akan datang dan besarnya deviden yang
akan diterima apabila para investor mengetahui dengan pasti laba yang akan mereka peroleh dari
perusahaan.
EVA sebagai indikator dari keberhasilan manajemen dalam memilih dan mengelola sumber-sumber
dana yang ada di perusahaan tentunya juga akan berpengaruh positif terhadap return pemegang
saham. Di dalam konsep EVA memperhitungkan modal saham, sehingga memberikan
pertimbangan yang adil bagi para penyandang dana perusahaan. Analis sekuritas menemukan
bahwa harga saham mengikuti EVA jauh lebih dekat dibanding faktor lainnya seperti laba per
saham, marjin operasi. Korelasi ini terjadi karena EVA benar-benar diperhatikan investor. Apabila
nilai EVA suatu perusahaan meningkat, maka kinerja perusahaan semakin baik sehingga
kesejahteraan para pemegang saham dapat ditingkatkan. Return pemegang saham akan
menyangkut dengan prestasi perusahaan di masa depan, karena harga saham (dan juga deviden)
yang diharapkan oleh pemodal merupakan nilai intrinsik yang menunjukkan prestasi dan resiko
saham tersebut di masa yang akan datang.
Maaf, baru sekian posting saya mengenai EVA. Insya Allah akan disambung kembali. Selamat
membaca, semoga bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai