Industri Batik Lasem Di Kabupaten Rembang Sebagai Industri Unggulan Indonesia
Industri Batik Lasem Di Kabupaten Rembang Sebagai Industri Unggulan Indonesia
Oleh :
YUNISCA WIJAYA (1453001)
ALTANA OSHADA (1453012)
1. Pendahuluan
Kabupaten Rembang memiliki berbagai jenis potensi industri kecil dan
kerajinan yang sangat unik dan menarik untuk dapat dikembangkan sehingga dapat
dijadikan obyek yang dapat menarik investor untuk dapat masuk di Kabupaten
Rembang. Banyak potensi industri yang berbasis pada sumber daya alam yang dapat
dikembangkan sehingga dapat dijadikan keunggulan komperatif yang tidak dimiliki
oleh daerah lain. Industri tersebut antara lain Garam Rakyat, Pengolahan Ikan, Mebel
Antiq, Batik, Bordir, Kuningan, Kerajinan Kerang, Terasi, Genteng, Industri
pembuatan tas dan dompet, sabuk dan lain-lain sehingga diharapkan dapat
mendongkrak sektor ekonomi riil dalam era otonomi daerah sekarang ini. Kerajinan
batik di Kabupaten Rembang merupakan klaster industri yang baru terbentuk pada
tahun 2004, walaupun telah ada sejak jaman penjajahan Belanda. Namun,
perkembangan kerajinan batik Lasem hingga saat ini stagnan serta pengaruhnya
terhadap ekonomi lokal yang tidak terlalu besar. Kerajinan batik tulis di kabupaten
Rembang mempunyai ciri khas tersendiri,yang terkenal dengan nama batik Lasem.
Ada beberapa tempat kerajinan batik tulis, yaitu di kecamatan Pancur dan kecamatan
Lasem. Hasil produksi batik tulis disamping dipasarkan lokal, juga telah dieksport.
Batik Lasem merupakan salah satu jenis batik pesisiran, tepatnya pesisiran Utara
Laut Jawa, yang dihasilkan oleh para pengrajin batik di Kabupaten Rembang,
khususnya di Kecamatan Lasem, Pancur, Pamotan dan Rembang.
Batik Lasem sudah dikenal luas sejak abad ke-19 dengan jangkauan
pemasaran meliputi pulau Jawa, pulau Sumatra, Semenanjung Malaka, pulau Bali,
pulau Sulawesi, wilayah-wilayah Asia Timur, Suriname dan benua Eropa. Batik
Lasem merupakan seni batik tulis yang memiliki ciri multikultural (keragaman
budaya), akibat akulturasi aneka budaya, khususnya budaya Cina/ Tionghoa dan
budaya Jawa di kota Lasem yang dulu merupakan salah satu dari tiga kota pelabuhan
terbesar sejak jaman kerajaan Majapahit. Melalui pengamatan terhadap sehelai batik
Lasem, kita dapat mengenali hasil silang budaya (multikultur) tersebut antara lain
Terjadi silang budaya dalam motif batik Lasem. Motif Cina yaitu fauna (burung, naga,
ikan, ayam, kelelawar dll), flora (seruni, delima, magnolia, sakura dll), geometris,
benda alam (gunung, rembulan dll), dan motif lainnya (mata uang, gulungan surat),
bersilang dengan motif Jawa yaitu geometris khas batik vorstenlanden (Solo dan
Yogya) ceplok, parang, lereng dan sebagainya.
Berdasarkan model konseptual pada gambar diatas dapat dibahas dengan beberapa faktor,
yang akan dibahas pada tabel dibawah ini :
N
FAKTOR
ANALISA
O
1
Faktor Kondisi
Bahan Baku
Sumber Daya Manusia
Modal
Penelitian dan pengembangan
Peralatan Produksi
Budaya
Kondisi Permintaan
Pemerintah
A. Faktor Kondisi
1. Bahan Baku
Biaya produksi yang sangat tinggi, menyebabkan sebagian besar pengrajin
batik mengimpor bahan baku dari luar. Ketika harga bahan baku tersebut
dinaikkan mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Karena harga bahan baku di dalam
negeri juga mahal. Bahkan industri tekstil dalam negeri tidak memprioritaskan
bahan baku yang ada untuk unit usaha kecil seperti industri batik tetapi lebih
untuk industri besar. Sementara itu pasar domestik juga bersaing dengan batik
printing dari Cina yang lebih murah.
Masalah lain yang dihadapi oleh industri batik Indonesia adalah hak paten.
Kebanyakan desain dan corak batik Indonesia ditiru oleh Cina, Malaysia dan
Vietnam. Apalagi saat ini Malaysia telah mempatenkan batik sebagai produk
Malaysia dan mempunyai hak untuk ekspor. Ini sangat merugikan industri batik di
Indonesia. Sehingga masalah hak cipta ini membuat para pengrajin batik
dirugikan. Dan lagi selama ini batik telah dikenal sebagai identitas bangsa
Indonesia. Dan ini menjadi polemik jika para pengrajin tidak diarahkan untuk
mempatenkan desain yang mereka buat untuk menghindari penjiplakan.
2. Sumber Daya Manusia
3.Gawangan.
Alat untuk meletakan kain yang sedang dibatik.
4.Canting.
Canting berfungsi untuk menempelkan malam/lilin pada kain. Canting terbuat
dari tembaga tipis yang tebalnya kurang dari 0,5 mm. Bentuknya dibuat
sedemkian rupa sehingga mudah untuk mengambil dan menuangkan malam/lilin
panas. Bentuk mulut canting dibuat lonjong yang lebih sempit dari bandannya.
Lobang ujung canting berdiameter antara o,25mm hingga 3mm.
6. Budaya
Budaya Tiongkok terlihat dari motif burung phoenix (Hong), naga (Liong),
unicorn (kilin) ikan mas, figur dewa-dewi, swastika, kelelawar, bunga pheony,
bunga seruni, buah delima banyak ditemukan sekitar tahun 1800-1942. Pembatik
sekaligus konsumennya sendiri sebelum tahun 1990an adalah Tionghoa selain
komunitas Minangkabau, Palembang, Jambi, Bali dan Suriname. Warna budaya
Jawa dalam batik Lasem terjadi dalam dua cara (1) kombinasi motif dan warna
Jawa-Tiongkok pada desain batik Lasem, misalnya batik tiga negara yang
memiliki warna merah, biru dan coklat/ soga. (2) diproduksi batik bernuansa Jawa
di beberapa tempat sekitar Lasem, yaitu Kauman dan Warugunung. Batik jenis ini
dihiasi dengan motif Jawa pedalaman (udan liris, kaung, ) yang dikombinasikan
dengan motif khas Lasem seperti burung Hong dan tumbuh-tumbuhan lokal.
Warna yang dipakai adalah coklat, biru dan putih/bledag. Pengaruh budaya
Champa tertulis dalam buku Serat Badrasanti. Menyebutkan bahwa putri Na Li Ni
dari Champa mengajarkan teknik pembatikan di Lasem kepada anak-anak dan
tetangganya di daerah Kemandhung. Putri Na Li Ni adalah istri dari Bi Nang Un
seorang nakhoda kapal dalam armada laut laksamana Ceng Ho dari dinasti Ming
Tiongkok yang mendarat di pantai Regol lasem pada tahun 1413. Kajian terhadap
gambar keramik Hoi Anh (Champa) abad 15 yang diangkat dari reruntuhan kapal
di lepas pantai Vietnam. Motif tujuh titik (nyuk pitu), sisik, dan segi tiga (untu
walang dan tumpal pucuk rebung). Beberapa peneliti barat memperkirakan batik
Lasem dipengaruhi oleh motif kain Chintz asal Coromandel India. Perkiraan ini
8
didasarkan bentuk stilisasi sulur tanaman berbunga pada Chintz amat mirip
dengan motif Lung-lungan dan buket Lasem. Belanda memberi pengaruhnya
sendiri pada motif Buketan walaupun tidak digambar secara naturalis
sebagaimana pengusaha Belanda di Pekalongan. Buketan Lasem dibuat
sekedarnya untuk menggambarkan kumpulan bunga tertentu.
Penyederhanaan dilakukan karena efesiensi waktu dan biaya proses
pembuatan. Awalnya konsumen dari batik Lasem adalah perempuan etnis suku
Tionghoa, berubahnya segment pasar akibat dari pakaian gaya barat dengan
perhitungan lebih praktis. Pengusaha batik terpaksa mengalihkan pasar kepada
non Tionghoa. Untuk menghormatinya mayoritas konsumen baru yang beragama
Islam perubahan desain dilakukan seperti penggunaan warna hijau sebagai warna
dasar kain. Dikurangi motif hewan dan ditambahkan motif flora lokal seperti
cipiran, latoha, lombokan dsb. Jadi Industri batik yang ada di Indonesia
merupakan ciri khas budaya yang merupakan peninggalan sejarah. Sehingga
sudah menjadi tanggung jawab semua masyarakat Indonesia untuk menjaga
kelestarian batik. Hal ini yang menjadi salah satu ciri khas dari indonesia yaitu
dengan hanya mengenal batik, kita sudah mengetahui bahwa batik merupakan dari
indonesia, selain itu terdapat motif batik yang berbeda-beda tegantung dari asal
daerah batik tersebut, contohnya ketika kita melihat corak batik lasem, kita
langsung mengetahui bahwa batik tersebut berasal dari rembang yang terkenal
dengan motif yang terletak pada warna merah darah ayam pada motif kain batik
lasem rembang. Kekhasan warna dan motif yang menjadi jejak sejarah inilah yang
membuat Batik Lasem diburu oleh para kolektor batik. Industri batik di Lasem
merupakan usaha home industry yang mengandung nilai ketahanan budaya yang
strategis dilihat dari sudut integrasi antar etnis, agama yang ada di daerah tersebut
sebab baik dari motif yang diciptakan, proses produksi yang ada merupakan
ekspresi dari adanya simbiose multualistis antara warga pribumi dan warga
keturunan tionghoa, Oleh karena itu Lasem yang mempunyai sejarah asimilasi
budaya yang sangat panjang merupakan area yang dapat digunakan pemerintah
untuk model pembauran antar etnis dan agama berbasis kerajinan rakyat bagi
daerah lain di Indonesia.
B. Kondisi Permintaan
1. Pengembangan segmen pasar dan produk
9
lebih luas, diharapkan juga bisa mengajak generasi muda untuk mencintai produk
khas dalam negeri. Upaya pengrajin membuat batik tulis Lasem tampil lebih
trendi ternyata turut mendongkrak omzet penjualan.
2. Pemarasan
Lasem khususnya dan Rembang pada umumnya memiliki potensi pariwisata yang
dapat dikembangkan. Posisi geografis, budaya yang hidup di masyarakat dan
sejarah kota yang panjang dan unik memungkinkan Lasem dan Rembang untuk
memiliki kelengkapan dan keragamam obyek wisata yang tidak bisa dimiliki
daerah lain. Semua obyek wisata yang ada saat ini sangat mudah untuk diakses
wisatawan. Hal ini karena sarana dan prasarana yang telah tersedia dengan cukup,
Hanya sayangnya sampai saat ini pemerintah daerah belum mempunyai pusat
informasi pariwisata yang memadai yang mudah diakses sehingga dapat
memudahkan masuknya Rembang dan Lasem dalam paket wisata yang berskala
nasional dan internasional. Batik Lasem yang memiliki ciri khas dan sudah
terkenal sejak lama belum diolah menjadi obyek wisata yang menarik. Demikian
juga sebaliknya produk batik Lasem belum diolah menjadi produk yang mampu
menyedot wisatawan.
C. Industri Terkait dan Industri Pendukung
1. Keberadaan industri terkait
Keberadaan industri-industri batik yang lain keadaanya tidak terlalu
menggembirakan. Bahkan untuk mendapatkan batik tertentu seperti batik Lasem
sangat sulit, khususnya batik tulis. Demikian juga dengan batik Yogya dan batik
Solo, walaupun tidak separah batik Lasem, tapi produksinya sangat menurun.
Pengrajin batin Yogya dan Solo semakin berkurang. Demikian juga dengan batikbatik yang lain seperti batik Ciamisan, batik Banyumas, batik Indramayu dan batik
Tasik. Kalaupun ada produksi biasanya berdasarkan pesanan dalam partai kecil dan
dititipkan pada pemilik merek terkenal seperti Batik Keris atau Danar Hadi. Untuk
jenis Batik Yogyakarta, motif batik Yogya terdiri dari motif klasik dan modern.
Motif klasik seperti parang, geometri, banji, tumbuhan menjalar, motif tumbuhan
air, bunga, satwa dan lain-lain. Warna batik Yogya umumnya dasar putih, dengan
warna hitam dan coklat. Sedangkan untuk jenis Batik dari Pekalongan memiliki
10
ciri khas tersendiri dari warnanya yang natural dan motifnya beragam hias. Gaya
batik Pekalongan gaya pesisiran jadi lebih bebas dan banyak mendapat pengaruh
dari luar. Jenis-jenis batik dari Pekalongan yaitu batik pecinan yang memiliki ciri
khas warnanya variatif dan cerah. Dalam selembar kain terdapat beberapa macam
warna. Motif yang digunakan banyak memasukkan unsur budaya cina seperti motif
burung hong atau merak dan naga. Biasanya motif batik pecinan lebih sulit dan
halus.
2. Keberadaan industri pendukung
Untuk mendapatkan bahan baku yang berupa kain, malam/lilin dan obat
pewarna para pengusaha melakukan kontak bisnis dengan pedagang dari Solo,
Semarang dan Pekalongan, kontak dengan para pedagang dari daerah-daerah
tersebut sudah terjadi sejak lama, generasi pengusaha yang sekarang tinggal
meneruskan hubungan yang sudah dibangun oleh generasi sebelumnya. Demikian
pula dengan hasil produknya, diambil oleh pedagang yang telah lama menjadi
pelanggan. Sampai saat ini belum ada lembaga sejenis koperasi yang dapat
membantu pengusaha batik mengatasi masalah penyediaan bahan baku dan bahan
pendukung serta pasar. Keterlibatan pemerintah dan instansi terkait sangat
dibutuhkan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif dan sekaligus menjadi
pendorong untuk melakukan/membentuk forum rembuk klaster. Umumnya
pengusaha sulit disatukan terutama jika pengusaha tersebut sudah besar dan kuat,
peran pemerintah dapat memaksa pengusaha tersebut untuk bergabung sehingga
transfer pengalaman dapat diciptakan.
D. Strategi, Struktur, dan Persaing
1. Struktur
Pada saat ini struktur pada industri batik lasem memiliki Jaringan internal
antar pelaku UKM yang berupa berbentuk pemasok bahan baku untuk
pembuatan batik lasem yang menurut kami jaringan ini harus diperkuat agar
jaringan internal pada industri batik lasem, sehingga dapat menghadapi pasar
yang lebih luas.
2. Tingkat Persaingan
Motif yang ditawarkan oleh batik lasem yang diantaranya corak berwarna
ayam jago merah, memberikan nilai yang lebih menarik dibandingkan dengan
kompetitor batik asal daerah lainya, hal ini yang membuat batik lasem mampu
bersaing didalam pasar batik nasional. Selain motif yang berwarna ayam
merah, batik lasem mampu membidik pasar segmen kaum generasi muda yang
membuat pangsa pasar batik lasem mampu menjangkau pasar yang lebih luas.
11
akan
sebagus
memperlihatkan
bahwa
sekarang.
konstruk
Dengan
demikian,
pemerintah
hasil
mempengaruhi
pengujian
potensi
(Yogyakarta). Secara umum, desain batik dari Jawa ini menjadi cikal bakal desain
batik di Indonesia. Batik dari Jawa dan dari pulau-pulau lain memiliki beragam
filosofi dan makna simbolis yang biasanya dikaitkan dengan sejarah, agama,
pemerintahan, kekuasaan kerajaan, dan edukasi pada masa itu. Selain itu kami berdua
adalah pecinta dan pengagum batik. Meskipun kami belum mengenal dengan dalam
tentang batik namun kami ingin terus belajar memperdalam wawasan tentang batik.
Oleh karena itu alasan kami mengambil topik batik lasem didaerah rembang sebagai
salah satu industri unggulan indonesia, kami menganggap batik rembang ini mampu
bersaing dengan batik dari daerah lainya. Karena motif pada batik Rembang memiliki
daya saing yang unggul karena dipengaruhi oleh beberapa budaya seperti Jawa, Arab,
Cina, India, dan Eropa yang memiliki ciri khasnya tersendiri yaitu terletak pada warna
merah darah ayam pada motif kain batik lasem rembang. Warna merah ini,
dikarenakan air di wilayah Lasem memiliki senyawa yang khas yang tidak dimiliki
oleh wilayah lain. Seperti halnya kekhasan tanaman atau makanan di wilayah lain.
Kekhasan warna dan motif yang menjadi jejak sejarah inilah yang membuat Batik
Lasem diburu oleh para kolektor batik.
4. Kesimpulan
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan klaster industri batik
Lasem di Kabupaten Rembang, adalah: 1) Faktor kondisi perusahaan yang meliputi
sumber daya manusia, bahan baku, peralatan, permodalan, penelitian dan
pengembangan, produktivitas dan motivasi bergabung dalam klaster. Diantara dimensi
faktor kondisi ini yang paling berpengaruh adalah sumber daya manusia;2) Kondisi
permintaan yang meliputi pengembangan segmen dan pemasaran. Dimensi yang
paling berpengaruh adalah pengembangan segmen yang berkaitan dengan desain dan
inovasi produk; 3) Faktor pemerintah yang meliputi birokrasi maupun kebijakan serta
infrastruktur yang disediakan pemerintah. Sehingga Batik Lasem didaerah rembang
ini, mampu bersaing pada industri batik nasional dan merupakan salah satu unggulan
indonesia.
5. Sumber Penulisan
1) http://dmacpamsimasrembang.blogspot.com/2010/04/industri-kecil-dankerajinan-kabupaten.html
2) http://economy.okezone.com/read/2010/06/16/22/343455/sempat-mati-suribatik-tulisnya-kini-tembus-rp150-juta-bulan
3) http://www.perpustakaan.depkeu.go.id/FOLDERJURNAL/Kajian
%20Pembiayaan%20dalam%20rangka%20Pengembangan%20Klaster.pdf
13
4) http://lppm.uns.ac.id/pengembangan-industri-batik-di-lasem-sebagai-upaya-
revitalisasi-seni-rupa-tradisional-dan-peningkatan-ketahanan-budaya-berbasispariwisata-universitas-sebelas-maret.html
14