Topik
sajian utama
Cerdas Memilih
Produk Obat
Teliti Label
Sebelum
Membeli
Siaran Pers
Tim
Redaksi
Penasehat
Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan
Pengarah
Sekretaris Utama Badan Pengawas Obat
dan Makanan
Penanggungjawab
Kepala Pusat Informasi Obat dan Makanan
Redaktur
Kepala Bidang Informasi Obat
Editor
Irhamahayati, Apt., MTI; Dra. Murti
Hadiyani; Indah Widyaningrum, S.Si, Apt;
Eriana Kartika Asri, S.Si, Apt
Kontributor
DR. Tepy Usia, M.Phil; Sofhiani Dewi, STP,
Msi; Dina Puspita Mayasari, S.Farm, Apt.;
Dra. Tri Asti I., Apt., M.Pharm.; Dra. Tutut
Sumartini, MM; Dra. Sutanti Siti Namtini,
Ph.D; Sandhyani ED, S.Si., Apt.; Dra Rini
Tria Suprantini, M.Sc; Yustina Muliani,
S.Si., Apt.; Judhi Saraswati, SP., MKM;
Indah Widyaningrum, S.Si, Apt.; Khusnul
Khotimah, S.Si; Eriana Kartika Asri, S.Si,
Apt.; drg. Indah Ratnasari; Arlinda Wibiayu,
S.Si., Apt.; Fitri Fatima, S.Si., Apt.; Linda
Octaviani, S.Si., Apt.
Sekretariat
Judhi Saraswati, SP., MKM; Arlinda Wibiayu,
S.Si., Apt.; Riani Fajar Sari, A.Md; Tanti
Kuspriyanto, S.Si., M.Si.; Arif Dwi Putranto,
S.Si., Apt.; Netty Sirait; Surtiningsih
Desain Grafis
Dwi Resmiyarti, S.Farm, Apt.; Eriana Kartika
Asri, S.Si, Apt.
Foto
Ridwan Sudiro, S.Sos.
Editorial
Pembaca yang terhormat,
Banyaknya produk obat dan makanan yang beredar saat ini telah memberikan
banyak pilihan kepada konsumen. Konsumen sebagai pengguna produk obat
dan makanan harus memastikan bahwa produk yang akan dikonsumsi atau
digunakan adalah produk yang benar dan terjamin keamanan serta mutunya.
Hal tersebut harus sangat diperhatikan karena konsumenlah yang akan
menggunakan produk tersebut. Cara cerdas memilih produk adalah dengan
membaca dan meneliti informasi yang tertera pada label produk obat dan
makanan yang akan digunakan. Sangat penting bagi konsumen untuk meneliti
label obat sebelum menggunakannya karena terdapat risiko yang cukup besar
jika produk obat tidak digunakan dengan tepat. Apakah yang dimaksud dengan
label? Bagaimana cara meneliti informasi pada label terutama pada label
obat? Simak Sajian Utama InfoPOM edisi kali ini : Cerdas Memilih Obat : Teliti
Label Sebelum Membeli.
Ketelitian tidak hanya diperlukan pada saat pemilihan produk obat. Kosmetik
yang penggunaannya lebih bebas juga harus dipilih dengan hati-hati karena
kosmetik juga mengancam kesehatan akibat campuran bahan berbahaya
yang mungkin ada di dalamnya. Guna melindungi konsumen terhadap bahaya
kosmetik yang dicampurkan bahan berbahaya, Badan POM RI dengan 31 Balai
Besar/Balai POM di seluruh Indonesia melakukan pengawasan rutin dan telah
mengeluarkan Siaran Pers tentang Pengawasan Peredaran Kosmetika oleh
Badan POM.
Pengawalan dan pemantauan aspek keamanan obat pasca pemasaran obat
disebut sebagai Farmakovigilans. Farmakovigilans dilakukan untuk mengetahui
efektivitas dan keamanan penggunaan obat pada kondisi kehidupan nyata atau
praktik klinik yang sebenarnya. Untuk menambah pengetahuan masyarakat
terkait farmakovigilans dan perkembangan regulasinya di Indonesia, kami
menyajikan artikel Perkembangan Regulasi Farmakovigilans di Indonesia.
Melakukan perjalanan, terutama perjalanan jarak jauh tidak akan terasa
menyenangkan jika kenyamanan terganggu akibat mabuk perjalanan. Namun
masyarakat tidak perlu khawatir mabuk perjalanan akan terus mengganggu
aktivitas berpergian karena banyak cara untuk mengatasinya. Pada seri
swamedikasi kali ini, pembaca akan diberikan informasi lengkap dan jelas
mengenai mabuk perjalanan yang dapat diatasi sendiri (swamedikasi) lewat
artikel Seri Swamedikasi 3: Atasi Mabuk Perjalanan agar Nyaman dalam
Perjalanan.
Nah, Pembaca, semoga InfoPOM kali ini cukup menarik untuk menambah
wawasan Anda. Selamat membaca.
Sajian Utama
Hal lain yang juga penting diperhatikan pada label adalah batas
kadaluarsa. Produk yang telah melewati batas kadaluarsa tidak
boleh digunakan sebab telah mengalami perubahan (baik
perubahan bentuk, warna, rasa, atau bau) sehingga keamanan,
khasiat, dan mutunya sudah tidak terjamin lagi. Konsumen
juga harus memperhatikan kondisi fisik label produk.
Konsumen hendaknya memilih produk dengan label yang
dapat terbaca dengan baik dan lengkap sehingga informasi
penting yang dicantumkan pada label dapat dipahami.
Penandaan obat
Obat adalah obat jadi termasuk produk biologi, yang
merupakan bahan atau paduan bahan yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi untuk manusia. Sangat penting bagi konsumen
untuk meneliti label obat sebelum menggunakannya karena
terdapat risiko yang cukup besar jika produk obat tidak
digunakan dengan tepat.
Nama generik
Nama generik adalah nama bahan yang terkandung, yang
mempunyai khasiat dalam suatu produk obat. Industri farmasi
diwajibkan mencantumkan nama generik pada label obat
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
demi kepentingan konsumen. Dalam memilih produk obat,
konsumen seharusnya memilih berdasarkan nama generiknya.
Satu nama generik obat dapat terkandung dalam bermacammacam produk obat (nama dagang) yang diproduksi oleh
produsen yang berbeda-beda. Harga obat dengan kandungan
dan khasiat yang sama dapat bervariasi. Obat dengan
Golongan obat
Produk obat dapat digolongkan menjadi narkotika, golongan
obat keras, golongan obat bebas terbatas, dan obat bebas.
Golongan obat bebas merupakan golongan obat yang relatif
aman untuk digunakan, biasanya merupakan obat untuk
mengatasi keluhan penyakit ringan seperti sakit kepala,
demam, atau batuk. Konsumen dapat membeli obat bebas
di apotek, toko obat, atau toko lainnya. Golongan obat bebas
ditandai dengan lingkaran berwarna hijau.
Golongan obat bebas terbatas juga dapat diperoleh secara
bebas tanpa resep dokter, namun konsumen dianjurkan
untuk membaca terlebih dahulu informasi yang lengkap
yang terdapat pada label maupun bertanya kepada Apoteker
di apotek tempat konsumen membeli obat. Tanda untuk
golongan obat bebas terbatas adalah lingkaran berwarna
biru. Oleh karenanya, jika membeli produk obat bebas dan
obat bebas terbatas, konsumen hendaknya memastikan
memperoleh label dan/atau leaflet informasi obat yang
lengkap.
Obat Generik
Obat Bebas
Obat Keras
Narkotika
SIARAN PERS
PENGAWASAN PEREDARAN KOSMETIKA
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, kosmetika adalah bahan/sediaan yang digunakan pada bagian luar tubuh manusia
(epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara
tubuh pada kondisi baik. Untuk penggunaan tersebut, guna melindungi konsumen maka produk kosmetika yang diedarkan
tidak boleh mengandung bahan yang berbahaya bagi kesehatan dan dilarang digunakan dalam kosmetika.
Beberapa bahan-bahan berbahaya atau dilarang yang sering disalahgunakan dan dicampurkan dalam kosmetika
diantaranya merkuri (Hg), hidrokinon (tidak boleh untuk kulit dan rambut, hanya boleh untuk sediaan pengeras kuku),
asam retinoat/tretinoin/retinoic acid, bahan pewarna merah K.3 (CI 15585), merah K.10 (Rhodamin B) dan jingga K.1
(CI 12075) dan diethylene glycol (DEG) (keterangan terlampir). Untuk hal ini, Badan POM RI dengan 31 Balai Besar/Balai
POM di seluruh Indonesia melakukan pengawasan rutin untuk melindungi masyarakat, melalui kegiatan-kegiatan:
1. Pemeriksaan sarana produksi kosmetika
2. Pemeriksaan sarana distribusi kosmetika
3. Sampling kosmetika yang beredar di masyarakat dan pengujian di laboratorium untuk mengetahui apakah kosmetika
yang beredar tersebut aman dan bermutu
Pengawasan Badan POM terhadap peredaran kosmetika di sarana distribusi pada tahun 2010 menemukan 8.474 item
(174.227 pcs) kosmetika tanpa izin edar (TIE) dan 245 item (43.458 pcs) kosmetika mengandung bahan dilarang. Sedangkan
pada tahun 2011, ditemukan 4.665 item (84.485 pcs) kosmetika TIE, 219 item (38.757 pcs) kosmetika mengandung bahan
dilarang dan 1.889 item kosmetika yang mencantumkan penandaan yang tidak memenuhi syarat. Terhadap temuan
tersebut, dilakukan tindak lanjut yang sesuai dengan pelanggaran masing-masing yaitu antara lain penarikan dan
pemusnahan produk serta proses pengadilan untuk tindak pidana bagi mereka yang melanggar ketentuan .
Guna menghindari kosmetika berbahaya, beberapa hal yang dapat dilakukan masyarakat antara lain:
1. Gunakan kosmetika sesuai dengan kebutuhan, tidak terpengaruh oleh promosi dan iklan yang berlebihan.
2. Perhatikan komposisi bahan dalam produk kosmetika, apakah terdapat bahan yang dapat menyebabkan alergi, iritasi
atau sensitisasi. Bila ragu tanyakan pada beauty advisor atau sales promotion atau penjualnya atau cobalah tester
(bila tersedia).
3. Lakukan uji kepekaan kulit untuk produk-produk tertentu (misal pewarna rambut) sebelum memakai produk
kosmetika tersebut sesuai petunjuk yang diberikan produsennya.
4. Periksa kemasan kosmetika dalam keadaan baik, tidak rusak atau cacat.
5. Perhatikan apakah isi produk apakah ada perubahan warna, bau dan konsistensi produk (produk menjadi lebih
encer).
6. Periksa tanggal pembuatan dan/atau batas kadaluwarsa produk kosmetika yang dibeli.
7. Perhatikan dan ikuti cara penggunaan produk kosmetika.
8. Hentikan pemakaian jika terjadi efek samping yang tidak diinginkan.
Apabila masyarakat memerlukan keterangan lebih lanjut tentang hal ini, serta untuk menjaga agar informasi yang diterima
benar dan dapat dipertanggungjawabkan, masyarakat dapat menghubungi Unit Layanan Pengaduan Konsumen Badan
POM RI dengan nomor 021-4263333 dan 021-32199000 atau melalui email ulpk@pom.go.id dan ulpk_badanpom@
yahoo.co.id
26 Juni 2012
Biro Hukum dan Humas Badan POM RI
Telepon: (021) 4240231
Email: hukmas@pom.go.id
LAMPIRAN
SIARAN PERS
PENGAWASAN PEREDARAN KOSMETIKA
Beberapa bahan-bahan berbahaya atau dilarang yang sering disalahgunakan dan dicampurkan dalam kosmetika
diantaranya:
Merkuri (Hg)
Merkuri sering disalahgunakan pada krim/ lotion pemutih kulit. Merkuri merupakan logam berat yang berbahaya,
yang dalam konsentrasi kecilpun dapat bersifat racun. Pemakaian merkuri dapat menimbulkan berbagai hal mulai dari
perubahan warna kulit yang akhirnya dapat menyebabkan bintikbintik hitam pada kulit, alergi, iritasi kulit, kerusakan
permanen pada susunan saraf otak, ginjal dan gangguan perkembangan janin (teratogenik), bahkan paparan jangka
pendek dalam dosis tinggi menyebabkan diare, muntah-muntah dan kerusakan ginjal. Merkuri juga merupakan zat
karsinogenik (menyebabkan kanker).
Hidrokinon (tidak boleh untuk kulit dan rambut, hanya boleh untuk sediaan pengeras kuku)
Hidrokinon sering disalahgunakan pada krim/ lotion pemutih kulit. Hidrokinon adalah zat reduktor yang mudah larut
dalam air. Kemampuan hidrokinon untuk menghambat pembentukan melanin (zat pigmen kulit) membuat bahan
tersebut digunakan sebagai pencerah kulit (skin lightening) yang populer. Namun penggunaan hidrokinon dalam jangka
panjang dan dosis tinggi dapat menyebabkan hiperpigmentasi terutama pada daerah kulit yang terkena sinar matahari
langsung dan dapat menimbulkan ochronosis (kulit berwarna kehitaman).
Hal ini akan terlihat setelah penggunaan selama 6 (enam) bulan dan kemungkinan bersifat irreversible (tidak dapat
pulih kembali). Bahan ini dilarang digunakan dalam kosmetika sediaan perawatan kulit dan sediaan rambut karena
pada penggunaan jangka menengah (mid-term) dapat menyebabkan vitiligo/leukoderma (kehilangan pigmen sehingga
kulit menjadi pucat secara tidak beraturan).
Krim yang mengandung hidrokinon akan terakumulasi dalam kulit yang dapat menyebabkan mutasi dan kerusakan
DNA, sehingga kemungkinan pada pemakaian jangka panjang bersifat karsinogenik.
Asam Retinoat/Tretinoin/Retinoic Acid
Asam Retinoat/Tretinoin/Retinoic Acid banyak disalahgunakan pada sediaan peeling, sediaan obat jerawat dan pemutih
dengan mekanisme kerja pengelupasan kulit. Zat ini dapat menyebabkan kulit kering, rasa terbakar dan teratogenik.
Bahan pewarna Merah K.3 (CI 15585), Merah K.10 (Rhodamin B) dan Jingga K.1 (CI 12075)
Bahan pewarna Merah K.3 (CI 15585), Merah K.10 (Rhodamin B) dan Jingga K.1 (CI 12075) sering disalahgunakan
pada produk lipstik atau sediaan dekoratif lain (pemulas kelopak mata dan perona pipi) karena warnanya yang cerah.
Merupakan zat warna sintetis yang umumnya digunakan sebagai zat warna kertas, tekstil atau tinta. Zat warna ini
merupakan zat karsinogenik. Rhodamin B dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan hati.
Diethylene Glycol (DEG)
Diethylene Glycol (DEG) merupakan sesepora (trace element) yang terdapat pada bahan baku gliserin dan atau
polietilen oksida yang digunakan pada pembuatan kosmetika misalnya pasta gigi. Jadi kadar DEG dalam gliserin dan
polietilen glikol tidak boleh melebihi batas kadar yang ditentukan. DEG merupakan racun bagi manusia dan binatang
karena dapat menyebabkan depresi sistem saraf pusat, keracunan pada hati dan gagal ginjal.
Seri Swamedikasi 3
Mabuk Perjalanan
Mabuk perjalanan merupakan gangguan yang disebabkan oleh
intepretasi yang tidak akurat pada saat melihat suatu obyek
dari dalam kendaraaan yang bergerak atau membaca di dalam
kendaraan yang bergerak. Gangguan ini sering terjadi dalam
perjalanan menggunakan kapal laut, pesawat, kereta, mobil,
ataupun berada dalam wahana permainan di taman bermain.
Gangguan ini biasanya berhenti ketika pergerakan kendaraan
atau wahana permainan berhenti.
Mabuk perjalanan terjadi ketika tubuh, telinga bagian dalam,
dan mata mengirimkan sinyal yang tidak sinkron kepada otak
sehingga otak tidak dapat menterjemahkan dengan baik.
Misalnya saat berada di dalam kapal, telinga bagian dalam
dapat merasakan sensasi berputar yang tidak dapat dilihat
oleh mata. Sedangkan mata mungkin melihat pergerakan
dalam realita virtual yang tidak dirasakan oleh tubuh. Ketika
seseorang sudah dapat menyesuaikan dengan pergerakan yang
terjadi atau ketika pergerakan berhenti, maka gangguan yang
dirasakan akan reda dengan sendirinya.
10
Upaya Pencegahan
Mabuk perjalanan dapat dicegah dengan duduk di posisi
depan dalam kendaraan dan menjaga penglihatan tetap pada
posisi datar serta menghindari membaca selama dalam
Terapi Obat
Obat mabuk perjalanan mengandung zat berkhasiat
dimenhidrinat. Obat ini termasuk golongan obat bebas
terbatas (ditandai dengan lingkaran berwarna biru pada
kemasan obat) yang dapat diperoleh secara bebas tanpa
resep dokter, namun demikian dianjurkan untuk membaca
informasi yang tersedia pada kemasan atau label obat secara
lengkap. Dimenhidrinat memiliki efek samping yang dapat
menyebabkan kantuk, oleh karena itu tidak boleh digunakan
oleh pilot, anggota awak kabin, atau supir kendaraan pada saat
akan mengendarai kendaraan.
Untuk mendapatkan efek obat yang optimal, dimenhidrinat
sebaiknya dikonsumsi 30 menit atau 1 jam sebelum melakukan
perjalanan. Dimenhidrinat tidak boleh diberikan pada anak di
bawah usia 2 tahun kecuali atas anjuran dokter.
Meskipun dimenhidrinat termasuk obat yang relatif aman,
namun pada penderita penyakit asma, glaukoma, penyakit
paru kronik, sesak napas, kehamilan dan menyusui disarankan
untuk berkonsultasi dengan dokter atau apoteker terlebih
dahulu sebelum mengkonsumsinya. Untuk pasien yang
mengalami serangan asma akut, atau mengalami gagal
jantung berat, obat ini tidak boleh digunakan sama sekali
(kontraindikasi).
Penutup
Mabuk perjalanan biasanya tidak menimbulkan
gangguan yang berarti, namun dapat mengganggu pada
orang yang harus bepergian cukup sering. Penanganan
dengan obat dapat membantu menanggulangi gejala
mabuk perjalanan namun bagi orang yang bepergian
cukup sering mungkin dapat lebih dipilih tindakan
pencegahan dan terapi non obat dengan minuman
tradisional (jahe) atau alternatif pencegah lainnya
seperti pengendalian faktor psikologis dengan menikmati
perjalanan secara lebih rileks. (Eriana, SSi, Apt)
Pustaka
1. Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2011, Bab 4: Obat Mabuk
Perjalanan, buku Kompendia Obat Bebas.
2. Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2008, Informatorium Obat
Nasional Indonesia.
3. Website University of Maryland Medical Center, Medical Reference:
Articles Motion Sickness, diakses pada 27 Februari 2012, http://
www.umm.edu/altmed/articles/motion-sickness-000110.htm
11
Jawaban:
Terima kasih telah
menghubungi Pusat Informasi
Obat Nasional.
Obat-obat yang sudah
tidak digunakan atau
sudah melewati waktu
kadaluarsa dapat dibuang
pada tempat sampah rumah
tangga, dengan mengikuti
pedoman pembuangan
obat sebagaimana diuraikan
berikut ini.
Jika obat dalam bentuk tablet atau kapsul, maka obat dikeluarkan terlebih
dahulu dari kemasannya, selanjutnya obat tersebut dicampurkan dengan
bahan yang cenderung tidak akan dikonsumsi seperti pasir atau tanah dan
ditempatkan dalam plastik tertutup. Hal ini dimaksudkan agar obat tidak
akan dikonsumsi lagi meskipun mungkin ditemukan oleh orang lain atau
pemulung. Obat kamudian dapat dibuang melalui tempat sampah rumah
tangga seperti halnya sampah rumah tangga biasa.
Jika obat dalam bentuk cair, misalnya sirup, maka biarkan obat tetap pada
kemasannya. Hal ini untuk memudahkan mengidentifikasi kandungannya jika
secara tidak sengaja terminum. Hilangkan label nama pasien dan informasi
terkait lainnya, untuk melindungi identitas pasien. Campurkan sisa obat
tersebut dengan bahan lain yang cenderung untuk tidak dikonsumsi seperti
misalnya pasir atau tanah. Tutup kembali kemasan dan amankan dengan
perekat lalu tempatkan dalam kantong plastik gelap agar tidak terlihat
sebagai obat, kemudian dibuang pada tempat sampah rumah tangga dengan
menempatkannya pada bagian yang agak dalam (tidak di permukaannya agar
tidak mudah ditemukan).
Penting untuk diperhatikan agar tidak membuang obat dalam saluran air,
kecuali terdapat informasi spesifik pada kemasan atau informasi produk agar
produk tersebut dibuang dalam saluran air.
Demikian informasi yang kami sampaikan, jika terdapat pertanyaan lain
silakan menghubungi kami kembali. Terima kasih. Pusat Informasi Obat
Nasional (PIO Nas).
Pustaka:
1. Berbagai sumber internal Badan Pengawas Obat dan Makanan.
2. Website The United States Food and Drug Administration
http://www.fda.gov.au
Jawaban:
Kloroform bersifat penekan sistem saraf pusat, toksik terhadap hati dan
ginjal, embriotoksik dan terbukti bersifat karsinogen pada hewan. Dahulu
kloroform digunakan sebagai bahan anestesi, tetapi karena sifatnya yang toksik
terhadap hati, maka senyawa ini tidak lagi digunakan sebagai bahan anestesi.
International Agency for Research on Cancer (IARC) menggolongkan kloroform
ke dalam Grup 2B, kemungkinan karsinogenik terhadap manusia.
Antidotum untuk keracunan kloroform adalah N-asetilsistein. Di Indonesia
tersedia obat Acetylcysteine atau juga disebut N-asetilsistein dalam bentuk
sediaan kapsul, kaplet, tablet effervescens, dan infus. Pemberian N-asetilsistein
dapat meminimalkan toksisitas terhadap hati dan ginjal. Jika memungkinkan,
asetilsistein dapat diberikan dalam 12 jam setelah terpapar bahan. Pengujian
pada hewan menunjukkan bahwa pemberian cimetidine, calcium channel
blocker, dan oksigen hiperbarik dapat mengurangi cedera pada hati, tetapi
pengujian pada manusia untuk pengujian ini belum mencukupi.
Penatalaksanaan keracunan terhadap pasien di Rumah Sakit adalah dengan
membebaskan jalan napas untuk menjamin pertukaran udara; memperbaiki
fungsi jalan napas dengan cara memberikan pernapasan buatan untuk
menjamin cukupnya kebutuhan oksigen dan pengeluaran karbon dioksida;
mengobati koma dan aritmia. Namun, hindari penggunaan epinefrin atau
amina simpatomimetik lainnya karena dapat memicu aritmia menjadi lebih
berat. Takiaritmia yang disebabkan oleh peningkatan sensitivitas miokardial
dapat diobati dengan pemberian propanolol 1-2 mg secara intravena untuk
orang dewasa, atau esmolol 0,025-0,1 mg/kg/menit secara intravena.
Pemantauan terhadap pasien harus dilakukan sekurangnya selama 4-6 jam
setelah terpapar bahan atau lebih lama lagi bila timbul gejala.
Pada kasus di atas, pasien mengalami asidosis. Asidosis metabolik adalah
kondisi darah dengan tingkat keasaman yang berlebihan dan ditandai dengan
kadar bikarbonat yang rendah dalam darah. Jumlah asam dalam tubuh dapat
meningkat jika mengkonsumsi suatu asam atau suatu bahan yang diubah
menjadi asam. Pada pasien yang mengalami asidosis berat (pH < 7,1 7,2),
umumnya diberikan bikarbonat secara intravena.
Pustaka:
1. Fung, F. Carbon Tetrachloride and Chloroform in Poisoning & Drug Overdose. Fifth Ed.
Olson, K.R. (Ed.). Lange Medical Books/McGraw-Hill Companies, Inc. New York. 2007.
2. http://www.osha.gov/SLTC/healthguidelines/chloroform/recognition.html (diunduh
Maret 2012)
3. http://www.dhs.wisconsin.gov/eh/chemfs/fs/chloroform.htm (diunduh Maret 2012)
4. http://www.inchem.org/documents/icsc/icsc/eics0027.htm (diunduh Maret 2012)
5. http://www.hpa.org.uk/webc/HPAwebFile/HPAweb_C/1202487056386 (diunduh
Maret 2012)
6. http://emedicine.medscape.com/article/768268-medication (diunduh Maret 2012)
7. http://www.spesialis.info/?gejala-asidosis-metabolik,180 (diunduh Maret 2012)
12