Anda di halaman 1dari 16

BAB I

KASUS

1.1 IDENTITAS
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Alamat
Pekerjaan
Agama
No. RM
Tanggal Pemeriksaan

:
:
:
:
:
:
:
:

Tn. T
Laki-Laki
50 tahun
Cibalung, Majenang
PNS
Islam
297500
28 Mei 2015

1.2 ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)


Keluhan Utama :
Pilek tidak sembuh-sembuh
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poliklinik THT karena pilek yang tidak sembuh-sembuh sudah 2 tahun
yang lalu, dan memburuk dalam 1 minggu terakhir. Pilek dengan cairan berwarna bening,
encer, dan banyak, namun tidak berbau terkadang sampai menyebabkan hidung
tersumbat. Keluhan ini dirasakan hilang timbul terutama saat pagi dan malam hari.
Pasien juga mengeluh sering bersin dan gatal pada hidung sehingga sering menggaruk
hidung dengan punggung tangan. Bersin ini dirasakan 5 kali dalam satu waktu. Gatal
pada mata (-), banyak air mata keluar (-).
Keluhan pada pasien tidak mengganggu aktivitas, karena pasien masih dapat bekerja pada
siang hari. Keluhan tidak disertai dengan batuk, nyeri tenggorok, nyeri kepala dan
penurunan fungsi pendengaran.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Os belum pernah mengalami keluhan hal yang sama sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Ayah pasien pernah mengalami keluhan yang sama.
Riwayat Pengobatan :
Sebelumnya pasien sudah berobat ke dokter namun tidak sembuh-sembuh sehingga
dirujuk ke dr,Sp.THT
Riwayat Alergi :
Pasien memiliki alergi terhadap debu dan udara yang dingin. Alergi terhadap
makanan, dan obat-obatan, disangkal.
Riwayat Kebiasaan :
Pasien bekerja sebagai PNS, dan untuk berangkat ke tempat bekerja, pasien menggunakan
kendaraan bermotor roda dua. Pasien tidak menggunakan masker mengendarai kendaraan
bermotor. Pasien sudah berhenti merokok 4 tahun.
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda Vital
Tekanan darah

: tidak diukur

Pernafasan

: 20 x/ menit

Nadi

: 84 x/menit

Suhu

: Afebris

Kepala

: Normochepal

Mata

: Sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/-

Telinga: ( Status lokalis THT)

Hidung

: ( Status lokalis THT)

Mulut

: ( status lokalis THT )

Tenggorokan : ( Status lokalis THT )


Thorax

: Bentuk dan gerak simetris

Paru-paru

Inspeksi

: Pergerakan dada simetris

Palpasi

: Vocal fremitus kanan dengan kiri sama

Perkusi

: Sonor kedua lapang paru

Auskultasi

: Vesikuler +/+

Jantung

Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis di ICS V midclavicula sinistra

Perkusi

: Batas kanan jantung di parasternal dextra, batas kiri jantung di


midclavicula sinistra

Auskultasi

: BJ I & II murni

Abdomen

Inspeksi

: Supel

Auskultasi

: Bising usus normal

Palpasi

: Nyeri tekan (-)

Perkusi

: Timpani 4 kuadran

Ekstremitas

Atas

: Hangat (+/+), edema (-/-), RCT< 2 dtk ,sianosis (-/-)

Bawah

: Hangat (+/+), edema (-/-), RCT< 2 dtk ,sianosis (-/-)

Status LokalisTHT
Telinga
Telinga Kanan

Telinga Kiri

Ada, Normotia
Edema (-)

Aurikula
MAE

Ada, Normotia
Edema (-)

Serumen (-)

Serumen (-)

Sekret (-)
Intak (+)

Sekret (-)
Intak (+)

Membran tympani

Reflex cahaya (+)

Reflex cahaya (+)

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Jaringan Granulasi (-)


Edema (-)

Jaringan Granulasi (-)


Edema (-)

Retroaurikula

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Nyeri tekan (-)

Nyeri tekan (-)

Radang (-)

Radang (-)

Tumor (-)

Tumor (-)

Tes Garpu Tala

Rinne

: tidak dilakukan pemeriksaan

Weber

: tidak dilakukan pemeriksaan

Schwabach

: tidak dilakukan pemeriksaan

Tes bisik

: tidak dilakukan karena tidak ada ruangan 6 meter dan suasana

tidak sepi dan sunyi.


Hidung
Hidung kanan
Bentuk dbn

Hidung kiri
Hidung luar

Bentuk dbn

Inflamasi (-)

Inflamasi (-)

Deformitas (-)

Deformitas (-)

Nyeri tekan (-)

Nyeri tekan (-)

Rinoskopi anterior
Mukosa basah
Pucat (+)

Kavum
nasi

Mukosa tenang
Pucat (-)

Sekret (-)

Sekret (-)

Massa (-)

Massa (-)

Nyeri (-)

Nyeri (-)

Ulkus (-)

Vestibulum

Ulkus (-)

nasi
Edema (-)

Konka nasi

Hipertrofi (+)

Edema (-)
Hipertrofi (-)

Deviasi (-)

Septum

Deviasi (-)

nasi
(+)

Pasase

(+)

udara

Sinus paranasal

Inspeksi : Pembengkakan pada wajah (-/-)

Palpasi :

Nyeri tekan pada pipi (-/-)

Nyeri tekan bagian bawah orbita (-/-)

Trasluminasi : tidak dilakukan

Tenggorok
Bagian
Mulut

Tonsil

Kelainan
Mukosa bibir
Lidah

Keterangan
Lembab
Bersih, gerakan lidah

Palatum mole
Gigi gerigi
Uvula
Mukosa
Besar
Kripta
Detritus
Perlengketan

(N)
Simetris
Karies (-) ,berlubang (-)
terletak ditengah)
Tenang
T1.T1
Normal
-/-/-

Faring

Mukosa hiperemis
Granula

-/-/-

Maksilofasial
NI

: Normosmia (+/+)

N II

: Pupil bulat , isokor (+/+)

NIII

: Gerak bola mata superior,media,inferior +/+

NIV

: Gerak bola mata medial inferior +/+

NV

: Rahang simetris , refleks mengigit baik

NVI

: Gerak bola mata lateral +/+

NVII

: Wajah simetris , senyum simetris , angkat alis (+/+)

NVIII

: Test garputala tidak dilakukan

NIX

: Deviasi uvula ()

NX

: Refleks muntah (+)

NXI

: Angkat bahu +/+ simetris

NXII

: Deviasi lidah (-)

Leher
Pembesaran KGB

1.4 RESUME

- Pre aurikuler

(-/-)

- Post aurikuler

(-/-)

- Submental

(-/-)

- Submandibula

(-/-)

- Jugularis

(-/-)

superior, media,inferior

- Supraklavikula

(-/-)

- Suprasternal

(-/-)

- Pembesaran kel.tiroid

(-)

Laki-laki usia 50 tahun, datang ke poliklinik THT karena pilek yang tidak
sembuh-sembuh sudah 2 tahun yang lalu, dan memburuk dalam 1 minggu terakhir.
Pilek dengan cairan berwarna bening, encer, dan banyak, namun tidak berbau terkadang
sampai menyebabkan hidung tersumbat. Keluhan ini dirasakan hilang timbul terutama
saat pagi dan malam hari. Pasien juga mengeluh sering bersin dan gatal pada hidung
sehingga sering menggaruk hidung dengan punggung tangan. Bersin ini dirasakan 5
kali dalam satu waktu. Keluhan pada pasien tidak mengganggu aktivitas, karena pasien
masih dapat bekerja pada siang hari. Keluhan tidak disertai dengan batuk, nyeri
tenggorok, nyeri kepala dan penurunan fungsi pendengaran.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan mukosa hidung pucat(+/-), basah (+/-),
hipertrofi konka nasalis inferior dextra.
1.5

DIAGNOSIS KERJA
Rhinitis Alergika Persisten Ringan

1.6

DIAGNOSIS BANDING
Rhinitis Vasomotor

1.7 PENATALAKSANAAN
Non- Medikamentosa
a. Menghindari allergen penyebab, dengan menggunakan masker saat bekerja
dan berkendara

Medikamentosa
a. Cerini 10 mg
b. Nasonex
c. Sanexon 4 mg

1x1
2 x 1 (collun)
3x 1 mg

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada
pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta
dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik
tersebut (Von Pirquet, 1986).
Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun
2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan
tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh Ig E.
2.2 Patofisiologi Rinitis Alergi
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap
sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi/reaksi alergi.
Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu
1. Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang
berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya
2. Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang
berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktifitas) setelah pemaparan
dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam.
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit
yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen
yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk
fragmen pendek peptida dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk kom-plek
peptida MHC kelas II (Major Histo-compatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan
pada sel T helper (Th 0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL
1) yang akan mengaktifkan ThO untuk berproliferasi menjadi Th 1 dan Th 2.Th 2 akan
menghasilkan berbagai sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5 dan IL 13. IL 4 dan IL 13 dapat diikat
oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan
memproduksi Imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan
diikat oleh reseptor Ig E di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga ke
dua sei ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang

tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama,
maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecah-nya
dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah
terbentuk (Preformed Mediators) terutama his-tamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly
Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien
C4 (LT C4), bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin. (IL3, IL4, IL5,
IL6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dll. Inilah yang disebut
sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).
Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan kelenjar
mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga
terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid.
2.4 Klasifikasi Rinitis Alergi
Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO
Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, yaitu berdasarkan
sifat berlang-sungnya dibagi menjadi :
1. Intermiten (kadang-kadang) : bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang
dari , 4 minggu.
2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari 4 minggu.
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:
1. Ringan bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai,
berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu
2. Sedang-berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas.
2.5 Diagnosis
Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi dihadapan
pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja Gejala rinitis
alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin
merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak

dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses
membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin ini terutama merupakan gejala
pada RAFC dan kadang-kadang pada RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin.
Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat,
hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar
(lakrimasi). Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau
satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien.
2.

Pemeriksaan fisik
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau

livid disertai adanya sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior
ampak hipertrofi Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan bila fasilitas tersedia.
Gejala spesifik lain pada anak ialah terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah mata
yang terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini disebut
allergic shiner. Selain dari itu sering juga tampak anak menggosok-gosok hidung,
karena gatal, dengan punggung tangan. Keadaan ini disebut sebagai allergic salute.
Keadaan menggosok hidung ini lama kelamaan akan mengakibatkan timbulnya garis
melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah, yang disebut allergic crease. Mulut
sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi, sehingga akan
menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-geligi (fades adenoid). Dinding posterior
faring tampak granuler dan edema (cobblestone appearance), serta dinding Jateral
faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran peta (geographic tongue).

Rinoskopi Anterior Rinitis Alergi

3.

Pemeriksaan penunjang :

In vitro :
Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian
pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio immunosorbent test) seringkali
menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu
macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau
urtikaria. Lebih bermakna adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST (Radio
Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent /Assay Test).
Pemeriksaan sitologi hidung, .walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap
berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil daiam jumlah
banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (> 5sel/lap)
mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN
menunjukkan adanya infeksi bakteri.
In vivo :
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji
intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri.

Skin Endpoint

Titration/SET), SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan


alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. Keuntungan
SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk
desensitisasi dapat diketahui.
Untuk alergi makanan, uji kulit yang akhir-akhir ini banyak dilakukan
adalah Intracutaneus Provocative Dilutional Food Test (IPDFT), namun sebagai
baku emas dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan provokasi ("Challenge
Test").
TES ALERGI UJI KULIT ALERGI :
Prick Test

Skin Prick Test

Ada beberapa cara untuk melakukan uji kulit, yaitu cara intradermal, uji
tusuk (prick test), sel uji gores (scratch test) dan pacth test (uji tempel). Uji gores
sudah banyak ditinggalkan karena hasilnya kurang akurat.
1.

Uji kulit intradermal Sejumlah 0,02 ml ekstrak alergen dalam 1 ml


semprit tuberkulin disuntikkan secara superfisial pada kulit sehingga
timbul 3 mm gelembung. Dimulai dengan konsentrasi terendah yang
menimbulkan reaksi, kemudian ditingkatkan berangsur masing-masing
dengan konsentrasi 10 kali lipat sampai menimbulkan indurasi 5-15 mm.
Uji intradermal ini seringkali digunakan untuk titrasi alergen pada
kulit.Tes alergi pengujian injeksi intradermal untuk mendeteksi racun
dan diagnosis alergi obat.

2.

Uji tusuk Uji tusuk dapat dilakukan dalam waktu singkat dan lebih
sesuai untuk anak. Tempat uji kulit yang paling baik adalah pada daerah
lengan bawah dengan jarak sedikitnya 2 sentimeter dari lipat siku dan
pergelangan tangan. Setetes ekstrak alergen dalam gliserin (50% gliserol)
diletakkan pada permukaan kulit dengan ditusuk dengan menggunakan
jarum khusus untuk uji tusuk.
Uji kulit terhadap alergen yang paling baik adalah dilakukan
setelah usia 3 tahun. Reaksi terhadap histamin dibaca setelah 10 menit
dan terhadap alergen dibaca setelah 15 menit. Reaksi dikatakan positif
bila terdapat rasa gatal dan eritema yang dikonfirmasi dengan adanya

indurasi yang khas yang dapat dilihat dan diraba. Diameter terbesar (D)
dan diameter terkecil (d) diukur dan reaksi dinyatakan ukuran (D+d):2.
Patch test.
Metode lain adalah dengan menerapkan alergi untuk sebuah patch yang
kemudian diletakkan pada kulit. Hal tersebut dapat dilakukan untuk menunjukkan
yang memicu dermatitis kontak alergi. Jika ada alergi antibodi dalam sistem anda,
kulit anda akan menjadi jengkel dan mungkin gatal, lebih mirip gigitan nyamuk.
Reaksi ini berarti Anda alergi terhadap zat tersebut.

2.6 Penatalaksanaan
1. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan alergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi

2. Medikamentosa

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior),


konkoplasti atau multiple outfractured, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila
konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara
kauterisasi memakai AgNOS 25% atau triklor asetat.
3. Imunoterapi
Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang
berat: sudah berlangsung lama serta pengobatan cara lain tidak memberi hasil
yang memuaskan. Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG blc:
antibody dan penurunan IgE. Ada 2 imunoterapi yang umum dilakukan
intradermal dan sublingual.
2.7 Komplikasi
Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah :
1. Polip hidung
Beberapa peneliti mendapatkan, bahwa alergi hidung merupakan salah
satu faktor penyebab terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip hidung
2. Otitis media efusi yang sering residiual utama pada anak-anak
3. Sinusitis paranasal

BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Pada pasien dengan Riniris Alergi perlu diketahui alergen penyebab pada pasien
dan keteraturan terapi pada pasien untuk mencegah terjadinya kekambuhan dan
mengurangi resiko kearah komplikasi pada rinitis alergi, seperti sinusitis, polip, ataupun
otitis media.
DAFTAR PUSTAKA
1. Irawati N, Kasakeyan E, Rusmono N.2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal : 128-134.

2. Snow Jr, James B. Ballenger, John Jacob. 2003. Balllengers Otorhinolarynology Head
and Neck Surgery Sixteenth Edition. Hamilton : BC Decker Inc. Hal : 708 739.
3. AP, Arwin Dkk. 2007.Buku Ajar Alergi imunologi Anak Edisi 2. Jakarta :IDAI . Hal : 76 - 88

Anda mungkin juga menyukai