MK Batalkan UU Penetapan Perppu MK
MK Batalkan UU Penetapan Perppu MK
Di dalam amar putusan, hakim konstitusi Patrialis Akbar juga menguatkan bahwa
pembuat UU memandang pengertian pemilu secara luas dengan memaknai pilkada
sebagai pemilihan umum (pemilu). Padahal, menurutnya, maksud dari pemilu itu sendiri
adalah pemilihan legislatif (pileg) serta pemilihan presiden dan wakil presiden yang
digelar
dalam
kurun
waktu
5
tahun
sekali.
"Kalau pilkada masuk dalam sengketa MK, maka pemilu bukan 5 tahun sekali melainkan
berkali-kali. Ini sama saja memperluas makna pemilu," ujar Patrialis.
Dia menambahkan, berdasarkan putusan MK Nomor 1-2/PUU-XII/2014, MK memiliki
pendirian yang bersifat limitatif, artinya kewenangannya tidak bisa dikurangi atau
ditambah lagi. Dengan memasukan kewenangan untuk menuntaskan sengketa pilkada
sebagai bagian dari tugas MK, maka MK sudah melenceng dari fitrahnya.
"MK ini dibentuk atas kebutuhan uji materi atas UU, kemudian diberi kewenangan untuk
mengadili sengketa lembaga negara, perselisihan pemilu dan membubarkan partai
politik,"
ujar
dia.
Kendati telah diputus demikian, amar putusan tersebut diwarnai oleh perbedaan
pendapat di kalangan para hakim konstitusi atau disenting opinion. Terdapat 3 hakim
yang punya pandangan lain. Mereka adalah Arief Hidayat, Anwar Usman, dan Ahmad
Fadlil. Ketiga hakim konstitusi tersebut tidak menganggap kewenangan MK dalam
menangani
sengketa
pilkada
adalah
inkonstitusional.
Arief mengatakan bahwa berdasarkan putusan MK Nomor 72-73/PUU-II/2004
mahkamah berpendapat, DPR dapat memberikan tafsir pilkada. Kalau mereka
memasukan pilkada dalam pemilu sesuai UU No 22 Tahun 2007, maka hal tersebut
menjadi keputusan pembuat UU, dalam hal ini adalah pemerintah dan DPR.
"Apalagi dipertegas dalam UU No 12 Tahun 2008, dimana menyebutkan, terdapat
pengalihan kewenangan dari Mahkamah Agung (MA) ke MK dalam menangani sengketa
pilkada,"
ujar
Arief.
Namun Hamdan menegaskan bahwa keputusan tersebut akhirnya diketok karena telah
memperoleh persetujuan mayoritas hakim konstitusi. "Artinya ada dinamika di MK. Tapi
kami
tetap
menggunakan
yang
terbanyak,"
ucap
Hamdan.
Terkait putusan tersebut, pemohon yang merupakan Ketua Forum Kajian Hukum dan
Konstitusi (FKHK) Victor Santoso Tandiasa menyatakan puas dengan putusan tersebut.
"Saya apresiasi, MK sudah kembali lagi menjadi lembaga pengawal konstitusi, tidak lagi
terpecah menjadi adili sengketa pilkada. Kami berharap MK lebih fokus. Dalam Pasal
106 UU Pemda MA masih berwenang menangani pilkada," ujar Victor selepas dari
ruang sidang MK.