Anda di halaman 1dari 13

A.

Pelaksanaan
Waktu : Sabtu, 11 Oktober 2011
Tempat : FKH Lembah UGM
B. Tujuan Praktikum
Mengetahui dan mengidentifikasi bangsa-bangsa burung yang di sekitar Fakultas
Kedokteran Hewan UGM
C. Tinjauan Pustaka
1) Merbah Cerucuk (Pycnonotus goiavier)
Merbah cerukcuk adalah sejenis
burung pengicau dari suku Pycnonotidae.
Orang Sunda menyebutnya cerukcuk atau
jogjog, orang Jawa menyebut terucuk
atau

cerocokan,

mengikuti

bunyi

suaranya yang khas. Dalam bahasa


Inggris disebut Yellow-vented Bulbul.
Burung yang berukuran sedang, panjang tubuh total (diukur dari ujung
paruh hingga ujung ekor) sekitar 20 cm. Sisi atas tubuh (punggung, ekor)
berwarna coklat kelabu gelap, sisi bawah (tenggorokan, dada dan perut) putih
kusam. Mahkota kehitaman, alis dan sekitar mata putih, dengan kekang (garis di
depan mata) hitam. Sisi lambung dengan coretan-coretan coklat, dan penutup
pantat berwarna kuning. Iris mata berwarna coklat, paruh hitam dan kaki abu-abu
merah jambu.
Habitat Merbah adalah tempat-tempat terbuka, semak belukar, tepi jalan,
kebun, dan hutan sekunder. Burung ini sering berkelompok, baik ketika mencari
makanan maupun bertengger, dengan jenisnya sendiri maupun dengan jenis
merbah yang lain, atau bahkan dengan jenis burung yang lain. Tidur berkelompok
dengan jenisnya, di ranting-ranting perdu atau pohon kecil.
Makanannya adalah buah-buahan yang lunak. Di pekarangan, burung ini
kerap melubangi buah pepaya dan pisang yang telah masak. Selain itu ia juga
memangsa aneka serangga, ulat dan hewan kecil lainnya seperti cacing. Merbah
cerukcuk menghabiskan waktu lebih lama untuk mencari makanan di atas tanah
daripada jenis merbah lainnya.

Berbunyi nyaring dan berisik, cok, cok, ..cok-cok ! ; siulan pendek cuk-coli-lek.. berulang, kadang-kadang dengan cepat; atau nyanyian bersuara lemah
mirip gumam atau gerutuan burung.
Burung ini menyebar luas di Asia Tenggara, Semenanjung Malaya dan
Filipina. Di Indonesia didapati di Sumatra dan pulau-pulau di bagian timurnya,
Kalimantan, Jawa dan Bali. Diduga diintroduksi ke Lombok dan Sulawesi
Selatan. Umum terdapat sampai ketinggian 1.500 m dpl.
2) Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides)
Bondol

jawa

adalah

sejenis

burung kecil pemakan padi dan bijibijian. Burung ini juga disebut dengan
nama lain seperti pipit bondol, piit
bondol, emprit bondol dan lain-lain,
mengikuti suara yang dihasilkannya. Dalam bahasa Inggris burung ini disebut
sebagai Javan Munia.
Burung kecil, dari paruh hingga ujung ekor sekitar 11 cm. Burung dewasa
dominan coklat tua di punggung, sayap dan sisi atas tubuhnya, tanpa coretancoretan. Muka, leher dan dada atas berwarna hitam; dada bawah, perut dan sisi
tubuh putih bersih, nampak kontras dengan bagian atasnya. Sisi bawah ekor
kecoklatan. Burung muda dengan dada dan perut coklat kekuningan kotor. Jantan
tidak berbeda dengan betina dalam penampakannya.
Iris mata coklat; paruh bagian atas kehitaman, paruh bawah abu-abu kebiruan;
kaki keabu-abuan.
Burung yang sering ditemui di lingkungan pedesaan dan kota, terutama di
dekat persawahan. Memakan padi dan aneka biji-bijian, bondol jawa kerap
mengunjungi sawah, padang rumput, lapangan terbuka bervegetasi dan kebun.
Burung ini sering turun ke atas tanah atau berayun-ayun pada tangkai bunga
rumput memakan bulir biji-bijian. Bondol jawa umumnya hidup berpasangan atau
dalam kelompok kecil, termasuk bercampur dengan jenis bondol lainnya seperti
dengan bondol peking (L. punctulata). Kelompok pada mulanya terdiri dari
beberapa ekor saja, akan tetapi di musim panen padi kelompok ini dapat
membesar mencapai ratusan ekor. Nampak menyolok di sore hari pada saat

terbang dan hinggap bersama-sama di pohon tempat tidurnya. Kelompok yang


besar seperti ini dapat menjadi hama yang sangat merugikan petani padi. Burung
ini sering bersarang di pekarangan dan halaman rumah, di pohon-pohon yang
bertajuk rimbun, pada ketinggian 2 10 m di atas tanah.
Berbunyi halus, cri-ii, cri-i.. atau ci-ii..; dan pit.. pit.. . Namun dalam
kelompok, terutama ketika bertengger bersama, suara-suara ini jadi cukup
membisingkan. Demikian pula suara anak-anaknya yang baru menetas. Bondol
jawa terutama tersebar di Jawa dan Bali, hingga ketinggian 1.500 m dpl. Juga
didapati di Lombok, Sumatra bagian selatan, dan diintroduksi ke Singapura.
3) Bondol peking (Lonchura punctulata)
Merupakan jenis burung kecil
pemakan padi dan biji-bijian. Nama
punctulata

berarti

berbintik-bintik,

menunjuk kepada warna bulu-bulu di


dadanya.

Orang

Jawa

menyebutnya

emprit peking, prit peking; orang Sunda menamainya piit peking atau manuk
peking, meniru bunyi suaranya. Di Malaysia burung ini disebut pipit pinang, dan
dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Scaly-breasted Munia --lagi-lagi terkait
dengan bintik di dadanya yang mirip gambaran sisik.
Burung yang berukuran kecil, dari paruh hingga ujung ekor sekitar 11 cm.
Burung dewasa berwarna coklat kemerahan di leher dan sisi atas tubuhnya,
dengan coretan-coretan agak samar berwarna muda. Sisi bawah putih, dengan
lukisan serupa sisik berwarna coklat pada dada dan sisi tubuh. Perut bagian
bawah sampai pantat putih. Burung muda dengan dada dan perut kuning tua
sampai agak coklat kotor. Jantan tidak berbeda dengan betina dalam
penampakannya.Iris mata coklat gelap; paruh khas pipit berwarna abu-abu
kebiruan; kaki hitam keabu-abuan.
Bondol peking sering ditemui di lingkungan pedesaan dan kota, terutama
di dekat persawahan atau tegalan. Makanan utama burung ini adalah aneka biji
rumput-rumputan termasuk padi. Oleh sebab itu bondol peking kerap
mengunjungi sawah, padang rumput, lapangan terbuka bervegetasi dan kebun.

Hidup berpasangan atau dalam kelompok kecil, bondol peking sering


teramati bergerombol memakan bulir biji-bijian di semak rerumputan atau bahkan
turun ke atas tanah. Kelompok ini umumnya lincah dan bergerak bersama-sama,
sambil terus berbunyi-bunyi saling memanggil. Bunyi dua suku, ki-dii, ki-dii..;
panggilan ki-ii.. atau ckii, ckii..; dan suara tanda bahaya tret.. tret.. .
Bondol peking kerap menghuni kebun, pekarangan dan tepi jalan. Seperti
tercermin dari namanya di Malaysia, bondol ini sering memilih pohon pinang atau
palma lainnya, pohon atau semak yang tinggi, untuk tempatnya bersarang. Sarang
berbentuk bola atau botol dibangun dari rerumputan, diletakkan tersembunyi di
antara daun-daun dan ranting. Telurnya berwarna putih, 4-6(-10) butir, masingmasing berukuran sekitar 15 x 11 mm. Berbiak di sepanjang tahun.
Bondol peking menyebar luas mulai dari India di barat, Cina di utara, Asia
Tenggara, Semenanjung Malaya, Filipina, dan kepulauan Indonesia. Burung ini
juga diintroduksi ke Australia dan beberapa tempat lainnya. Di Indonesia, bondol
peking umum ditemukan di dataran rendah Sumatra, Jawa dan Bali hingga
ketinggian 1.800 m dpl. Di Sulawesi hingga sekitar 1.600 m dan di Nusa
Tenggara, khususnya di Timor hingga 2.300 m dpl. Di Kalimantan bagian selatan,
diperkirakan ada populasi feral (burung lepasan).

4) Bondol haji (Lonchura maja)

Bondol atau Emprit Haji adalah


burung yang termasuk dalam marga pipit
hidup di Semenanjung Melayu dan
Sumatera, Jawa, Bali dan pulau-pulau di
sekitarnya. Burung ini dinamakan emprit
haji karena pada bagian kepala hewan ini berwarna putih yang seolah memakai
peci putih yang dalam masyarakat Indonesia dipakai setelah pulang dari haji.
Bahasa Inggris:White-headed Munia. Bertubuh kecil (11 cm), putih coklat menuju
finch. Mirip dengan chesnut Munia namun pucat coklat dan seluruh kepala dan
tenggorokan putih. Burung muda coklat pada upperparts dengan hamster dan buff
wajah. . Iris-coklat; kaki-biru pucat Suara : bernada tinggi 'pee-pee'.
Di Jawa dan Bali ini adalah burung yang cukup umum dan luas sampai
1500 m. Kebiasaan emprit ini sering mengunjungi rawa-rawa dan sawah, emprit
ini suka memakan padi. Habitat burung ini adalah di sawah dan belukar rumput.
Burung ini tersebar di Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi,
Thailand & Vietnam selatan. Di introduksi di Jepang (Osaka & Okinawa).

5) Layang-layang (Hirundo rustica)


Burung ini memiliki panjang 55
sampai 65 cm, dengan lebar sayap
sekitar 1,3 m (4,3 kaki). Individu pria
dan wanita terlihat mirip. Tubuh adalah
hitam dan putih kontras yang mendalam.
Bulu penerbangan, ekor, kaki, semua
hitam.

Ciri

lainnya

adalah

ekor

bercabang. Saat muda warnanya lebih


kusam dari pada dewasanya, dan ekor tidak sedalam bercabang.
Menghuni sebagian besar hutan dan hutan lahan basah di dekat lokasi
bersarang. Sarang yang dibangun di pohon, biasanya dekat air. Baik pria dan
wanita berpartisipasi dalam membangun sarang.

Kadang-kadang kicauan bernada tinggi yang dipancarkan, meskipun


sebagian besar burung-burung tetap diam.

6) Cangak abu (Ardea cinerea)

Burung cangak abu memiliki ukuran tingi 92 cm, bulunya berwarna putih ,
abu-abu dan hitam. Ciri-ciri saat dewasa garis mata, jambul, bulu terbang, bahu
dan dua buah garis pada dada hitam; kepala , leher, dada dan punggung putih,
dengan beberapa coretan ke bawah, bagian yang lain abu-abu. Kepala burung
muda lebih abu-abu dan tidak ada warna hitam. Iris kuning , paruh kuning
kehijauan dan kaki kehitaman.
Memiliki suara krook yang parau dan suara seperti angsa. Burung
pemburu yang menunggu ikan lewat yang hidup menyendiri di air dangkal,
mencari ikan dengan cara menyusurkan kepala dan paruh. Berdiri dengan satu
kaki. Kepakan sayap berat. Beristirahat di atas pohon.
Penyebarannya pada habitat lahan basah di seluruh Sunda Besar. Umunya
tersebar di dekat laut, tetapi juga kadang-kadang ditemukan juga di danau-danau
di pedalaman sampai ketinggian 900 m. Di Kalimantan diduga hanya sebagai
pengunjung.
7) Burung Gereja (Passer montanus)
Burung Gereja memiliki ukuran
sedang sekitar 14 cm, dengan warna
bulunya cokelat. Mahkota berwarna
cokelat berangan, dagu , tenggorokan,
bercak pipi dan strip mata hitam, tubuh
bagian bawah kuning tua keabu-abuan, tubuh bagian atas berbintik-bintik cokelat
dengan tanda hitam dan putih. Burung muda : berwarna lebih pucat dengan tanda
khas yang kurang jelas. Iris cokelat, paruh abu-abu, kaki cokelat.

Burung ini memiliki cicitan ramai dan nada-nada ocehan cepat.


Berasosiasi dekat dengan manusia . Hidup berkelompok di sekitar rumah, gudang
dan lain-lain. Mencari makan di tanah, dan lahan pertanian , mematuki biji-biji
kecil atau beras. Dalam kelompok pekarangan , menyerbu sawah pada musim
panen.
Habitatnya persebarannya di kota-kota dan desa-desa di Sumatera
(termasuk pulau-pulau di sekitarnya). Di Jawa dan di Bali merupakan burung
yang umum di kota dan di desa di mana berlangsung pemrosesan biji-bijian,
sampai ketinggian 1.500 m. Di Kalimantan, pertama kali disadari keberadaannya
pada tahun 1964, sekarang menetap dengan baik di beberapa kota pesisir dan
baru-baru ini juga ditemukan di pedalaman.
8) Cucak Kutilang (Pycnonotus aurigaster)
Cucak Kutilang atau Kutilang adalah
sejenis

burung

pengicau

dari

suku

Pycnonotidae. Orang Sunda menyebutnya


cangkurileung,

orang

Jawa

menamainya

ketilang atau genthilang, mengikuti bunyi


suaranya yang khas. Dalam bahasa Inggris
burung ini disebut Sooty-headed Bulbul.
Burung yang berukuran sedang, panjang tubuh total (diukur dari ujung
paruh hingga ujung ekor) sekitar 20 cm. Sisi atas tubuh (punggung, ekor)
berwarna coklat kelabu, sisi bawah (tenggorokan, leher, dada dan perut) putih
keabu-abuan. Bagian atas kepala, mulai dari dahi, topi dan jambul, berwarna
hitam. Tungging (di muka ekor) nampak jelas berwarna putih, serta penutup
pantat berwarna jingga. Iris mata berwarna merah, paruh dan kaki hitam.
Cucak kutilang kerap mengunjungi tempat-tempat terbuka, tepi jalan,
kebun, pekarangan, semak belukar dan hutan sekunder, sampai dengan ketinggian
sekitar 1.600 m dpl. Sering pula ditemukan hidup meliar di taman dan halamanhalaman rumah di perkotaan. Burung kutilang acapkali berkelompok, baik ketika
mencari makanan maupun bertengger, dengan jenisnya sendiri maupun dengan
jenis merbah yang lain, atau bahkan dengan jenis burung yang lain.

Seperti umumnya merbah, makanan burung ini terutama adalah buahbuahan yang lunak. Cucak kutilang sering menjengkelkan petani karena kerap
melubangi buah pepaya dan pisang yang telah masak di kebun. Namun sebaliknya
burung ini menguntungkan petani karena juga memangsa pelbagai jenis serangga,
ulat dan aneka hewan kecil lainnya yang menjadi hama tanaman.
Kelompok burung ini acap terbang dengan ribut, berbunyi nyaring cuk,
cuk, ..tuit,tuit! ; atau bersiul berirama yang terdengar seperti ke-ti-lang.. ke-tilang.. berulang-ulang di atas tenggerannya.
Burung Kutilang memiliki kebiasaan untuk berjemur dan mandi embun
setiap pagi,hal ini berguna untuk menjaga bulunya yang terus di minyaki. Minyak
ini berasal dari bagian belakang dekat ujung ekornya yang berhubungan dengan
badan. Burung Kutilang juga memiliki kebiasaan menaikan jambulnya bila
senang maupun ingin buang air besar. Burung Kutilangpun memiliki masa
"Mabung" yaitu saat dimana bulu yang lama rontok dan berganti bulu yang baru.
Di saat Mabung burung Kutilang akan cenderung lebih diam baik secara suara
maupun gerakan.
Burung kutilang menyebar luas di Tiongkok selatan dan Asia Tenggara
(kecuali Malaysia), Jawa serta Bali. Diintroduksi ke Sumatra dan Sulawesi,
beberapa tahun yang silam burung ini juga mulai didapati di Kalimantan.
9) Cabe Jawa (Dicaeum trochileum)
Burung Cabe Jawa memiliki
ukuran mencapai 8 cm, berwarna hitam
dan merah padam. Jantan dewasa :
kepala, punggung, tunggir dan dada
merah padam atau agak kejinggaan;
sayap dan ujung ekor hitam, perut putih keabu-abuan, ada bercak putih pada
lengkung sayap. Betina : Tunggir merah, tubuh bagian atas lainnya coklat, tersapu
merah pada kepala dan mantel, tubh bagian bawah putih buram. Remaja : tubuh
bagian atas coklat kehijaun, ada bercak jingga pada tunggir. Iris cokelat, paruh
dan kaki hitam.

Cabe Jawa memiliki kicauan yang khas : Ziit,ziit, yang sibuk, trrtrr berdengung hwit bernada tinggi dan ci-tt,ci-tt,ci-tt yang khas. Burung
ini sering terlihat di pekarangan dan daerah terbuka , termasuk kota, daerah
pantai, dan hutan mangrove. Mengunjungi rumput benalu untuk memakan
buahnya yang lengket.
Persebarannya dapat ditemukan di pantai-pantai dan dataran rendah
Sumatra Selatan dan Kalimantan selatan (di Sumatra mungkin merupakan
pendatang baru dari Jawa). Di Jawa (termasuk di pulau-pulau di sekitarnya ) dan
Bali, burung dataran rendah yang umum di kebun dan daerah terbuka.
10) Wiwik Kelabu (Cacomantis merulinus)
Wiwik

kelabu

atau

wikwik

kelabu adalah sejenis burung anggota


suku kangkok (Cuculidae). Burung yang
kerap ditemui di lingkungan pedesaan ini
dikenal dengan banyak nama. Mulai dari
kedasih atau daradasih (nama umum, Jw.), kedasi, sit uncuing, sirit uncuing, atau
manuk uncuing "emprit ganthil"(Sd.), sampai kepada burung orang meninggal
menurut anak-anak Betawi. Dalam bahasa Inggris burung ini dinamai Plaintive
Cuckoo karena suaranya yang mendayu-dayu, sementara orang Belanda
menyebutnya (Kleine) Piet van Vliet mengikuti bunyi panggilannya yang khas.
Burung yang berukuran agak kecil; panjang tubuh (dari ujung paruh
hingga ke ujung ekor) sekitar 21 cm. Burung dewasa berwarna kelabu di kepala,
leher dan dada bagian atas. Punggungnya merah kecoklatan dan perutnya kuning
jingga. Sisi bawah ekor dengan warna putih di ujung-ujung bulu yang kehitaman.
Burung muda berwarna burik; kecoklatan dengan garis-garis hitam di sisi
atas tubuh, dan keputihan dengan garis-garis hitam yang lebih halus. Burung
betina kadang-kadang berwarna seperti burung muda, sehingga mungkin terkeliru
dengan burung Wiwik lurik (C. sonneratii) yang berkerabat. Bedanya, Wiwik

lurik memiliki alis dan pipi keputihan. Iris mata berwarna merah. Paruh
kehitaman di atas dan kekuningan di bawah. Kaki kuning.
Burung yang menyukai hutan-hutan terbuka, hutan sekunder, tepi hutan,
tegalan dan lingkungan pemukiman di pedesaan. Kadang-kadang juga ditemukan
di wilayah perkotaan dan taman-taman. Wiwik kelabu mudah dikenali dari
suaranya yang merawankan hati. Tii..tut..twiiit, ..tii..tut..twiiit, .. tii..tut..twiiit,
bertambah cepat dan bertambah tinggi nadanya. Atau bunyi, tii..tut..twiiit, ..twiit,
..twiit, ..twit, ..twit, ..wit, ..wit, ..wit-wit-wit-wit-wit-wit; dengan nada yang
meninggi di awal kemudian semakin menurun dan semakin pendek di akhir.
Meski suaranya sering terdengar, wiwik kelabu agak sukar teramati. Ia kerap
berbunyi dalam kelindungan tajuk pohon tanpa bergerak-gerak atau berubah
posisi. Tidak jarang pula suara ini terdengar di malam hari. Di musim
berpasangan, burung-burung ini aktif berkejaran sambil bersuara pendek,
wriiik, ..wrik ..wri-wri-wri.
Burung ini memangsa aneka jenis serangga, laba-laba, dan juga buahbuahan kecil. Wiwik kelabu tidak jarang didapati turun ke semak belukar. Pada
umumnya ditemukan di dataran rendah sampai ketinggian 1.300 m.

D. Metode
Metode yang digunakan dalam birdwatching ini adalah transek dengan menyusuri jalan
setiap 30 m berhenti dengan diameter pengamatan 30 m dalam waktu 10 menit.
E. Materi
Alat dan bahan yang digunakan dalam bird watching :
1. Note (kertas HVS)
2. Pensil
3. Penghapus
4. Buku panduan Mackinon
5. Binocular
6. Kamera

F. Hasil Pengamatan
Nama pengamat : Gerardus Yuvens Denista
Lokasi
: FKH Lembah UGM
Waktu
: Sabtu, 3 Desember 2011
1) Merbah Cerucuk (Pycnonotus goiavier)
- Lokasi
: Kampus FKH atap Gedung V4
- Waktu
: 09.10 WIB
- Jarak
: 14 m
- Jumlah
: 3 ekor
- Ciri-ciri
: kepala berwarna putih pada bagian atasnya coklat, sayapnya
coklat dan dadanya berwarna coklat juga. Senang berpindah-pindah tempat
(bertengger).
2) Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides)
- Lokasi
: Utara lapangan Pancasila (di atas pohon)
- Waktu
: 09.25 WIB
- Jarak
:8m
- Jumlah
: 7 ekor
- Ciri-ciri
: kepalanya berwarna gelap, paruhnya abu-abu, sayapnya
berwarna coklat dengan dada berwarna putih. Hidup bergerombol.
3) Bondol peking (Lonchura punctulata)
- Lokasi
: Di atas pohon sekitar lapangan Pancasila
- Waktu
: 09.28 WIB
- Jarak
:9m
- Jumlah
: 6 ekor
- Ciri-ciri
: bagian bawah tubuhnya berwarna putih seperti berbintik, pada
bagian dadanya terdapat garis-garis, sayapnya berwarna coklat, berpindahpindah tempat tengger dan kadang turun ke bawah.
4) Bondol haji (Lonchura maja)
- Lokasi
: Pohon depan Gedung V-3 FKH UGM
- Waktu
: 09.30 WIB
- Jarak
: 10 m
- Jumlah
: 6 ekor
- Ciri-ciri
: kepala berwarna putih, leher memiliki warna yang sama dengan
kepala, sayap dan tubuhnya berwarna coklat, terdapat warna merah pada
bagian sekitar ekornya. Bergerombol di atas pohon dan sering berpindah
ranting.
5) Layang-layang (Hirundo rustica)

Lokasi
Waktu
Jarak
Jumlah
Ciri-ciri

: Sekitar tribun lapangan Pancasila


: 09.20 WIB
:7m
: > 12 ekor
: Warna kepala-sayap-ekor hitam, bagian dadanya berwarna

putih, sayapnya panjang. Ekornya membelah 2. Terbang tinggi lebih sering


bersama kelompoknya.
6) Cangak abu (Ardea cinerea)
- Lokasi
: Langit atas FKH UGM
- Waktu
: 10.10 WIB
- Jarak
: 30 m
- Jumlah
: 1 ekor
- Ciri-ciri
: kepala dan dada berwarna putih, paruhnya terlihat panjang,
sayapnya lebar saat mengepak. Kepakan sayapnya pelan namun terbangnya
cepat.
7) Burung Gereja (Passer montanus)
- Lokasi
: Pepohonan sekitar lapangan Pancasila
- Waktu
: 09.25 WIB
- Jarak
:8m
- Jumlah
: 4-5 ekor
- Ciri-ciri
: tubuhnya kecil, muka dan sayapnya berwarna coklat, pada sisi
mukanya terdapat warna kehitaman. Terbang lincah berpindah pohon saat
tidak bersama kawanannya.
8) Cucak Kutilang (Pycnonotus aurigaster)
- Lokasi
: Pepohonan depan pintu masuk FKH UGM
- Waktu
: 09.20 WIB
- Jarak
:4m
- Jumlah
: 2 ekor
- Ciri-ciri
: mukanya berwarna hitam, warna sayap dan ekor coklat,
dadanya berwarna putih, memiliki jambul hitam diatas kepalanya, ada warna
kuning pada tunggingnya. Sering berpindah tempat tengger dan bergerak
cepat.
9) Cabe Jawa (Dicaeum trochileum)
- Lokasi
: Pohon dekat lembah UGM
- Waktu
: 09.25 WIB
- Jarak
:5m
- Jumlah
: 3-4 ekor

- Ciri-ciri

: memiliki kepala berwarna merah dengan sayap dan ekornya

berwarna coklat. Terbang rendah untuk hinggap ke pohon lain.


10) Wiwik Kelabu (Cacomantis merulinus)
- Lokasi
: Sekitar lapangan Pancasila
- Waktu
: 10.00 WIB
- Jarak
: 0 (hanya mendengar suaranya)
- Jumlah
: 1-2 ekor
- Ciri-ciri
: suaranya tiir tirr tirr terdengar jelas.
G. Pembahasan
Dalam birdwatching ini ditemukan sekitar 10 jenis burung yang ada di daerah Fakultas
Kedokteran Hewan UGM Lembah UGM. Jenis burung yang banyak ditemukan adalah
jenis Bondol : Jawa, Peking dan Haji. Mengidentifikasi burung-burung sulit karena
terkadang tidak terlihat jelas walaupun sudah menggunakan binokuler khususnya warna
ekor maupun paruhnya. Setelah melakukan pengamatan dan mencari sumber belajar
tentang burung didapatkan bahwa cirri-ciri dalam pengamatan sesuai dengan literature
yang ada.

Daftar Pustaka
Coates, B.J. and K.D. Bishop. 2000. Panduan lapangan Burung-burung di Kawasan
Wallacea. BirdLife IP & Dove Publication. Bogor.
King, B., M. Woodcock, and E.C. Dickinson. 1975. A Field Guide to The Birds of SouthEast Asia. Collins. London.
MacKinnon, J. 1993. Panduan lapangan pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali.
Gadjah Mada University Press. Jogyakarta.
MacKinnon, J., K. Phillipps, and B. van Balen. 2000. Burung-burung di Sumatera, Jawa,
Bali dan Kalimantan. LIPI dan BirdLife IP. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai