Anda di halaman 1dari 8

PENENTUAN STRUKTUR SENYAWA ORGANIK

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
2. Waktu Praktikum
3. Tempat Praktikum
a. Lantai III, Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas MIPA, Universitas Mataram.
b. Lantai II, dan III, Laboratorium Kimia Dasar, Fakultas MIPA, Universitas Mataram.
B. LANDASAN TEORI
Spektrofotometri UV-Visible adalah salah satu

Teknik yang sering digunakan

dalam analisis farmasi. Spektrofotometri UV-Visible melibatkan pengukuran jumlah


radiasi ultraviolet yang diserap oleh suatu zat dalam larutan. Instrumen yang mengukur
rasio, atau fungsi rasio, dari intensitas dua berkas cahaya di wilayah UV-Visible disebut
Spektrofotometer Ultraviolet-Visible. Dalam analisis kualitatif, senyawa organik dapat
diidentifikasi dengan menggunakan spektrofotometer, jika data yang tercatat tersedia,
analisis kuantitatif digunakan untuk memastikan kuantitas spesies molekul menyerap
radiasi. Teknik spektrofotometri digunakan secara sederhana, cepat, spesifik dan berlaku
untuk jumlah kecil senyawa. Hukum dasar yang mengatur analisis spektrofotometri
kuantitatif adalah hukum Beer Lambert (Behera, 2012).
Semua molekul dapat mengabsorpsi radiasi dalam daerah UV-tampak karena
molekul-molekul tersebut mengandung electron, baik sekutu maupun meyendiri, yang
dapat tereksitasi ke tingkat energy yang lebih tinggi. Panjang gelombang di mana
absorbsi itu terjadi bergantung pada berapa kuat electron itu terikat dalam molekul itu.
Electron dalam suatu ikatan kovalen tunggal terikat dengan kuat, dan diperlukan radiasi
berenergi tinggi atau panjang gelombang pendek untuk eksitasinya. Misalnya, alkana
yang mengandung hanya ikatan tunggal C-H dan C-C tak menunjukkan absorpsi di atas
160 nm. Metana menunjukkan suatu puncak pada 122 nm yang ditandai dengan transisi
. Ini berarti bahwa suatu electron dalam orbital ikatan (bonding) sigma
tereksitasikan ke orbital anti-ikatan (antibonding) sigma. Electron dalam ikatan rangkap
dua dan rangkap tiga agak mudah dieksitasikan ke orbital yang lebih tinggi. Suatu transis

dilambangkan dengan bila sebuah electron

bonding

ditingkatkan dari suatu orbital

ke suatu orbital antibonding- . Pengabsorpsian energy dalam transisi

transisi semacam itu biasanya lebih kuat daripada dalam daripada dalam transisi
(Day, 2001: 388).
Spektroskopi jenis FTIR biasanya digunakan untuk menetapkan gugus fungsional
apa yang terdapat dalam sampel. Dalam spektroskopi IR, suatu ikatan dibayangkan
sebagai pegas yang memiliki frekuensi osilasi alami. Semua ikatan memiliki frekuensi
khas yang membuat ikatan mengulur (stretch) atau menekuk (bend). Bila frekuensi
energielektromagnetik inframerah yang dilewatkan pada suatu molekul sama dengan
frekuensi mengulur atau menekuknya ikatan maka energy tersebut akan diserap. Serapan
inilah yang dapat direkam oleh suatu spektroskopi IR. Keteruluran bergantung pada
kekuatan ikatan serta massa atom-atom yang berikatan. Ikatan yang paling sukar diulur
adalah ikatan antara suatu atom bermassa besar dan satu atom bermassa ringan. Jadi,
ikatan C-H mempunyai frekuensi uluran yang tinggi karena perbedaan massa yang besar
antara karbon dan hydrogen. Lebih lanjut untuk ikatan C-H, karbon dengan ikatan
rangkap tiga ( CH ) memiliki frekuensi uluran lebih tinggi daripada karbon dengan
ikatan rangkap dua atau ikatan tunggal. Serapan lebih besar dari 3000 cm -1 menunjukkan
karbon berikatan rangkap, sedangkan serapan di bawah 3000 cm -1 menunjukkan karbon
berikatan tunggal (Bresnick, 2004: 112).
Spektrofotometer FTIR digunakan untuk menentukan gugus fungsi. Keberadaan
gugus karbonil (C=O) yang merupakan karakteristik untuk ester ditunjukkan oleh pita
serapan pada bilangan gelombang 1735,93 cm-1 dengan intensitas tajam dan kuat
didukung oleh serapan pada bilangan gelombang 1165,00 cm-1 yang menandakan gugus
C-O karakteristik ester. Serapan pada bilangan gelombang 3028,24 cm-1 , 3062,96 cm-1
dan 3066,11 cm-1 menunjukkan adanya gugus C-H aromatik dan didukung oleh serapan
pada bilangan gelombang 1602,85 cm-1 dan 1537,27 cm-1 menunjukkan gugus C=C.
Keberadaan serapan pada bilangan gelombang 1460,11 cm-1 dan 1423,47 cm-1
menunjukkan gugus C-H alifatik (CH2) didukung oleh serapan pada bilangan gelombang
1355,98 cm-1 dan 1384,89 cm-1 menunjukkan gugus alifatik (CH3) (Seniwati, 2014).
Dalam suatu spectrum NMR, posisi serapan oleh sebuah proton bergantung pada
kuat netto medan magnet lokal yang mengitarinya. Medan lokal ini merupakan hasil
medan terapan Ho dan medan molekul terimbas yang mengitari proton itu dan
berlawanan dengan medan terapan. Jika medan imbasan sekitar sebuah proton itu relative
kuat maka medan itu melawan Ho dengan lebih kuat dan diperluas medan terapan yang

lebih besar untuk membawa proton itu agar beresonansi. Dalam hal ini, proton itu
dikatakan terperisai (shielded) dan absorpsinya terletak di atas medan dalam spectrum
itu. Atau sebaliknya jika medan imbasan di sekitar sebuah proton itu relative lemah,
maka medan yang dipakai juga lemah dan membawa proton ini ke dalam resonansi.
Proton itu dikatakan tak terperisai (deshielded) dan absorpsinya muncul di bawah medan.
Terperisai dan tak terperisai adalah istilah relative. Untuk memperoleh pengukuran yang
kuantitatif diperlukan suatu titik rujukan (referensi). Senyawa yang dipilih untuk titik
rujukan ialah tetrametilsilana (TMS), (CH3)4Si, yang proton-protonnya menyerap pada
ujung kanan dalam spektrum NMR (Fessenden, 330: 1986).
Analisis dengan spektroskopi 1H-NMR bertujuan untuk mengetahui perbedaan dari
proton-proton dalam molekul, lingkungan elektronik dari setiap jenis proton, berapa
banyak proton dari setiap jenis proton yang ada, dan lingkungan dari sebuah proton
dengan tetangganya. Spektrum 1H-NMR C-heksil kaliks[4]resorsinarena pada Gambar
menunjukkan adanya 9 sinyal yang menandakan adanya 9 macam proton yang
mempunyai lingkungan berbeda. 1H-NMR (DMSO, 25 C): 7,10 (s, 4H, Ha), 6,12 (s,
4H, Hb), 8,85 (s, 6H, Hc,d), 2,48 (s, 2H, Hc,d), 4,19 (t, 4H, He), 1,97 (m, 4H, Hf),
1,27-1,02 (m, 32H, Hg-j), 0,80 (t, 12H, Hk). Adanya pergeseran kimia pada 4,19 ppm
yang mengindikasikan jembatan CH menunjukkan telah terbentuknya C-heksil
kaliks[4]resorsinarena (Handayani, 2014).

Gambar Spektrum 1H-NMR dari C-heksil kaliks[4]resorsinarena.


Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) merupakan suatu metode
analisis yang menggabungkan instrumen kromatografi gas dan spektrometri massa.
Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai

uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase diam
berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat
padat penunjangnya. Spektrometer massa adalah suatu instrumen yang dapat menyeleksi
molekul-molekul gas bermuatan berdasarkan massa atau beratnya. Teknik ini tidak dapat
dilakukan dengan spektroskopi, akan tetapi nama spektroskopi dipilih disebabkan
persamaannya dengan pencatat fotografi dan spektrum garis optik. Umumnya spektrum
massa diperoleh dengan mengubah senyawa suatu sampel menjadi ion-ion yang bergerak
cepat yang dipisahkan berdasarkan perbandingan massa terhadap muatan (m/e). Proses
ionisasi menghasilkan partikel-partikel bermuatan positif, dimana massa yang
terdistribusi adalah spesifik terhadap senyawa induk. Selain untuk penentuan struktur
molekul, spektrum massa dipakai untuk penentuan analisis kuantitatif. Biasanya sampel
ditembaki dengan berkas elektron yang menghasilkan suatu ion molekul atau fragmen
ionik. Fragmen-fragmen bermuatan ini dapat dipisahkan menurut massanya (Khopkar,
2010: 268).
Kromatografi gas-cair merupakan cara/teknik yang

paling sesuai

untuk

mengidentifikasi minyak atsiri karena dengan cara ini memung-kinkan sekaligus analisis
kualitatif dan kuantitatif. Dalam kromatografi gas, sampel cairan disuntikkan ke dalam
ruang injeksi dengan jarum injeksi melalui klep khusus. Sampel akan terbawa melalui
kolom. Di dalam kolom, sampel akan dipisahkan satu dengan yang lainnya dan kemudian
diteruskan ke detektor berupa signal/isyarat listrik. Selanjutnya akan direkam berupa
pulsa-pulsa di rekorder. Puncak-puncak spektrum tersebut akan dilewatkan ke
spektrometer massa untuk mengetahui massa molekul relatif (Mr) dan pola fragmentasinya (Sukmajaya, 2012).
C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM
1. Alat-alat Praktikum
a. Botol vial
b. Gelas kimia 100 ml
c. Kuvet
d. Membran sel
e. Pipet tetes
f. Spektrofotometri Infra Red (IR)
g. Spektrofotometri UV-Vis
h. Spektrometri Massa-Gas Kromatografi (GC-MS)
i. Spektrometri Resonansi Magnet Inti (NMR)
j. Syringe (suntikan)
k. Tabung reaksi
2. Bahan-bahan Praktikum

a.
b.
c.
d.
e.

Aquades (H2O(l))
DCM (CH2Cl2)
Metanol (CH3OH)
n-heksana
Sampel 6 (sampel cair)

D. SKEMA KERJA
1. Analisis dengan Spektrofotometri UV-Vis
Larutan blanko (DCM)
o Ditempatkan pada kuvet
o Di-run dengan
spektrofotometer Uv-Vis
o Kemudian di-nol kan
Dicatat hasil yang diperoleh
larutan sampel
o Diencerkan dengan DCM
secukupnya
o Dimasukan ke dalam kuvet
Dicatat hasil yang
o diperoleh
Dianalisis dengan
spektrofotometer Uv-Vis
2. Analisis dengan Spektrofotometri Infra Red (IR)
Larutan sampel
o

Diencerkan dengan DCM


secukupnya

o Sampel dimasukkan ke dalam


tempat sampel (membrane sel)
menggunakan syringe.
o Selanjutnya sampel dianalisis
dengan IR.
3. Analisis dengan Spektrometri
Massa-Gas
Kromatografi
Dicatat
hasil yang
diperoleh (GC-MS)
Larutan sampel
o Sampel pekat diencerkan
dengan DCM secukupnya.
o Sampel dimasukan ke dalam
tempat sampel
o sampel dianalisis GC-MS
Dicatat hasil yang diperoleh
E. HASIL PENGAMATAN
1. Hasil Pengamatan dari Spektrofotometer UV-Vis

2. Hasil Pengamatan dari Spektrofotometer IR


3.

Hasil Pengamatan dari Spektrometer GC-MS

4. Hasil Pengamatan dari Spektrometer NMR

F. ANALISIS DATA
Dari hasil pengamatan yang diperoleh, maka dapat dilakukan analisis sebagai berikut:
1. Untuk Spektrum UV-Vis

Berdasarkan data hasil pengamatan dari spektrum yang terbentuk, serapan yang
timbul terjadi pada gelombang 329 nm dengan Ymax = 0,0544, dan menurun dengan
Ymin = -0,1374. Adapun serapan gelombang yang didapat menurun disebabkan karena
larutan yang diukur merupakan larutan bening dan tidak terdapat ikatan rangkap C
terkonjugasi

G. PEMBAHASAN
H. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, Nur Hasim dan Heri Sutanto. 2014. Pengaruh Temperatur Sintering Terhadap Sifat
Optik Lapisan Tipis Zinc Oxide (Zno) yang Dideposisi Diatas Substrat Kaca dan
Aplikasinya Untuk Mendegradasi Pewarna Methylene Blue. Semarang : Universitas
Diponegoro.
Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S. 1982. Kimia Organik, Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Harmita. 2006. Analisis Fisika Kimia. Jakarta: UI Press.
Juliana, Vina dkk. 2010. Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Turunan Terpenoid dari Fraksi
N-Heksan Momordica Charantia L.Bandung : UPI Press.
Khopkar S. 2008. Konsep Dasar kimia Analitik. Jakarta : UI Press.
Sari, Mayang. 2011. Identifikasi Protein Menggunakan Fourier Transform Infrared (Ftir).
Jakarta : Universitas Indonesia.
Sukmajaya, I G. P dkk, 2012. Analisis Kandungan Minyak Atsiri Daun Tenggulun (Protium
Javanicum Burm.F.) dengan Metode Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa. Bukit
Jimbaran : Universitas Udayana.

Anda mungkin juga menyukai