A.
Pendahuluan
Bagi umat Islam, hadits merupakan sumber hukum yang kedua setelah AlQuran. Mengingat bahwa Al-Quran yang masih begitu mujmalnya, untuk
pemahaman yang lebih mendalam tentang esensi dari Al-Quran, maka Hadits
adalah salah satu solusi terbaik yang mesti dipergunakan karena hadits itu
berisi segala hasil koleksisitas dari apa yang pernah dilakukan nabi, diucapkan
nabi atau yang disetujui oleh nabi (taqrir).
Semua sahabat, umumnya menerima hadis dari Nabi SAW. Namun, dalam
hal ini, para sahabat tidak sederajad dalam mengetahui keadaan Rasul. Ada
yang tinggal di kota, di dususn, berniaga, bertukang dan ada pula yang sering
bepergian, ada yang terus menerus beribadat, tinggal di masjid tidak bekerja.
Nabi pun tidak selalu mengadakan ceramah terbuka, kadang-kadang saja beliau
melakukan yang demikian (TM. Hasbi Ash-Shieddieqy, 2009 :.29).
Studi mengenai hadits menjadi perbincangan antara Islam dan orientalisme
yang merupakan sebuah studi prestisius. Karena hampar setiap bidang kajian
Islamic berkaitan dengan orientalisme, baik itu tafsir, hadis, fikih, filsafat,
sufisme maupun sejarah. Masing-masing bidang studi tidak luput dari sentuhan
kajian para orientalis, bahkan mereka berhasil menghasilkan karya-karya
bermutu yang tidak dapat dilakukan oleh sebagian umat Islam. Lebih dari itu,
sebagian sarjana Muslim kadang menggunakan karya-karya mereka sebagai
bahan referensi dalam penelitian mereka.
Untuk
itu,
kita
sebagai
umat
Islam,
hanya
mashum(terjaga
dari
kekeliruan,
penambahan
atau
pengurangan)demikian pula Sunnah Nabi SAW, pada umumnya tetap utuh dan
sehat.
Kekeliruan
seorang
mengherankan. Tetapi,
perawi
yang
sebenarnya
mengherankan
adalah
wajar
adalah
dan
adanya
tidak
usaha
2.
hadits ?
3.
Bagaimana isu-isu
yang populer di
B. Pembahasan
1.Pandangan Orientalis tentang Hadits
Berawal dari banyaknya fenomenologi Hadits yang di miliki Islam yang
sering menimbulkan pertentangan dan kontroversial serta multi penafsiran di
banyak
kalangan,
membuat
para
orientalis
yang sudah
lama
dendam
Penafsiran
hadits
dalam
pandangan
orientalis
banyak
mengalami
kelemahan, yang menurut Abdur Rahman Wahid, dkk (1993 : 101) bahwa
kelemahan orientalis ialah tidak bertitik tolak pada keimanan jadi tidak percaya
kepada agama Islam
Orientalis menganggap bahwa Islam sebagai gejala yang diobservasi, jadi
sangat
fenomenologis,
misalnya
dalam
buku
yang
berjudul Hajarism maksudnya Hajar istri Ibrahim itu yang oleh orientalis
dianggap bahwa semua mentalitas orang Arab terutama mentalitas yang
kemudian menghasilkan agama Islam itu adalah Hajarism.
Para orientalis dalam memberikan penafsiran dan pemahaman terhadap
Hadits adalah karena didasari nafsu dan dendam kepada umat Islam yang
cukup lama karena mengapa Islam diturunkan di Negara yang tandus seperti
Arab pada waktu itu, bukan di tempat yang subur seperti yang diharapkan oleh
para orientalis.
Para orientalis dalam memberikan penafsiran terhadap hadis kurang
mempelajari tentang syarah hadis, yaitu yang menjelaskan kesahihan dan
kecacadan sanad dan matan hadis, menjelaskan makna-maknanya dan
mengeluarkan hukum dan hikmahnya (Mujiono Nurkholis, 2005 : 3), atau kalau
pun mempelajarinya hanya dari sudut pandang yang satu, yakni hanya mencari
kelemahan atau kecacadan hadis saja.
Para orientalis kehilangan sebagian watak ilmiahnya, dan kemudian menjadi
alat penjajah, misalnya yang dramatis sekali seperti dilakukan oleh Snouck
Hurgronje di Indonesia. Hadits yang berbunyi
yang artinya
adalah bahwa Dunia itu adalah penjara bagi kaum mukminin yang menurut
orientalis adalah buatan Van der Plas, yang padahal sesungguhnya adalah
berasal dari Rasul Muhammad( Abdurrahman wahid, 103) hal ini dipergunakan
untuk propaganda dalam penjajahan dan kolonialisme.
Di antara orientalis yang karyanya, sedikit atau banyak, berkaitan dengan
studi hadis adalah Alois Sprenger (1813-1893), Sir William Muir (1819-1905),
Ignaz Goldziher (1850-1921), David Samuel Margoliouth, P. Henri Lammens
(1862-1937), Snouck Hurgronje (1857-1936), Leone Caetani (1869-1926), Josef
Horovitz (1873-1931), Gregor Schoeler, Patrcia Crone, Alfred Guillaume (1888- ),
orientalis,
tetapi
karena
alasan
tertentu
penulis
hanya
akan
tidak
hasil
studi
hadis
orientalis
lainnya
dan
cukup
dilontarkan oleh Malik ibn Anas atas gerakan Ibn al-Zubayr. Berdasarkan itu,
isnad muncul setengah abad lebih awal dari penentuan Schacht karena ini
sesuai
dengan
umur
Ibn
Sirin.
Ia
juga
mengilustrasikan
kepada
kita
keras
pendapat
Sprenger
dan
Caetani.
Hasil
penelitiannya
pendapat-pendapatnya
kepada
orang-orang
terdahulu
(al-
yang
sederhana,
lalu
diperbaiki
sedemikian
rupa
dengan
cara
mengaitkan doktrin-doktrin aliran fikih klasik kepada tokoh yang lebih awal,
seperti sahabat dan akhirnya kepada Nabi. Dengan kata lain, isnad merupakan
rekayasa sebagai hasil dari pertentangan antara aliran fikih klasik dan ahli
hadis. Pendapat terakhir Schacht ini dikenal dengan nama projecting back
theory.
Pendapat senada diutarakan oleh Noel J. Coulson. Sebagaimana dikutip
oleh MuhammadBaha al-Din, ia berpendapat bahwa demi mengukuhkan
madhhab dalam mengikuti apa yang sudah ditetapkan dari hukum-hukum al-
Quran, ahli hadis mulai menisbatkan banyak kaidah dan hukum secara salah
kepada Rasulullah saw. Mereka menciptakannya dalam bentuk cerita-cerita dan
informasi-informasi tentang apa yang dikatakan dan dilakukan Muhammad
dalam kesempatan-kesempatan tertentu. Itu adalah akibat kepercayaan kokoh
mereka bahwa Nabi saw. akan memutuskan secara tegas dengan hukum-hukum
yang dinisbatkan kepadanya ketika ia menghadapi persoalan-persoalan yang
terjadi.
Jika dibandingkan dengan pendapat Goldziher, Schacht, dan Coulson, maka
pendapat Robson lebih lunak. Menurut orientalis Inggris ini, sebagaimana
dikutip oleh Ali Mustafa Yaqub, pada pertengahan abad pertama hijriah mungkin
sudah ada suatu metode semacam sanad. Sebab pada pada masa itu sejumlah
sahabat sudah wafat, sedangkan orang-orang yang tidak pernah bertemu
dengan Nabi saw. mulai meriwayatkan hadis-hadisnya. Dengan sendirinya
mereka akan ditanya oleh orang-orang yang mendengarnya, dari siapa mereka
mendapatkan hadis-hadis itu. Hanya saja metode sanad secara detail tentulah
berkembang sedikit demi sedikit setelah itu.
Setelah itu Robson menarik kesimpulan, sebagaimana dinukil oleh
Muhammad Mustafa al-Azami, dengan berkata sebagai berikut:
Sesungguhnya kita tahu bahwa Ibn Ishaq pada paruh kedua dari abad
kedua hijriah memberikan informasi-informasinya tanpa sanad. Sebagian besar
yang tersisa darinya tanpa sanad utuh dan para pendahulunya pasti lebih
sedikit memperhatikan sanad-sanad dibanding dirinya. Tetapi tidak tepat kita
berkata, Sesungguhnya isnad berasal dari masa al-Zuhri dan tidak diketahui
pada masa Urwah, sementara sistem isnad yang mencapai kesempurnaannya
memakan waktu lama dan berkembang dengan lambat. Sebagian orang
mungkin
bisa
menerima
bahwa
sebagian
sanad
bermula
sejak
dulu
yang
bertolak
belakang
dengan
para
orientalis
di
atas
fikih dan teologi yang seringkali saling bertentangan, maka dapat disimpulkan
bahwa sangat sulit untuk menentukan hadis-hadis orisinal yang berasal dari
Nabi. Sebagian besar materi hadis dalam koleksi kitab hadis merupakan hasil
perkembangan keagamaan, historis, dan sosial Islam selama dua abad pertama,
atau
refleksi
dari
kecenderungan-kecenderungan
yang
tampak
pada
bahwa
dengan
proses
longgar
transmisi
dan
hadis
tidak
sebelum
terjadinya
fitnah
mendapatkan
perhatian
ekstra
pendapat
Goldziher,
Schacht,
Juynboll,
dan
Motzki
tentang
ia
menarik
kesimpulan
bahwa
langkah-langkah
yang
semakin
besar
pula
seorang
periwayat
dan
jalur
kritik
hadis
menawarkan
teori
ini
sebagai
ganti
dari
metode
saja,
tetapi
juga
kuwantitasnya.
Menurutnya,
kritik
hadis
isnad
dari
varian-varian
itu,
sekurang-kurangnya
sebagiannya,
adalah
seorang
berjudul Muhammedianische
revisionis
hadits,
Studien menyatakan
dalam
bukunya
keraguannya
yang
atas
dalam meragukan kesahihan hadis Nabi saw. Pertama, koleksi hadis belakangan
tidak menyebutkan sumber tertulisnya dan memakai istilah-istilah isnad yang
lebih
mengimplikasikan
periwayatan
lisan
daripada
periwayatan
bahwa
isnad
sebenarnya
memiliki
kecenderungan
David Powers
Dia seorang pakar hukum waris dari Cornell University, New York yang
menggunakan metode Common link dalam penelitiannya tentang hukum waris
di masa awal Islam yang mengatakan bahwa hukum Islam secara umum
bersumber dari kehidupan Nabi, yang untuk membuktikan teorinya Powers
mengatakan bahwa : pertama, dia membatasi pembagian waris sepertiga dan
mengkaitkannya dengan persoalan hukum waris dalam Islam. Kedua, analisis
tidak
mendapatkan
perlakuan
seperti
generasi-generasi
Muslim
bahwa
dengan
proses
longgar
transmisi
dan
hadis
tidak
sebelum
terjadinya
fitnah
mendapatkan
perhatian
ekstra
ini
penulis
sampaikan
beberapa
hadits
yang
popular
di
masyarakat tetapi setelah diteliti ternyata bukan sabda nabi, atau bukan hadits,
yaitu :
Artinya : Bekerjalah kamu untuk kepentingan duniamu seolah-olah kamu
akan hidup selamanya, dan bekerjalah kamu untuk kepentingan akheratmu
seolah-olah kamu akan mati besok.
Menurut Syekh Muhammad Nashir al-Din al-Bani bahwa hadits dengan
redaksi di atas tidak memiliki sanad sama sekali ( la ashla lah), artinya tidak
berasal dari Nabi Muhammad SAW meskipun diakui sangat popular di
masyarakat (Ali Mustafa Yaqub, 2003 : 55-56)
2.
adalah tidak bermoral, alasannya jika perbedaan pendapat itu adalah rahmat
Karena
itu,
Allah
memperingatkan agar
umat
Islam
tidak
Artinya ; Barang siapa yang menginfaqkan uang satu dirham
untuk
Artinya : Siapa yang mengagungkan hari kelahiranku, ia akan masuk surge
bersamaku.
Teks-teks hadis mauludan di atas yang popular di masyarakat dan ternyata
hadis-hadis tersebut tidak dijumpai di dalam kitab-kitab yang mutabar sebagi
rujukan hadis (Ali Mustafa Yaqub,101).
Setelah kita ketahui beberapa hadis yang menjadi perbincangan banyak
khalayak termasuk para orientalis, diharapkan kita semakin gigih dalam
mencari dan belajar tentang suatu ilmu, dalam hal ini ilmu hadis agar di
C. Penutup
Sekelumit fakta dalam pembahasan makalah ini membuktikan bahwa
pandangan
para
orientalis
tentang hadis
bermacam-macam,
termasuk
pandangan mereka mengenai teori sistem isnad, evolusi historisitas hadis, dan
problem validitas hadis. Oleh karena itu, menggeneralisasi mereka dalam satu
kategori
saja
tidak
dapat
dibenarkan.
Lebih
dari
itu,
sebagian
orang
terhapusnya ilmu dan hilangnya ulama. Dan, jangan engkau terima kecuali
hadis Nabi SAW. Sebarkanlah ilmu dan duduklah kalian hingga orang yang
belum tahu menjadi tahu. Sebab ilmu tidak akan hilang hingga dibiarkan
menjadi rahasia (Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Ensiklopedi
Hadits Shahih Al-Bukhari, 2011 :30).
Menyadari hal itu, usaha mereka tetap harus diterima dengan kepala
dingin seraya menyelidiki, mengkritik, bahkan dikembang sedemikian rupa agar
spirit mengkaji Islam terutama hadis tetap menyala di tengah-tengah umat
Islam. Bila itu dilakukan, setidaknya mereka akan menyadari bahwa Islam serta
kekayaan warisan intelektual para sarjana Muslim merupakan dua hal yang
sangat berarti, sehingga mereka sebagai para pewaris sah tidak rela bila yang
berhasil mengembangkan apalagi yang menghancurkannya adalah orang lain di
luar komunitas mereka.
Dalam makalah ini, penulis membuktikan bahwa mereka mengkaji hadis
dengan serius, bahkan rela menghabiskan puluhan tahun dari sisa hidupnya
sehingga menghasilkan beberapa karya dan penemuan yang tidak bisa
dilakukan oleh umat Islam. Sebagai peneliti outsiders, tentu saja metode dan
hasil kajian mereka tidak harus sama dengan metode dan hasil kajian umat
Islam. Oleh sebab itu, kelebihan dan kekurangan tetap menghiasi metode dan
hasil kajian mereka, sebagaimana juga berlaku terhadap metode dan hasil
kajian umat Islam sebagai peneliti insiders.
Daftar Pustaka
Agus Hidayatullah, dkk., 2012, Al-Jamil Alquran tajwid warna terjemah perkata,
Bekasi : Cipta Bagus Segara
Al-Ghazali, Syaikh Muhammad, 1994, Studi Kritis atas Hadis Nabi SAW Antara
Pemahaman Tekstual dan Kontekstual, Bandung : Mizan
Al-quran dan tafsirnya, 2012, Kementerian Agama RI
An-Nawawy, Imam Abu Zakariya Yahya bin Syarf, 1986, (Tarjamah H. Salim
Bahreisy), Riadhus Shalihin, Bandung, al-Maarif
Aswad, Muhammad Abd al-Razzaq, 2008, Al-Ittijahat al-Muasirah fi Dirasah alSunnah al-Nabawiyyah fi Misr wa Bilad al-Sham. Damaskus: Dar al-Kalim alTayyib
Al-Azami, Muhammad Mustafa. Dirasat fi al-Hadith al-Nabawi wa Tarikh
Tadwinih. Beirut: al-Maktab al-Islami,
Aziz Masyhuri, H.A., 1993, Ilmu Mustholah Hadits, Solo, Ramadhani
Baha al-Din, Muhammad, 1999, Al-Mustashriqun wa al-Hadith al-Na Shbawi. Kuala
Lumpur: Fajar Ulung SDN. BHD
Hartono Ahmad Jaiz, 2005, Ada Pemurtadan di IAIN, Jakarta, Pustaka al-Kautsar
Ibnu Hajar al-Asqalani, 1995, (Tarjamah A. Hassan), Bulughul Maram, Bandung, CV.
Diponegoro
Itr, Nur al-Din, 2008, Manhaj al-Naqd fi Ulum al-Hadith. Damaskus: Dar al-Fikr
Juynboll, G. H. A., 2007, Common Link-Melacak Akar Kesejarahan Hadits,
Yogyakarta : LKIS Yogyakarta
Kelompok Ilmuan MKDK, 2002, Hadits IAIN Raden Fatah
Palembang, Hadits, Palembang, IAIN Raden Fatah Press
Muhammad Ahmad, 2004, Muhammad Mudzakir, Drs., Ulumul Hadits, Bandung,
Pustaka Setia
Masrur, Ali. Teori Common link G. H. A. Juynboll, 2007, Melacak Akar
Kesejarahan Hadits Nabi. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Abu Abdullah, 2011, Ensiklopedi Hadits Shahih
Al-Bukhari-Mendalami Islam dari sumber yang Otentik, terj., Jakarta : Al-Mahira
Nurkholis, Mujiono, 2005, Metode Syarah Hadis, Bandung : Fasygil Grup
Qardawi, Yusuf, 1996, Studi Kritis As Sunah, terj., Bandung : Trigenda Karya
--------------------, 2007, Pengantar Studi Hadits, Bandung : Pustaka Setia
Umi Sumbulah, 2010, Kajian Kritis Ilmu Hadits, Malang, UIN-MALIKI PRESS
Wahid, Abdurrahman, dkk., 1993, Kontroversi Pemikiran Islam di Indonesia,
Bandung : Remaja Rosda Karya
Yaqub, Ali Mustafa, 2008, Kritik Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus
-------------------------, 2003, Hadits-hadits Bermasalah, Jakarta : Pustaka Firdaus