Anda di halaman 1dari 9

Abu adalah residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi komponen organik

bahan pangan. Kadar abu total adalah bagian dari analisis proksimat yang bertujuan untuk
mengevalusi nilai gizi suatu produk/bahan pangan terutama total mineral. Kadar abu dari
suatu bahan menunjukkan total mineral yang terkandung dalam bahan tersebut (Aprilianto,
1988). Mineral itu sendiri terbagi menjadi 4, yaitu:
1.
Garam organik: garam-garam asam malat, oksalat, asetat, pektat
2.
Garam anorganik: garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat
3.
Senyawa komplek: klorofil-Mg, pektin-Ca, mioglobin-Fe, dll
4.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung macam bahan dan cara pengabuannya.
Penentuan kandungan mineral dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan penentuan abu total dan penentuan individu komponen mineral (makro &trace
mineral) menggunakan titrimetrik, spektrofotometer, AAS (atomic absorption
spectrofotometer). ( Aprilianto, 1988)
Pengabuan merupakan tahapan persiapan contoh yang harus dilakukan dalam anailisis
elemen-elemen mineral (individu). Metode pengabuan terdiri dari dua cara yaitu pengabuan
basah dan pengabuan kering.
Pada praktikum kali ini, akan dilakukan penentuan kadar abu dengan metode
pengabuan kering. Sedangkan sampel yang akan digunakan adalah makanan sereal
ENERGEN dan CEREVITA. Metode pengabuan kering adalah metode pengabuan dengan
menggunakan tanur ( 500 0C 600 0C) selama 3 jam.
1.2 Tujuan
A. Untuk mengetahui cara analisa kadar abu dalam bahan pangan
B. Untuk mengukur kadar abu dalam bahan pangan dengan menggunakan metode kering

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Metode pengabuan kering dan pengabuan basah
2.1.1 Pengabuan Kering
Pengabuan ini menggunakan panas tinggi dan adanya oksigen. Biasanya digunakan dalam
analisis kadar abu . Metode pengabuan cara kering banyak dilakuakan untuk analisis kadar
abu. Caranya adalah dengan mendestruksi komponen organik contoh dengan suhu tinggi di
dalam suatu tanur (furnace) pengabuan, tanpa terjadi nyala api sampai terbentuk abu
berwarna putih keabuan dan berat tetap (konstan) tercapai. Oksigen yang terdapat di dalam
udara bertindak sebagai oksidator.Oksidasi komponen organik dilakukan pada suhu tinggi
500-6000C. Residu yang tertinggal ditimbang dan merupakan total abu dari suatu contoh.
(Fauzi, 2006)
Sampel yang digunakan pada metode pengabuan kering ditempatkan dalam suatu cawan
pengabuan yang dipilih berdasarkan sifat bahan yang akan dianalisis serta jenis analisis
lanjutan yang akan dilakukan terhadap abu. Jenis-jenis bahan yang digunakan untuk
pembuatan cawan antara lain adalah kuarsa, vycor, porselen, besi, nikel, platina, dan
campuran emas-platina. Cawan porselen paling umum digunakan untuk pengabuan karena
beratnya relatif konstan setelah pemanasan berulang-ulang dan harganya yang
murah.Meskipun demikian cawan porselen mudah retakk, bahkan pecah jika dipanaskan pada
suhu tinggi dengan tiba-tiba.
Sebelum diabukan, sampel-sampel basah dan cairan biasanya dikeringkan lebih dahulu di
dalam oven pengering. Pengeringan ini dapat pula dilakukan menentukan kadar air sampel.

Pra-pengabuan dilakukan di atas api terbuka, terutama untuk sampel-sampel yang seluruh
sampel mengering dan tidak mengasap lagi. Setelah perlakuan ini, baru sampel dimasukkan
ke dalam tanur (furnace)Apabila pengabuan yang berkepanjangan tidak dapat menghasilkan
abu bebas karbon (carbon free ash), residu harus dibasahi lagi dengan air, dikeringkan dan
kemudian diabukan sampai didapat abu berwarna putih ini, residu dapat pula diperlakukan
dengan hidrogen peroksida, asam nitrat dan atau asam sulfat, tetapi perlu diingat bahwa
perlakukan ini akan mengubah bentuk mineral yang ada di dalam abu.(Fauzi, 2006) Jika
diperlukan, dapat pula residu yang belum bebas karbon dilarutkan dalam sejumlah kecil air
dan kemudian disaring dengan kertas saring berkadar abu rendah. Kedua bagian ini kemudian
diabukan kembali secara terpisah

a.
b.
c.
d.

1.2.2 Pengabuan Basah


Pengabuan ini menggunakan oksidator-oksidator kuat (asam kuat).Biasanya digunakan
untuk penentuan individu komponen mineral. Pengabuan merupakan tahapan persiapan
contoh.Pengabuan cara basah ini dilakukan dengan mendestruksi komponen-komponen
organik (C, H, dan O) bahan dengan oksidator seperti asam kuat. Pengabuan cara ini
dilakukan untuk menentukan elemen-elemen mineral. Cara ini lebih baik dari cara kering
karena pengabuan cara kering lama dan terjadi kehilangan mineral karena suhu tinggi. (Fauzi,
2006)
Prinsip pengabuan cara basah adalah memberi reagen kimia (asam kuat) pada bahan
sebelum pengabuan. Bahan tersebut dapat berupa:
Asam sulfat yang berfungsi sebagai bahan pengoksidasi kuat yang dapat mempercepat
reaksi oksidasi.
Campuran asam sulfat & potasium sulfat. K2SO4 menaikkan titik didih H2SO4
menyebabkan suhu pengabuan tinggi sehingga pengabuan berlangsung cepat.
Campuran asam sulfat & asam nitrat .Campuran ini banyak digunakan selain itu capuran
ini merupakan oksidator kuat. Memiliki suhu difesti dibawah 3500C.
Campuran asam perklorat & asam nitrat untuk bahan yang sulit mengalami oksidasi
campuran ini baik untuk digunakan karena pengabuan sangat cepat 10 menit. Perklorat
bersifat mudah meledak. ( Sudarmadji , 2003)
http://selembarharapanku.blogspot.com/2014/03/analisa-kadar-abu-pada-bahan-pangan.html
DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono , Anton.1988. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB :

Bogor

Fauzi, M. 2006. Analisa Pangan dan Hasil Pertanian. Handout.Jember: FTP UNEJ.
Irawati.2008.MODUL PENGUJIAN MUTU 1.Diploma IV PDPPTK
VEDCA.Cianjur
Krisno , Budiyanto, Agus. 2001. Dasar Dasar Ilmu Gizi. UMM Press ; Malang
Muchtadi ,D. 1989. Petunjuk Laboratorium : Evaluasi Nilai Gizi Pangan. DepdikbudDirjen dikti , PAU Pangan dan Gizi. IPB : Bogor
Slamet, S., Bambang, H., & Suhardi. (1989). Analisa bahan makanan
pertanian edisi pertama. Yogyakarta : Liberty Yogyakarta.
Sudarmadji.dkk.2003.Prosedur Analisa Bahan Makanan Dan
Pertanian.Liberti.Yogyakarta.

dan

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Zainal, Arifin. (2008). Beberapa unsur mineral esensial mikro dalam
dan metode analisisnya. Jurnal Litbang Pertanian, 27(3),104.

sistem biologi

Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada
suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan
sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat organik atau kadar
abu. Kadar abu tersebut dapat menunjukan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahanbahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak,
karena itulah disebut sebagai kadar abu. Produk perikanan memiliki kadar abu yang berbedabeda. Standar mutu ikan segar berdasar SNI 01-2354.1-2006, ialah memiliki kadar abu
kurang dari 2%. Produk olahan hasil diversifikasi dari jelly fish product (kamaboko) yang
tidak diolah menjadi surimi dahulu memiliki standar kadar abu antara 0,44 0,69% menurut
SNI 01-2693-1992. Contoh jelly fish product, yakni otak-otak, bakso dan kaki naga.
Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk
menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan,
dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan. Penggilingan gandum,
misalnya, apabila masih banyak lembaga dan endosperm maka kadar abu yang dihasilkannya
tinggi. Banyaknya lembaga dan endosperm pada gandum menandakan proses pengolahan
kurang baik karena masih banyak mengandung bahan pengotor yang menyebabkan hasil
analisis kadar abu menjadi tidak murni. Kandungan abu juga dapat digunakan untuk
memperkirakan kandungan dan keaslian bahan yang digunakan. Kadar abu sebagai parameter
nilai gizi, contohnya pada analisis kadar abu tidak larut asam yang cukup tinggi menunjukan
adanya kontaminan atau bahan pengotor pada makanan tersebut. Penentuan kadar abu dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu pengabuan cara langsung (cara kering) dan pengabuan cara
tidak langsung (cara basah).
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya
terdiri dari unsur-unsur mineral. (Winarno, 1992)
Abu merupakan residu anorganik yang didapat dengan cara mengabukan komponenkomponen organik dalam bahan pangan. Jumlah dan komposisi abu dalam mineral
tergantung pada jenis bahan pangan serta metode analisis yang digunakan. Abu dan mineral
dalam bahan pangan umumnya berasal dari bahan pangan itu sendiri (indigenous). Tetapi ada
beberapa mineral yang ditambahkan ke dalam bahan pangan, secara disengaja maupun tidak
disengaja. Abu dalam bahan pangan dibedakan menjadi abu total, abu terlarut dan abu tak
larut. (Puspitasari, et.al, 1991)
Analisis gravimetrik merupakan bagian analisis kuantitatif untuk menentukan jumlah zat
berdasarkan pada penimbangan dari hasil reaksi setelah bahan/analit yang dihasilkan
diperlakukan terhadap pereaksi tertentu. (Widodo, 2010)
Kadar abu suatu bahan ditetapkan pula secara gravimetri. Penentuan kadar abu merupakan
cara pendugaan kandungan mineral bahan pangan secara kasar. Bobot abu yang diperoleh
sebagai perbedaan bobot cawan berisi abu dan cawan kosong. Apabila suatu sampel di dalam
cawan abu porselen dipanaskan pada suhu tinggi sekitar 650C akan menjadi abu berwarna
putih. Ternyata di dalam abu tersebut dijumpai garam-garam atau oksida-oksida dari K, P, Na,
Mg, Ca, Fe, Mn, dan Cu, disamping itu terdapat dalam kadar yang sangat kecil seperti Al, Ba,

Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As, dan lain-lain. Besarnya kadar abu dalam daging ikan umumnya
berkisar antara 1 hingga 1,5 %. (Yunizal, et.al, 1998)
Kadar abu/mineral merupakan bagian berat mineral dari bahan yang didasarkan atas berat
keringnya. Abu yaitu zat organik yang tidak menguap, sisa dari proses pembakaran atau hasil
oksidasi. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan.

Mineral yang terdapat dalam pangan terdiri dari 2 jenis garam, yaitu
1. Garam-garam organik, misalnya garam dari as. malat, oxalate, asetat, pektat dan lain-lain
2. Garam-garam anorganik, misalnya phospat, carbonat, chloride, sulfat nitrat dan logam
alkali. (Anonim, 2011)
Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral dapat terbentuk sebagai senyawa yang
kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk
aslinya adalah sangat sulit.
Menurut Winarno (1991), kadar abu yang yang terukur merupakan bahan-bahan anorganik
yang tidak terbakar dalam proses pengabuan, sedangkan bahan-bahan organik terbakar.
Untuk menentukan kandungan mineral pada bahan makanan, bahan harus
dihancurkan/didestruksi terlebih dahulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering
(dry ashing) atau pengabuan langsung dan pengabuan basah (wet digestion). Pemilihan cara
tersebut tergantung pada sifat zat organik dalam bahan, sifat zat anorganik yang ada di dalam
bahan, mineral yang akan dianalisa serta sensitivitas cara yang digunakan. (Apriyantono,
et.al, 1989).
Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat organik pada
suhu tinggi, yaitu sekitar 500 600 oC dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut.
(Sudarmadji, 1996)

Pengabuan dilakukan melalui 2 tahap yaitu :


a. Pemanasan pada suhu 300oC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat melindungi
kandungan bahan yang bersifat volatil dan bahan berlemak hingga kandungan asam hilang.
Pemanasan dilakukan sampai asap habis.
b. Pemanasan pada suhu 800oC yang dilakukan agar perubahan suhu pada bahan maupun
porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang mudah pecah pada
perubahan suhu yang tiba-tiba.

Pengabuan kering dapat diterapkan pada hampir semua analisa mineral, kecuali mercuri dan
arsen. Pengabuan kering dapat dilakukan untuk menganalisa kandungan Ca, P, dan Fe akan
tetapi kehilangan K dapat terjadi apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi. Penggunaan
suhu yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan beberapa mineral menjadi tidak larut.
Beberapa kelemahan maupun kelebihan yang terdapat pada pengabuan dengan cara lansung.
Beberapa kelebihan dari cara langsung, antara lain :
a. Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan makanan dan bahan hasil pertanian,
serta digunakan untuk sample yang relatif banyak,
b. Digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut dalam air, serta abu yang
tidak larut dalam asam, dan
c. Tanpa menggunakan regensia sehingga biaya lebih murah dan tidak menimbulkan resiko
akibat penggunaan reagen yang berbahaya.
Sedangkan kelemahan dari cara langsung, antara lain :
a. Membutuhkan waktu yang lebih lama,
b. Tanpa penambahan regensia,
c. Memerlukan suhu yang relatif tinggi, dan
d. Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu tinggi (Apriantono, 1989)
Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu kedalam
bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol
alkohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tinggi.
Pemanasan mengakibatkan gliserol alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan
terjadinya porositas bahan menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada
pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen
semakin luas dan memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses pengabuan.
(Sudarmadji, 1996)
Beberapa kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada pengabuan cara tidak langsung.
Kelebihan dari cara tidak langsung, meliputi :
a. Waktu yang diperlukan relatif singkat,
b. Suhu yang digunakan relatif rendah,

c. Resiko kehilangan air akibat suhu yang digunakan relatif rendah,


d. Dengan penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat pengabuan, dan
e. Penetuan kadar abu lebih baik.
Sedangkan kelemahan yang terdapat pada cara tidak langsung, meliputi :
a. Hanya dapat digunakan untuk trace elemen dan logam beracun,
b. Memerlukan regensia yang kadangkala berbahaya, dan
c. Memerlukan koreksi terhadap regensia yang digunakan. (Apriantono, 1989)
Diposkan oleh alief rafzand di 20.49
http://organiksmakma3b14.blogspot.com/2013/02/analisis-kadar-abu-kadar-abumerupakan.html

Metode Pengabuan Kering dan Basah


Metode pengabuan ada dua yaitu metode pengabuan kering (langsung) dan metode
pengabuan basah (tidak langsung).
a.

Pengabuan kering
Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat organik pada
suhu tinggi, yaitu sekitar 500 600 oC dan kemudian melakukan penimbangan zat yang
tertinggal setelah proses pembakaran tersebut (Sudarmadji, 1996). Pengabuan dilakukan
melalui 2 tahap yaitu :

Pemanasan pada suhu 300oC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat melindungi
kandungan bahan yang bersifat volatil dan bahan berlemak hingga kandungan asam hilang.
Pemanasan dilakukan sampai asap habis.

Pemanasan pada suhu 800oC yang dilakukan agar perubahan suhu pada bahan maupun
porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang mudah pecah pada
perubahan suhu yang tiba-tiba.

b.

Pengabuan basah
Pengabuan basah memberikan benerapa keuntungan. Suhu yang digunakan tidak
dapat melebihi titik didih larutan dan pada umumnya karbon lebih cepat hancur daripada
menggunakan cara pengabuan kering. Cara pengabuan basah pada prinsipnya adalah

penggunaan asam nitrat untuk mendestruksi zat organik pada suhu rendah dengan maksud
menghindari kehilangan mineral akibat penguapan (Apriantono, 1989).
Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu
kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah
gliserol alkohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu
tinggi. Pemanasan mengakibatkan gliserol alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan
terjadinya porositas bahan menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada
pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen
semakin luas dan memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses pengabuan.
(Sudarmadji, 1996).

Penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara menurut Astuti (2012), yaitu pengabuan cara langsung
(cara kering) dan pengabuan cara tidak langsung (cara basah).
a. Penentuan kadar abu secara langsung
Prinsip pengabuan cara langsung yaitu semua zat organik dioksidasi pada suhu tinggi, yaitu
sekitar 500-600
o
C, kemudian zat yang tertinggal setelah proses pembakaran ditimbang. Mekanisme pengabuan cara
langsung yaitu cawan porselen dioven terlebih dahulu selama 1 jam kemudian diangkat dan
didinginkan selama 30 menit dalam desikator. Cawan kosong ditimbang sebagai berat a gram.
Setelah itu, bahan uji dimasukan sebanyak 5 gram ke dalam cawan, ditimbang dan dicatat sebagai berat b
gram. Pengabuan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu pemanasan pada suhu 300
o
C agar kandungan bahan volatil dan lemak terlindungi hingga kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan
hingga asam habis. Selanjutnya, pemanasan pada suhu bertahap hingga 600
o
C agar perubahan suhu secara tiba-tiba tidak menyebabkan cawan menjadi pecah.
b. Penentuan kadar abu secara tidak langsung
Prinsip pengabuan cara tidak langsung yaitu bahan ditambahkan reagen kimia tertentu sebelum dilakukan
pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alkohol atau pasir bebas anorganik
yang selanjutnya dipanaskan dalam suhu tinggi. Pemanasan menyebabkan gliserol alkohol membentuk
kerak sehingga menyebabkan terjadinya

porositas bahan menjadi besar dan memperbesar oksidasi. Pemanasan pada pasir bebas dapat membuat
permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan memperbesar porositas
sehingga proses pengabuan semakin cepat.

Anda mungkin juga menyukai