Anda di halaman 1dari 10

Ekstraksi Lipid Mikroalga Jenis Nannochloropsis sp.

dengan Metode Bligh & Dyer


(Variabel Waktu Ekstraksi & Perbandingan Volume Pelarut)
Fajar Dwi Saputro
Jurusan Teknik Kimia, FTI, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta,
Kompleks Balapan, Yogyakarta, 55222
ABSTRAK
Sejak tahun 2000 kapasitas produksi minyak bumi Indonesia mengalami penurunan (British
Petroleum P.L.C., 2011). Oleh karena itu, mulai dikembangkan mikroalga (microalgae) sebagai salah
satu tanaman potensial pengganti bahan bakar fosil. Tujuan penelitian ini adalah menentukan
perbandingan volume pelarut yang digunakan dan waktu ekstraksi pada ekstraksi lipid mikroalga untuk
mendapatkan hasil yang optimal serta mengetahui komposisi lipid dari mikroalga. Penelitian ini
diakukan dengan menambahkan pelarut kloroform dan metanol serta larutan NaCl ke dalam mikroalga
kering. Kemudian campuran diaduk dengan waktu ekstraksi yang divariasi. Setelah itu, campuran
dipindahkan ke dalam corong pemisah untuk pemisahan fase. Dari proses pemisahan diperoleh
campuran minyak dan kloroform yang dilanjutkan proses pemisahan dengan proses distilasi.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh titik optimum yaitu pada waktu ekstraksi 50 menit serta
perbandingan volume pelarut antara kloroform : metanol yaitu 0,75 : 0,25 dengan yield lipid sebanyak
55,2%. Karakteristik minyak mikroalga dapat diketahui dari analisis kimia, yaitu diperoleh angka asam
sebanyak 23,8257 mg KOH/g, angka iodium sebanyak 3,4952 g I 2/100 g, dan angka penyabunan
sebanyak 375,4315 mg KOH/g. Lipid mikroalga yang diperoleh masih berwarna hijau pekat sehingga
perlu dicari cara pemurnian agar dapat diolah menjadi bahan baku biodiesel.
Kata kunci: mikroalga, lipid, kloroform, metanol
PENDAHULUAN
Sumber energi yang menjadi pilihan utama bagi masyarakat saat ini adalah sumber energi yang
berasal dari bahan bakar fosil, padahal bahan bakar tersebut merupakan sumber energi yang tidak dapat
diperbarui. Menurut British Petroleum P.L.C. (2011), produksi minyak bumi Indonesia mengalami
trafik penurunan sejak tahun 2000, sedangkan kebutuhan minyak terus meningkat dan pada tahun 2010
kebutuhan minyak bumi lebih tinggi dibandingkan produksinya.
Mikroalga (microalgae) adalah salah satu tanaman potensial yang saat ini sedang
dikembangkan sebagai bahan bakar alternatif. Mikroalga sebagai sumber energi generasi ketiga yang
dapat diperbarui memiliki kemampuan untuk mengurangi kadar pencemaran lingkungan, serta tidak
Page 1

mengganggu sektor pertanian dan pangan (Wiyarno, 2009). Mikroalga dapat mengurangi pencemaran
karena merupakan mikroorganisme yang mampu berfotosintesis (Mata et al., 2010). Permasalahan
yang timbul dalam proses pembuatan biofuel dari mikroalga adalah pembudidayaan dan ekstraksinya.
Menurut Wiyarno (2009), beberapa hal yang perlu dikendalikan dalam proses pembudidayaan
mikroalga secara umum antara lain: tingkat keasaman, suhu, salinitas, suplai CO 2, nutrisi, intensitas
cahaya, dan kedalaman, sedangkan proses ekstraksinya ada beberapa metode, yaitu metode pelarut,
ekspeller, enzimatis, superkritikal, ultrasonik, osmotik, dan elektromekanik. Ekstraksi lipid dengan
pelarut dapat dilakukan langsung dari mikroalga kering dan menjadi metode ekstraksi cepat dan efisien
yang sedikit mengurangi kelemahan metode lain (Mata et al., 2010). Biasanya pelarut yang digunakan
untuk mengambil lipid mikroalga adalah pelarut dengan tingkat kepolaran yang tinggi seperti nheksana dan kloroform (Wiyarno, 2009). Metode pelarut juga terus mengalami perkembangan dengan
adanya penggunaan pelarut ganda yang biasa disebut metode Bligh & Dyer. Metode ekstraksi ini
menggunakan kombinasi pelarut antara kloroform, metanol, dan air sehingga lipid yang diperoleh lebih
tinggi dibandingkan menggunakan pelarut tunggal (Petrick et al., 2013).
Pada penelitian ini akan dilakukan percobaan dengan variasi perbandingan volume pelarut
(dalam bentuk fraksi kloroform dalam total pelarut) serta waktu ekstraksi pada ekstraksi lipid
mikroalga dengan metode Bligh & Dyer untuk memperoleh hasil lipid yang optimal. Diharapkan
penelitian ini dapat menjadi studi pendahuluan yang kemudian akan dikembangkan menjadi bahan
bakar yang siap untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

Page 2

METODE PENELITIAN
Jenis mikroalga yang digunakan dalam penelitian ini adalah Nannochloropsis sp. yang
diperoleh dari Balai Besar Budidaya Laut Lampung. Percobaan dilaksanakan dengan memasukkan
campuran pelarut kloroform dan metanol sebanyak 50 mL dengan perbandingan tertentu ke dalam
beaker glass yang berisi mikroalga kering sebanyak 5 gram seperti pada Gambar 1. Selain pelarut,
ditambahkan pula larutan NaCl 1% sebanyak 15 mL ke dalam campuran untuk menghindari pengikatan
lipid asam menjadi lipid terdenaturasi. Proses dilakukan pada tekanan 1 atm dan temperatur 27 oC
dengan kecepatan pengadukan 180 rpm. Setelah proses ekstraksi selama waktu tertentu, dilakukan
pemisahan fase ekstrak dan rafinat dengan corong pemisah. Ekstrak berada pada bagian bawah,
sedangkan rafinat pada bagian atas. Kemudian ekstrak dipisahkan antara pelarut dan zat terlarutnya
(lipid) melalui proses distilasi.

Gambar 1. Rangkaian alat ekstraksi


Yield dalam penelitian ini merupakan berat lipid yang terambil dibagi berat bahan awal dan dinyatakan
dalam persen berat (%).
Yield=

berat lipid terambil


x 100
berat bahan baku

Analisis hasil percobaan meliputi empat parameter yaitu: angka asam, angka iodium, dan angka
penyabunan dengan metode titrasi asam-basa serta untuk mengetahui komposisi asam lemak dalam
lipid mikroalga digunakan kromatografi gas (GC).
HASIL & PEMBAHASAN
Page 3

a.

Analisis Bahan Baku


Sampel yang digunakan adalah mikroalga kering dengan jenis Nannochloropsis sp. Kadar air
pada mikroalga tersebut yaitu 14,3% (Balai Besar Budidaya Laut Lampung).

b.

Pengaruh Waktu Ekstraksi Terhadap Yield Lipid


Sesuai dengan prosedur penelitian bahwa berat sampel dibuat tetap yaitu 5 gram, kecepatan
pengadukan pada magnetic stirrer yaitu 180 rpm dan volume pelarut total sebanyak 50 mL dengan
perbandingan volume kloroform : metanol yaitu 0,75 : 0,25. Kondisi operasi yang berupa tekanan dan
temperatur proses yaitu 1 atm dan 27oC. Perolehan yield lipid dengan variasi waktu ekstraksi pada
proses ekstraksi ditunjukkan pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Yield lipid pada variasi waktu ekstraksi
Dari data di atas, diperoleh grafik hubungan waktu ekstraksi dengan yield lipid yang ditunjukkan pada
Gambar 2,
60
50
40
Yield (%) 30
20
10
0
0

10

20

30

40

50

60

70

Waktu ekstraksi (menit)

Gambar 2. Hubungan waktu ekstraksi dengan yield lipid


Berdasarkan Gambar 6. di atas, dapat dikatakan bahwa semakin lama waktu ekstraksi yaitu
pada 10 menit hingga 50 menit maka yield lipid yang diperoleh semakin besar, sedangkan dari 50 menit
Page 4

hingga 60 menit yield lipid mengalami penurunan sebanyak 3,8% yaitu dari 52,4% menjadi 48,6%. Hal
ini terjadi karena pada waktu ekstraksi 50 menit kemungkinan titik jenuh terlarutnya lipid telah tercapai
sehingga bertambahnya waktu ekstraksi tidak akan memperbanyak lipid yang terekstraksi.
c.

Pengaruh Perbandingan Volume Pelarut Terhadap Yield Lipid


Setelah diperoleh waktu ekstraksi optimum yaitu 50 menit, maka dilakukan ekstraksi sampel
untuk variasi perbandingan volume pelarut (dalam bentuk fraksi volume kloroform dalam total pelarut
kloroform dan metanol) dengan berat tetap yaitu 5 gram dan total volume pelarut yaitu 50 mL.
Kecepatan pengadukan pada magnetic stirrer yaitu 180 rpm, sedangkan kondisi operasi berupa tekanan
proses yaitu 1 atm dan temperatur proses yaitu 27 0C. Perolehan kandungan lipid dengan variasi fraksi
volume pelarut pada proses ekstraksi yang ditunjukkan pada Tabel 2. di bawah ini.

Tabel 2. Yield lipid pada variasi komposisi volume pelarut


Fraksi Volume
Kloroform dalam
Pelarut
0,5
0,67
0,75

Berat Lipid
Terambil
(gram)
1,47
1,94
2,76

Yield Lipid
(%)
29,4
38,8
55,2

Dari data di atas diperoleh grafik hubungan antara fraksi volume kloroform dalam pelarut dengan yield
lipid yaitu,

Page 5

60
50
40
Yield (%) 30
20
10
0
0.45

0.5

0.55

0.6

0.65

0.7

0.75

0.8

Fraksi volume kloroform dalam pelarut

Gambar 3. Hubungan fraksi volume kloroform dalam pelarut dengan yield lipid
Berdasarkan data Tabel 2 dan Gambar 3 di atas, dapat dikatakan bahwa dengan waktu ekstraksi
tetap selama 50 menit dan semakin banyak komposisi kloroform dibandingkan metanol maka yield
lipid yang diperoleh cenderung semakin besar. Hal ini terjadi karena kelarutan lipid lebih banyak ke
kloroform dan semakin sedikit metanol juga membuat metanol semakin mudah larut dalam air
sehingga mudah dipisahkan pada corong pemisah.

Page 6

d.

Analisis Karakteristik Lipid


Pada penelitian ini dilakukan pula analisis karakteristik lipid yang meliputi analisis angka asam,
angka iodium, angka penyabunan, dan kromatografi gas. Analisis karakteristik tersebut bertujuan untuk
menentukan kualitas lipid mikroalga sehingga dapat ditentukan kelayakannya untuk dijadikan bahan
baku biosolar (biodiesel). Hasil analisis angka asam, angka iodium, dan angka penyabunan lipid
mikroalga dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Hasil analisis kimia lipid mikroalga
Parameter
Angka asam (mg KOH/g)
Angka iodium (g I2/100 g)
Angka penyabunan (mg
KOH/g)

Nilai Rata

Metode

Nilai Standar

Rata
23,8257
3,4952

Analisa
FBI-A01-03
FBI-A04-03

Biodiesel
Maks. 0,8
Maks. 115
Maks. 500

375,4315

FBI-A03-03

Hasil
analisis

kimia

menunjukkan
bahwa

sampel

lipid mikroalga

memiliki angka asam rata rata sebanyak 23,8257 mg KOH/g. Sementara itu, batas angka asam yang
harus dimiliki oleh suatu biodiesel menurut standar di Indonesia adalah maksimal 0,8 (Soerawidjaja,
2005). Hal tersebut menunjukkan bahwa angka asam lipid mikroalga yang didapatkan berada jauh di
luar batas kisaran angka asam yang harus dimiliki oleh biodiesel. Perbedaan ini disebabkan oleh
perbedaan jenis lipid yang dianalisis. Pada penelitian ini, sampel yang dianalisis berupa minyak mentah
dari mikroalga sedangkan pada standar digunakan sampel berupa biodiesel.
Oleh karena itu, angka asam lipid mikroalga ini dibandingkan dengan angka asam minyak biji
jarak yang dilaporkan Pramanik (2003). Minyak biji jarak dijadikan sebagai pembanding karena telah
dikenal sebagai salah satu bahan biodiesel yang paling produktif. Berdasarkan penelitian tersebut,
minyak biji jarak memiliki angka asam sebanyak 38,2 mg KOH/g. Angka asam lipid mikroalga
ternyata lebih kecil dibandingkan angka asam minyak jarak. Hal tersebut secara tidak langsung
menunjukkan bahwa tingginya angka asam dapat diatasi melalui proses transesterifikasi minyak
mentah menjadi biodiesel.
Parameter kedua dan ketiga yang dianalisis adalah angka iodium dan angka penyabunan. Hasil
analisis menunjukkan bahwa lipid mikroalga memiliki angka iodium rata rata 3,4952 g I 2/100 g dan
angka penyabunan rata rata sebanyak 375,4315 mg KOH/g. Sedangkan batas maksimum angka
iodium dan angka penyabunan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI-04-7182-2006) adalah
115 g I2/100 g dan 500 mg KOH/g. Oleh karena itu, lipid mikroalga yang diperoleh pada penelitian ini
Page 7

memenuhi Standar Nasional Indonesia sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Parameter keempat
yang dianalisis adalah komposisi asam lemak dalam lipid mikroalga dengan analisis instrumentasi yaitu
kromatografi gas. Komposisi asam lemak lipid mikroalga jenis Nannochloropsis sp. dapat dilihat pada
Tabel 4. Trabi (1998) melaporkan komposisi asam lemak minyak biji jarak antara lain asam miristat,
asam palmitat, asam stearat, arachidic acid, behedic acid, asam palmitoleat, asam oleat, asam linoleat,
dan asam linolenat yang dapat dilihat pada Tabel 5. Setelah dilakukan perbandingan antara komposisi
asam lemak lipid mikroalga dengan komposisi asam lemak minyak biji jarak ternyata komposisi asam
lemak lipid mikroalga memiliki beberapa kesamaan jenis dengan kandungan asam lemak minyak biji
jarak sehingga lipid mikroalga dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif.
Tabel 4. Komposisi asam lemak lipid mikroalga dengan kromatografi gas
Asam Lemak
Kadar (%)
C 8:1 Asam kaprilat
1,5191
C 10:0 Asam kaprat
4,0862
C 12:0 Asam laurat
1,2872
C 14:0 Asam miristat
8,8416
C 16:0 Asam palmitat
26,1353
C 16:1 Asam palmitoleat
17,6625
C 18:0 Asam stearat
0,5139
C 18:1 Asam oleat
7,8981
C 18:2 Asam linoleat
3,4980
C 20:5 Asam Eikosapentanoat (EPA)
15,1109
Tabel 5. Komposisi asam lemak minyak jarak pagar
Asam Lemak
C 14:0 Asam miristat
C 16:0 Asam palmitat
C 16:1 Asam palmitoleat
C 18:0 Asam stearat
C 18:1 Asam oleat
C 18:2 Asam linoleat
C 18:3 Asam linolenat
C 20:0 Arachidic acid
C 22:0 Behedic acid

KESIMPULAN & SARAN


Page 8

Kadar (%)
0 0,1
14,1 15,3
0 1,3
3,7 9,8
34,5 45,8
29,0 44,2
0 0,3
0 0,3
0 0,2
(Trabi, 1998)

1. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan titik optimum yaitu pada waktu ekstraksi 50 menit dan
perbandingan volume pelarut antara kloroform dengan metanol yaitu 0,75 dengan 0,25 serta
diperoleh yield lipid sebanyak 55,2%.
2. Pengaruh waktu ekstraksi dapat diketahui dari hasil analisis kuantitatif biodiesel. Semakin lama waktu
ekstraksi maka kandungan lipid yang diperoleh semakin banyak, tetapi dari waktu 50 menit ke
60 menit mengalami penurunan karena telah tercapai titik jenuh.
3. Sedangkan pengaruh komposisi volume juga diketahui dari kandungan lipid yang diperoleh. Semakin
besar komposisi volume kloroform dibandingkan metanol maka kandungan lipid yang diperoleh
semakin banyak. Untuk bahan baku sebanyak 5 gram disarankan menggunakan fraksi volume
pelarut antara kloroform dan metanol sebanyak 0,75 dan 0,25.
4. Karakteristik lipid mikroalga dapat diketahui dari analisis kimia, yaitu diperoleh angka asam sebanyak
23,8257 mg KOH/g, angka iodium sebanyak 3,4952 g I 2/100 g, dan angka penyabunan
sebanyak 375,4315 mg KOH/g. Selain itu, analisis kandungan asam lemak dengan kromatografi
gas (GC) dapat diketahui bahwa lipid mikroalga dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif.
5. Lipid mikroalga yang dihasilkan masih berwarna hijau pekat sehingga saran penulis yaitu perlu
dilakukan pemurnian lebih lanjut agar dapat dijadikan sebagai bahan baku biodiesel.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini dibiayai oleh Pemerintah Indonesia melalui DIKTI dalam Program Kreativitas
Mahasiswa bidang Penelitian tahun 2012.
DAFTAR PUSTAKA
British Petroleum P.L.C. 2011. British Petroleum Statistical Review of World Energy 2011. BP. London.
Mata, T.M., A.A. Martins, dan N.S. Caetano. 2010. Microalgae for Biodiesel Production and Other
Applications: A Review. Renewable and Sustainable Energy Reviews 14: 217 232.
Petrick, I., L. Dombrowski, M. Kroger, T. Beckert, T. Kuchling, dan S. Kureti. 2013. Algae Biorefinery
Material and Energy Use of Algae. DBFZ Deutsches Biomasseforschungszentrum
gemeinntzige GmbH. Leipzig.
Pramanik, K. 2003. Properties and Use of Jathropa Curcas Oil and Diesel Fuel Blends in Compression
Ignition Engine. Renewable Energy 28 (1): 239 248.

Page 9

Soerawidjaja, T.H. 2005. Biodiesel dan Bioetanol serta Penelitian dan Pengembangannya di ITB. ITB.
Bandung.
Trabi, M, G.M. Gubitz, W. Steiner, dan N. Foidl. 1998. Fermentation of Jatropha curcas Seeds and
Press Cake with Rhizopus oryzae. In: Biofules and Industrial Product from Jatropha curcas
Symposium: 206 210.
Wiyarno, B. 2009. Biodiesel Microalgae, Bahan Bakar Alternatif Generasi Ketiga. IndoAlgaeTech
Consultant. Yogyakarta.

Page 10

Anda mungkin juga menyukai