Anda di halaman 1dari 35

D I K TAT

KO N S TRU K S I K AYU I

Disusun Oleh :
N U N U N G M A RTI N A

P O LITEK N IK N EG ERI JA KA RTA

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur ke hadirat Allah SWT, maka Diktat


Konstruksi Kayu I untuk Mahasiswa Politeknik Jurusan Teknik Sipil ini berhasil
diselesaikan.
Penyusunan Diktat ini dimaksudkan untuk membantu para mahasiswa
mempelajari perkembangan teknik konstruksi kayu di Indonesia.
Semoga diktat ini dapat bermanfaat serta dapat dijadikan penuntun bagi
mahasiswa Jurusan Teknik Sipil khususnya clan pembaca pada umumnya.
Akhirnya penulis mengharapkan saran-saran yang tentunya berguna bagi
kesempurnaan Diktat ini.

Jakarta, 1 Januari 1999

PENULIS

DAFRTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................
KATA PENGANTAR ...............................................................................
DAFTAR ISI ..............................................................................................

i
ii
iii

BAB I.

PENGETAHUAN UMUM.................................................

1.1. Pendahuluan ...................................................................

1.2. Kayu Di Indonesia ..........................................................

PERATURAN PERHITUNGAN PERENCANAAN.

11

2.1. Ukuran Penampang Minimum (Menurut PKKI) ............

11

2.2. Perlemahan (Menurut PKKI) ..........................................

11

2.3. Batang Tarik ...................................................................

11

2.4. Batang Tekan ..................................................................

12

2.5. Batang Lentur .................................................................

13

2.6.Balok Yang Mendukung Tegangan Lentur


Dan Gaya Normal ..................................:.........................

15

SAMBUNGAN.......................................................................

18

3.1. Sambungan Dengan Baut ...............................................

21

3.2. Sambungan Gigi .............................................................

29

3.3. Sambungan Dengan Pasak Kayu Keras ..........................

37

3.4. Sambungan Dengan Pasak Cincin ..................................

43

3.5. Sambungan Dengan Simplex Connector ........................

47

3.6. Sambungan Dengan Kokot Buldog (Bulldog Connector)

49

3.7. Sambungan Dengan Paku ............................................

52

BAB II.

BAB III.

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................

64

BAB I
PENGETAHUAN UMUM
1.1.

Pendahuluan

Kayu adalah suatu bahan konstruksi yang didapatkan dari tumbuhan


dalam alam

Kayu merupakan salah satu bahan konstruksi yang pertama dalam


sejarah umat manusia dan mungkin juga menjadi yang terakhir

Kayu sebagai bahan konstruksi pada jaman lampau didasarkan atas


pengalaman atau

Dalam perkembangan teknik penggunaan kayu sebagai bahan


konstruksi yang lebih nasional perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
a. Pengetahuan sifat-sifat jenis-jenis kayu serta faktor-faktor
pengaruhnya
b. Sambungan dan alat-alat penyambung
c. Pengawetan

Anggapan-anggapan

yang

biasa

perhitungan konstruksi :
a. Homogenitas
b. Hukum Hooke
c. Elastisitas
d. Modulus kenyal dalam tarikan dan tekanan
e. Hipotesa Bernouli dalam balok tertentu
f. Isotropi

diambil

dalam

a. Homogenitas

Kayu yang terdiri dari serat-serat tentu tidak dapat disebut homogen
seperti baja yang mempunyai sifat-sifat fisik yang sama, walaupun
secara mikroskopis bajapun tidak homogen karena terdiri dari
bermacam-macam kristal dengan sifat-sifat yang berlainan.

Dalam praktek teknik konstruksi kayu masih dapat dianggap sebagai


bahan yang homogen. Adanya cacat-cacat seperti mata kayu perlu
diperhatikan

dan

menyebabkan

perbedaan

dengan

dasar-dasar

perhitungan yang lazim.


b. Hukum Hooke

Kayu mempunyai batas proposional seperti baja,tetapi kayu tidak


mempunyai batas leleh seperti baja.

Untuk baja, biasanya batas proposional sicapai 50% dari tegangan


patah.

Untuk kayu, untuk pembebansn tekan batas proposional dicapai 75%


dari tegangan patah.

Pada

pembebanan

terik

menunjukkan

angka-angka

yang

lebih

sampai

batas

menguntungkan
c. Elastisitas

Untuk

pembebanan

tekan

kayu

bersifat

elastis

proposional. Untuk keadaan tarikan belum banyak keteranganketerangan eksperamental. Tetapi sifat-sifat elastisitas kayu pada
keadaan tarikan tergantung kadar lengas. Kayu kering menunjukkan
elastisitas yang rendah dibandingkan kayu dengan kadar lengas tinggi.
d. Modulus Kenyal

Penyelidikan menegaskan kekuatan tarik kayu yang lebih tinggi dari


pada kekuatan tekan, yaitu yang satu angka-angka 2 - 2,5 kali lebih
besar dan yang lain angka-angka 2,5 - 3 letiih besar.

e. Hipotesa Bernoulli

Anggapan bahwa dalam balok terlentur tampang-tampang tetap rata


mempermudah

perhitungan

balok

terlentur,

tetapi

sebetulnya

penyelidikanpenyelidikan memperlihatkan penyimpangan dari linieritas


tersebut.
f. Isotropi

Baja merupakan bahan yang dianggap isotropis artinya baja mempunyai


sifat-sifat elastis yang sama dalam semua arah.

Kayu bukan suatu bahan isotropis, sifat-sifat elastis tergantung dari arah
gaya terhadap arah serat-serat clan cincin pertumbuhan

Untuk keperluan praktis kayu dianggap ortotropis, artinya mempunyai tiga


bidang simetri elastis yang tegak lurus satu pada yang lain.
Longitudinal adalah sejajar serat-serat
Tangensial adalah garis singgung cincin-cincin pertumbuhan
Radial adalah tegak lurus pada cincin-cincin pertumbuhan.

Keuntungan dan Kerugian Kayu sebagai bahan konstruksi :


a. Kayu mempunyai kekuatan yang tinggi dan berat yang rendah, mempunyai
daya penahan tinggi terhadap pengaruh kimia dan listrik, dapat mudah
dikerjakan, relatif murah dapat mudah diganti dan bisa didapat dalam waktu
relatif singkat.
b. Kerugiannya antara lain, ialah sifat kurang homogen dengan cacat-cacat alam
seperti arah serat yang berbentuk menampang, spiral clan diagonal, mata kayu,
dan sebagainya. Beberapa kayu bersifat kurang awet dalam keadaan-keadaan
tertentu. Kayu dapat memuai dan menyusut dengan perubahan-perubahan
kelembaban dan meskipun tetap elastis, pada pembebanan berjangka lama
sesuatu balok akan terdapat lendutan yang relatif besar.
Berhubungan dengan kerugian-kerugian tersebut dari kayu, maka konsekuensinya
dalam perhitungan perencanaan perlu pengeringan kayu, penggunaan teknik
pengawetan, dan sebagainya.
1.2. Kayu Di Indonesia
a.

Keawetan Alam
Jenis kayu yang dimasukkan dalam kelas-kelas awet di bawah ini harus

bertahan :

KELAS AWET

II

III

IV

a. Selalu berhubungan dengan air


b. Hanya terbuka terhadap angin dan
iklim tetapi dilindungi terhadap
pemasukan air dan kelemasan
c. Dibawah atap tidak berhubungan
dengan tanah lembab dan
dilindungi terhadap kelemasan
d. Seperti tetapi dipelihara dengan
baik, selalu dicat, dan sebagainya
e. Serangan oleh rayap
f. Serangan oleh bubuk kayu kering

8 th

5 th

3 th

sangat
pendek

sangat
pendek

20 th

15 th

10 th

beberapa
tahun

sangat
pendek

tak
terbatas

tak
terbatas

sangat
lama

beberapa
tahun

pendek

tak
terbatas

tak
terbatas

tak
terbatas

20 th

20 th

tidak

jarang

agak
cepat

sangat
cepat

sangat
cepat

tidak

tidak

hampir

tidak

sangat

b. Kekuatan
KELAS

BERAT JENIS

KUKUH LENTUR

KUKUH TEKANAN

KUAT

KERING UDARA

MUTLAK

MUTLAK

I
II
III
IV
V

> 0.90
0.90 0.60
0.60 0.40
0.40 0.30
0.30

> 1.100
1.100 725
725 500
500 360
360

Dalam Kg/Cm

> 650
650 425
425 300
300 215
215

c. Faktor-faktor yang dapat memperngaruhi sifat-sifat mekanis kayu :


1.

Berat Jeriis,

2.

Kadar Lengas

3.

Kecepatan Pertumbuhan (Cincin Tahun)

4.

Posisi Cincin tahun

5.

Mata

6.

Retak

7.

Miring Arah Serat

8.

Pohon Hidup dan Mati

9.

Pengeringan Alam dan Oven

10. Pengawetan
11. Keawetan
12. Lamanya Pembebanan
d. Mutu Kayu
Menurut PPKI Bab II, Kayu dibagi dalam dua mutu, sebagai berikut :
MUTU A

MUTU B

1. Kadar Lengas : Kering Udara

1. Kadar Lengas : 30%

2. Mata : d1116 h; d 2 116 b

2.Mata:

d1 1 / 4h; d 2 1 / 4bd ,

d13,5 Cm;d23,5 cm
3. Wanvlak : e 1/10 b, jika
b = tinggi balok
e 1/10 h, jika

d15 Cm;d25 cm
3. Wanvlak : e 1/10 b, jika
b = tinggi balok
e 1/10 h, jika

h = tinggi balok

h = tinggi balok

4. Miring arah serat :

4. Miring arah serat :

tg 1 / 10

5. Retak-retak : hr 1/4 b
hf 1/5 b

tg 1/10
5. Retak-retak : hr 1/3 b
hf 1/4 b

e. Tegangan-tegangan yang diperkenankan menurut PPKI Bab IV, adalah


sebagai berikut :
1. Tegangan yang diperkenankan untuk kayu mutu A

I
lt
tk = tr
tk

(kg/cm2)
(kg/cm2)
(kg/cm2)
(kg/cm2)

150
130
40
20

KELAS KUAT
II
III

IV

JATI/
Tectona Grandie

100
85
25
12

50
45
10
5

130
110
30
15

75
60
45
8

2. Koreksi tegangan yang diperkenankan untuk kayu Mutu A


It

=170.g

= Berat jenis kayu

tk// = tr// =150.g

It

= Tegangan ijin untuk lentur

tk 1 = 40 . g

tk//

= Tegangan ijin sejajar serat untuk tekan

//

tr//

= Tegangan ijin sejajar serat untuk tarik

tk1

= Tegangan ijin tegak lurus serat u/ tekan

//

= Tegangan ijin sejajar serat untuk geser

= 20 . g

Angka-angka di atas berlaku untuk konstruksi terlindung dan yang menahan


muatan tetap.

Yang disebut dengan konstruksi terlindung, ialah konstruksi yang


dilindungi dari perubahan udara yang besar, dari hujan dan matahari,
sehingga tidak akan menjadi basah dan kadar lengasnya tidak akan
berubah-ubah banyak.

Yang dimaksud dengan muatan tetap, ialah muatan yang berlangsung lebih
dari 3 bulan dan beban bergerak yang bersifat tetap atau terus menerus,

seperti betat sendiri, tekanan tanah, tekanan air, barang-barang gudang,


kendaraan diatas jembatan, dan sebagainya.

Yang dimaksud dengan muatan tidak tetap ialah muatan yang berlangsung
kurang dari 3 bulan dan muatan bergerak yang bersifat tidak tetap atau
tidak terus menerus seperti berat orang yang berkumpul (untuk ruangan
sidang, gereja) tekanan angin, dan sebagainya.

2. Untuk kayu Mutu B, angka-angka di atas digandakan dengan faktor 0,75 (faktor
reduksi)
3. Kelas kuat diambil yang terendah menurut (lembar fotocopy 1)
4. Tegangan yang diperkenankan dapat dihitung berdasarkan berat jenis kering udara
5. Pengaruh keadaan konstruksi clan sifat muatan terhadap tegangan yang
diperkenankan, dihitung sebagai berikut :
Faktor Reduksi 2/3
Untuk konstruksi yang selalu terendam dalam air
Untuk bagian konstruksi yang tidak terlindung dan kemungkinan besar
kadar lengas kayu akan selalu tinggi
Faktor Reduksi 5/6
Untuk konstruksi yang tidak terlindung, tetapi kayu itu dapat mengering
dengan cepat
Faktor Reduksi 5/4
Untuk bagian konstruksi yang tegangannya diakibatkan oleh muatan tetap
dan muatan angin
Untuk bagian konstruksi yang tegangannya diakibatkan oleh muatan tetap
dan tidak tetap

Faktor Reduksi 3/2


Untuk pembebanan yang bersifat khusus (getaran, clan lain-lain)
6. Untuk bagian-bagian konstruksi yang arah gayanya membentuk sudut dengan
arah serat kayu, maka tegangan yang diperkenankan harus dihitung, sebagai
berikut :
tk = tk// - (( tk// - tkl ). Sin
= Sudut antara arah gaya dan arah serat kayu.

7. Untuk bagian-bagian konstruksi yang terbuat dari besi/baja.


Tegangan-tegangan yang diperkenankan untuk tarikan, lenturan, ialah 1.200
kg/cm2
Untuk batang-batang baut dan anker hanya boleh diambil 1.00 kg/cm2
Tegangan geser yang diperkenankan untuk baut pas. diambil 800 kg/cm2,
untuk baut biasa diambil 600 kg/cm2
8. Dalam perhitungan perubahan bentuk elastis, maka modulus kenyal kayu sejajar
serat dapat diambil sebagai berikut :

KELAS KUAT KAYU

E// (kg/cm2)

125.000

II
III
IV

100.000
80.000
60.000

CONTOH SOAL :
1. Suatu konstruksi gording menahan beban permanen terbagi rata sebesar 150
kg /cm2. Gording terbuat dari kayu dengan Bj = 0,8. Jarak gording = 2 m.
Tentukan tegangan-tegangan ijinnya. Konstruksi terlindung
Penyelesaian :
= 1
y =1

Bj = 0,8
lt = 170 . g . . = 170 . 0,8 . 1 . 1 = 136 kg /cm z

tk//

= tr// = 150 . g . . = 150. 0,8 . 1 . 1 = 120 kg/cm 2

tkl = 40 . g . . = 40 . 0,8 . 1 . 1 = 32 kg/cm 2


= 20 . g . . = 20 . 0,8 . 1 . 1 = 16 kg/cm 2

//

2. Soal (1) ditentukan panjang gording 3 m dengan tumpuan sendi rol pada
bentangannya, dimensi gording 8/10. Kontrol apakah konstruksi tersebut aman
lendutan dan berat sendiri gording diabaikan.
Penyelesaian :
M m ak s = 1/8 . q . IZ = 118 . 150 . 32 = 168,75 kg.m = 16.875 kg.cm
Tahanan Momen W = 1/6. b. hz = 1/6 . 8 . 102 = 133,33 cm3
It = M/W = 16875 / 133,33 = 126,57 kg/cm2 < It = 136 kg/cM2
Gaya lintang maks (Dmaks) = . q . I =. 150 . 3 = 225 kg
//

3D
3.225

4,22 kg/cm2 // = 16 kg/cm2


2.b.h
2.8.1

3. Soal (2) mutu kayu B, gording menahan beban angin serta lendutan ijin
= 1/300 L. Kontrol apakah konstruksi tersebut masih aman.
Penyelesaian :
Beban angin

= 5/4

Kayu Mutu B
It = 136 . 5/4 . 0,75 = 127,5 kg/cm2
// =

16 . 5/4 0,75 = 15 kg/cm2

Bj = 0,8

Kelas kuat II (PPKI)

E = 100.000 kg/cm 2 .
Momen Lembam I = 1/12 b . h 3 = 1/12 . 8 . 10 3 = 666,67 cm'

f maks =

Mmaks 16,875

126,57 kg/cm 2 < It = 127,5 kg/cm 2


W
133,33

It =

//

5 g .I 4
5 150.10 2.(300) 4
.

.
2,37cm f ijin 1cm (tidak OK)
384 E.I
384 100.000 x666,67

3 D
3 225
.
.
= 4,22 kg/cm 2 < // = 15 kg/cm
2 b.h
2 8.10

Konstruksi Tidak Aman.

BAB II
PERATURAN PERHITUNGAN PERENCANAAN
2.1.

Ukuran Penampang minimum (Menurut PKKI)


1.

Batang-batang kayu dalam konstruksi rangka batang (vakwerk) harus


mempunyai 32 cm.

2.

Apabila batang-batang itu terdiri lebih dari satu bagian, maka syaratsyarat tersebut berlaku untuk seluruh tampang.

3.

Untuk konstruksi dengan paku atau perekat, syarat-syarat tersebut


tidak berlaku

2.2.

Perlemahan (Menurut PKKI)


1. Pada batang-batang tarik dan bagian-bagian konstruksi yang dibebani
dengan tegangan lentur, perlemahan-perlemahan akibat lubang-lubang
untuk

alat-alat

penyambung

dan

lainnya

harus

diperhitungkan.

2. Untuk batang-batang yang menahan tegangan tekan, perlemahan akibat


alatalat penyambung tidak perlu dipergunakan. Tetapi apabila di dalam
kenyataan pada batang-batang kayu tersebut terdapat lubang-lubang yang
tidak tertutup. maka lubang-lubang tersebut harus diperhitungkan sebagai
perlemahan
2.3.

Batang Tarik

Untuk menentukan luas tampang batang yang mengalami tarikan harus


diperhatikan berkurangnya luas tampang akibat adanya alat-alat
sambung.
Untuk itu dalam hitungan selalu digunakan luas tampang netto (Fn,)
Besarnya luas netto :
Fnt = Fbr C
C

= adalah faktor'perlemahanakibat adanya alat sambung

Fbr = adalah luas tampang bruto

Besarnya faktor perlemahan dapat diambil, sebagai berikut :


10% untuk sambungan dengan paku
20% untuk sambungan dengan baut dan sambungan gigi
20% untuk sambungan dengan kokot dan cincin belah

30% untuk sambungan dengan pasak kayu


0% untuk sambungan dengan dengan perekat
2.4. Batang Tekan
S

Untuk merencanakan batang tekan harus diperhatikan adanya bahaya teknik.


tetapi tidak perlu memperhatikan faktor perlemahan seperti batang tarik

Besarnya faktor tekuk (c)) tergantung dari angka kelangsingan batang (i_)
Ik / Imin =

Ik = panjang tekuk yang tegantung dari sifat-sifat ujung batang


P

J
I

S
Ik = I

Ik = 2 . I

Ik = ..2 .1

J
Ik =. 1

untuk konstruksi rangka Ik = I


i min = Jari-jari inersia minimum
i min =

Im in
Fbr

Hubungan antara % dan dapat dilihat pada daftar III PKKI 1961.

Selanjutnya tegangan tekan yang terjadi tidak boleh lebih besar dari
tegangan tekan diijinkan.
P.
tk// = F
tk//
br

P= S

Untuk merencanakan dimensi batang tekan, sebagai pedoman awal


dapat digunakan rumus-rumus, sebagai berikut :

Untuk kayu kelas kuat I

I min = 40 Ptk . Ik2

Untuk kayu kelas kuat II

I min = 50 Ptk . Ik2

Untuk kayu kelas kuat III

I min = 60 Ptk . Ik2

Untuk kayu kelas kuat IV

I min = 80 Ptk . Ik2

I min

= dalam cm4

Ptk

= gaya tekan dalam ton

Ik

= panjang tekuk dalam meter

2.5. Batang Lentur


M

Sebuah balok yang dibebani momen lentur harus dipenuhi syarat


batas tegangan lentur dan lendutan. Tegangan lentur yang terjadi tidak boleh
melampaui tegangan lentur yang diijinkan.

It

Mmaks
Wn

M maks = Momen maksimum


Wn

= Tahanan momen netto

Wn =W.c
c adalah faktor perlemahan seperti pada batang tarik

Pada lendutan, yang terjadi tidak boleh lebih besar dari lendutan yang
diijinkan seperti yang disyaratkan. Dengan mengabaikan pergeseran pada
tempat-tempat sambungan, lendutan pada sesuatu konstruksi akibat berat sendiri
dan muatan tetap dibatasi, sebagai berikut :
f max 1/300 . I
Untuk balok yang dipergunakan pada konstruksi yang terlindung
f max 1/400 . I
Untuk balok yang dipergunakan pada konstruksi yang tidak terlindung
f max 1/200 . I
Untuk balok yang dipergunakan pada konstruksi kuda-kuda, seperti gording,
kasau dan sebagainya
f max 1/500 . I
Untuk konstruksi rangka batang yang terlindung
f max 1/700 . I
Untuk konstruksi rangka batang yang tidak terlindung
f = lendutan
I = jarak batang

Syarat panjang bentang balok yang efektif dapat dilihat di PPKI ps. 12.1

2.6. Balok Yang Mendukung Tegangan Lentur Dan Gaya Normal


a.

Lenturan dan tarikan

S
M

S=P

Pada konstruksi yang mengalami lenturan dan tarikan, tegangan yang terjadi tidak
diijinkan lebih besar dari tegangan tarik yang disyaratkan.

tot =

M
P
. maks
Fnt
Wn

It//

tr //
lt

b. Lenturan dan tekanan

S
M

S=P

Pada konstruksi yang mengalami lenturan dan tekanan, tegangan yang terjadi
tidak diijinkan lebih besar dari tegangan tekan yang disyaratkan.

tot =

M
P
. maks
Ftbr
Wn

It//

tk //
lt

CONTOH SOAL :
1. Sebuah batang tarik dari kayu dengan Bj = 0,5 menahan gaya sebesar 5
ton. Konstruksi terlindung dan menahan muatan tetap. Tentukan
dimensi batang tarik tersebut yang aman dan ekonomis. Rencana akan
digunakan sambungan baut.

Penyelesaian_:
=1

=1

P = 5.000 kg

tr//

= 150 . g = 150 . 0,5 = 75 kg/cm 2

Bj = 0,5
Faktor perlemahan (FP) =20%

tr//

= F = F nt = P=
nt

F br =

5000
= 66,67 kg/cm 2
75

Fnt
66,67
=
= 83.34 cm 2
0,8
0,8

Diambil

b = 7 cm

h =12cm (h-2b)
Fbr = 7 . 12 = 84 cm 2 > 83,34 cm z

(Cukup mendekati)

Dimensi yang aman dan ekonomis = 7/12

2. Suatu batang tekan panjang 2 m mendukung gaya 12 ton. Batang


tersebut merupakan bagian dari suatu konstruksi kuda-kuda yang
direncanakan untuk menahan muatan tetap dan muatan angin. Jika Bj
kayu = 0,65, rencanakan dimensi batang tekan tersebut.
Penyelesaian :

Konstruksi kuda-kuda (terlindung) = 1


Muatan tetap dan muatan angin = 5/4
Konstruksi kuda-kuda muatan = konstruksi rangka
Ik =1 =2m
Bj = 0,65 (Kayu kelas II)
= 150 . 0,65 . 5/4 = 121,875 kg /cm 2
I min = 50 . P . Ik 2
Misal direncanakan tampang bujur sangkar.
I min = 1/12 . b 4 = 50 . P Ik 2
= 1/12 .b 4 = 50 . 12 .2 2
b 4 = 28.800 cm 4
b

= 13,03 cm

Diambil b = h = 13 cm
1 / 12.b 4
1 / 12.13 4

3,757 cm
b2
13 2

I min =
=

tk//

Ik
I min

200
53,23 W = 1,55
3,757

P.W
12.000 x1,55

11,059 kg /cm 2 < lt = 121 kg /cm 2 (OK)


Fbr
13.13

Dimensi yang aman = (13 x 13) cm 2

BAB III
SAMBUNGAN

Ikatan yang dipilih tidak hanya menentukan panjang penampang dan


panjang sambungan, tetapi juga deformasi dari sambungan tersebut.

Maka

untuk

sambungan-sambungan

konstruksi

kayu

memandang beban patah dan mengambil safety factor (n)

tidak

cukup

Pizin =

Ppatah
n

tetapi perlu juga diketahui pergeseran-pergeserannya juga harus dibatasi.

Di Jerman n (safety factor) biasanya diambil 2,75 sedangkan pergeseran


dibatasi sampai 1,5 mm.

Semakin kecil bidang kontak elemen sambungan, deformasi yang terjadi


akan semakin besar.

Sambungan baut dan paku (beberapa paku tebal) dengan bidang kontak dan
tegangan setempat yang kecil, deformasi yang diijinkan menentukan beban
maksimum.

Untuk sambungan dengan perekat,paku (ramping dan banyak) atau dengan


takik miring, dimana bidang kontaknya besar, kekuatan batasnya yang
menentukan.
Diagram "beban deformasi" dari sambungan kayu

Menganggap efisiensi suatu konstruksi kayu (fiktif) tanpa sambungan sama


sekali = 100%, maka "overall efficiency" konstruksi-konstruksi dengan
bermacam-macam alat penyambung dapat dinilai sebagai berikut :

dengan sambungan baut

30%

dengan sambungan paku

50%

dengan sambungan pasak

60%

dengan sambungan perekat

100%

Angka-angka di atas adalah rata-rata dan kasar, karena tentunya tergantung


dari banyak faktor, seperti : pemakaian alat buhul dan sebagainya.

Dari angka-angka effisien di atas dapat dilihat bahwa hanya sambungan


dengan perekat dapat mencapai effisien 100%. Ini berarti bahwa sambungansambungan yang lain seringkali ukuran-ukufian batang konstruksi kayu
ditetapkan oleh tempat yang dibutuhkan untuk menempatkan alat-alat
penyambung.

Maka dari itu, biasanya dalam perencanaan konstruksi rangka batang kayu,
setelah didapat gaya-gaya batang, ukuran-ukuran batang direncanakan atau
didimensioner

berdasarkan rencana

sambungan-sambungan,

kemudian

dikontrol tegangan-tegangan dalam batang.

Dalam perencanaan sambungan titik buhul, penting sekali dihindarkan sedapat


mungkin eksentrisitet :

a.

eksentrisitet e

momen sekunder = P . e
b.

e = eksentrisikit

z = titik berat kelompok alat penyambung

Momen sekunder = P . e

c.

e=0

3.1. Sambungan Dengan Baut

Baut sebagai alat penyambung dibebani banyak dipakai, meskipun tidak


begitu baik, karena :
efisiensi rendah
deformasi besar

Tegangan-tegangan dalam arah sambungan maupun pada penampang baut


dianggap rata dalam perhitungan. Sesungguhnya pembagian tegangantegangan sebagai berikut :

Menurut PPKI pasal 14.


Alat penyambung baut harus dibuat dari baja st 37 atau dari besi yang
mempunyai kekuatan paling sedikit seperti st 37
Lubang baut harus dibuat secukupnya saja dan kelonggaran tidak boleh
lebih dari 1,5 mm.
Garis tengah baut paling kecil harus 10 mm (3,8"), sedang untuk
sambungan baik bertampang satu maupun bertampang dua, dengan tebal
kayu lebih besar dari 8 cm, harus dipakai baut dengan garis tengah paling
kecil 12,7 mm (1/2").
Baut harus disertai plat ikatan yang tebalnya min 0,3d clan maks 5 mm
dengan garis tengah 3d clan mempunyai bentuk persegi empat, lebarnya
3d, dimana d = garis tengah baut. Jika bautnya hanya sebagai pelekat,
maka tebal plat ikutan dapat diambil min 0,2d clan maksimum 4 mm.

Sambungan dengan baut dibagi dalam 3 golongan menurut kekuatan kayu,


yaitu golongan-golongan I, II, III.
Agar sambungan dapat memberi hasil kekuatan yang sebaik-baiknya
(vitgenut), hendaknya
.b = b/d

diambil dari angka-angka yang tertera di bawah ini :

Sambungan bertampang satu / geser tunggal

Sambungan bertampang dua / geser ganda

Anggapan praktis b1 = 3,5d10 b3 = 4,5d

Golongan I untuk kayu kelas kuat I dan kayu rasamala


Sambungan tampang satu

b = 4,8

S = 50 . d . b1 (1 - 0,6 sin a) atau


S = 240. dz

(1 - 0,35 sin a)

Sambungan tampang dua

b = 3,8

S = 125 . d . b3 (1 - 0,6 sin a) atau


S = 250 . d . b1 (1 - 0,6 sin a) atau
S = 480 . dz

(1 - 0,35 sin a)

Golongan II untuk kayu kelas kuat II dan kayu jati


Sambungan tampang satu

b = 5,4

S = 40 . d . b1 (1 - 0,6 sin a) atau


S = 215 . d2

(1 - 0,35 sin a)

Sambungan tampang dua

b = 4,3

S = 100 . d . b3 (1 - 0,6 sin a) atau


S = 200 . d . b1 (1 - 0,6 sin a) atau
S = 430 . dz

(1 - 0,35 sin a)

Golongan III untuk kayu kelas kuat III


Sambungan tampang satu

b = 6,8

S = 25 . d . b1 (1 - 0,6 sin a) atau

S = 170 . dZ

(1 - 0,75 sin a)

Sambungan tampang dua

b = 5,7

S = 60 . d . b3 (1 - 0,6 sin a) atau


S = 120 . d . b1 (1 - 0,6 sin a) atau
S = 340. dz

(1 - 0,35 sin a)

= Kekuatan sambungan dalam kg

= Sudut antara gaya dan arah serat kayu

b1

= Tebal kayu tepi dalam cm

b3

= Tebal kayu tengah dalam cm

= Garis tengah baut dalam cm

Dari tiap-tiap golongan yang diambil adalah harga yang terkecil

Jika pada sambungan bertampang satu, salah satu batangnya adalah dari besi
(baja) atau pada sambungan bertampang dua, pelat-pelat penyambungnya dari
besi (baja), maka harga-harga S dalam rumus-rumus tersebut dapat dinaikkan
25%.

Apabila baut tersebut dipergunakan pada konstruksi dalam keadaan selalu


terendam dalam air atau untuk bagian konstruksi yang tidak terlindung dan
kemungkinan besar kadar lengas kayu akan selalu tinggi, maka didalam
perhitungan kekuatan harus dikalikan dengan angka 2/3. Apabila baut tersebut
digunakan untuk konstruksi yang tidak terlindung, tetapi kayu itu dapat
mengering dengan cepat, maka di dalam perhitungan, kekuatannya harus
dikalikan dengan angka 5/6.

Untuk bagian konstruksi yang tegangannya diakibatkan oleh muatan tetap clan
muatan angin atau untuk bagian-bagian konstruksi yang tegangannya
diakibatkan oleh muatan tetap dan muatan tidak tetap, maka kekuatan
sambungan dapat dinaikkan 25%.

Penempatan baut-baut harus memenuhi syarat-syarat, sebagai berikut :

a.

Arah gaya sejajar dengan arah serat

b.

Arah gaya tegak lurus arah serat

c.

Arah gaya membentuk sudut a (0 < a < 90(l) dengan arah serat kayu

Garis tengah baut


Garis tengah baut (d) (mm)
Garis tengah di dalam ulir (dk) (mm)

CONTOH SOAL :
1.

12
9

14

16

10,5 12,5

18

20 .

22

22

14

16

18

20,5

Kayu kelas II mutu A


Konstruksi terlindung menahan muatan tetap.
Kontrol apakah kekuatan baut dapat menahan gaya sebesar 2.750 kg.
Penyelesaian :
Sambungan termasuk golongan II bertampang dua
b

= b/d = 8/1,8 = 4,4 = 4,3

- S1 =100.d.b3.(2)
S1 = 100 . 1,8 . 8 . (2) = 2.880 kg.
Dipilih S yang
- SZ

= 200 . d . b1 . (2)

SZ = 200 . 1,8 . 6 . (2) = 4.320 kg.

terkecil : S3 = 2.786,40 kg ~
S3

>P

(OK)

2.786 kg > 2.750 kg


- S3

= 430. d2. (2)

=> S3 = 430 . 1,82 . (2) = 2.786,40 kg.

2.

Kayu kelas II mutu A


Konstruksi terlindung menahan mbatan tetap. Hitung Pmax yang terjadi.
Penyelesaian :
Golongan II bertampang dua.
b = 4,3

b/d = 8/1,8 = 4,4 ~ 4,3

- S1 =100.d.b3.(1-0,6.sina)
S, = 100 . 1,8 . 8 . (1 - 0,6 . sin 40) = 884,63 kg
-S 2

= 200 . d . b1 . (1 - 0,6 . sin (a)

S2 = 200 . 1,8 . 6 . (1 - 0,6 . sin 40) = 1.326,94 kg.


- S 3 = 430 . dz . (1 - 0,35 . sin a)
S3 = 430. 1,82 . (1 - 0,35 . sin 409) = 1.079,79 kg.
Yang menentukan S ijin yang terkecil = 884,63 kg = Pmax

3.

Dik : Kayu kelas II mutu A.

Konstruksi

terlindung

menahan

muatan tetap tr baut = 1.000 kg /cmz

Dit : baut dan ukuran plat ikutan ( )


Penyelesaian :
tr baut P/A
1.000

1.400 .

1.400

dk

dk

1,33 ~ d k = 1,4 baut = 1,8 cm = 18 mm

1.000. 1
4

Dimensi minimum plat ikutan

Ap = 2 - . . ( d - 0 . 2 ) 2
Ap = 2 - . . ( 1 . 8 - 0 . 2 ) 2
Ap = 2 - . . 2 2
Ap = 2 -

P
tk1

Ap

2 +

1.400
25

1.400

25

7,69 ~ 8 cm (lebar plat ikutan)


Perb. :
Tebal plat ikutan = 0,3 d = 0,3. 1,8 = 0,54 cm ~ 5 mm
Lebar plat ikutan = 3 d = 3 . 1,8 = 5,4 < 8 cm (Tidak OK)
dipilih 8 cm.

Ukuran olat ikutan = 8/8/80,5

Anda mungkin juga menyukai