Anda di halaman 1dari 27

Bab III, Hukum Benda

80

12. Kuliah Kedua Belas (K.12)


HAK KEBENDAAN
1. Pengertian Hak Kebendaan
Hak kebendaan {zakelijk recht) adalah suatu hak yang memberikan kekuasaan
langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan terhadap tiap orang. Menurut
Prof. L.J. van Apeldoorn, hak-hak kebendaan adalah hak-hak harta benda yang
memberikan kekuasaan langsung atas sesuatu benda. Kekuasaan langsung berarti
bahwa ada terdapat sesuatu hubungan yang langsung antara orang-orang yang berhak
dan benda tersebut. Demikian juga menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,
hak kebendaan (zakelijkrecht) ialah hak mutlak atas suatu benda di mana hak itu
memberikan kekuasaan langsung atas sesuatu benda dan dapat dipertahankan
terhadap siapapun juga.
Dari rumusan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa, hak kebendaan
merupakan suatu hak mutlak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda
yang dapat dipertahankan setiap orang dan mempunyai sifat melekat.
2. Ciri-ciri Hak Kebendaan
Pada dasarnya, ciri-ciri dari suatu hak kebendaan itu adalah sebagai berikut:
a. Merupakan hak mutlak Hak kebendaan merupakan hak yang mutlak, yaitu dapat
dipertahankan terhadap siapa pun juga.
b. Mempunyai zaaks gevolg atau droit de suite.
Hak kebendaan mempunyai zaaks gevolg (hak yang mengikuti), artinya hak itu
terus mengikuti bendanya di mana pun juga (dalam tangan siapa pun juga) barang
itu berada. Hak itu terus saja mengikuti orang yang mempunyainya.
c. Mempunyai sistem
Sistem yang terdapat pada hak kebendaan ialah mana yang lebih dulu terjadinya,
tingkatnya adalah lebih tinggi daripada yang terjadi kemudian. Misalnya: seorang
pemilik tanah menghipotikkan tanahnya, kemudian tanah tersebut diberikan
kepada orang lain dengan hak memungut hasil, maka dalam hal ini, hak hipotik
mempunyai tingkat yang lebih tinggi daripada hak memungut hasil yang baru
terjadi kemudian

Bab III, Hukum Benda

81

d. Mempunyai droit de preference


Hak kebendaan mempunyai droit de preference, yaitu hak yang lebih didahulukan
daripada hak lainnya.
e. Mempunyai macam-macam actie
Pada hak kebendaan ini, orang mempunyai macam-macam actie jika terdapat
gangguan atas haknya, yaitu berupa penuntutan kembali, gugatan untuk
menghilangkan gangguan-gangguan atas haknya, gugatan untuk pemulihan dalam
keadaan semula, gugatan untuk penggantian kerugian dan sebagainya. Pada hak
kebendaan, gugatnya itu disebut dengan gugat kebendaan. Gugatan-gugatan ini
dapat dilaksanakan terhadap siapapun yang menganggu haknya. Mempunyai cara
pemindahan yang berlainan Kemungkinan untuk memindahkan hak kebendaan
itu dapat secara sepenuhnya dilakukan.
Sedangkan menurut Prof. Subekti, hak-hak kebendaan mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut :
a. Memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda.
b. Dapat dipertahankan terhadap setiap orang.
c. Mempunyai sifat "melekat", yaitu mengikuti benda bila ini dipindahtangankan
{"droit de suite").
d. Hak yang lebih tua selalu dimenangkan terhadap yang lebih muda.
3. Pembedaan Hak-hak Kebendaan
Di dalam Buku II KUHPer diatur macam-macam hak kebendaan, akan tetapi dalam
membicarakan macam-macam hak kebendaan dalam Buku II KUHPdt harus diingat
berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok
Agraria. Dengan demikian, hak-hak kebendaan yang diatur dalam Buku II KUHPdt
(yang sudah disesuaikan dengan berlakunya UUPA No. 5/1960) dapat dibedakan atas
dua macam, yaitu2:
a. Hak-hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan meliputi :
1) Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan atas bendanya sendiri,
misalnya: hak eigendom, hak bezit.

Bab III, Hukum Benda

82

2) Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan atas benda orang lain,


misalnya: hak opstal, hak erfpacht, hak memungut hasil, hak pakai, hak
mendiami.
b. Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan (zakelijk zakerheidsrechf).
Misalnya: hak gadai (pand), hipotik. Di samping itu, ada pula hak-hak yang diatur
dalam Buku II KUHPdt, tetapi bukan merupakan hak kebendaan, yaitu privilege
dan hak retentie. Namun, hak-hak ini dapat pula digolongkan dalam hak
kebendaan.
13. Kuliah Ketiga Belas (K.13)
C. MACAM-MACAM HAK KEBENDAAN
1. Hak Bezit
a. Pengertian Bezit
1) Menurut KUHPdt
Bezit diterjemahkan dengan kedudukan berkuasa, yaitu kedudukan
seseorang yang menguasai suatu kebendaan baik dengan diri sendiri maupun
dengan perantaraan orang lain dan yang mempertahankan atau menikmatinya
selaku orang yang memiliki kebendaan itu (pasal 529 KUHPdt)
2) Menurut Prof Subekti, SH
Bezit adalah suatu keadaan lahir, dimana seorang menguasai suatu benda
seorang olah kepunyaannya sendiri yang oleh hukum diperlindungi, dengan
tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada pada siap
3) Menurut Prof Dr. Sri Soedewi Macjchoen Sofwan, SH
Dengan mengacu pada Pasal 529 KUHPdt, maka

bezit ialah keadaan

memegang atau menikmati sesuatu benda di mana seseorang menguasainya,


baik secara sendiri ataupun perantaraan orang lain, seolah olah itu adalah
kepunyaan sendiri.
Dari defenisi ditas dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan bezit
adalah hak seseorang yang menguasai

suatu benda, baik langsung maupun

dengan perantaraan orang lain untuk bertindak seolah olah benda itu kepunyaan
sendiri.

Bab III, Hukum Benda

83

b. Bezit jujur dan bezit tidak jujur


Pada dasarnya, suatu bezit itu dapat berada di tangan pemilik benda itu atau
dapat pula berada ditangan orang lain. Jika orang itu mengira bahwa benda yang
dikuasainya adalah miliknya sendiri (misalnya ia memperoleh karena ia membeli
secara sah, karena pewarisan dan sebagainya), maka bezitter yang demikian itu
disebut dengan "bezit te goeder trouw" atau bezit yang jujur (Pasal 531 KUHPdt).
Sebaliknya, apabila ia mengetahui bahwa benda yang ada padanya itu bukan
miliknya (misalnya ia mengetahui bahwa benda itu berasal dari pencurian) maka
bezitter yang demikian disebut dengan -bezit Trader trouv" atau bezit yang tidak
jujur (Pasal 532 KUHPdt).
Baik bezitter yang jujur maupun

bezitter yang tidak jujur kedua-duanya

mendapat perlindungan hukum. Dalam hukum berlaku satu asas, bahwa


kejujuran itu dianggap selalu ada pada setiap orang, sedangkan
ketidakjujuran itu harus dibuktikan. Dengan demikian, menurut ketentuan Pasal
533 mengemukakan bahwa sesuatu bezit itu adalah tidak jujur, maka iawajib
membuktikannya.
c. Syarat syarat adanya bezit
Untuk adanya suatu bezit, haruslah dipenuhi syarat syarat , yaitu :
1) Adanya Corpus, yaitu harus ada hubungan antara orang yang bersangkutan
dengan bendanya
2) Adanya Animus, yaitu hubungan antara orang dengan benda itu harus
dikehendaki oleh orang tersebut.
Dengan demikian, untuk adanya bezit harus ada dua unsur yaitu kekuasaan
atas suatu benda dan kemauan untuk memilikinya benda tersebut. Dalam hal ini,
bezit harus dibedakan dengan detentie, dimana seseorang menguasai suatu
benda berdasarkan hubungan hukum tertentu dengan orang lain (pemilik dari
benda itu). Jadi. Seorang detentor tidak mempunyai kemauan untuk memiliki
benda itu bagi dirinya sendiri.
d. Fungsi bezit
Pada dasarnya, bezit mempunyai dua fungsi, yaitu :
1) Fungsi polisionil

Bab III, Hukum Benda

84

Bezit itu mendapat perlindungan hukum tanpa mempersoalkan hak milik atas
benda tersebut sebenarnya ada pada siapa. Jadi siapa yang membezit sesuatu
benda, maka ia mendapat perlindungan dari hukum sampai terbukti bahwa ia
sebenarnya tidak berhak. Dengan demikian , bagi yang merasa haknya
dilanggar, maka ia harus meminta penyelesaiannya melalui polisi atau
pengadilan. Inilah yang dimaksud dengan fungi polisionil yang ada pada
setiap bezit.
2) Fungsi zakkenrectelijk
Bezitter yang telah membezit suatu benda dan telah berjalan untuk beberapa
waktu tertentu tanpa adanya proses dari pemilik sebelumnya, maka bezit itu
berubah menjadi hak milik melalui lembaga

verjaring (lewat waktu /

daluwarsa). Inilah yang dimaksud dengan fungsi zakenrectelijk dan fungsi


ini tidak ada pada setiap bezit
e. Cara memperoleh bezit
Menurut ketentuan Pasal 538 KUHPdt, bezit (kedudukan berkuasa) atas
sesuatu kebendaan diperoleh dengan cara melakukan perbuatan menarik
kebendaan itu dalam kekuasaannya, dengan maksud mempertahankannya untuk
diri sendiri. Menurut ketentuan Pasal 540 KUHPdt, cara-cara memperoleh bezit
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1) dengan jalan occupation
Memperoleh bezit jalan dengan occupatio ( pengambilan benda ) artinya ia
memperoleh bezit tanpa bantuan dari orang yang membezit lebih dahulu. Jadi
bezit diperoleh karena perbuatannya sendiri yang mengambil barang secara
langsung.
2) dengan jalan tradition
Memperoleh bezit dengan jalan tradition (pengoperan) artinya ialah
memperoleh bezit dengan bantuan dari orang yang membezit lebih dahulu.
Jadi bezit diperoleh karena penyerahan dari orang lain yang sudah
menguasainya terlebih dahulu.
Di samping dua cara di atas, bezit juga dapat diperoleh karena adanya
warisan. Menurut Pasal 541 KUHPdt, bahwa segala sesuatu bezit yang merupakan
bezit dari seorang yang telah meninggal dunia beralih kepada ahli warisnya

Bab III, Hukum Benda

85

dengan segala sifat dan cacad-cacadnya. Menurut Pasal 593 KUHPdt, orang yang
sakit ingatan tidak dapat memperoleh bezit, tetapi anak yang belum dewasa dan
perempuan yang telah menikah dapat memperoleh bezit.
f. Hapusnya Bezit
Pada dasarnya, orang bisa kehilangan bezit apabila
1) kekuasaan atas benda itu berpindah pada orang lain, baik secara diserahkan
maupun karena diambil oleh orang lain
2) Benda yang dikuasainya nyata telah ditinggalkan.
2. Hak Eigendom/Hak Milik
a. Pengertian Eigendom
1) Menurut KUHPdt
Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan
leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan
sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum
yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak
mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu dengan tak mengurangi
kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar atas
ketentuan undang-undang dan dengan pembayaran ganti-rugi (Pasal 570
KUHPdt).
2) Menurut Prof. Subekti, SH
Eigendom adalah hak yang paling sempurna atas suatu benda. Seseorang yang
mempunyai hak eigendom (milik) atas suatu benda dapat berbuat apa saja dengan
benda itu (menjual, menggadaikan, memberikan, bahkan merusak), asal saja ia
tidak melanggar undang-undang atau hak orang lain.
3) Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen So/wan, S.H.,
Dengan mengacu pada Pasal 570 KUHPdt, hak milik adalah hak untuk menikmati
suatu benda dengan sepenuhnya dan untuk menguasai benda itu dengan sebebasbebasnya, asal tak dipergunakan bertentangan dengan undang-undang atau
peraturan umum yang diadakan oleh kekuasaan yang mempunyai wewenang
untuk itu dan asal tidak menimbulkan gangguan terhadap hak-hak orang lain;

Bab III, Hukum Benda

86

kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan adanya pencabutan hak itu
untuk kepentingan umum, dengan pembayaran pengganti kerugian yang layak dan
menurut ketentuan undang-undang.
Melihat perumusan di atas dapat disimpulkan, bahwa hak milik adalah hak
milik adalah hal yang paling utama jika dibandingkan dengan hak hak kebendaan
yang lain. Karena yang berhak itu dapat menikmatinya dengan sepenuhnya dan
menguasainya dengan sebebas-bebasnya. Hak milik ini tidak dapat diganggu gugat.
b. Ciri-ciri hak milik
Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, yang merupakan ciri-ciri dari hak
milik itu ialah:
1) Hak milik itu selalu merupakan hak induk terhadap hak-hak kebendaan yang lain.
Sedangkan hak-hak kebendaan yang lainnya yang bersifat terbatas itu
berkedudukan sebagai hak anak terhadap hak milik.
2) Hak milik itu ditinjau dari kuantitetnya merupakan hak yang selengkaplengkapnya.
3) Hak milik itu tetap sifatnya. Artinya, tidak akan lenyap terhadap hak kebendaan
yang lain. Sedang hak kebendaan yang lain dapat lenyap jika menghadapi hak
milik.
4) Hak milik itu mengandung inti (benih) dari semua hak kebendaan yang lain.
Sedang hak kebendaan yang lain itu hanya merupakan onderdeel (bagian) saja
dari hak milik. Menurut ketentuan Pasal 574 KUHPdt, tiap pemilik sesuatu benda,
berhak menuntut kembali bendanya dari siapa saja yang menguasainya
berdasarkan hak miliknya itu.
c. Cara memperoleh hak milik
Menurut Pasal 584 KUHPdt, hak eigendom dapat diperoleh dengan jalan:
1) Pendahuluan ( toeeigening)
2) Ikutan
3) Lewat waktu
4) Pewarisan ( erfopvolging), baik menurut undang undang maupun menurut surat
wasiat

Bab III, Hukum Benda

87

5) Penyerahan (levering) berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk memindahkan


hak milik, dilakukan oleh seseorang yang berhak berbuat bebas terhadap benda
itu.
Sedangkan menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, cara memperoleh
hak milik di luar Pasal 584 KUHPdt yang diatur oleh Undang-Undang adalah:
1) Penjadian benda (zaaksvorming);
2) Penarikan buahnya (vruchttrekking);
3) Persatuan benda (vereniging);
4) Pencabutan hak (onteigening);
5) Perampasan (verbeurdverklaring);
6) Pencampuran harta {boedelmenging);
7) Pembubaran dari sebuah badan hukum;
8) Abandonnement (dijumpai dalam Hukum Perdata Laut - Pasal 663 KUHD)
d. Memperoleh hak milik dengan lewat waktu (Verjaring)
Lewat waktu adalah salah satu cara untuk memperoleh hak milik atas suatu benda.
Lewat waktu (verjaring) ini ada dua macam, yaitu:
1. Acquisitieve verjaring, yaitu lewat waktu sebagai alat untuk memperoleh hak-hak
kebendaan (di antaranya hak milik).
2. Extinctieve verjaring, yaitu lewat waktu sebagai alat untuk dibebaskan dari suatu
perutangan.
Untuk memperoleh hak milik dengan lewat waktu (acquisitieve verjaring)
adalah:
1) Harus ada bezit sebagai pemilik;
2) Bezitnya itu harus te goeder trouw;
3) Membezitnya itu harus terus-menerus dan tak terputus;
4) Membezitnya harus tidak terganggu;
5) Membezitnya harus diketahui oleh umum;
6) Membezitnya harus selama waktu 20 tahun atau 30 tahun;
7) 20 tahun dalam hal ada alas hak yang sah, 30 tahun dalam al tidak ada alas hak.

Bab III, Hukum Benda

88

e. Memperoleh hak milik dengan penyerahan (Levering)


Menurut Hukum Perdata, yang dimaksud dengan penyerahan ialah penyerahan suatu
benda oleh pemilik atau atas namanya - kepada orang lain, sehingga orang lain ini
memperoleh hak milik atas benda itu. Sedangkan menurut Prof. Subekti, per kataan
penyerahan mempunyai dua arti, yaitu:
1) Perbuatan yang berupa penyerahan kekuasaan belaka (feitelijke levering).
2) Perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik kepada orang lain
(juridische levering).
Jadi dapat disimpulkan, bahwa hak milik atas suatu benda baru beralih kepada orang
lain, apabila telah terjadi penyerahan bendanya. Tetapi, cara untuk melakukan
penyerahan atas benda itu dapat dibedakan sesuai dengan sifat benda yang akan
diserahkan. Menurut Pasal 612 KUHPdt, untuk benda bergerak yang berwujud,
penyerahan dapat dilakukan dengan cara:
1) Penyerahan nyata (feitelijke levering).
2) Penyerahan kunci dari tempat di mana benda itu berada.
Di samping itu, ada dua bentuk penyerahan lainnya, yaitu:
1) Traditio brevi manu (penyerahan dengan tangan pendek).
2) Constitutumpessessorium (penyerahan dengan melanjutkan penguasaan atas
bendanya).
Sebaliknya penyerahan atas benda bergerak yang tak berwujud dapat di lakukan
dengan cara:
1) Penyerahan dari piutang atas nama, yang dilakukan dengan cessie, yaitu dengan
cara membuat akta otentik atau akta di bawah tangan (Pasal 613 ayat 1 KUHPdt).
2) Penyerahan dari surat piutang atas bawa, yang dilakukan dengan penyerahan
nyata (Pasal 613 ayat 3 KUHPdt).
3) Penyerahan dari piutang atas pengganti, yang dilakukan dengan penyerahan surat
disertai dengan endosemen (Pasal 613 ayat 3 KUHPdt).
Penyerahan terhadap benda tidak bergerak dilakukan dengan cara balik nama.
Menurut Prof. Subekti, pemindahan hak milik atas benda yang tak bergerak ini tidak
cukup dilaksanakan dengan pengoperan kekuasaan belaka, melainkan harus pula

Bab III, Hukum Benda

89

dibuat suatu surat penyerahan ("akte van transport") yang harus dikutip dalam daftar
eigendom. Sebaliknya, terhadap benda yang bergerak, levering lazimnya berupa
penyerahan dari tangan ke tangan.
Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, untuk sah-nya penyerahan itu
harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:
a. Harus ada perjanjian yang zakelijk.
b. Harus ada titel (alas hak).
c. Harus dilakukan oleh orang yang berwenang menguasai benda-benda tadi (orang
yang beschikkingsbevoegd).
d. Harus ada penyerahan nyata.
Menurut sistem KUHPer, suatu pemindahan hak terdiri atas dua macam,
yaitu:
1) Perjanjian obligatoir ialah perjanjian yang bertujuan memindahkan hak,
misalnya: perjanjian jual-beli, dan sebagainya.
2) Perjanjian zakelijk ialah perjanjian yang menyebabkan pindahnya hak-hak
kebendaan, misalnya: hak milik, bezit, dan sebagainya.
Selanjutnya mengenai sah atau tidaknya suatu penyerahan itu dapat dilihat
dari dua pendapat di bawah ini:
1) Menurut Causaal Stelsel,
Sah atau tidaknya suatu pemindahan hak milik itu digantungkan pada sah atau
tidaknya perjanjian obligatoir, misalnya: perjanjian jual-beli atau perjanjian
schenking, dan sebagainya. Jadi dengan kata lain, untuk sahnya penyerahan itu,
diperlukan titel yang nyata.
2) Menurut Abstract Stelsel
Untuk sah atau tidaknya suatu pemindahan hak milik itu tidak digantungkan pada
sah atau tidaknya perjanjian obligatoir. Jadi dengan kata lain, untuk sahnya
penyerahan itu, tidak perlu adanya titel yang nyata dan cukup asal ada titel
anggapan saja.

Bab III, Hukum Benda

90

f. Hak milik bersama (Medeeigendom)


Biasanya, sebuah benda hanya dimiliki oleh seorang pemilik. Tetapi ada
kemungkinan lain, bahwa benda itu dapat dimiliki oleh dua orang atau lebih. Kalau
benda itu dimiliki oleh lebih dari seorang, maka hak ini disebut dengan hak milik
bersama atas sesuatu benda. Mengenai hak milik bersama ini menurut KUHPdt dapat
dibagi menjadi dua macam , yaitu :
1) Hak milik bersama yang bebas
2) Hak milik bersama yang terikat
g. Hapusnya hak milik
Pada dasarnya seseorang yang dapat kehilangan hal miliknya apabila :
1) seseorang memperoleh hak milik itu melalui salah satu cara untuk memperoleh
hak milik
2) Binasanya benda itu
3) Pemilik hak milik (eigenaar) melepaskan benda itu
14. Kuliah Keempat Belas (K.14)
3. Hak Servituut
a. Pengertian hak servituut
1) Menurut KUHPdt,
Hak servituut disebut juga dengan pengabdian pekarangan, yaitu suatu beban
yang diberikan kepada pekarangan milik orang yang satu, untuk digunakan bagi
dan demi kemanfaatan pekarangan milik orang yang lain (Pasal 674 ayat 1
KUHPdt).
2) Menurut Prof. Subekti, S.H.,
Yang dimaksud dengan "erfdienstbaarheitf atau "ser-vituut" ialah suatu beban
yang diletakkan di atas suatu pekarangan untuk keperluan suatu pekarangan lain
yang berbatasan. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa hak servituut atau
hak pekarangan adalah suatu beban yang diletakkan di atas suatu pekarangan
untuk keperluan suatu pekarangan lain.
b. Macam-macam hak pekarangan
Menurut Pasal 677-678 KUHPer, hak pekarangan (servituut) ini dapat dibedakan :

Bab III, Hukum Benda

91

1) Hak pekarangan abadi, yaitu hak tersebut dapat dilangsung-kan secara terusmenerus, tanpa bantuan orang lain atau manusia, misalnya: hak mengalirkan air,
hak atas peman-dangan ke luar, dan sebagainya.
2) Hak pekarangan tak abadi, yaitu hak tersebut dalam peng-gunaannya memerlukan
sesuatu perbuatan manusia, misalnya: hak melintas pekarangan, hak mengambil
air, dan sebagainya.
3) Hak pekarangan yang nampak, yaitu hak terhadap suatu benda yang nampak,
misalnya: pintu, jendela, pipa air, dan sebagainya.
4) Hak pekarangan yang tak nampak, yaitu hak terhadap tanda-tanda yang tak
nampak, misalnya: larangan untuk mendirikan bangunan di sebuah pekarangan.
c. Syarat-syarat hak pekarangan
Hak pekarangan (servituut) baru dianggap sah, apabila telah memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
1) Harus ada dua halaman, yang letaknya saling berdekatan, dibangun atau tidak
dibangun dan yang dimiliki oleh berbagai pihak.
2) Kemanfaatan dari hak pekarangan itu harus dapat dinikmati atau dapat berguna
bagi berbagai pihak yang memiliki halaman tadi.
3) Hak pekarangan harus bertujuan untuk meninggalkan kemanfaatan dari halaman
penguasa.
4) Beban yang diberatkan itu harus senantiasa bersifat menanggung sesuatu.
5) Kewajiban-kewajiban yang timbul dalam hak pekarangan itu hanya dapat ada
dalam hal membolehkan sesuatu, atau tidak membolehkan sesuatu.
d. Timbulnya hak pekarangan
Menurut Pasal 695 KUHPdt, hak pekarangan timbul karena:
1) Suatu perbuatan perdata.
2) Lewatwaktu.
e. Hapusnya hak pekarangan
Hak pekarangan hapus karena:
1) Kedua pekarangan itu jatuh ke tangan satu orang (Pasal 706 KUHPdt).
2) Selama 30 tahun berturut-turut tidak dipergunakan (Pasal 707 KUHPdt).

Bab III, Hukum Benda

92

4. Hak Opstal
a. Pengertian hak opstal
Prof. Subekti mengutarakan pendapatnya tentang pengertian hak opstal dengan
mengacu pada Pasal 711 KUHPdt, yaitu adalah suatu hak untuk memiliki bangunanbangunan atau tanaman-tanaman di atas tanahnya orang lain. Sebaliknya menurut
Pasal 711 KUHPdt, hak opstal disebut juga dengan hak numpang-karang, yaitu
adalah suatu hak kebendaan untuk mempunyai gedung-gedung, bangunan-bangunan
dan penanaman di atas pekarangan orang lain. Dengan demikian dapat disimpulkan,
bahwa yang dimaksud dengan hak opstal adalah hak untuk memiliki bangunanbangunan atau tanaman di atas tanah orang lain.
Hak opstal ini dapat dipindahkan pada orang lain atau dapat dipakai sebagai
hipotik dan atau hak tanggungan, di mana hak ini diperoleh karena perbuatan perdata
(Pasal 713 KUHPdt).
b. Hapusnya hak opstal
Menurut Pasal 718-719 KUHPdt, hak opstal dapat hapus karena:
1) Hak opstal jatuh ke dalam satu tangan.
2) Musnahnya pekarangan.
3) Selama 30 tahun tidak dipergunakan.
4) Waktu yang diperjanjikan telah lampau.
5) Diakhiri oleh pemilik tanah. Pengakhiran ini hanya dapat dilakukan setelah hak
tersebut paling sedikit sudah dipergunakan selama 30 tahun, dan harus didahului
dengan suatu pemberitahuan paling sedikit 1 tahun sebelumnya.
5. Hak Erfpacht
a. Pengertian hak erfpacht
Menurut Pasal 720 ayat (1) KUHPdt itu sendiri adalah suatu hak kebendaan untuk
menikmati sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tak bergerak milik orang lain,
dengan kewajiban akan membayar upeti tahunan kepada si pemilik sebagai
pengakuan akan kepemilikannya, baik berupa uang, baik berupa hasil atau
pendapatan. Prof. Subekti mengutarakan pendapat-nya tentang pengertian hak
erfpacht dengan mengacu pada Pasal 720 KUHPer, yaitu suatu hak kebendaan untuk
menarik penghasilan seluas-luasnya untuk waktu yang lama dari sebidang tanah milik

Bab III, Hukum Benda

93

orang lain dengan kewajiban membayar sejumlah uang atau penghasilan tiap-tiap
tahun, yang dinamakan "pachf atau "canon".
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan hak
erfpacht (hak guna usaha) adalah hak kebendaan untuk menikmati sepenuhnya untuk
waktu yang lama dari sebidang tanah milik orang lain, dengan kewajiban membayar
sejumlah uang atau penghasilan tiap-tiap tahun. Hak erfpacht ini dapat juga dijual
atau dipakai sebagai jaminan hutang (hipotik).
b. Berakhirnya hak erfpacht
Hak erfpacht ini berpindah pada para ahli warisnya apabila orang yang
mempunyai hak meninggal. Sama seperti berakhirnya hak opstal, maka menurut
Pasal 736 KUHPdt, hak erfpacht ini dapat hapus karena :
1) Hak opstal jatuh ke dalam satu tangan.
2) Musnahnya pekarangan.
3) Selama 30 tahun tidak dipergunakan.
4) Waktu yang diperjanjikan telah lampau.
5) Diakhiri oleh pemilik tanah.
6. Hak Pakai Hasil
a. Pengertian hak pakai hasil
1) Menurut KUHPdt,
Hak pakai hasil adalah suatu hak kebendaan, dengan mana seorang diperbolehkan
menarik segala hasil dari sesuatu kebendaan milik orang lain, seolah-olah dia
sendiri pemilik kebendaan itu, dengan kewajiban memeliharanya sebaik-baiknya
(Pasal 756 KUHPdt).
2) Menurut Prof. Subekti, S.H.,
Dengan mengacu pada Pasal 756 KUHPdt, vruchtgebruik adalah suatu hak
kebendaan untuk menarik penghasilan dari suatu benda orang lain, seolah-olah
benda itu kepunyaannya sendiri, dengan kewajiban menjaga supaya benda
tersebut tetap dalam keadaannya semula.
3) Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H.,

Bab III, Hukum Benda

94

Dengan mengacu pada Pasal 756 KUHPdt, hak memungut hasil ialah suatu hak
untuk memungut hasil dari barang orang lain seolah-olah seperti eigenaar dengan
kewajiban untuk memelihara barang itu supaya tetap adanya.
Dari uraian isi pasal 756 KUHPdt ini tampaklah, bahwa hak memungut hasil
(yruchtgebruik) tidak hanya memberikan hak untuk menarik penghasilan saja,
melainkan juga hak untuk memakai benda itu.
b. Cara memperoleh hak pakai hasil
Menurut Pasal 759 KUHPdt, hak pakai hasil ini diperoleh karena:
1) Undang-undang.
2) Kehendak si pemilik.
c. Kewajiban si pemakai hasil
Menurut ketentuan Pasal 783-784 KUHPdt, kewajiban-kewajiban daripada orang
yang mempunyai hak pakai hasil (vruchtgebruiker) adalah sebagai berikut:
1) Membuat catatan/daftar pada waktu ia menerima haknya.
2) Menanggung segala biaya pemeliharaan dan perbaikan yang biasa.
3) Memelihara benda itu sebaik-baiknya dan menyerahkannya dalam keadaan yang
baik apabila hak itu berakhir. Apabila ia melalaikan kewajibannya tersebut, maka
ia dapat dituntut untuk mengganti kerugian.
d. Hapusnya hak pakai hasil
Menurut Pasal 807 KUHPdt, hak pakai hasil (hak memungut hasil) hapus karena:
1) Meninggalnya si pemakai.
2) Tenggang waktu yang diberikan telah lewat waktu atau telah terpenuhkan.
3) Percampuran, yaitu apabila hak milik dan hak pakai hasil berada di tangan satu
orang.
4) Pelepasan hak oleh si pemakai kepada pemilik.
5) Kadaluwarsa, yaitu apabila si pemakai selama 30 tahun tak mempergunakan
haknya.
6) Musnahnya benda itu seluruhnya.

Bab III, Hukum Benda

95

7. Hak Gadai
a. Pengertian hak gadai
1) Menurut KUHPdt
Gadai adalah suatu hak kebendaan yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu
barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh
seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang
itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada
orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang
tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah
barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan (Pasal 1150
KUHPdt).
2) Menurut Prof. Subekti, S.H.,
Dengan mengacu pada Pasal 1150 KUHPdt, pandrecht adalah suatu hak
kebendaan atas suatu benda yang bergerak kepunyaan orang lain, yang sematamata diperjanjikan dengan menyerahkan bezit atas benda tersebut, dengan tujuan
untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari pendapatan penjualan benda itu,
lebih dahulu dari penagih-penagih lainnya.
3) Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H.,
Gadai ialah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang
diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin
suatu utang, dan yang memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapat
pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya,
terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah
dikeluarkan untuk memelihara benda itu, biaya-biaya mana harus didahulukan.
b. Sifat-sifat hak gadai
Hak gadai ini bersifat accessoir, yaitu merupakan tambahan saja dari perjanjian pokok
yang berupa perjanjian pinjaman uang. Ini dimaksudkan untuk menjaga jangan
sampai si ber-utang itu lalai membayar kembali utangnya. Menurut Pasal 1160
KUHPdt, hak gadai ini tidak dapat dibagi-bagi. Artinya, se-bagian hak gadai itu tidak

Bab III, Hukum Benda

96

menjadi hapus dengan dibayarnya sebagian dari utang. Gadai tetap meletak atas
seluruh benda-nya.
c. Syarat-syarat timbulnya hak gadai
Hak gadai lahir dengan penyerahan kekuasaan atas barang yang dijadikan tanggungan
pada pemegang gadai. Hak atas barang gadai ini dapat pula ditaruh di bawah
kekuasaan seorang pihak ketiga atas persetujuan kedua belah pihak yang
berkepentingan (Pasal 1152 ayat 1 KUHPdt). Selanjutnya menurut Pasal 1152 ayat
(2) KUHPdt, gadai tidak sah jika bendanya dibiarkan tetap berada dalam kekuasaan si
pemberi gadai (si berutang).
d. Obyek hak gadai
Yang dapat dijadikan obyek dari hak gadai ialah semua benda yang bergerak, yaitu:
1) Benda bergerak yang berwujud.
2) Benda bergerak yang tak berwujud, yaitu berupa pelbagai hak untuk mendapatkan
pembayaran utang, yaitu yang berwujud:
a) Surat-surat piutang atas pembawa.
b) Surat-surat piutang atas tunjuk.
c) Surat-surat piutang atas nama.
e. Hak si pemegang hak gadai
Hak-hak dari si pemegang hak gadai adalah sebagai berikut:
1) Si pemegang gadai berhak untuk menggadaikan lagi barang gadai itu, apabila hak
itu sudah menjadi kebiasaan, seperti halnya dengan penggadaian surat-surat sero
atau obligasi (Pasal 1155 KUHPdt).
2) Apabila si pemberi gadai (si berutang) melakukan wanprestasi, maka si pemegang
gadai (si berpiutang) berhak untuk menjual barang yang digadaikan itu; dan
kemudian mengambil pelunasan utang dari hasil penjualan barang itu. Penjualan
barang itu dapat dilakukan sendiri atau dapat juga meminta perantaraan hakim
(Pasal 1156 ayat 1 KUHPdt).
3) Si pemegang gadai berhak untuk mendapatkan ganti biaya-biaya yang telah ia
keluarkan untuk menyelamatkan barang yang digadaikan itu (Pasal 1157 ayat 2).

Bab III, Hukum Benda

97

4) Si pemegang gadai berhak untuk menahan barang yang digadaikan sampai pada
waktu utang dilunasi, baik yang mengenai jumlah pokok maupun bunga (Pasal
1159 ayat 1 KUHPer).
f. Kewajiban si pemegang gadai
Seorang pemegang gadai mempunyai kewajiban-kewajiban sebagai berikut:
1) Si pemegang gadai wajib memberitahukan pada orang yang berutang apabila ia
hendak menjual barang gadainya (Pasal 1156 ayat 2 KUHPdt).
2) Si pemegang gadai bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya harga
barang yang digadaikan, jika itu semua terjadi karena kelalaiannya (Pasal 1157
ayat 1 KUHPdt).
3) Si pemegang gadai harus memberikan perhitungan ten-tang pendapatan penjualan
itu dan setelah ia mengambil pelunasan utangnya, maka ia harus menyerahkan
kelebihannya pada si berutang (Pasal 1158 KUHPdt).
4) Si pemegang gadai harus mengembalikan barang gadai, apabila utang pokok,
bunga dan biaya untuk menyelamatkan barang gadai telah dibayar lunas (Pasal
1159 KUHPdt). Apabila si pemberi gadai (si beutang) tidak memenuhi kewajibankewajibannya, maka tak diperkenankanlah si berpiutang memiliki barang yang
digadaikan. Segala janji yang bertentangan dengan ini adalah batal (Pasal 1154 ).
g. Hapusnya hak gadai
Pada dasarnya, hak gadai dapat hapus karena:
1) Seluruh utangnya sudah dibayar lunas.
2) Barang gadai hilang/musnah.
3) Barang gadai ke luar dari kekuasaan si penerima gadai.
4) Barang gadai dilepaskan secara sukarela.
15. Kuliah Kelima Belas (K.15)
8. Hak Hipotik
a. Pengertian hipotik
1) Menurut KUHPdt,
Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk
mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan (Pasal 1162).

Bab III, Hukum Benda

98

2) Menurut Prof. Subekti, S.H.,


Dengan mengacu dari Pasal 1162 KUHPdt, hipotik adalah suatu hak kebendaan
atas suatu benda tak bergerak, bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu utang
dari (pendapatan penjualan) benda itu.
3) Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H.,
Dengan mengacu pada Pasal 1162 KUHPdt, hipotik adalah suatu hak kebendaan
atas benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi
pelunasan suatu perutangan {verbintenis).
b. Sifat dari hipotik
Sama seperti halnya dengan hak gadai, hipotik sifatnya adalah accessoir, yaitu adanya
tergantung pada perjanjian pokok. Pada dasarnya, hipotik mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut:
1) Hipotik lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang yang lain atau droit
depreference (Pasal 1133 KUHPdt).
2) Hipotik itu tak dapat dibagi-bagi dan meletak di atas seluruh benda yang menjadi
obyeknya (Pasal 1163 ayat 1 KUHPdt).
3) Hak hipotik itu senantiasa mengikuti bendanya dalam tang-an siapa benda itu
berada atau droit de suite (Pasal 1163 ayat 2 KUHPdt).
4) Obyek hipotik adalah benda-benda tetap, yaitu yang dapat dipakai sebagai
jaminan adalah benda-benda tetap, baik yang berwujud maupun yang berupa hakhak atas tanah (Pasal 1164 KUHPdt).
5) Hak hipotik hanya berisi hak untuk pelunasan utang saja dan tidak mengandung
hak untuk menguasai/memiliki bendanya.
c. Subyek dan obyek hipotik
Suatu hipotik hanya dapat diberikan oleh pemilik benda itu (Pasal 1168 KUHPdt).
Sedangkan yang dapat dijadikan obyek hipotik adalah benda yang tak bergerak.
Menurut Pasal 1164 KUHPdt, yang dapat dibebani dengan hipotik adalah:
1) Benda-benda tak bergerak.
2) Hak pakai hasil atas benda tersebut.
3) Hak opstal dan hak erfpacht.
4) Bunga tanah.

Bab III, Hukum Benda

99

5) Bunga sepersepuluh.
6) Pasar-pasar yang diakui oleh Pemerintah beserta hak istimewa yang melekat
padanya.
Di luar Pasal 1164 KUHPer yang dapat dibebani hipotik ialah
1) Bagian yang tak dapat dibagi-bagi dalam benda tak bergerak yang merupakan hak
milik bersama (hak milik bersama yang bebas). f 2) Kapal (diatur dalam KUHD).
Selanjutnya menurut Pasal 1167 KUHPdt, benda bergerak tidak dapat dibebani
dengan hipotik.
d. Syarat-syarat hipotik
Cara untuk mengadakan hipotik harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:
1) Harus dengan akta notaris, kecuali dalam hal-hal yang dengan tegas ditunjuk
undang-undang (Pasal 1171 KUHPdt).
2) Harus didaftarkan ke Kantor Balik Nama (Pasal 1179 KUHPdt).
e. Asas-asas hipotik
Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, ada dua asas dalam hipotik, yaitu:
1) Asas publiciteit
Yaitu asas yang mengharuskan bahwa hipotik itu harus didaftarkan pada pegawai
pembalikan nama, yaitu pada kantor kadaster. Yang didaftarkan ialah akte dari
hipotik itu.
2) Asas specialiteit
Yaitu asas yang menghendaki, bahwa hipotik hanya dapat diadakan atas bendabenda yang ditunjukkan secara khusus untuk dipakai sebagai tanggungan.
f. Hapusnya hipotik
Menurut Pasal 1209 KUHPdt, hak hipotik dapat hapus karena:
1) Hapusnya perikatan pokoknya.
2) Si berpiutang melepaskan hipotiknya.
3) Penetapan tingkat oleh hakim.
g. Perbedaan antara gadai dan hipotik
Pada dasarnya, antara gadai dengan hipotik terdapat perbedaan, yaitu antara lain:

Bab III, Hukum Benda

100

1) Pada gadai, benda jaminannya adalah benda bergerak, sedangkan pada hipotik
adalah benda tak bergerak.
2) Gadai harus disertai dengan penyerahan kekuasaan atas benda yang dijadikan
gadai, sedangkan pada hipotik syarat yang demikian tidak ada.
3) Perjanjian gadai dapat dibuat secara bebas dan tidak terikat pada bentuk tertentu,
sedangkan pada perjanjian hipotik harus dibuat dengan akte otentik.
4) Pada gadai, lazimnya benda jaminan hanya digadaikan satu kali, sedangkan pada
hipotik, benda yang dipakai sebagai jaminan dapat dihipotikkan lebih dari satu
kali.
Dari penguraian tentang hipotik ini, jika dikaitkan dengan pembebanannya atas
tanah dan benda-benda yang ada di atas tanah, sejak berlakunya Undang-undang Hak
Tanggungan No. 4 Tahun 1996, dinyatakan tidak berlaku lagi ketentuan yang mengatur
tentang hipotik tersebut yang terdapat dalam KUHPdt, kecuali seperti pesawat terbang
dan kapal laut, dapat dipedomani ketentuan KUHPdt tersebut.
9. Hak Istimewa (Privilege)
a. Pengaturan privilege
Pada dasarnya banyak yang tidak setuju apabWa privilege di-atur dalam Buku
II KUHPdt. Menurut mereka, privilege bu-kan merupakan hak kebendaan dan hanya
merupakan hak untuk lebih mendahulukan dalam pelunasan/pembayaran piutangnya.
Lebih lanjut menurut mereka, privilege sebaiknya bisa diatur di luar KUHPer atau
diatur dalam hukum acara perdata (dalam hal pelelangan dan kepailitan).
Menurut Prof. Subekti, meskipun privilege mempunyai sifat-sifat yang
menyerupai pand dan hypotheek, tetapi kita belum dapat menamakannya suatu hak
kebendaan, karena privilege itu barulah timbul apabila suatu kekayaan yang telah
disita ternyata tidak cukup untuk melunasi semua utang dan karena privilege itu tidak
memberikan sesuatu kekuasaan terhadap suatu benda.
Sedangkan menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, karena privilege
ini sekalipun bukan merupakan hak kebendaan dalam satu dua hal mempunyai sifat
kebendaan juga, dalam satu dua hal menunjukkan sifat droit de suite. Privilege ini
sedikit banyak memberikan jaminan juga, oleh karena itu, maka menurut sistem
hukum KUHPdt, privilege ini diatur bersama dengan pengaturan pand dan hipotik.

Bab III, Hukum Benda

101

Lebih lanjut menurut beliau, privilege bukan jaminan yang bersifat kebendaan dan
bukan jaminan yang bersifat perorangan, tetapi memberi jaminan juga. Privilege
adalah hak terhadap benda, yaitu terhadap benda debitur. Jika perlu benda itu dapat
dilelang untuk melunasi piutangnya. Sedangkan hak kebendaan itu adalah hak atas
sesuatu benda. Jadi, adanya privilege itu diberikan oleh undang-undang, bukan
diperjanjikan seperti gadai dan hipotik. Sedangkan menurut Pasal 1134 ayat (2)
KUHPdt, gadai dan hipotik mempunyai kedudukan yang lebih tinggi darfpada hak
istimewa, kecuali dalam hal-hal di mana oleh undang-undang ditentukan sebaliknya.
b. Pengertian hak istimewa
1) Menurut KUHPer,
Hak istimewa ialah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang
berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya,
semata-mata berdasarkan sifatnya piutang (Pasal 1134 ayat 1 KUHPdt).
2) Menurut Prof. Subekti, S.H.,
Dengan mengacu pada Pasal 1134 ayat (1) KUHPdt, yang dimaksudkan dengan
privilege ialah suatu kedudukan istimewa dari seorang penagih yang diberikan
oleh undang-undang melulu berdasarkan sifat piutang.
3) Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H., Dengan mengacu pada
Pasal 1134 ayat (1) KUHPdt, privilege adalah suatu hak yang diberikan oleh
undang-undang kepada kreditur yang satu di atas kreditur lainnya semata-mata
berdasarkan sifat dari piutangnya.
c. Macam-macam privilege
Menurut undang-undang, privilege ini ada 2 (dua) macam, yaitu:
1) Privilege khusus
Adalah piutang-piutang yang diistimewakan terhadap benda-benda tertentu (Pasal
1139 KUHPdt).
2) Privilege umum
Adalah piutang-piutang yang diistimewakan terhadap semua harta benda (Pasal
1149 KUHPdt).
Menurut ketentuan Pasal 1138 KUHPdt, privilege yang khusus ini
didahulukan dariipada privilege yang umum.

Bab III, Hukum Benda

102

10. Hak Reklame


Hak reklame ini diatur dalam Pasal 1145-1146a KUHPdt dan . dalam KUHD
(Pasal 230 dan seterusnya). Yang dimaksud dengan . hak reklame adalah hak yang
diberikan kepada si penjual untuk meminta kembali barangnya yang telah diterima oleh si
pembeli ' setelah pembeli membayar tunai. Jadi, jikalau penjualan telah dilakukan dengan
tunai, maka si penjual mempunyai kekuasaan menuntut kembali barang-barangnya,
selama barang-barang ini masih berada di tangan si pembeli, asal saja penuntutan
kembali ini dilakukan dalam jangka waktu 30 hari setelah penyerahan barang kepada si
pembeli (Pasal 1145 ayat 1 KUHPdt).
Menurut undang-undang, hak si penjual ini gugur/tidak dapat dilaksanakan
apabila:
1) Barang-barang yang telah diterima pembeli, ternyata telah disewakan (Pasal 1146).
2) Barang-barang tersebut oleh pembeli telah dibeli pihak ketiga dengan itikad baik dan
telah diserahkan kepada pihak ketiga tersebut (Pasal 1146a KUHPdt).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa hak reklame ini mempunyai unsur
yang dimiliki dalam hak kebendaan, yaitu ;memberikan kekuasaan langsung pada
bendanya dan dapat dipertahankan terhadap siapa pun juga. Oleh karena hak reklame ini
ada miripnya dengan hak kebendaan, maka ia diatur dalam Buku II KUHPdt.
11. Hak Retentie
Hak retentie ini juga diatur dalam Buku II KUHPdt, karena mengandung
persamaan dengan gadai. Hak retentie ini juga memberikan jaminan dan juga bersifat
accessoir. Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, yang dimaksud dengan hak
retentie adalah hak untuk menahan sesuatu benda, sampai suatu piutang yang bertalian
dengan benda itu dilunasi. Sedangkan menurut H.F.A. Vollmar, hak menahan (hak
retentie) adalah hak untuk tetap memegang benda milik orang lain sampai piutang si
pemegang mengenai benda tersebuttelah lunas. Hak retentie ini mempunyai sifat yang tak
dapat dibagi-bagi. Artinya, pembayaran atas sebagian utang saja, tidak berarti ha-pusnya
hak retentie (harus mengembalikan sebagian dari barang yang ditahan). Hak retentie
hapus apabila seluruh utang telah dibayar lunas.
12. Hak Kebendaan Menurut Undang-Undang Pokok Agraria

Bab III, Hukum Benda

103

Menurut Pasal 16 Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, hak-hak atas
tanah adalah sebagai berikut:
a. Hak milik
Adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas
tanah, dengan mengingat semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial (Pasal 20
ayat 1 UUPA).
b. Hak guna usaha
Adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam
jangka waktu paling lama 25 tahun, guna perusahaan pertanian, perikanan atau
peternakan (Pasal 28 ayat 1 UUPA).
c. Hak guna bangunan
Adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang
bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun (Pasal 35 ayat 1
UUPA).
d. Hak pakai
Adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai
langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan
kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang
berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanah nya, yang
bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu
asal tidak bertentangan dengan jiwa dan undang-undang ini (Pasal 41 ayat 1 UUPA).
e. Hak sewa untuk bangunan
Adalah hak seseorang atau suatu badan hukum mempergunakan tanah milik orang
lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang
sebagai sewa (Pasal 44 ayat 1 UUPA).
f. Hak membuka hutan dan memungut hasil hutan
Adalah hak membuka tanah dan memungut hasil hutan yang hanya dapat dipunyai
oleh warganegara Indonesia. Dengan mempergunakan hak memungut hasil hutan

Bab III, Hukum Benda

104

secara sah, tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu (Pasal 46
UUPA).
g. Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan
Adalah hak memperoleh air untuk keperluan tertentu dan/atau mengalirkan air itu di
atas tanah orang lain (Pasal 47 ayat 1 UUPA).
h. Hak guna ruang angkasa
Adalah hak untuk mempergunakan tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa,
guna memelihara, memperkembangkan kesuburan bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dan hal lainnya yang bersangkutan dengan itu (Pasal 48 (1).
i. Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial
Adalah hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan
untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi. Badan-badan
tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan
usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial (Pasal 49 ayat 1 UUPA).
13. Hak Tanggungan Menurut Undang-Undang Hak Tanggungan
a. Pengertian hak tanggungan
Mengenai hak tanggungan ini diatur dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996
tentang "hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan
tanah" dan disingkat dengan Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT). Maksud
hak tanggungan adalah hak jaminan atas tanah yang dibebankan pada hak atas tanah,
berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan
tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain (Pasal 1
angka 1 UUHT).
Kehadiran Undang-Undang Hak Tanggungan ini adalah bertujuan untuk:
1) Menuntaskan unifikasi tanah nasional, dengan menyatakan tidak berlaku lagi
ketentuan Hipotik dan Credietverband (Pasal 29 UUHT).

Bab III, Hukum Benda

105

2) Menyatakan berlakunya UUHT dan Hak Tanggungan dinyatakan sebagai satusatunya hak jaminan atas tanah. Oleh karena itu, tidak berlaku lagi Fidusia
sebagai hak jaminan atas tanah.
b. Sifat-sifat hak tanggungan
Pada dasarnya, hak tanggungan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1) Kreditur pemegang hak tanggungan diutamakan (droit de preference) daripada
kreditur-kreditur lainnya dalam rangka pelunasan atas piutangnya (Pasal 1 angka
1 UUHT).
2) Tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan oleh kreditur dan debitur
dilaksanakan roya partial (Pasal 2 UUHT).
3) Obyek hak tanggungan dapat dibebani lebih dari satu hak tanggungan (Pasal 5
UUHT).
4) Hak tanggungan tetap mengikuti obyeknya ditangan siapa pun obyek tersebut
berada (Pasal 7 UUHT).
5) Hak tanggungan hanya dapat diberikan oleh yang berwenang atau yang berhak
atas obyek hak tanggungan yang bersangkutan (Pasal 8 ayat 2 UUHT).
6) Hak tanggungan dapat beralih kepada kreditur lain apabila perjanjian kreditnya
dipindahkan kepada kreditur yang bersangkutan karena cessie atau subrograsi
(Pasal 16 UUHT).
7) Pemegang hak tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang
diperolehnya menurut UUHT, apabila pemberi hak Tanggungan dinyatakan pailit
(Pasal 24 UUHT).
c. Obyek hak tanggungan
Menurut Pasal 4 UUHT, obyek dari hak tanggungan adalah sebagai berikut:
1) Hak Milik (Pasal 25 UUPA), Hak Guna Usaha (Pasal 33 UUPA), dan Hak Guna
Bangunan (Pasal 39 UUPA).
2) Hak Pakai atas tanah Negara, yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Bersertifikat
b) Dapat diperjual-belikan
3) Bangunan Rumah Susun dan Hak Milik Atas Satuan Riimah Susun, yang berdiri
di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang diberikan oleh
Negara (UU No. 16/1985 tentang Rumah Susun).

Bab III, Hukum Benda

106

Pemberi dan pemegang hak tanggungan Pemberi hak tanggungan adalah


orang atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan
hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan (Pasal 8 ayat 1 UUHT).
Sedangkan pemegang hak tanggungan adalah orang atau badan hukum yang
berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang (kreditur). Sebagai pemegang hak
tanggungan, dapat berstatus Warganegara Indonesia, Badan Hukum Indonesia,
Wargane-gara Asing atau Badan Hukum Asing, baik yang berkedudukan di Indonesia
maupun di luar negeri, sepanjang kredit yang bersangkutan dipergunakan untuk
kepentingan pembangunan di wilayah negara Republik Indonesia (Pasal 9 UUHT).
d. Lahirnya hak tanggungan
Hak tanggungan lahir sejak tanggal hari ketujuh (hari kerja ketujuh), setelah
penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran hak
tanggungan dinyatakan lengkap oleh Kepala Seksi Pendaftaran Tanah di Kantor
Pertanahan yang bersangkutan.
e. Hapusnya hak tanggungan
Menurut Pasal 18 UUHT, hak tanggungan hapus karena hal-hal sebagai
berikut:
1) Hapusnya piutang yang dijamin dengan hak tanggungan.
2) Dilepaskannya hak tanggungan oleh kreditur pemegang hak tanggungan.
3) Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri
atas permohonan pembeli obyek hak tanggungan.
4) Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan.

Anda mungkin juga menyukai