Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah Ekonomi Islam dengan pembahasan Pedagang
Kaki Lima Dalam Perspektif Islam.
Makalah ini dibuat dalam rangka menyelesaikan tugas makalah Ekonomi Islam yang
diberikan oleh Dosen. Saya ucapkan terimakasih kepada Dosen saya karena arahan dari beliau
saya dapat menyelesaikan tugas ini.
Dalam pembuatannya, tentunya makalah ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan.
Saya mengharapkan kritik dan saran yang dapat diberikan kepada saya dalam rangka mencapai
kesempurnaan, agar nantinya dapat bermanfaat bagi rekan-rekan lainnya.

Samarinda, 18 Oktober 2014

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 1
1.1

Latar Belakang............................................................................................... 1

1.2

Rumusan Masalah.......................................................................................... 2

1.3

Tujuan............................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 3
2.1

Sebab Adanya Pedagang Kaki Lima...............................................................3

2.2

Dampak Positif dan Negatif dari Pedagang Kaki Lima....................................4

2.3

Kebijakan Pemerintah.................................................................................... 5

2.4

Pedagang Kaki Lima dalam Perspektif Islam..................................................5

BAB III PENUTUP......................................................................................................... 8


3.1

Kesimpulan.................................................................................................... 8

3.2

Saran............................................................................................................. 8

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 9

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada era zaman modern ini, keberadaan pedagang kaki lima / PKL di kota-kota besar
merupakan suatu fenomena kegiatan perekonomian rakyat kecil yang akhir-akhir ini banyak
terdapat fenomena penggusuran terhadap pedagang kaki lima / PKL marak terjadi. Dalam
penggusuran Pedagang Kaki Lima yang dilakukan oleh aparat pemerintah, seakan-akan para
Pedagang Kaki Lima tidak memiliki hak asasi manusia dalam bidang ekonomi sosial dan
budaya / EKOSOB.
Kegiatan Pedagang Kaki Lima merupakan salah satu fenomena kegiatan perekonomian
rakyat kecil, yang dimana mereka berdagang hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok yaitu
kehidupan sehari-hari.
Pemerintah dalam hal ini sebenarnya memiliki tanggung jawab didalam melaksanakan
pembangunan seperti dalam hal bidang pendidikan, bidang perekonomian dan penyediaan
lapangan pekerjaan. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Perundang-undangan yang
tertinggi yaitu Undang-undang Dasar 1945 diantaranya adalah dalam Pasal 27 ayat 2 UUD
1945 yang berbunyi sebagai berikut Tiap-tiap Warga Negara atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan selain itu juga ada didalam Pasal 31 UUD 1945,
Pasal 33 UUD 1945, Pasal 34 UUD 1945.
Adanya pengaturan tentang tanggung jawab pemerintah dalam UUD 1945, hal ini
menunjukan bahwa Negara Republik Indonesia merupakan Negara Hukum. Segala hal yang
berkaitan dengan kewenangan, tanggung jawab, kewajiban, dan hak serta sanksi semuanya
diatur oleh hukum.
Pemerintah didalam melakukan penertiban seharusnya memperhatikan dan menjunjung
tinggi hak milik para pedagang kaki lima atas barang dagangannya. Dalam hal ini jika
pemerintah melakukan penggusuran yang mengakibatkan kerusakan terhadap barang
dagangan para pedangang kaki lima, maka pemerintah telah melakukan perbuatan melanggar

hukum, yakni ketentuan yang terdapat dalam hukum pidana dan juga ketentuan yang terdapat
didalam hukum perdata.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang diatas, maka makalah ini memiliki beberapa masalah yang ingin
di bahas, diantaranya :

Apa saja penyebab adanya kaki lima ?


Bagaimana kebijakan pemerintah dalam menertibkan pedagang kaki lima ?
Bagaimana pandangan islam tentang pedagang kaki lima ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini ialah :

Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab adanya kaki lima.


Untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam menanggapi permasalahan pedangan

kaki lima.
Untuk mengetahui pandangan islam tentang pedagang kaki lima.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sebab Adanya Pedagang Kaki Lima


Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah sebuah profesi yang terjadi akibat semakin sempitnya
lapangan pekerjaan di sektor formal sehingga sebagian masyarakat beralih ke sektor informal
demi kelangsungan hidupnya. Menurut McGee dan Yeung (1977:25), PKL mempunyai
pengertian yang sama dengan hawkers, yang didefinisikan sebagai orang-orang yang
menjajakan barang dan jasa untuk dijual di tempat yang merupakan ruang untuk kepentingan
umum, terutama di pinggir jalan dan trotoar.
Sektor informal biasanya digunakan untuk menunjukkan aktivitas ekonomi berskala kecil
dan sering mengalami banyak kesulitan untuk menjalin hubungan secara resmi. Sektor
informal yang dimaksud di sini adalah suatu kegiatan berskala kecil yang bertujuan untuk
mendapatkan kesempatan kerja. Elemen yang umumnya termasuk dalam sektor ini adalah
yang berpendidikan kurang, ketrampilan kurang dan umumnya para pendatang. Pengertian
tersebut sebagai gambaran tentang sektor informal. Hal ini tergantung dari sudut pandang
operasional maupun penelitian (Manning-Tadjuddin, 1996:90-91).
Faktor-faktor penyebab adanya Pedagang Kaki Lima
Fenomena menjamurnya Pedagang Kaki Lima terutama dikota-kota besar terjadi karena :
1. Adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia berdampak pada banyak perusahaan
tidak beroperasi lagi seperti sedia kala oleh karena ketidakmampuan perusahaan
menutupi biaya operasionalnya sehingga timbul kebijakan pemutusan hubungan kerja
(PHK). Hal ini juga memberi kontribusi terhadap peningkatan jumlah pengangguran
yang umumnya bermukim di wilayah perkotaan. Demi mempertahankan hidup,
orang-orang yang tidak tertampung dalam sektor formal maupun yang terkena
dampak PHK tersebut kemudian masuk ke dalam sektor salah satunya adalah menjadi
pedagang Kaki Lima .

2. Perencanaan ruang tata kota yang hanya terfokus pada ruang-ruang formal saja yang
menampung kegiatan formal. Seiring dengan berjalannya waktu, keberadaan ruangruang fomal kota tersebut mendorong munculnya kegiatan informal kota salah
satunya di sektor perdagangan, yaitu Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai kegiatan
pendukung (activity support).
3. Pertumbuhan penduduk kota yang sangat cepat di Indonesia lebih banyak disebabkan
adanya arus urbanisasi dan pembengkakan kota. Keadaan semacam ini menyebabkan
kebutuhan lapangan kerja di perkotaan semakin tinggi. Seiring dengan hal tersebut,
ternyata sektor formal tidak mampu menyerap seluruh pertambahan angkatan kerja.
Akibatnya terjadi kelebihan tenaga kerja yang tidak tertampung, mengalir dan
mempercepat tumbuhnya sektor informal. Salah satu bentuk perdagangan informal
yang penting adalah Pedagang Kaki Lima
2.2 Dampak Positif dan Negatif dari Pedagang Kaki Lima
Ditinjau dari sisi positifnya, sektor informal Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan
sabuk penyelamat yang menampung kelebihan tenaga kerja yang tidak tertampung dalam
sektor formal (Usman, 2006:50), sehingga dapat mengurangi angka pengangguran.
Kehadiran PKL di ruang kota juga dapat meningkatkan vitalitas bagi kawasan yang
ditempatinya serta berperan sebagai penghubung kegiatan antara fungsi pelayanan kota yang
satu dengan yang lainnya. Selain itu, PKL juga memberikan pelayanan kepada masyarakat
yang beraktivitas di sekitar lokasi PKL, sehingga mereka mendapat pelayanan yang mudah
dan cepat untuk mendapatkan barang yang mereka butuhkan.
Sisi Negatif, karakteristik PKL yang menggunakan ruang untuk kepentingan umum,
terutama di pinggir jalan dan trotoar untuk melakukan aktivitasnya yang mengakibatkan
tidak berfungsinya sarana-sarana kepentingan umum. Tidak tertampungnya kegiatan PKL di
ruang perkotaan, menyebabkan pola dan struktur kota moderen dan tradisional berbaur
menjadi satu sehingga menimbulkan suatu tampilan yang kontras. Bangunan moderen nan
megah berdampingan dengan bangunan sederhana bahkan cenderung kumuh. Perlu adanya
upaya yang terpadu dari pihak terkait untuk menertibkan Pedagang Kaki Lima ini sebagai
upaya untuk mengembalikan fungsi ruang publik sesuai peruntukkannya.

Permasalahan yang terjadi berkaitan dengan penataan atau penertiban PKL adalah
kembalinya PKL yang sudah direlokasi ke tempat semula yang ditertibkan. PKL yang
mendatangi kembali lokasi yang sudah ditertibkan tersebut terdiri dari PKL lama yang dulu
ditertibkan dan PKL baru yang memilih lokasi tersebut dalam melaksanakan aktivitasnya.
2.3 Kebijakan Pemerintah
Implementasi kebijakan pemerintah yaitu dilakukan dengan pemikiran yang rasional dan
proporsional. Logikanya pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan dalam hal ini relokasi,
srelokasi tersebut adalah pemerintah berupaya mencari win-win solution atas permasalahan
PKL. Dengan dikeluarkannya kebijakan relokasi, pemerintah dapat mewujudkan tata kota
yang indah dan bersih, namun juga dapat memberdayakan keberadaan PKL untuk menopang
ekonomi daerah. Pemberdayaan PKL melalui relokasi tersebut ditujukan untuk formalisasi
aktor informal, artinya dengan ditempatkannya pedagang kaki lima pada kios-kios yang
disediakan maka pedagang kaki lima telah legal menurut hukum. Sehingga dengan adanya
legalisasi tersebut pemkab dapat menarik restribusi secara dari para pedagang agar masuk kas
pemerintah dan tentunya akan semakin menambah Pendapatan Asli Daerah.
Pemerintah Kota mengeluarkan kebijakan yang isinya antara lain :
1. Pedagang Kaki Lima dipindah lokasikan ke tempat yang telah disediakan berupa
kios-kios.
2. Kios kios tersebut disediakan secara gratis..
3. Setiap kios setiap bulan ditarik retribusi
4. Bagi Pedagang yang tidak pindah dalam jangka waktu 90 hari setelah keputusan ini
dikeluarkan akan dikenakan sangsi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2.4 Pedagang Kaki Lima dalam Perspektif Islam
Dalam beberapa literatur fiqh klasik yang kami telusuri terdapat keseragaman sikap
dalam kebolehan penggunaan sarana umum untuk kepentingan pribadi selama tidak
menggangu kepentingan umum, sebagaimana terdapat dalam kitab Asna al-Matholib karya
Syeikh Ismail ibnu Muqri al-Yamani, menyatakan;

Berdasarkan nukilan pendapat diatas setidaknya ada dua poin penting, pertama; boleh
berdagang dipinggir dengan syarat tidak menggangu pengguna jalan, kedua; pedagang tidak
membutuhakan izin dari penguasa karena adanya kesepakatan (kemakluman) masyarakat.
Jika dua poin ini kita tarik dalam nuansa ke Indonesiaan, bisa dimaknai dengan kesepakatan
(kemakluman) masyarakat telah diwakili oleh DPR/MPR. Sebagai wakil rakyat DPR/MPR
telah mengatur permasalahan ini dalam UU No.26 tahun 2007 pasal 61 tentang penataan
ruang. Pasal tersebut menyebutkan; Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib: Menaati
rencana tata ruang yang telah ditetapkan, Memanfaatkan ruang sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang, Mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan
dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang, dan Memberikan akses terhadap kawasan yang
oleh ketentuan perundang- undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Oleh karena itu, PKL harus meminta dan mendapatkan izin dari pemerintah. Terkait hal
ini seharusnya tiap-tiap pemerintah daerah memiliki udang-undang yang mengatur PKL,
untuk melindungi kepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat. Sebagai langkah
untuk merumuskan dan (atau) menetapkan undang-undang. Kaidah fiqh menawarkan sebuah
kaidah;

Kebijakan seorang Imam (pemimpin) atas rakyatnya itu berazaskan pada maslahat Imam asySyatibi menjelasan kemaslahatan didasarkan pada lima pilar utama, yaitu; penjagaan pada
agama, jiwa, keturunan, harga diri dan harta (pekerjaan termasuk didalamnya). Dari sini
dapat diambil kesimpulan bahwa pemerintah pusat ataupun daerah seyogyanya dalam
merumuskan dan (atau) menetapkan undang-undang PKL mempertimbangkan hak-hak
mereka untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Selain itu, para PKL hanyalah bagian kecil dari penggerak roda perekonomian, yang
disadari atau tidak ternyata PKL juga turut menekan angka pengangguran di Negeri ini. Kita
harus mengakui bahwa penghasilan yang minim itu mereka dapatkan setelah mereka
mencoba dari tempat satu ke tempat yang lain. seandainya ada pekerjaan lain yang lebih
menjanjikan, tentu mereka akan pindah profesi dengan senang hati. Mengenai pertayaan
yang kedua, jika pemerintah daerah (pemda) mempunyai undang-undang yang mengatur

PKL, maka menertibkan pedagang kaki lima (PKL) diperbolehkan dengan syarat,
sebagaimana termaktub dalam Q.S. al-Baqarah ayat 188;

Dan janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak halal); dan
kamu bawa perkaranya kepada hakim (pemerintah) supaya kamu dapat memakan sebagian
harta orang lain dengan cara berbuat dosa, padahal kamu mengetahuinya.
Untuk menafsiri ayat ini Imam ar-Razi mengutip pendapat Imam Abu Hamid al-Ghazali
yang terdapat dalam kitabnya Ihya Ulum ad-Din, beliau mengatakan; keharaman harta bisa
berasal dari barang itu sendiri atau dari cara memperoleh harta itu. Lebih lanjut Imam alGhazali menjelaskan seseorang diperkenankan mengambil secara paksa harta orang lain
dengan syarat ada sebab-sebab yang jelas untuk hal tersebut.
Terkait

permasalahan

PKL, kewenangan pemerintah hanya terbatas dalam hal

penertiban sebagaimana telah diamanatkan undang-undang. Oleh karena itu, pemerintah


tidak dibenarkan melakukan penertiban (penggusuran) dengan cara merusak, merampas,
ataupun menyita barang tanpa mengembalikan kepada pemiliknya. Karena yang demikian ini
merupakan tindakan perampasan materi yang secara tegas dilarang dalam al-Quran yaitu
larangan memakan harta orang lain secara batil. Konsekuensi dari hal ini, pungutan yang
dikenakan pihak terkait dalam pengembalian barang tidak diperkenankan menurut hukum
islam.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Harus diakui bahwa upaya menata PKL dan menertibkan bangunan liar di Kota bukanlah
hal yang mudah namun tiada masalah kecuali pasti ada solusinya. Memang, Pemerintah Kota
pada akhirnya tidak bisa sendirian dalam penuntasan permasalahan PKL ini, perlu bekerja
sama dengan berbagai elemen masyarakat kota bahkan stake holder dari kota-kota yang lain
terkait arus urbanisasi namun tetap saja kunci pertama adalah keseriusan dan konsistensi
yang harus ditunjukkan oleh Pemerintah Kota dalam mengawal program-program terkait
PKL ini.
3.2 Saran
Penertiban terhadap PKL liar mestinya harus dilakukan dengan pendekatan dialog yang
bernuansa pembinaan dan bukan pendekatan represif yang justru memicu perlawanan dan
tidak boleh terkesan tebang pilih karena bisa memicu kecurigaan masyarakat tentang adanya
tekanan politis dari kekuatan tertentu yang mengarahkan penertiban hanya pada komunitas
tertentu. Penggusuran yang tidak disertai keberlanjutan program yang pasti bisa berdampak
pada peningkatan jumlah pengangguran dan kemiskinan. Pengangguran yang jika tidak
terkendali dengan baik justru memicu tindakan kriminalitas baru.

DAFTAR PUSTAKA

Arhy Abdy Al-Shihab. 2010. Kebijakan Pemerintah Terhadap Masalah Pedagang Kaki
Lima.

http://arhypemerintahan.blogspot.com/2010/02/kebijakan-pemerintah-terhadap-

masalah.html. Diakses tanggal 18 Oktober 2014.


Bulletin Iqro. 2010. Fenomena PKL dan Manifestasi Fiqh Perekonomian Rakyat Kecil.
http://bulletiniqro.blogspot.com/2010/07/fenomena-pkl-dan-manifestasi-fiqh.html.
Diakses tanggal 18 Oktober 2014.
Farhan Maulani. 2013. Pedagang Kaki Lima dan Permasalahannya. http://handukqu.blogspot.com/2013/08/pedagang-kaki-lima-dan-permasalahannya.html#.VESbiKsVvk. Diakses tanggal 18 Oktober 2014.
E-journal. 2013. Latar Belakang Masalah

Pedagang

Kaki

Lima.

%20journal.uajy.ac.id/697/2/1HK08856.pdf. Diakses tanggal 18 Oktober 2014.

http://e-

Anda mungkin juga menyukai