Anda di halaman 1dari 15

SISTEM MUSCULAR

MEKANISME KONTRAKSI OTOT KELELAHAN, PEMULIHAN DAN KELAINAN OTOT

A. Mekanisme Kontraksi Otot


Otot Sadar
Mekanisme kerja otot pada dasarnya melibatkan suatu perubahan dalam
keadaan yang relatif dari filamen-filamen aktin dan myosin. Filamen aktin tersusun
dari tropomyosin dan komple troponin. Troponin tersusun dari segmen I, C, T.
Sedangkan filamen myosin memiliki kepala, leher dan ekor yang berfungsi untuk
terjadinya kontraksi otot, filamen myosin lebih tebal dibanding aktin.
Peluncuran filamen didasarkan pada interaksi antara myosin dan molekul-molekul
aktin yang menyusun filamen tipis dan tebal. Setiap molekul miosin terdiri dari ilayah
ekor yang panajng dan wilayah kepala membulat yang membentang ke samping.
Kepala merupakan pusat reaksi bioenergetikyang memberi tenaga pada kontraksi otot.
Kepala dapat mengikat dan menghidrolisis ATP menjadi ADP dan fosfat anorganik
(Campbell, 2008).
Pada saat otot berkontraksi, berikut mekanismenya:

Kepala myosin mengikat ATP.


Sisi yang akan berikatan
dengan aktin masih inaktif

ATP dihidrolisis menjadi ADP+P serta


terjadi akumulasi ion CA 2+ di dalam
sitosol.

Dari hidrolisis ATP menjadi ADP + P


tersebut, sisi yang akan berikatan
dengan aktin menjadi aktif

Dengan adanya akumulasi ion Ca2+,


tropomyosin bergeser sehingga sisi aktif
aktin membuka, akibatnya sisi aktif
myosin akan berikatan dengan sisi aktif
aktin (Cross bridges).

Kepala myosin melepas ADP+P yang


kemudian menyebabkan leher myosin
bengkok dengan sudut kurang lebh
45o atau terjadi sliding filamen (dalam
hal ini otot berkonraksi).
ATP datang, ATPase mereaktivasi sisi
aktif myosin

Dengan adanya ATP ase, sisi aktif myosin


menjadi tidak aktif lagi, sehingga terlepas dari
sisi aktif aktin, ion Ca2+ dipompa kembali ke
retikulum sarkoplasma, sehingga tropomiosin
bergerser menutup kembali sisi aktif aktin.

Filamen aktin dan myosin terpisah (dalam hal ini


otot relaksasi), dan myosin kembali ke posisi
semula dan siap untuk melakukan siklus kembali.

Pada proses di atas, terjadi hidrolisis ATP mengubah myosin menjadi bentuk
berenergi-tinggi yang dapat berikatan dengan aktin membentu jembatan silang dan
menarik filamen tipis ke arah pusat sarkomer. Jembatan silang tersebut patah ketika
molekul ATP baru berikatan ke kepala myosin. Dalam siklus yang berulang-ulang,
kepala yang bebas menyibak ATP baru dan melekat ke situs pengikatan baru pada
molekul aktin yang lain yang terletak lebih jauh disepanjang filamen tipis.
Energi yang dibutuhkan untuk kontraksi berulang-ulang disimpan dalam dua
senyawa yang lain yaitu kreatin fosfat dan glikogen. Kreatin fosfat dapat mentransfer
gugus fosfat ke ADP untuk menyintesis ATP tambahan. Glikogen dipecah menjadi
glukosa, yang dapat digunakan untuk menghasilkan ATP melalui respirasi aerobik
atau glikolisis. Dengan menggunakan glukosa dari simpanan glikogen serta otot yang
khas, glikolisis dapat mendukung sekitar 1 menit kontraksi yang dipertahankan,
sementara respirasi aerobik dapat memberi tenaga untuk kontraksi selama hampir 1
jam.
Ion kalsium (Ca2+) dan protein-protein yang terikat ke aktin berperan sangat
penting dalam kontraksi dan relaksasi sel otot. Ketika Ca2+ terakumulasi di dalam
sitosol, ia berikatan dengan kompleks troponin, menyebabkan protein-protein yang
terikat di sepanjang untaian aktin menggeser posisi dan memaparkan situs pengikatan
myosin di filamen tipis. Dengan demikian, ketika konsentrasi Ca2+ naik di sitosol,
filamen tipis dan tebal meluncur melewati satu sama lain, dan serat otot berkontraksi.
Ketika konsentrasi Ca2+ menurun, situs pengikatan menjadi tertutup dan kontraksi
berhenti.

Kedatangan potensial aksi di terminal sinapsis suatu neuron motorik


menyebabkan pelepasan neurotransmiter asetikolin. Pengikatan asetilkolin ke reseptor
di sera otot menyebabkan depolarisasi, yang memicu potensial aksi. Didalam serat
otot, potensial aksi menyebar jauh ke dalam interior, mengikuti pelipatan membran
plasma ke dalam yang disebut tubulus transversal. Tubulus T memilki hubungan yang
dekat

dengan

retikulum

sarkoplasmik,

suatu

retikulum

endoplasmik

yang

terspesialisasi. Penyebaran potensial aksi disepajang tubulus T memicu perubahan


dalam RS, sehingga membuka saluran Ca2+. Ion-ion kalsium yang tersimpan dalam
interior RS mengalir melalui saluran yang terbuka ke dalam sitosol dan berikatan ke
kompleks troponin, sehingga memulai kontraksi serat otot.
Ketika masukan neuro mototrik berhenti, sel otot berelaksasi. Saat berelaksasi,
filamen-filamen meluncur kembali ke posisi awal. Selama fase ini, protein-protein di
dalam sel menyetel ulang otot untuk siklus kontraksi berikutnya. Relaksasi dimulai
saat protein transpor dalam RS memompa Ca2+ keluar dari sitosol. Ketika
konsentrasi Ca2+ dalam sitosol rendah, protein-protein regulasi yang berikatan ke
filamen tipis bergeser kembali ke posisi awal, sekali lagi menghalangi situs
pengikatan myosin. Pada saat yang sama, Ca2+ yang dipompa dari sitosol
terakumulasi dalam RS, menyediakan simpanan yang diperlukan untuk merespon
potensial aksi berikutnya.
Otot Jantung
Secara singkat kontraksi otot jantung terdiri dari 4 peristiwa yaitu :
a) Peristiwa rangsangan : rangsangan atau stimulus berasal dari dalam jantung
sendiri atau berasal dari luar jantung. Rangsangan dari luar jantung dapat
berupa rangsangan-rangsangan saraf, listrik, kimia, mekanik, fisik dan lainlain.
b) Peristiwa listrik stimulus pada potensial ambang dengan rangsangan minimal
pada otot jantung mulai menimbulkan impuls yang mula-mula terjadi pada
NSA sehingga timbul potensial aksi yang akan disebarkan berupa gelombang
depolarisasi atau gelombang kontraksi ke seluruh bagian jantung. Adanya
gelombang depolarisasi akan melepaskan kalsium dari sistem retikulum
endoplasma serabut otot jantung.
c) Peristiwa kimia : setelah peristiwa listrik tadi kalsium kemudian akan berdifusi
ke dalam miofibril dan mengkatalisis reaksi-reaksi kimia sehingga kalsium

intrasel akan bertambah banyak. Kalsium ini akan mengikat protein modulator
yaitu troponin. Sementara itu ATP dihidrolisa untuk pembentukan energi.
d) Peristiwa mekanik. Energi dari ATP tadi akan menyebabkan pergerakan aktin
dan myosin secara tumpang tindih sehingga sarkomer miofibril memendek,
dimana akan mengakibatkan terjadinya kontraksi otot jantung. Di sini ATP
dirubah menjadi ADP.
e) Mekanisme bagaimana suatu potensial aksi di serat otot jantung menimbulkan
kontraksi di serat tersebut cukup mirip dengan proses penggabungan eksitasi-kontraksidi otot rangka.
f) Adanya potensial aksi lokal di dalam tubulus T menyebabkan Ca++ dikeluarkan
ke dalam sitosol dari simpanan intrasel di retikulum sarkoplasma. Selama
potensial aksi Ca++ juga berdifusi dari CES ke dalam sitosol melintasi
membran plasma. Pemasukan Ca++ ini semakin memicu pengeluaran Ca++ dari
retikulum sarkoplasma. Pasokan tambahan Ca++ ini tidak saja merupakan
faktor utama memanjangnya potensial aksi jantung, tetapi juga menyebabkan
pemanjangan periode kontraksi jantung. Peran Ca++ di dalam sitosol, seperti
di otot rangka, adalah berikatan dengan kompleks troponin-tropomiosin dan
secara fisik menggeser kompleks tersebut, sehingga dapat terjadi siklus
jembatan silang dan kontraksi. Pengeluaran Ca++ dari sitosol oleh pompa aktif
di membran plasma dan retikulum sarkoplasma menyebabkan troponin dan
tropomiosin kembali dapat menghambat jembatan silang, sehingga kontraksi
berhenti dan jantung melemas.

Otot Tak Sadar


Otot polos secara anatomi berbeda dari otot rangka dan otot jantung karena
otot polos tidak memperlihatkan gambaran serat-lintang. Otot ini memiliki aktin
dan miosin yang bergeser satu sama lain untuk menghasilkan kontraksi. Akan
tetapi, filamen-filamen itu tidak tertata dalam susunan yang teratur, seperti pada
otot rangka dan jantung, sehingga tidak memperlihatkan gambaran serat-lintang.
Otot polos juga mengandung tropomiosin, tetapi tampaknya tidak memiliki
troponin. Isoform aktin dan miosin otot polos berbeda dengan yang terdapat pada
otot rangka. Di dalam otot polos terdapat retikulum sarkoplasma, tetapi tidak

berkembang dengan baik. Secara umum, otot polos mempunyai sedikit


mitokondria, dan sangat bergantung pada proses glikolisis untuk memenuhi
kebutuhan metabolismenya.
Proses Kontraksi Otot Polos
Otot polos mengandung filamen aktin dan miosin,yang akan saling
berinteraksi satu sama lain. Selanjutnya kontraksi diaktifkan oleh ion kalsium dan
adenosin trifosfat(ATP) dan akan dipecah menjadi adenosin difosfat (ADP) untuk
memberikan energi bagi kontraksi. Otot polos tidak mengandung troponin yang
dibutuhkan dalam pengaturan kontraksi otot rangka.
Filamen miosin memiliki diameter dua kali lebih besar daripada filamen aktin.
Dan filamen aktin lebih banyak sekitar 15 kali lebih banyak dari filamen miosin.
Oleh karena itu kemungkinan terlihatnya filamen aktin dalam jumlah berlebihan
pada suatu irisan otot polos pun meningkat dan filamen miosin relative jarang bila
dibandingkan dengan filamen aktin. Otot polos pun dapat berkontraksi secara
efektif lebih dari duapertiga panjang regangannya.
Mekanisme LATCH
Mekanisme Latch adalah mempertahankan kontraksi yang lama pada otot
polos selama berjam-jam dengan menggunakan sedikit energi. Selain itu
dibutuhkan sedikit sinyal dari sumber hormonal.

Otot polos juga memilki

kemampuan untuk mempertahankan besar tekanan tanpa mempedulikan panjang


sera otot dalam waktu beberapa detik atau beberapa menit saja. Fenomena ini biasa
disebut dengan stres-relaksasi dan stress relaksasi balik. Disebut stress-relaksasi
bila adanya peningkatan tekanan yang besar,dan otot polos akan menormalkan
kembali tekanan tersebut hampir pada nilai tekanan asalnya. Atau disebut stressrelaksasi balik bila tekanan akan menurun/rendah,dan otot polos akan menaikan
tekanan pada nilai aslinya.

Potensial Membran dan Potensial Aksi


Potensial Membran
Nilai kuantitatif dari potensial membran pada otot polos bervariasi dari
satu tipe polos ke tipe lainya,dan bergantung pada keadaan otot saat itu.
Pada keadaan istirahat yang normal,potensial membrane biasanya kira-kira
sekitar 50-60 milivolt.
Potensial Aksi

Potensial aksi terdapat pada otot polos unit tunggal. Biasanya tidak terjadi
pada otot polos multi unit. Potensial aksi sendiri dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Potensial Paku
Potensial aksi berbentuk paku, yang khas. Lamanya potensial aksi
ini 10-50 milidetik. Potensial aksi ini dapat timbul melalui banyak
cara, misalnya melalui rangsangan listrik,melalui kerja hormon
terhadap otot polos, dan sebagai hasil dari pembentukan spontan
dalam serat otot itu sendiri.
2. Potensial Aksi Gambaran Plato
Mulanya potensial aksi ini mirip dengan potensial aksi paku,
namun sebagai pengganti repolarisasi cepat pada membran serat
saraf. Repolarisasi akan diperlambat selama beberapa ratus hingga
seribu milidetik. Makna dari gambar plato adalah bahwa ia dapat
menunjukkan perpanjangan waktu kontraksi yang terjadi pada
keadaan tertentu.
Potensial gelombang lambat (slow wave) dalam otot polos unit tunggal
Beberapa otot polos bersifat dapat terangsang sendiri,artinya potensial aksi
dapat timbul dengan sendirinya tanpa rangsangan dari luar. Keadaan ini
sering sekali dihubungkan dengan adanya irama gelombang lambat ,dasar
potensial membran khususnya otot polos dinding usus atau lambung.
Penyebab dari tejadinya irama gelombang lambat sendiri belum diketahui.
Gelombang lambat itu sendiri tidak dapat menyebabkan kontraksi otot.
Namun jika gelombang meningakat melebihi 35milivolt akan memicu
potensial aksi dan menyebabkan kontraksi otot.
Kontraksi Otot Polos Tanpa Potensial Aksi
Barangkali sedikitnya separuh dari kontraksi otot polos tidak dicetuskan
oleh potensial aksi, namun oleh karena faktor perangsang yang bersifat
bukan potensial aksi. Faktor perangsang meliputi : faktor jaringan setempat
dan berbagai macam hormon.
Respons terhadap faktor jaringan setempat
Otot polos bersifat sangat kontraktil, yang bersifat sangat merespons cepat
terhadap perubahan keadaan setempat dalam cairan interstisial sekirarnya.
Dengan cara ini, sistem pengatur umpan balik setempat yang sangat kuat
akan mengatur aliran darah yang menuju ke daerah jaringan setempat.
Beberapa faktor pengendali yang khas adalah sebagai berikut:
1. Kekurangan oksigen dalam jaringan setempat,menyebabkan
relaksasi otot polos. Dan karena itu menimbulkan vasodilatasi.
2. Kekurangan karbon dioksida akan menimbulkan vasodilatasi.

3. Peningkatan konsentrasi ion hydrogen juga akan menimbulkan


peningkatan vasodilatasi.
Pengaruh hormon terhadap kontraksi otot polos
Kebanyakan hormon yang bersirkulasi dalam tubuh akan mempengaruhi
kerja otot polos hingga derajat tertentu dan beberapa diantaranya
mempunyai pengaruh besar. Contohnya norepinefrin, epinefrin, asetilkolin,
angiotensin, vasopressin, oksitosin, serotonin, dan histamie. Suatu hormon
dapat menimbulkan kontraksi otot polos bila membran sel otot mengandung
reseptor perangsang untuk hormone tertentu.
Struktur dan fungsi otot polos di berbagai bagian tubuh sangat beragam.
Otot polos dari setiap organ jelas berbeda dengan kebanyakan organ lain
dalam beberapa hal : (1) ukuran fisik, (2) susunan untuk membentuk berkas
atau lembaran, (3) respons terhadap berbagai jenis rangsangan, (4) sifat
persyarafan, (5) fungsi. Namun untuk tujuan penyederhanaan, pada umunya
otot polos dapat dibagi menjadi dua tipe utama yaitu : otot polos unitary
(unit tunggal)/visceral smooth muscle dan otot polos multi-unit (multi
unit smooth muscle).

Otot Polos Unit Tunggal (Visceral)

Istilah unit tunggal bersifat membingungkan karena istilah ini tidak


memaksudkan suatu serabut otot tunggal. Justru inilah mengartikan berkontraksi
bersama-sama sebagai suatu unit tunggal. Serabut-serabut biasanya tersusun dalam
bentuk lembaran atau berkas, dan membran selnya berlekatan satu sama lain pada
banyak titik sehingga kekuatan yang terbentuk dalam satu serabut otot dapat
dijalarkan ke serabut berikutnya. Selain itu membrane sel dihubungkan oleh
banyak taut rekah (gap junction) yang dapat dilalui ion-ion secara bebas dari satu
sel otot ke sel otot berikutnya, sehingga potensial aksi atau aliran ion yang
sederhana tanpa potensial aksi dapat berjalan dari satu serabut ke serabut
berikutnya dan menyebabkan serabut otot dapat berkontraksi bersama-sama. Jenis
otot polos ini dikenal juga sebagai otot polos sinisital karena sifat antar hubungan
sinisitalnya di antara serabut-serabut. Otot ini juga disebut otot polos visceral
karena otot ini ditemukan pada dinding sebagian besar organ visera tubuh,
termasuk usus, duktus biliaris, ureter, uterus, saluran empedu dan banyak
pembuluh darah.

Perangsangan terjadinya potensial aksi dan kontraksi otot polos visceral bisa
berasal dari :
1. Peregangan
Mengakibatkan penurunan potensial membran dan peningkatan frekuensi
potensial aksi serta peningkatan tonus secara umum.
2. Efek Hormone
Menyebabkan kontraksi atau relaksasi otot melalui mekanisme reseptor.
3. Rangsangan Neurotransmitter dari sistem syaraf
Dasar timbulnya potensial aksi terjadi pada otot polos itu sendiri tanpa adanya
ekstrinsik stimulasi. Hal ini dikarenakan adanya ritme gelombang lambat
(basic slow wave rhytm) yang timbul karena ketidakmantapan potensial
membran. Slow wave itu sendiri bukan suatu potensial aksi. Apabila slow wave
ini mampu mencapai nilai ambang (kira-kira 35 milivolt) maka timbul lah
potensial aksi yang selanjutnya akan menyebar ke seluruh otot polos visceral
yang akhirnya kemudian disusul dengan terjadinya kontraksi. Mengingat
karakter slow wave seperti itu, slow wave sering disebut pula sebagai
gelombang pace maker.

Otot Polos Multi Unit

Permukaan luar serat ini ditutupi oleh lapisan tipis seperti membrane basal,
yakni campuran kolagen halus dan fibrila glikoprotein yang membantu menyekat
serat-serat terpisah satu dengan yang lainnya. Sifat yang paling penting dari otot
polos ini adalah bahwa masing-masing serat dapat berkontraksi secara tidak
tergantung pada yang lain dan hampir seluruhnya karena rangsangan saraf dan
sangat sedikit oleh factor stimulasi dari local tissue serta pengaturannya
terutama dilakukan oleh sinyal saraf. Sifat tambahan lainnya adalah otot ini jarang
bahkan hampir tidak menunjukan kontraksi yang spontan.
Otot polos multi-unit tersusun atas unit-unit tersendiri tanpa jembatan
penghubung (tidak membentuk sinsitium seperti pada otot visceral). Masingmasing serat berdiri sendiri, diinversi oleh single nerve ending seperti pada
otot skelet (skeletal muscle fiber). Pada permukaan luar dari tiap serat otot
ditutup oleh lapisan yang disebut basement membrane like substance, yang
merupakan glukoprotein.

Otot jenis ini tidak dapat dikendali secara volunter, tetapi memiliki banyak
persamaan fungsional dengan otot rangka. Setiap

sel otot polos multi-unit

memiliki ujung en passant serabut saraf, tetapi di otot polos visceral lebih sedikit
sel memiliki taut en passant, dengan eksitasi yang menyebar ke sel lain melalui taut
celah. Selain itu, sel-sel ini berespons terhadap hormon dan bahan lain yang
terdapat di dalam sirkulasi. Pembuluh darah memiliki otot polos multiunit dan
visceral didindingnya.
Contoh dari otot polos multi-unit :
-

Otot Cilliary dari mata


Iris pada mata
Nictating membrane yang menutup mata dari beberapa binatang tingkat

rendah
Piloerector muscle yang menyebabkan berdirinya rambut
Otot-otot polos dari pembuluh-pembuluh darah besar.

B. Kelelahan Otot
Kelelahan (fatigue) adalah suatu fenomena fisiologis, suatu proses terjadinya
keadaan penurunan toleransi terhadap fisik. Penyebabnya sangat spesifik beragantung
pada karakteristik kerja tersebut. Penyebab kelelahan dapat ditinjau dari aspek
anatomi berupa kelelahan sistem saraf pusat, neuromuskular dan otot rangka, dan dari
aspek fungsi berupa kelalahan eletrkimia, metabolik, berkurangnya substrat energi,
hiper/hipotermia dan dehidrasi (Fanny et al 2010). Selain itu, berdasarkan
kepustakaan lain, menurut Gribble 2004 dalam Suhartono 2005, kelelahan otot atau
fatigue adalah suatu keadaan yang ditadai dengan ketidakmampuan otot untuk

berkontraksi akibat menurunnya ATP serta peningkatan penimbunan asam laktat


dalam darah.
Terdapat beberapa pendapat yang menjelaskan timbulnya kelelahan otot,
diantaranya:
1). Penimbunan asam laktat merupakan penyebab timbulnya kelelahan otot
2). Akibat Penimbunan H+ bebas yang berasal dari hasil hidrolisis ATP dan glikolisis
anaerob pada otot yang berolahraga (Fanny et al 2010).
Jenis-Jenis fatigue
a. Local muscular fatigue, terdapat dua jenis yaitu:
1. Contraction fatigue
Pada jenis fatigue ini, penyebab terjadinya fatigue adalah gangguan pada
mekanisme ontraksi otot itu sendiri.
2. Myoneural junction fatigue
Pada jenis fatigue ini, neuroon motorik aktif tidak ammpu mensintesis
asetilkolin dengan cukup cepat untuk mempertahankan transmisi kimiawi
potensial aksi dari neuron motorik ke otot. Kelelahan ini ditandai dengan
penurunan kontraksi otot yang disertai dengan penurunan sintesis dan
penglepasan asetilkolin. Misalnya pada maistenia gravis, botulism. Ada buktibukti yang mengisyaratkan bahwa faktor pembatas pada aktifitas latihan yang
kuat dan cepat mungkin terletak pada taut neuromuscular (neuromuscular
junction).
b. General muscular fatigue (central fatigue)
Kelelahan ini timbul bila SSP tidak dapat lagi secara kuat mengaktifkan neuron
motorik yang mempersarafi otot yang bekerja.
Menurut Downey 1999 dalam Suhartono 2005, selama ATP tersedia, daur
tersebut dapat terus berlangsung. Pada keadaan kontraksi, ATP yang tersedia di
dalam otot akan habisterpakai dalam waktu kurang dari 1 detik. Oleh karena itu
ada jalur metabolisme produktif yang menghasilkan ATP. ATP dengan bantuan
kreatin kinase akan segera menjadi kreatin fosfat. Persediaan kreatin fosfat ini
hanya cukup untuk beberapa detik, selanjutya ATP diperoleh dari fosforilasi
oksidatif. Meskipun otot-otot mampu berkontraksi secara cepat, tetapi karena ATP
yang dihasilkan dari glikolisis terbatas, maka kerja otot hanya mampu
berlangsung dalam waktu yang singkat dan selanjutnya terjadi fatigue.

Jadi fatigue merupakan keadaan otot yang mengalami penurunan


kemampuan kontraksi, karena suplai oksigen dalam sel otot menurun.
Penurunan suplai oksigen akan menyebabkan ATP yang dibutuhkan untuk
tenaga kontraksi tidak dapat disintesa. Demikian pula karena terbentuknya
asam laktat dan sisa metabolik lainnya menghalangi fungsi neuromuskular.
Selanjutnya waktu untuk pemulihan dengan cara meningkatkan konsumsi
oksigen. Keadaan ini berlangsung sampai dicapai jumlah ATP yang cukup
untuk kontraksi lagi, dan sisa metabolik kembali berada pada tingkat yang
normal.
Faktor faktor yang menyebabkan kelelahan otot
Menurut Battinelli (2000) dalam Suhartono (2005), penyebab mendasar
terjadinya kelelahan otot hingga saat ini belumlah jelas. Seperti dierangkan di atas,
mekanisme timbulnya muscle fatigue merupakan suatu fenomena yang kompleks
dimana melibatkan banyak faktor. Faktor-faktor yang diperkirakan terutama berperan
yaitu:
a. Penimbunan asam laktat
Akumulasi asam laktat dalam otot yang bermakna terjadi selama latihan
dengan intensitas tinggi, dimana metabolisme non oksidatif merupakan sumber
primer utnuk menghasilkan energi. Asam laktat bersifat labil dan diubah menjadi
laktat dan ion hidrogen (H+). Mekanisme kerja dimana H+ mempengaruhi proses
kontraksi adalah sebagai berikut:
- Penghambatan fosfofruktokinase, enzim pembatas kecepatan untukglikolisis
- Penghambatan transformasi fosforilase, dimana mengurangi glikogen diubah
-

menjadi glukosa
Mengurangi kekuatan otot dengan menghambat myosin ATPase
Mengurangi eksitabilitas membran serabut otot
Selain itu, ion hidrogen juga menghambat mobilisasi asam lemak dari jaringan

lemak, menyebabkan penggunaan cadangan glikogen yang meningkat. Jadi


penimbunan asam laktat ini menyebabkan penurunan pH otot. Hal ini mungkin
menghambat enzim-enzim kunci pada jalur-jalur penghasil energi atau proses
penggabungan eksitasi-kontraksi. Penimbunan ini juga enimbulkan nyeri otot
yang timbul saat latihan olahraga intensitas tinggi (latihan anaerobik) sedang
berlangsung. Aktifitas kontraktil di otot tertentu tidak dapat dipertahankan pada

tingkat (level) yang telah ditentukan untuk selamanya. Pada akhirya, tegangan otot
menurun seiring dengan timbulnya kelelahan otot. Kemudian asam laktat dibawa
oleh darah ke hati dan menimbulkan 3 keadaan di bawah ini:
a. pH darah menurun. Hal ini akan merangsang pernafasan yang cepat untuk
mensuplai O2.
b. Pada otot dan hati sebagian besar asam laktat dikonversi untuk menghasilkan
energi dengan proses aerobik.
c. Sisa asam laktat dikonversi menjadi proses yang memerlukan energi kembali
menjadi glukosa/glikogen.
(Sherwood, 1996) dan (Sulaiman (On line)) dalam Suhartono 2005

(Sherwood, 1996) dan (Sulaiman (On line)) dalam Suhartono 2005


Habisnya energi ATP

Yang perlu dipahami yaitu pelunasan hutang oksigen yang dibuat selama
latihan, saat aktifitas kontraktil ditunjang oleh ATP yang berasal dari sumber-sumber
non-oksidatif, misalnya kreatin fosfat dan glikolisis anaeribik. Oksigen diperlukan
untuk pemulihan sistem energi ini. Selama latihan olahraga, simpanan kreatin fosfat
pada otot-otot yang aktif berkurang, asam laktat menumpuk dan simpanan glikogen
mungkin terpakai. Besarnya pengaruh efek tersebut bergantung pada intensitas dan
lamanya latihan. (Asmussen 1999 dalam Suhartono 2005).
Selama masa recovery, pasokan ATP segar diberikan oleh proses fosforilasi
oksidatif yang menggunakan oksigen yang baru diperoleh, yang disediakan oleh
aktifitas pernafasan yang terus meningkat setelah latihan berhenti. Sebagian besar
ATP ini digunakan untuk mensintesis ulang kreatin fosfat untuk memulihkan
cadangannya. Hal ini dapat diselesaikan dalam waktu beberapa menit. Setiap asam
laktat yag tertimbun diubah kembali menjadi asam piruvat, yang sebagian digunakan
oleh sistem fosforilasi oksidatif untuk menghasilkan ATP. Asam piruvat sisanya
diubah kembali menjadi glukosa oleh hati. Sebagian besar glukosa ini digunakan
untuk memulihkan cadangan glikogen di otot dan hati yang telah habis terpakai
selama latihan. Jalur proses glikolisis ini disebut Embden- meyerhof pathway
(Strojnik 1988 dalam Suhartono 2005).

Anda mungkin juga menyukai