Anda di halaman 1dari 17

Teknologi Pengolahan Pangan

PENGAWETAN DENGAN MENGGUNAKAN


GARAM, ASAM, GULA DAN BAHAN KIMIA

Disusun oleh :
1. Anadiya Morlina
(061330401007)
2. Rena Nuryana
(061330401019)
3. Riska
(061330401023)
Dosen Pengajar: Yuniar, S.T., M.T.

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA


PALEMBANG

Daftar Isi
Kata Pengantar.............................................................
Daftar Isi........................................................................
Pendahuluan
Latar belakang...........................................................
Rumusan masalah.....................................................
Pembahasan.................................................................
Penutup
Kesimpulan................................................................
Saran .........................................................................

PENGAWETAN DENGAN MENGGUNAKAN


GARAM, ASAM, GULA DAN BAHAN KIMIA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pengawetan pangan memiliki dua maksud yaitu menghambat
pembusukandan menjamin mutu awal pangan agar tetap terjaga selama
mungkin.Penggunaan pengawet dalam produk pangan dalam prakteknya
berperan sebagai anti mikroba atau anti oksidan atau keduanya. Jamur,
bakteri danenzim sebagai penyebab pembusukan pangan perlu dihambat
pertumbuhan maupun aktivitasnya.
B. Rumusan masalah
a. Bagaimana cara pengawetan dengan menggunakan Garam ?
b. Bagaimana cara pengawetan dengan menggunakan Asam ?
c.

Bagaimana cara pengawetan dengan menggunakan Gula ?

d. Bagaimana cara pengawetan dengan menggunakan Bahan Kimia ?

BAB II
PEMBAHASAN
PENGAWETAN DENGAN MENGGUNAKAN
GARAM, ASAM, GULA DAN BAHAN KIMIA

A. Pengawetan makanan dengan garam, asam, gula dan bahan kimia


Pengawetan pangan memiliki dua maksud yaitu menghambat
pembusukandan menjamin mutu awal pangan agar tetap terjaga selama
mungkin.Penggunaan pengawet dalam produk pangan dalam prakteknya
berperansebagai anti mikroba atau anti oksidan atau keduanya. Jamur,
bakteri danenzim sebagai penyebab pembusukan pangan perlu dihambat
pertumbuhan

maupun

aktivitasnya.

Untuk menghambat

pembusukan

dan menjamin mutu awal pangan agar tetap terjaga selama mungkin,maka
makanan perlu diawetkan dengan menggunakan:
a. Garam
Penggaraman merupakan salah satu cara pengawetan yang sudah
lamadilakukan orang. Garam dapat bertindak sebagi pengawet karena
garamakan menarik air dari bahan sehingga mikroorganisme pembusuk
tidak dapat berkembang biak karena menurunnya aktivitas air. Garam
digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dan sebagai
penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar seperti mikroorganisme
proteolitik dan spora. Sifat-sifat Antimikroorganisme dari Garam : Garam
memberi sejumlah pengaruh bila ditambahkan pada jaringan tumbuhtumbuhan yang segar. Garam akan berperan sebagai penghambat selektif

padamikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau


proteolitik danpembentuk spora adalah yang paling mudah terpengaruh
walau dengan kadar garamyang rendah sekalipun (yaitu sampai 6%).
Mikroorganisme

patogen

termasuk

Clostridium

botulinum

kecuali

Streptococcusaureus dapat dihambat oleh konsentrasi garam sampai 10


12%.

Beberapamikroorganisme

terutama

jenis

Leuconostoc

dan

Lactobacillus dapat tumbuh dengancepat dengan adanya garam.


Garam juga mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan sehingga dapat
mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme
seperti bakteri halofilik (bakteri yang tahan hidup padakonsentrasi garam
yang tinggi) dapat tumbuh dalam larutan garam yang hampir jenuh,tetapi
membutuhkan waktu penyimpanan yang lama untuk tumbuh dan selanjutnya
terjadi pembusukan.
Garam tak hanya membuat asin mudah dibayangkan apa jadinya
makanan tanpa garam. Di setiap dapur pasti ada garam. Garam adalah zat
tambahan makanan paling tua yang dikenal manusia. Dalam makanan,
garam tak hanya memberi rasa asin, tapi juga bisa memiliki peran seperti
berikut:
Pengawet makanan
Bersama dengan gula, asap kayu, dan cuka, garam memiliki sejarah panjang
sebagai senyawa antimikroba. Dalam makanan, garam mendehidrasi sel-sel
bakteri, mengubah tekanan osmotik, dan mencegah pertumbuhan bakteri dan
pembusukan. Mekanisme garam sebagai pengawet makanan adalah sebagai
berikut: garam diionisasikan, setiap ion menarik molekul-molekul air di
sekitarnya. Makin besar kadar garam, makin banyak air yang ditarik ion. Hal
ini menyebabkan air bebas yang tersedia bagi pertumbuhan mikroba
berkurang. Meskipun telah ada teknik pendinginan, pengawetan garam tetap
penting dalam higiene makanan.

a. Aplikasi Pengolahan dengan Garam


(a) Penggaraman Ikan
Penggaraman ikan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yakni:
1) Penggaraman kering (dry salting) dengan menggunakan garam kering ; ikan
disiangilalu dilumuri garam dan disusun secara berlapis-lapis dengan garam.
2) Penggaraman basah (brine salting) dengan menggunakan larutan garam
jenuh ; ikan ditumpuk dalam bejana/wadah kedap air lalu diisi dengan larutan
garam.
3) Penggaraman kering tanpa wadah kedap air (kench salting); hampir sama
dengan cara (1), tetapi karena wadah yang digunakan tidak kedap air, maka
larutan/cairangaram yang terbentuk akan langsung mengalir ke bawah dan
dibuang.
4) Penggaraman yang diikuti dengan proses perebusan (pindang) atau
mencelupkan dalam larutan garam panas (cue).
(b) Telur Asin
Telur

asin

adalah

suatu

hasil

olahan

telur

dengan

prinsip

penggaraman. Fungsi garam di sinisama dengan penggaraman ikan yaitu


menarik air sampai kadar air tertentu sehingga bakteritidak dapat
berkembang lagi. Garam yang digunakan juga harus bersih dan ukuran
kristalgaramnya tidak terlalu halus.
(c) Acar
Acar atau yang dikenal dengan pickle adalah sayur atau buah yang
diberi garam dan diawetkan dalam cuka baik diberi bumbu atau tidak. Proses
penggaraman dilakukan pada tahap awal pembuatan acar dengan cara
fermentasi. Terkadang dilakukan penambahan gula sebanyak 1% apabila
sayur atau buah yang digunakan berkadar gula rendah.Jadi, acar dibuat
dengan kombinasi dua cara pengawetan yakni penggaraman dan fermentasi.

(d) Ikan Teri


Ikan teri merupakan produk setengah jadi dari hasil pengolahan ikan
yang menggunakandasar proses penggaraman dan pengeringan. Namun
demikian ada juga ikan teri tawar,untuk ikan jenis ini maka ikan tidak
dilakukan penggaraman
b. Gula
Digunakan sebagai pengawet dan lebih efektif bila dipakai dengan tujuan
menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagai bahan pengawet, pengunaan
gula pasir minimal 3% atau 30 gram/kg bahan. Gula atau sukrosa merupakan
karbohidrat berasa manis yang sering pula digunakan sebagai bahan
pengawetkhususnya komoditas yang telah mengalami perlakuan panas.
Perendaman dalamlarutan gula secara bertahap pada konsentrasi yang
semakin tinggi merupakansalah satu cara pengawetan pangan dengan gula.
Gula seperti halnya garam jugamenghambat pertumbuhan dan aktivitas
bakteri penyebab pembusukan, kapang,dan khamir.
Makanan yang dimasak dengan kadar sukrosa/gula pasir tinggi
akanmeningkatkan tekanan osmotik yang tinggi sehingga menyebabkan
bakteri terhambat. Gula terlibat dalam pengawetan dan pembuatan aneka
ragam produk-produk makanan.Beberapa diantaranya yang biasa dijumpai
termasuk selai, jeli, marmalade, sari buah pekat, sirup buah-buhan, buahbuahan bergula, umbi dan kulit, buah-buahan beku dalam sirup, acar manis,
chutney, susukental manis, madu.
Walaupun gula sendiri mampu untuk memberi stabilitas mikroorganisme
pada suatu produkmakanan jika diberikan dalam konsentrasi yang cukup (di
atas 70% padatan terlarut biasanyadibutuhkan), ini pun umum bagi gula

untuk dipakai sebagai salah satu kombinasi dari teknik pengawetanbahan


pangan. Kadar gula yang tinggi bersama dengan kadar asam yang tinggi (pH
rendah), perlakukandengan pasteurisasi secara pemanasan, penyimpanan
pada suhu rendah, dehidrasi dan bahan-bahanpengawet kimia (seperti
belerangdioksida, asam benzoat) merupakan teknik-teknik pengawetan
panganyang penting.Apabila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan
dalam konsentrasi yang tinggi (paling sedikit40% padatan terlarut) sebagian
dari air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhanmikroorganisme
dan aktivitas air (aw) dari bahan pangan berkurangWalaupun demikian,
pengaruh konsentrasi gula pada aw bukan merupakan faktor satu-satunya
yangmengendalikan pertumbuhan berbagai mikroorganisme karena bahanbahan dasar yang mengandungkomponen yang berbeda-beda tetapi dengan
nilai aw yang sama dapat menunjukkan ketahanan yangberbeda-beda
terhadap kerusakan karena mikroorganisme.Produk-produk pangan berkadar
gula yang tinggi cenderung rusak oleh khamir dan kapang, yaitukelompok
mikroorganisme yang relatif mudah dirusak oleh panas (seperti dalam
pasteurisasi) ataudihambat oleh hal-hal lain.
Monosakarida lebih efektif dalam menurunkan aw bahan pangan
dibanding dengan disakarida ataupolisakarida pada konsentrasi yang sama,
dan digunakan dengan sukrosa dalam beberapa produkseperti selai.
Gula terlibat dalam pengawetan dan pembuatan aneka ragam produkproduk makanan. Beberapa diantaranya yang biasa dijumpai termasuk selai,
jeli, marmalade, sari buah pekat, sirup buah-buhan, buah-buahan bergula,
umbi dan kulit, buah-buahan beku dalam sirup, acar manis, chutney, susu
kental manis, madu.
Walaupun gula sendiri mampu untuk memberi stabilitas mikroorganisme
pada suatu produk makanan jika diberikan dalam konsentrasi yang cukup (di

atas 70% padatan terlarut biasanya dibutuhkan), ini pun umum bagi gula
untuk dipakai sebagai salah satu kombinasi dari teknik pengawetan bahan
pangan. Kadar gula yang tinggi bersama dengan kadar asam yang tinggi (pH
rendah), perlakukan dengan pasteurisasi secara pemanasan, penyimpanan
pada suhu rendah, dehidrasi dan bahan-bahan pengawet kimia (seperti
belerangdioksida, asam benzoat) merupakan teknik-teknik pengawetan
pangan yang penting.
Apabila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan dalam konsentrasi
yang tinggi (paling sedikit 40% padatan terlarut) sebagian dari air yang ada
menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air
(aw)

dari

bahan

pangan

berkurang.Walaupun

demikian,

pengaruh

konsentrasi gula pada aw bukan merupakan faktor satu-satunya yang


mengendalikan pertumbuhan berbagai mikroorganisme karena bahan-bahan
dasar yang mengandung komponen yang berbeda-beda tetapi dengan nilai
aw yang sama dapat menunjukkan ketahanan yang berbeda-beda terhadap
kerusakan karena mikroorganisme.
Produk-produk pangan berkadar gula yang tinggi cenderung rusak oleh
khamir dan kapang, yaitu kelompok mikroorganisme yang relatif mudah
dirusak oleh panas (seperti dalam pasteurisasi) atau dihambat oleh hal-hal
lain.
Monosakarida lebih efektif dalam menurunkan aw bahan pangan
dibanding dengan disakarida atau polisakarida pada konsentrasi yang sama,
dan digunakan dengan sukrosa dalam beberapa produk seperti selai.
Selai, Jeli, Marmalade, Produk-Produk Selai Lainnya
Produk-produk ini terdiri dari buah-buahan, pulp buah-buahan, sari buah
atau potongan-potongan buah yang diolah menjadi suatu struktur seperti gel

berisi buah-buahan, gula, asam dan pektin. Sifat-sifat yang penting dari
produk ini termasuk kestabilannya terhadap mikroorganisme dan struktur
fisiknya.
Stabilitas

mikroorganisme

dari

selai

dan

produk-produk

serupa

dikendalikan oleh sejumlah faktor:


1)Kadar gula yang tinggi biasanya dalam kisaran padatan terlarut antara
65-73%
2)pH rendah, biasanya dalam kisaran antara 3,1-3,5 tergantung pada tipe
pektin dan konsentrasi
3)AW biasanya dalam kisaran antara 0,75-0,83
4)Suhu tinggi selama pendidihan atau pemasakan (105-106C), kecuali
jika diuapkan secara vakum dan dikemas pada suhu rendah.
5)Tegangan oksigen rendah selama penyimpanan (misalnya jika diisikan
ke dalam wadah-wadah hermatik dalam keadaan panas)
Struktur khusus dari produk-produk jeli buah-buahan disebabkan karena
terbentuknya kompleks gel pektin-gula-asam. Pektin (asam poligalakturonat,
dengan derajat metoksilasi yang beragam sampai sekitar 12% sususan MeO)
terdapat secara alamiah dalam jaringan buah-buahan sebagai hasil dari
degradasi protopektin selama pematangfan, dan mungkin ditambahkan
dalam bentuk padat atau cair untuk melengkapi buah-buahan yang
kekurangan pektin seperti arbei.
Kondisi optimum untuk pembentukan gel adalah:
1) PEKTIN, 0,75-1,5% (tergantung pada tipenya)
2) Gula, 65-70%
3) Asam pH 3,2-3,4
Walaupun demikian, beberapa aspek lainnya seperti tipe pektin, tipe
asam, mutu buah-buahan, prosedur pemasakan dan pengisiandaopat juga

memberi pengaruh yang nyata pada mutu akhir dan stabilitas fisik dan
stabilitas terhadap mikroorganisme dari produk, kelainan utama dari produkproduk jeli adalah:
1) Kristalisasi yang disebabkan karena padatan terlarut yang berlebihan,
(inversi) sukrosa yang tidak cukup atau gula tidak cukup terlarut.
2) Keras, gel, yang kenyal akibat kurangnya gula atau pektin yang
berlebihan
3) Kurang masak, gel yang berbentuk seperti sirup karena kelebihan gula
dalam hubungannya dengan kadar pectin.
4) Sineresis atau meleleh karena asam yang berlebihan.
Pemasakan selai dilakukan baik pada tekanan atmosfer (pada suhu
sampai 106C, atau sama dengan kira-kira 68% padatan) atau dalam keadaan
vakum, biasanya suhu tidak melebihi 65C kecuali untuk pengisian.
Keuntungan dari pemasakan vakum termasuk:
1) Pemasakan suhu rendah menolong mempertahankan warna, cita-rasa
dan

keutuhan buah dan menghindarkan degradasi pektin yang berlebihan.

2) Pemanasan setempat yang berlebihan dapat dihindarkan


3) Penetrasi gula ke dalam buah-buahan lebih efektif
4) Inversi sukrosa berkurang
Kerugiannya termasuk:
1) Modal instalasi yang tinggi
2) Pengusiran belerangdioksida dari pulp yang diawetkan dengan bahan
kimia tidak cukup memadai
Sirup buah-buhan (cordial)
Produk-produk ini biasanya mengandung bahan-bahan pengawet kimia
seperti belerangdioksida, asam benzoat atau asam sorbat (ataugaramgaramnya) dan kadang-kadang geliserol, disamping gula dan asam.

Konsentarasi gula dalam kisaran antara 25-50% saja tidak cukup untuk
mencegah kerusakan karena mikroorganisme apabila produk disimpan pada
suhu kamar.
Sari Buah Pekat
Penguapan dari suatu sari buah yang kuat (pH 2,5-4) sampai mencapai
tingkat padatan terlarut kira-kira 70 Brix (=%b/b) cenderung untuk membawa
bahan yang dikentalkan ini relatif aman dari kerusakan oleh mikroorganisme.
Pada padatan terlarut yang lebih rendah, tambahan metoda-metoda
pengawetan seperti bahan-bahan pengawet kimia lainnya (belerangdioksida
dan lain-lain) atau penyimpanan dingin (didinginkan, dibekukan) atau
pasteurisasi dibutuhkan untuk stabilitas terhadap mikroorganisme.
Buah-Buahan Bergula (Kristal, Kembang Gula)
Kestabilan terhadap mikroorganisme dari produk-produk ini adalah karena
padatan terlarut yang tinggi sebagai hasil pemberian sirup dan dehidrasi
selanjutnya dari jaringan-jaringan yang mengandung gula. Meskipun
beberapa produk mengandung belerang dioksida, adanya komponen ini
dalam produk akhir dibutuhkan terutama untuk mempertahankan warna
(pencegahan

terhadap

pencoklatan

nonenzimatik)

dan

bukan

untuk

stabilitasnya terhadap mikroorganisme.

c.

Asam
Asam benzoat, asam propionat, dan asam sorbat merupakan zat
pengawet makanan yang aman untuk mencegah makanan agar tidak cepat
rusak. Golongan asam ini digunakan untuk menurunkan pH sampai kadar pH
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Biasanya, digunakan pada
jajanan pasar atau kue-kue basah.

Salah satu pengawet makanan dari golongan asam yang cukup terkenal
adalah asam benzoat. Pengawet makanan ini berbentuk kristal dengan
warna yang putih. Pada 1875, seorang peneliti, Salkowski, menemukan
bahwa pengawet campuran asam benzoat akan cenderung awet.
d. Bahan Kimia
Bahan tambahan kimia digunakan untuk bermacam-macam tujuan,
namun pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan mutu hasil produksi.
Berkaitan dengan proses pembuatan produk-produk olahan atau awetan
jahe, beberapa jenis bahan tambahan kimia yang mungkin digunakan adalah
sebagai berikut :
1. Kaporit
Kaporit berbentuk kristal putih dan berbau merangsang. Bahan kimia ini
memiliki kemampuan membunuh mikroba, termasuk mikroba penyebab
kerusakan bahan makanan dan minuman. Dalam kegiatan pengolahan atau
pengawetan jahe, kaporit diperlukan untuk menyucihamakan (sanitasi)
peralatan

produksi

yang

bersinggungan

secara

langsung

dengan

bahan/adonan yang diproses serta botol/kaleng kemasan produk. Dosis


penggunaan Kaporit adalah 1% atau 10g/liter air perendam.
2. Asam sitrat dan asam asetat (cuka)
Bahan pengawet adalah zat kimia yang dapat menghambat kerusakan
pada makanan, karena serangan bakteri, ragi, cendawan. Reaksi-reaksi
kimia yang sering harus dikendalikan adalah reaksi oksidasi, pencoklatan
(browning) dan reaksi enzimatis lainnya. Pengawetan makanan sangat
menguntungkan produsen karena dapat menyimpan kelebihan bahan
makanan yang ada dan dapat digunakan kembali saat musim paceklik tiba.
Contoh bahan pengawet adalah Natrium benzoat, Natrium Nitrat, Asam
Sitrat, Asam Sorbat, Formalin.

Asam sitrat adalah pengawet yang dibuat dari air kelapa yang diberi
mikroba. Asam sitrat yang siap pakai banyak dijual bebas ditoko kimia,
namun kalau bahan baku air kelapa banyak, maka lebih baik dibuat sendiri,
harganya akan lebih murah.
Selain bahan pengawet tersebut diatas, dalam skala kecil dapat juga
menggunakan pengawet yang sudah lama dikenal dan banyak digunakan
didaerah terpencil atau pedesaan berupa; jeruk nipis, asam jawa, garam
dapur, gula, bawang putih disesuaikan dengan jenis produk yang dihasilkan.
Hanya saja dosis penggunaannya selama ini umumnya belum standar, baru
berdasarkan perkiraan pemakai. Untuk itu perlu penelitian dan pembinaan
lebih lanjut. Untuk menghindari penggunaan bahan pengawet berbahaya
serta meningkatkan pemanfaatan bahan pengawet alternatif yang aman bagi
kesehatan maka perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut;
Pertama: membuat daftar bahan-bahan kimia berbahaya yang dilarang untuk
digunakan pada produk makanan dan minuman dilengkapi dengan nama
kimia dan nama perdagangannya.agar tidak terjadi kesalahan pemakaian
oleh produsen.
Kedua: melakukan koordinasi dengan instansi terkait seperti; Pemeritah,
Pelaku Usaha, Assioasi, Konsumen, Yayasan Lembaga Konsumen (YLKI)
maupun Perguruan Tinggi untuk menanggulangi penggunaan bahan
pengawet berbahaya dan memberikan bahan pengawet alternatif yang aman
dan tidak merugikan konsumen maupun produsen.
Ketiga: mensosialisasikan bahaya penggunaan bahan-bahan kimia terhadap
konsumen dan produsen agar kedua belah pihak tahu dan mengerti tentang
bahaya yang diakibatkan oleh penggunaan bahan kimia terhadap makanan
dan minuman.
Kegunaan
Penggunaan utama asam sitrat saat ini adalah sebagai zat pemberi
cita rasa dan pengawet makanan dan minuman, terutama minuman ringan.
Kode asam sitrat sebagai zat aditif makanan (E number ) adalah E330.
Garam sitrat dengan berbagai jenis logam digunakan untuk menyediakan
logam tersebut (sebagai bentuk biologis) dalam banyak suplemen makanan.

Sifat sitrat sebagai larutan penyangga digunakan sebagai pengendali pH


dalam larutan pembersih dalam rumah tangga dan obat-obatan.
Kemampuan asam sitrat untuk meng-kelat logam menjadikannya berguna
sebagai bahan sabun dan deterjen. Dengan meng-kelat logam pada air
sadah, asam sitrat memungkinkan sabun dan deterjen membentuk busa dan
berfungsi dengan baik tanpa penambahan zat penghilang kesadahan.
Demikian pula, asam sitrat digunakan untuk memulihkan bahan penukar ion
yang digunakan pada alat penghilang kesadahan dengan menghilangkan ionion logam yang terakumulasi pada bahan penukar ion tersebut sebagai
kompleks sitrat.
Asam sitrat digunakan di dalam industri bioteknologi dan
obat-obatan untuk melapisi (passivate) pipa mesin dalam proses kemurnian
tinggi sebagai ganti asam nitrat, karena asam nitrat dapat menjadi zat
berbahaya setelah digunakan untuk keperluan tersebut, sementara asam
sitrat tidak.
Asam sitrat dapat pula ditambahkan pada es krim untuk
menjaga terpisahny gelembung-gelembung lemak.
Dalam resep makanan, asam sitrat dapat digunakan sebagai pengganti sari
jeruk.
Keamanan
Asam sitrat dikategorikan aman digunakan pada makanan oleh semua badan
pengawasan makanan nasional dan internasional utama. Senyawa ini secara
alami terdapat pada semua jenis makhluk hidup, dan kelebihan asam sitrat
dengan mudah dimetabolisme dan dihilangkan dari tubuh.
Paparan terhadap asam sitrat kering ataupun larutan asam sitrat pekat dapat
menyebabkan iritasi kulit dan mata. Pengenaan alat protektif (seperti sarung
tangan atau kaca mata pelindung) perlu dilakukan saat menangani bahanbahan tersebut.
Asam sitrat berbentuk kristal, mirip dengan gula pasir. Bahan ini memiliki
kemampuan menurunkan derajat keasaman (pH) atau membuat suasana
larutan menjadi asam. Namun, pada kondisi tertentu suasana asam juga
dapat dibuat dengan penambahan asam asetat atau cuka (CH 3COOH).
3. Natrium klorida (NaCl)

Dalam bahasa sehari-hari, natrium klorida dikenal sebagai garam dapur,


yakni bahan kimia yang berfungsi sebagai pemberi rasa asin,bahan ini dapat
digunakan dalam jumlah sesuai kebutuhan.
4. Natrium benzoat
Natrium benzoat berbentuk kristal putih. Bahan kimia ini berperan sebagai
bahan pengawet seperti produk jahe dalam sirup yang dikemas dalam wadah
tertutup.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penggunaan garam, gula, asam dan bahan kimia lainnya dalam
makanan biasanya digunakan sebagai pengawet, hal ini dilihat dari daya
menghambat pertumbuhan dari mikroba.

B. Saran
Penggunaan Bahan seperti garam, gula, asam maupun bahan kimia
lainnya tidak boleh melebihi batas yang telah ditentukan.

Anda mungkin juga menyukai