Anda di halaman 1dari 25

KARYA TULIS ILMIAH

AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN (AIK) IV


PENGANTAR STUDI HADITS
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Yang Diberikan Oleh
Dosen Mata Kuliah : Wahyu Fajar Nugraha, S.HI., MA

Disusun Oleh :
1. Aat Mujizat

(13040001)

2. Latif Yudha Arditama

(13040021)

3. Mala Oktaviani

(13040023)

4. Reza Sudrajat

(13040061)

5. Astrianingsih

(13040057)

6. Atria Siti Anggraini

(13040005)

SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH


JL. RAYA PEMDA TIGARAKSA KM 4 NO. 13
TANGERANG
2015

KARYA TULIS ILMIAH


AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN (AIK) IV
PENGANTAR STUDI HADITS
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Yang Diberikan Oleh
Dosen Mata Kuliah : Wahyu Fajar Nugraha, S.HI., MA

Disusun Oleh :
1. Aat Mujizat

(13040001)

2. Latif Yudha Arditama

(13040021)

3. Mala Oktaviani

(13040023)

4. Reza Sudrajat

(13040061)

5. Astrianingsih

(13040057)

6. Atria Siti Anggraini

(13040005)

SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH


JL. RAYA PEMDA TIGARAKSA KM 4 NO. 13
TANGERANG
2015

Allah telah menciptakan Al-Quran sebagai petunjuk dan pedoman bagi umat
manusia, Al-Quran mengandung segala permasalahan secara paripurna dan
lengkap, baik menyangkut masalah duniawi maupun ukhrawi, tidak ada suatu
masalah yang tertinggal, sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Anam (6)
ayat : 38.

Yang Artinya : Tidak ada sesuatu yang kami tinggalkan dalam Al-Kitab.
Keterangan dalam Al-Quran sangat sempurna dan tidak meninggalkan
sesuatu, tetapi penjelasan/maknanya yang secara global perlu diterangkan secara
rinci dari sunnah, oleh karena itu salah satu fungsi Hadits terhadap Al-Quran
yaitu sebagai penjelas makna-makna kandungan tersebut. Al-Quran merupakan
sumber hukum Islam yang utama, diikuti dengan Hadits yang merupakan sumber
hukum kedua dalam Islam setelah Al-Quran. Karena itu, mempelajari Hadits
merupakan salah satu kewajiban bagi umat Islam.
Ilmu hadits timbul sejak masa Rasulullah, perhatian para sahabat terhadap
sunnah sangat besar. Demikian juga perhatian generasi setelah tabi tabiin.
Mereka memelihara hadits dengan cara menghapal, mengingat bermudzakarah,
menulis, menghimpun, dan mengodifikasikannya kedalam kitab-kitab hadits yang
tidak terhitung jumlahnya. Akan tetapi di samping gerakan pembinaan hadits
tersebut, timbul pula kelompok minoritas atau secara individual bedusta membuat
hadits yang disebut dengan hadits mawdhu (hadits palsu). Salah satu upaya para
ulama dalam membendung tersebarnya hadits mawwdhu yaitu dengan
mempersyaratkan adanya sanad (Sandaran periwayatan) bagi perawi hadits,
membuat kaidah-kaidah penerimaan hadits yang diterima dan ditolak dan lainlain.

Karya Tulis Ilmiah | Abstrak

ii

LEMBAR JUDUL ......................................................................................

ABSTRAK ..................................................................................................

ii

DAFTAR ISI ...............................................................................................

iii

PEMBAHASAN
PENGANTAR STUDI HADITS
A. Pengertian Hadits ...............................................................................

B. Kedudukan Hadits .............................................................................

1. Hadits Sumber Hukum Islam .........................................................

2. Dalil-Dalil Kehujahan Hadits ........................................................

C. Fungsi Hadits Terhadap Al-Quran....................................................

1. Bayan Taqrir ....................................................................................

2. Bayan Tafsir .....................................................................................

3. Bayan Naskhi ...................................................................................

4. Bayan Tasyrii ...................................................................................

D. Macam-Macam Hadits.......................................................................

E. Ilmu Hadits Dan Sejarah Perkembangannya......................................

10

1. Ilmu Hadits

...................................................................................

10

2. Objek Kajian Ulumul Hadits ...........................................................

15

F. Istilah-Istilah dalam Ilmu Hadits........................................................

17

KESIMPULAN...........................................................................................

20

SARAN .......................................................................................................

20

DAFTAR PUSTAKA

Karya Tulis Ilmiah | Daftar Isi

iii

Pengantar Studi Hadits

PEMBAHASAN
PENGANTAR STUDI HADITS

A. Pengertian Hadits
Hadits mempunyai beberapa sinonim/muradif menurut para pakar ilmu
hadits yaitu Sunnah, Khabar, dan Atsar. Kata Hadits (Haditst) berasal dari
akar kata:




Hadits dari akar kata di atas memiliki beberapa maka, di antaranya :
1. ( al-jiddah = baru).
2.

(ath-thari = lunak, lembut dan baru).

( al-khabar = berita, pembicaraan dan perkataan).


3.
Makna etimologis ketiga di atas lebih tepat dalam konteks istilah
ulumul hadits, karena yang dimaksud hadits disini adalah berita yang
datang dari Nabi SAW, sedangkan makna pertama dalam konteks teologis
bukan kontek ilmu hadits.
Menurut Abu Al- Baqa hadits (haditst) adalah kata benda (isim) dari
kata at- tahdist yang diartikan al-ikhbar = pemberitaan, kemudian menjadi
termin nama suatu perkataan, perbuatan, dan persetujuan yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW.
Dari kata terminologi, Mahmud Ath-Thahan (Guru besar Hadits di
Fakultas Syariah dan Dirasah Islamiyah di Universitas Kuwait)
mendefinisikan Hadits adalah sesuatu yang datang dari Nabi saw baik
berupa perkataan atau perbuatan dan atau persetujuan.
Berdasarkan definisi diatas, dapat dikatakan bahwa hadits merupakan
sumber berita yang datang dari Nabi saw dalam segala bentuk baik berupa
perkataan, perbuatan,

maupun sikap

persetujuan. Definisi

diatas

memberikan kesimpulan, bahwa hadits mempunyai 3 komponen yakni:


a. Hadits Perkataan yang disebut dengan hadits qawli. Misalnya sabda
beliau.

Karya Tulis Ilmiah | Pengertian Hadits

Pengantar Studi Hadits

b. Hadits Perbuatan, disebut hadits fili misalnya shalatnya beliau, haji,


perang dan lain-lain.
c. Hadits Persetujuan, disebut hadits taqriri, yaitu suatu perbuatan atau
perkataan di antara para sahabat yang disetujui Nabi. Misalnya, Nabi
diam ketika melihat bahwa bibi Ibnu Abbas menyuguhi beliau dalam
satu nampan berisikan minyak samin, mentega, dan daging binatang
dhabb (semacam biawak tetapi bukan biawak). Beliau makan sebagian
dari mentega dan minyak samin itu dan tidak mengambil daging
binatang dhabb karena jijik. Seandainya haram tentunya daging tersebut
tidak disuguhkan kepada beliau. (HR. Al-Bukhari)

Untuk memudahkan pemahaman kita berikut ini digambarkan denah


komponen atau bagian bagian dalam hadits:

B. Kedudukan Hadits
1. Hadits Sumber Hukum Islam
Dari segi urutan tingkatan dasar Islam, sunnah menjadi dasar hukum Islam
(tasyriiyyah) kedua setelah Alquran, hal ini dikarenakan beberapa alasan
berikut :
a. Fungsi sunnah sebagai penjelas terhadap Alquran
Teks Alquran sebagai pokok asal, sedang sunnah sebagai penjelas
(tafsir) yang dibangun karenanya. Alquran mengandung segala
permasalahan secara paripurna dan lengkap, baik menyangkut masalah
duniawi maupun ukhrawi, tidak ada suatu masalah yang tertinggal,
sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Anam (6) : 38.

Karya Tulis Ilmiah | Kedudukan Hadits

Pengantar Studi Hadits

Tidak ada sesuatu yang kami tinggalkan dalam Al-Kitab.


Keterangan Al-Quran sangat sempurna tidak meninggalkan sesuatu,
tetapi penjelasannya secara global maka perlu diterangkan secara rinci
dari sunnah.
b. Mayoritas sunnah relatif kebenarannya (zhanniy ats-tsubut)
Sunnah, diantaranya bahkan yang mayoritas ahad (periwayatnya
secara individual) memberikan faedah relatif kebenarannya (zhanni atstsubut) bahwa ia dari Nabi, meskipun secara umum dapat dikatakan
qathi ats-tsubut.
Sunnah sebagai sumber hukum Islam kedua, yakni setelah Alquran
selalu berintegrasi dengan Alquran. Beragama tidak mungkin bisa
sempurna tanpa sunnah, sebagaimana syariah tidak mungkin sempurna
tanpa didasarkan kepada sunnah.

2. Dalil-Dalil Kehujahan Hadits


Terdapat beberapa dalil yang menunnjukkan atas kehujahan sunnah
dijadikan sebagai sumber hukum Islam, yaitu sebagai berikut :
a. Dalil Alquran
Banyak ayat-ayat Alquran yang memerintahkan patuh kepada Rasul
dan mengikuti sunnahnya. Perintah patuh kepada Rasul berarti perintah
mengkuti sunnah sebagai hujah, antara lain :
1) Konsekuensi iman kepada Allah adalah taat kepada-Nya,
sebagaimana firman Allah dalam surah Ali Imran (3) : 179

Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya; dan jika


kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar.
Beriman kepada Rasul berarti taat kepada apa yang disampaikan
kepada umatnya baik Alwuran maupun hadits yang dibawanya.
2) Perintah beriman kepada Rasul dibarengkan dengan beriman kepada
Allah, sebagaimana dalam surah An-Nisa (4) : 136
Karya Tulis Ilmiah | Kedudukan Hadits

Pengantar Studi Hadits

Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah


dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada RasulNya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya.
3) Kewajiban taat kepada Rasul karena menyambut perintah Allah,
sebagaimana dalam surah An-Nisa (4) : 64

Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati


dengan seizin Allah.
4) Perintah taat kepada Rasul bersama perintah taat kepada Allah,
sebagaimana dalam surah Ali Imran (3) : 32

Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling,


maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".
5) Perintah taat kepada Rasul secara khusus, sebagaimana dalam surah
Al-Hasyr (59) : 7

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.
b. Dalil Hadits
Hadits yang dijadikan dalil kehujahan Sunnah diantaranya, yaitu :
.... Taroktu fikum amroini lan tadillu matamassaktum bihima
kitabillahi wasunnati nabiyyih ....
Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat
selama berpegang teguh kepada keduanya yaitu kitab Allah dan
Sunnahku. (HR. Al-Hakim dan Malik)

Karya Tulis Ilmiah | Kedudukan Hadits

Pengantar Studi Hadits

c. Ijma Para Ulama


Para ulama telah sepakat (konsensus) bahwa sunnah sebagai salah
satu hujah dalam hukum Islam setelah Alquran. Asy-Syafii (w. 204 H)
mengatakan: Aku tidak mendengar seseorang yang dinilai manusia
atau oleh diri sendiri sebagai orang alim yang menyalahi kewajiban
Allah untuk mengikuti Rasul dan berserah diri atas keputusannya. Allah
tidak menjadikan orang setelahnya kecuali agar mengikutinya. Tidak
ada perkataan dalam segala kondisi kecuali berdasarkan Kitab Allah
atau sunnah Rasul-Nya.
Demikian juga ulama lain, seperti As-Suyuthi (w.911 H)
berpendapat bahwa orang yang mengingkari kehujahan hadits Nabi
baik perkataan dan perbuatannya yang memenuhi syarat-syarat yang
jelas dalam Ilmu Ushlul adalah kafir, keluar dari Islam dan digiring
bersama orang Yahudi dan Nashrani atau bersama orang yang
dikehendaki Allah dari pada kelompok orang-orang kafir. Kehujahan
dan kemandiriannya sebagai sumber hukum Islam merupakan
keharusan (dharuri) dalam beragama. Orang yang menyalahinya tidak
ada bagian dalam beragama Islam. Para ulama dahulu dan sekarang
sepakat bahwa sunnah menjadi dasar kedua setelah Alquran. Fuqaha
sahabat selalu bereferensi pada sunnah dalam menjelaskan Alquran dan
dalam ber-istinbath hukum yang tidak dapat didapati dalam Alquran.
Dari berbagai pendapat di atas kiranya dapat disimpulakan bahwa :
1) Para ulama sepakat bahwa sunnah sebagai hujah, semua umat Islam
menerima dan mengikutinya, kecuali sekelompok minoritas.
2) Kehujahan sunnah adakalanya sebagai mubayyin (penjelas) terhadap
Alquran atau berdiri sendiri sebagai hujah untuk menambah hukumhukum yang belum diterangkan dalam Alquran.
3) Kehujahan sunnah berdasarkan dalil-dalil yang qathi (pasti), baik
dari ayat-ayat Alquran atau hadits Nabi dan atau rasio yang sehat
maka bagi yang menolaknya dihukum murtad.
Sunnah yang dijadikan hujah tentunya sunnah yang telah memenuhi
persyaratan shahih, baik mutawatir atau ahad.

Karya Tulis Ilmiah | Kedudukan Hadits

Pengantar Studi Hadits

C. Fungsi Hadits Terhadap Al-Quran


Fungsi Hadits terhadap Al-Quran secara umum adalah untuk
menjelaskan makna kandungan Al-Quran yang sangat dalam dan global atau
li al-bayan (menjelaskan) sebagaimana firman Allah SWT dalam surah AnNahl : 44

Artinya:
Dan kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan
kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya
mereka memikirkan.
Hanya penjelasan itu kemudian oleh para ulama diperinci ke berbagai
bentuk penjelasan, yaitu sebagai berikut:
1. Bayan Taqrir
Posisi hadits sebagai penguat (Taqrir) atau memperkuat keterangan
Al-Quran (takid).Sebagian ulama menyebut bayan takid atau bayan
taqrir. Artinya hadits menjelaskan apa yang sudah dijelaskan Al-Quran,
misalnya hadits tentang shalat, zakat, puasa, dan haji, menjelaskan ayatayat Al-Quran tentang hal itu juga:
2. Bayan Tafsir
Yang dimaksud dengan Bayan Tafsir adalah bahwa kehadiran hadits
berfungsi untuk memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat alQuran yang masih bersifat global (mujmal), memberikan penjelasan atau
batasan

(taqyid)

ayat-ayat

Al-Quran

yang

bersifat

mutlak,

dan

mengkhususkan terhadap ayat-ayat al-Quran yang bersifat umum seperti


shalat dan puasa. Oleh karena itu Rasulullah SAW Melalui haditsnya
menafsirkan dan menjelaskan masalah-masalah tersebut.1
a. Tafshil Al-Mujmal
Hadits memberi penjelasan secara terperinci pada ayat-ayat AlQuran yang bersifat global (tafshil al-mujmal = memperinci yang
global), baik menyangkut masalah ibadah maupun hukum, sebagian
1

Rahman, Andi. 2011. Kajian Ulumul Hadits. (Jakarta Selatan : Fakultas Ushuluddin, Institut
Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran, 2011) hal : 19.

Karya Tulis Ilmiah | Fungsi Hadits Terhadap Al-Quran

Pengantar Studi Hadits

ulama menyebutnya bayan tafshil atau bayan tafsir. Misalnya perintah


shalat pada beberapa ayat dalam Al-Quran yang diterangkan secara
global

dirikanlah

shalat

tanpa

disertai

petunjuk

bagaimana

pelaksanaannya berapa kali sehari semalam, berapa rakaat, kapan


waktunya, rukun-rukunnya dan lain sebagainya.
b. Takhshish Al-Amm
Hadits memutuskan ayat-ayat Al-Quran yang umum, sebagian
ulama menyebut bayan takhshish. Misalnya ayat-ayat tentang waris
dalam Surah An-Nisa : 11

Artinya:
Allah mensyariatkan bagimu tentang (bagian pusaka untuk) anakanamu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua
orang perempuan.
Kandungan ayat diatas mejelaskan pembagian harta pusaka
terhadap ahli waris, baik anak laki-laki, anak perempuan, satu, dan atau
banyak, orang tua (bapak dan ibu) jika ada anak atau tidak anak, jika
ada saudara atau tidak ada dan seterusnya. Ayat harta warisan ini
bersifat umum, kemudian dikhususkan (takhshish) dengan hadits Nabi
yang melarang mewarisi harta peninggalan para Nabi, berlainan agama,
dan pembunuh.
c. Taqyid Al-Muthlaq
Hadits membatasi kemutlakan ayat-ayat Al-Quran.Artinya AlQuran keterangannya secara mutlak, kemudian di-takhshish dengan
hadits yang khusus. Sebagian ulama menyebut bayan taqyid. Misalnya
firman Allah dalam Surah Al-Maidah : 38

Artinya:
Pencuri lelaki dan pencuri perempuan, maka potonglah tangantangan mereka.

Karya Tulis Ilmiah | Fungsi Hadits Terhadap Al-Quran

Pengantar Studi Hadits

Pemotongan tangan pencuri dalam ayat diatas secara mutlak nama


tangan tanpa dijelaskan batas tangan yang harus dipotong apakah dari
pundak, sikut, dan pergelangan tangan. Kata tangan mutlak meliputi
hasta dari bahu pundak, lengan, dan sampai telapak tangan.Kemudian
pembatasan itu baru dijelaskan dengan hadits ketika ada seorang
pencuri datang ke hadapan Nabi dan diputuskan hukuman dengan
pemotongan tangan, maka dipotong pada pergelangan tangan.
3. Bayan Naskhi
Hadits menghapus (nasakh) hukum yang diterangkan dalam AlQuran. Misalnya kewajiban wasiat yang diterangkan dalam Surah AlBaqarah : 180
4. Bayan Tasyrii
Hadits menciptakan hukum syariat (tasyri) yang belum dijelaskan
oleh Al-Quran. Dalam hadits terdapat hukum-hukum yang tidak
dijelaskan di Al-Quran, ia bukan penjelas dan bukan penguat (takid).
Tetapi sunnah sendirilah yang menjelaskan sebagai dalil atau ia
menjelaskan yang tersirat dalam ayat Al-Quran. Misalnya, keharaman jual
beli dengan berbagai cabangnya menerangkan yang tersirat dalam Surah
Al-Baqarah : 275 dan An-Nisa : 29
Demikian juga keharaman makan daging keledai ternak, keharaman
setiap binatang yang berbelai, dan keharaman menikahi seorang wanita
bersama bibi dan paman wanitanya. Hadits tasyri diterima oleh para ulama
karena kapasitas hadits juga sebagai wahyu Allah SWT yang menyatu
dengan Al-Quran, hakikatnya ia juga merupakan penjelasan secara
implisit dalam Al-Quran.

Untuk memudahkan pemahaman, berikut ini dipaparkan denah singkat


fungsi hadits terhadap Al-Quran:

Karya Tulis Ilmiah | Fungsi Hadits Terhadap Al-Quran

Pengantar Studi Hadits

Gambar diatas menunjukkan adanya hubungan antara Al-Quran


dengan hadits Nabi secara integral. Hadits berfungsi menjelaskan AlQuran dengan beberapa bentuk penjelasan yakni bayan tafsir seperti
takhshish al-amm, taqyid al-muthlaq, dan tafshil al-mujmal, bayan taqrir,
atau bayan takid, bayan taskhi, dan bayan tasyri.

D. Macam-Macam Hadits
Hadits itu terbagi menjadi tiga macam : Shahih, Hasan dan Dhaif.2
1. Hadits Shahih adalah hadits yang bersih dari celaan pada sanad (silsilah
perawi)-nya dan matan (kandungan hadits)-nya. Di antara hadits shahih
ada yang telah disepakati keabsahannya (muttafaq alaihi), yaitu hadits
yang dikumpulkan oleh dua orang Imam (Bukhari dan Muslim) di dalam
kitab Shahih mereka.
2. Hadits Hasan adalah hadits yang derajatnya di bawah hadits shahih dalam
hal tingkat kekuatan hafalan dan kecermatan (para perawinya). Generasi
sebelumnya menyebutnya dengan nama al-Khabar al-Qawi (hadits yang
kuat).
3. Hadits Dhaif adalah hadits yang tidak termasuk salah satu dari kedua
macam hadits di atas.
2

Syaikh DR. Muhammad bin Hadi al-Madkhl. Ringkasan Ilmu Hadits Bagi Pemula. (PortalIslam.net. 2012) hal : 3.

Karya Tulis Ilmiah | Macam-Macam Hadits

Pengantar Studi Hadits

E. Ilmu Hadits Dan Sejarah Perkembangannya


1. Ilmu Hadits
Ilmu hadits timbul sejak masa Rasulullah perhatian para sahabat
terhadap sunnah sangat besar. Demikian juga perhatian generasi setelah
tabi tabiin. Mereka memelihara hadits dengan cara menghapal,
mengingat

bermudzakarah,

menulis,

menghimpun,

dan

mengodifikasikannya kedalam kitab-kitab hadits yang tidak terhitung


jumlahnya.
Akan tetapi di samping gerakan pembinaan hadits tersebut, timbul
pula kelompok minoritas atau secara individual bedusta membuat hadits
yang disebut dengan hadits mawdhu (hadits palsu).
Kondisi hadits pada masa perkembangan sebelum pengodifikasian dan
filterisasi pernah mengalami pembaruan dan kesimpangsiuran di tengah
jalan sekalipun hanya minoritas saja. Oleh karena itu, para ulama bangkit
mengadakan riset hadits-hadits yang beredar dan meletakkan dasar kaidahkaidah

atau

peraturan-peraturan

yang

ketat

bagi

seorang

yang

meriwayatkan hadits yang nantinya ilmu ini disebut ilmu hadits. Dr. M.
Syuhudi Ismail menjelaskan latar belakang perlunya penelitian hadits
karena enam hal, empat diantaranya hadits Nabi sebagai salah satu
sumber ajaran Islam, tidak seluruh hadits tertulis pada zaman Nabi masih
hidup, telah timbul berbagai pemalsuan hadits, dan proses pembukuan
hadits memakan waktu yang lama. Salah satu upaya dalam membendung
tersebarnya hadits mawdhu para ulama mempersyaratkan adanya sanad
(Sandaran periwayatan) bagi perawi hadits, membuat kaidah-kaidah
penerimaan hadits yang diterima dan ditolak dan lain-lain.

Pengertian Ilmu Hadits


Dari segi ilmu hadits terdiri dari dua kata yakni ilmu dan hadits secara
sederana ilmu artinya pengetauan, knowledge, dan science dan hadits
artinya sebagaimana dijelaskan pada awal bab lalu yakni segala sesuatu
yang disandarkan kepada Nabi Muhammad baik dari perkataan perbuatan

Karya Tulis Ilmiah | Ilmu Hadits Dan Sejarah Perkembangannya

10

Pengantar Studi Hadits

maupun persetujuan. Para ulama ahli hadits banyak yang memberikan


definisi ilmu hadits diantaranya Ibnu Hajar Al-Asqalani :
Adalah mengetahui kaidah-kaidah yang dijadikan sambungan untuk
mengetahui (keadaan) perawi dan yang diriwayatkan.
Atau definisi yang lebih rigkas :
Kaidah-kaidah yang mengetahui keadaan perawi dan yang diriwayatkan.
Dari definisi di atas, dapat dijelaskan bahwa ilmu adalah ilmu yang
membicarakan tentang keadaan atau sifat para perawi dan yang
diriwayatkannya. Perawi adalah orang-orang yang membawa, menerima,
dan menyampaikan berita dari Nabi yaitu mereka apaka bertemu langsung
dengan pembawa berita aau tidak, bagaimana sifat kejujuran dan keadilan
mereka dan bagaimana daya ingat mereka apakah sangat kuat atau lemah.
Sedangkan maksud yang diriwirayatkan (marwi) terkadang guru-guru
perawi yang membawa berita dalam sanad suatu hadits atau isi berita
(matan) yang diriwayatkan, apakah terjadi keganjilan jika dibandingkan
dengan sanad atau matan perawi yang lebih kredibel (tsiqah). Dengan
mengetahui hal tersebut, dapat diketahui mana hadits yang shahih dan
yang tidak shahih.
Ilmu yang dibicarakan tentang hal tersebut dinamakan ilmu hadits riwayah
dan ilmu hadits dirayah.
a. Ilmu Hadits Riwayah
Menurut bahasa riwayah dari akar kata rawa, yarwi, riwayatan yang
berarti an-naql = memindakan dan penukilan, adz-zikir = penyebutan,
dan al-fatl = pemintalan. Seolah-olah dapat dikatakan periwayatan
adalah memindahkan berita atau menyebutkan berita dari orang tertentu
kepada orang lain dengan dipertimbangkan / dipintal kebenarannya.
Dalam

bahasa

Indonesia

memindahkan berita dari

sering

disebut

riwayat

dalam

arti

sumber berita kepada orang lain. Atau

memindahkan sunnah dan sesamanya dan menyandarkan sunnah


tersebutnya atau yang lainnya. Ilmu hadits Riwayah, secara istilah
menurut pendapat yang terpilih sebagaimana yang dikemukakan Dr.
Shubhi Ash-Shalih ialah :

Karya Tulis Ilmiah | Ilmu Hadits Dan Sejarah Perkembangannya

11

Pengantar Studi Hadits

Ilmu hadits Riwayah adalah ilmu yang mempelajari tentang


periwayatan secara teliti dan berhati-hati bagi segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi baik berupa perkataan, perbuatan,
persetujuan, dan maupun sifat serta segala sesuatu yang disandarkan
kepada sahabat dan tabiin.

Ilmu yang mempelajari tentang segala perkataan kepada Nabi segala


perbuatan beliau, periwayatannya, batasan-batasannya, dan ketelitian
segala redaksinya.
Kedua definisi di atas memberikan konotasi makna yang sama
yakni objek pembahasannya adalah perkataan Nabi atau perbuatannya
dalam bentuk periwayatan tidak semata-mata datang sendiri. Ilmu ini
disebut ilmu riwayah, karena semata hanya meriwayatkan apa yang
disandarkan kepada Nabi.
Objek pembahasan ilmu ini adalah dari Nabi (dzatiyat ar-rasul)
baik dari segi perkataan, perbuatan, mapun persetujuan beliau, dan
bahkan sifat-sifat beliau yang diriwayatkan secara teliti dan berhati-hati
tanpa membicarakan nilai shahih atau tidaknya. Periwayatan hadits dari
Nabi atau dapat dikatakan dari fokus pembicaraan hanya pada
periwayatan

yang mennyangkut

diri

Nabi

dari segala

aspek

tersebut.tentunya kata periwayatan menyangkkut siapa yang menjadi


pewari (rawi) dari siapa ia meriwayatkan suatu berita (marwi anhu),
dan apa isi berita yang diriwayatkan (marwi). Dengan demikian, ilmu
hadits riwayah mempelajari periwayatan yang mengakumulasi apa,
siapa, dan dari siapa berita itu diriwayatkan tanpa mempersyaratkan
shahih atau tidaknya suatu periwayatan, sahih atau tindakannya suatu
periwayatan bukan bagian ilmu Hadits Riwayah.
Fokus pembahasan ilmu Hadits Riwayah atau penekanan
pembahasannya memang matan yang diriwayatkan itu sendiri, karena
memang perkataan dan perbuatan Rasul itu adanya pada matan. Namun
matan ini tidak mungkin muncul dengan sendirinya tanpa ada sanadnya,
bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa rukun hadits itu dari sanad

Karya Tulis Ilmiah | Ilmu Hadits Dan Sejarah Perkembangannya

12

Pengantar Studi Hadits

bukan dinamakan hadits, demikian juga sebaliknya. Dengan demikian,


perkembangan Ilmu Hadits Riwayah tidak bisa lepas dari ilmu Hadits
Dirayah.
Pendiri Ilmu Hadits Riwayah adalah Muhammad bin Syihab Azzuhri yakni orang pertama melakukan penghimpunan Ilmu Hadits
Riwayah secara formal berdasarkan intruksi oleh khalifah Umar bin
Abdul Aziz (sebagaimana pada bab yang lalu sejarah pembinaan
hadits).
Kegunaan dan manfaat mempelajari Ilmu Hadits Riwayah
diantaranya adalah:
1) Memelihara hadits secara berhati-hati dari segala kesalahan dan
kekurangan dalam periwayatan.
2) Memelihara kemurnian Syariah Islamiyah karena sunnah atau hadits
adala sumber hokum Islam setela Al-Quran.
3) Menyebarluaskan sunnah kepada seluruuh umat Islam sehingga
sunnah dapat siterima oleh seluruh umat manusia.
4) Mengikuti dan meneladani akhlak Nabi karena tingkah laku dan
akhlak beliausecara terperinci dimut dalam hadits.
5) Melaksanakan hukum-hukum Islam serta memelihara hadits sebagai
sumber Syariat Islam tanpa mempelajari Ilmu Hadits Riwayah ini.
b. Ilmu Hadits Dirayah
Ilmu Hadits Dirayah dari segi bahasa kata dirayah berasal dari kata
darayardi, daryan, dirayatan/dirayah = pengetahuan, jadi yang dibahas
nanti dari segi pengetahuannya yakni pengetauan tentang hadits atau
pengantar ilmu hadits. Secara istilah Ilmu yang mempelajari tentang
hakikat periwayatan, syarat-syaratnya, macam-macamnya, dan hukumhukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, macam-macam
periwayaatann, dan hal-hal yang berkaitan dengannya?
Untuk memperjelas definisi diatas perlu dikemukakan terperinci :
a) Maksud hakikat periwayatan pada definisi di atas memindahkan
berita dalam sunnah atau sesamanya dan menyandarkannya kepada

Karya Tulis Ilmiah | Ilmu Hadits Dan Sejarah Perkembangannya

13

Pengantar Studi Hadits

orang yang membawa berita atau yang menyampaikan berita


tersebut atau kepada yang lainnya.
b) Syarat-syarat periwayatan maksudnya kondisi perawi ketika
menerima (tahammul) periwayatan hadits, apakah menggunakan
metode as-sama (murid mendengar penyampaian guru), al-qiraah
(murid membaca guru mendengar), al-ijazah (guru memberi izin
murid untuk meriwayatkan haditsnya), dan lain-lain.
c) Macam-macamnya

yakni

macam-macam

periwayatan

apakah

bertemu langsung (sanad muttashil) atau terputuus (inqitha).


d) Hukum-hukumnya, diterima (moqbat) atau ditolak (mardad).
e) Keadaan para perawi, seorang perawi ketika menerima (tahammud)
dan menyampaikan (ada) hadits, adil atau tidak , dimana tempat
tinggal, lahir dan wafatnya. Sedang kondisi marwi maksudnya halhal yang berkaitan dengan persyaratan periwayatan ketika tahammul
(menerima

hadits)

dan

ada

(menyampaikan

periwayatan),

persambungan sanad dan tidaknya, dan lain-lain. Demikian juga


berita yang diriwayatkan itu apakah rasional tau tidak, bertentangan
dengan Al-Quran atau tidak, dan seterusnya.
f) Macam-macam periwayatan, artinya hadits atau atsar macammacam bentuk pembukuannya apakah Musnad, Mujam, Ajza, dan
lain-lain.
g) Hal-hal yang berkaitan dengannya, mengetahui istilah-istilah ahli
hadits.
c. Perbedaan Antara Ilmu Hadits Riwayah Dan Ilmu Hadits Dirayah :
Ilmu hadits Riwayah perannya adalah meriwayatkan, menghimpun,
menelusuri, menfilter, dan mengklasifikasikannya kepada berbagai
tingkatan dan aneka macam, mana hadits mana yang bukan hadits,
mana sabda Nabi dan mana perkaaan atau fatwa sahabat, mana hadits
yang diterima (maqbul) dan mana hadits yang tertolak (mardid).
Sedangkan ilmu hadits riwayah sebagai produknya yang telah matang
dari proses penelusuran tersebut, atau dalam kalimat lain ilmu hadits

Karya Tulis Ilmiah | Ilmu Hadits Dan Sejarah Perkembangannya

14

Pengantar Studi Hadits

dirayah sebagai input, sedangkan ilmu hadits riwayah saja tanpa


disertai ilmu hadits dirayah.

2. Objek Kajian Ilmu/Ulumul Hadits


a. Ilmu Rijal al- Hadits3
Ilmu yang membahas para perawi hadits, baik dari Sahabat, dari tabiin
maupun dari periode sesudahnya. Dengan ilmu ini kita dapat
mengetahui keadaan para perawi yang menerima hadits dari Rasululloh
dan keadaan para perawi yang menerima hadits dari sahabat dan
seterusnya. Di dalam ilmu ini diterangkan tarikh ringkas dari riwayat
hidup para perawi, madzhab yang dianut oleh para perawi dan keadaankeadaan para perawi itu menerima hadits.
b. Ilmu Jarhi wat Tadil4
Ilmu Jarhi wat Tadil pada hakikatnya satu bagian dari ilmu rijalul
hadits, akan tetapi oleh karena bagian ini dipandang penting, kemudian
jadilah suatu ilmu yang berdiri sendiri. Yang dimaksud dengan Ilmu
Jarhi wat Tadil adalah ilmu yang menerangkan tentang hal catatancatatan yang dihadapkan kepada para perawi dan tentang pentadilanya
(memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata yang khusus
dan tentang martabat- martabat kata-kata itu.
c. Ilmu Fan al-Mubhamat
Adalah ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebut
namanya didalam matan atau didalam sanad.
d. Ilmu Ilal al- Hadits
Ilmu yang menerangkan sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata,
yang dapat mencacatkan hadits, jelasnya ilmu ini membahas tentang
sualu ilat yang berupa memutashilkan yang munqathi, merafakan
yang mauquf, memasukkan suatu hadits kedalam hadits yang lain.

Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. (Jakarta : Bulan
Bintang. 1954), hal :153.
Endang Soetari. Ilmu Hadits Kajian Riwayah dan Dirayah. (Bandung : Mimbar Pustaka. 2008),
hal : 205.

Karya Tulis Ilmiah | Ilmu Hadits Dan Sejarah Perkembangannya

15

Pengantar Studi Hadits

e. Ilmu Gharib al- Hadits


Adalah ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam
matan hadits yang sukar diketahui maknanya dan yang kurang terpakai
oleh umum. Yang dibahas oleh ilmu ini adalah lafadz yang musykil dan
susunan kalimat yang sukar dipahami, tujuanya untuk menghindarkan
penafsiran menduga-duga.
f. Ilmu Nasikh wa al- Mansukh
Adalah

ilmu

yang

menerangkan

hadits-hadits

yang

sudah

dimansukhkan dan yang menasikhkanya. Ilmu ini bermanfaat untuk


pengamalan hadits bila ada dua hadits maqbul yang tanaqudh
(bertentangan) yang tidak dapat dikompromikan atau dijama. Bila
dapat dikompromikan, hanya sampai pada tingkat mukhtalif al- Hadits,
kedua hadits maqbul tersebut dapat diamalkan. Bila tidak bisa dijama
(dikompromikan), maka hadits maqbul yang tanaqudh tadi ditarjih atau
dinaskh.
g. Ilmu Talfiq al- Hadits
Adalah ilmu yang membahas tentang cara mengamalkan hadits-hadits
yang berlawanan lahirnya. Ilmu ini juga disebut dengan ilmu Mukhtalif
al- Hadits. Bila dua hadits maqbul yang lahir maknanya bertentangan
dapat dijama atau dikompromikan, maka kedua hadits tersebut
diamalkan. Cara talfiq al- hadits anatara lain mentakhshish makna
hadits yang umum, mentaqyidkan hadits yang muthlaq.
h. Ilmu Tashif wat Tahrif
Adalah ilmu yang menerangkan hadits-hadits yang sudah diubah
titiknya (mushahhaf) dan bentuknya yang dinamakan muharraf.
i. Ilmu Asbab Wurud al- Hadits
Adalah ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi SAW menuturkan
sabdanya dan masa-masanya Nabi SAW menuturkan. Ilmu ini
mempunyai kaitan erat dengan ilmu Tarikh al-Matan dan mempunya
kaidah seperti ilmu Asbab Nuzul al-Quran. Ilmu asbab wurud alhadits titik berat pembahasanya pada latar belakang dan sebab lahirnya
hadits.

Karya Tulis Ilmiah | Ilmu Hadits Dan Sejarah Perkembangannya

16

Pengantar Studi Hadits

j. Ilmu Mushthalah al- Hadits


Adalah ilmu yang menerangkan tentang pengertian-pengertian (istilahistilah) yang dipakai oleh ahli-ahli hadits.

F. Istilah-Istilah dalam Ilmu Hadits


Kumpulan berbagai istilah dalam ilmu hadits dihimpun secara sistematik
oleh para ulama, sehingga sebagian mereka menyebutkan sebagai Ilmu
Musthalah Al-Hadits. Kata Musthalah diambil dari kata istilah tersebut.
Definisi Ilmu Musthalah Al-Hadits adalah:
Ilmu yang mempelajari tentang apa yang diistilahkan ulama hadits dan
dikenal menjadi uruf (kebiasaan) diantara mereka.
Istilah-istilah dalam Ilmu Musthalah Al-Hadits sangat penting artinya,
karena dengan istilah-istilah ini dapat memudahkan pembahasan dan
penelitian dalam hadits sebagaimana dalam ilmu lain. Diantara ilmunya
adalah Ul m Al-Hadits, Ilmu Ushul Al-Hadits, Ilmu Al-Hadits Dirayah,
Ilmu Musthalah Al-Hadits, dan lain-lain, tergantung pada fokus materi yang
dibicarakan didalamnya.

Istilah-Istilah dalam Periwayatan


1. Sanad
Sanad menurut bahasa adalah ) ( Sesuatu yang dijadikan sandaran,
pegangan, dan pedoman. Menurut istilah ahli hadits ialah:
"Mata rantai para perawi hadits yang menghubungkan sampai kepada
matan hadits.
Dalam bidang ilmu hadits, sanad merupakan salah satu neraca yang
menimbang shahih atau dhaifnya suatu hadits. Andaikata salah seorang
dalam sanad ada yang fasik atau tertuduh dusta, atau jika setiap para
pembawa berita dalam mata rantai sanad tidak bertemu langsung
(muttashil), maka hadits tersebut dhaif sehingga tidak dapat dijadikan
hujjah. Demikian sebaliknya, jika para pembawa hadits tersebut orangorang yang cakap dan cukup persyaratan, yakni adil, takwa, tidak fasik,
menjaga kehormatan diri (muruah) dan memiliki daya ingat yang

Karya Tulis Ilmiah | Istilah-Istilah Dalam Ilmu Hadits

17

Pengantar Studi Hadits

kredibel, sanadnya bersambung dari satu periwayat kepada periwayat lain


sampai kepada sumber berita pertama, maka haditsnya dinilai shahih.
2. Matan
Kata matan atau al-matan menurut bahasa berarti; keras, kuat, sesuatu
yang nampak dan yang asli. Dalam perkembangan karya penulisan ada
matan dan ada syarah. Matan disini dimaksudkan karya atau karangan asal
seseorang yang pada umumnya menggunakan bahasa yang universal,
padat, dan singkat sedang syarah-nya dimaksudkan penjelasan yang lebih
terurai dan terperinci. Dimaksudkan dalam konteks hadits, hadits sebagai
matan kemudian diberikan syarah atau penjelasan yang luas oleh para
ulama, misalnya Shahih Al-Bukhari disyarahkan oleh Al-Asqalani dengan
nama Fath Al-Bari dan lain-lain.
Menurut istilah matan adalah Sesuatu kalimat setelah berakhirnya
sanad. Definisi lain menyebutkan Beberapa lafal hadits yang membentuk
beberapa makna.
Berbagai definisi matan yang diberikan para ulama, tetapi intinya
sama yaitu materi atau isi berita hadits itu sendiri yang datag dari Nabi
Muhammad.S.A.W. Matan hadits sangat penting karena yang menjadi
topik kajian dan kandungan syariat Islam untuk dijadikan petunjuk dalam
beragama.
3. Rawi
Rawi yaitu orang yang menyampaikan hadits. Perbuatannya
menyampaikan hadits tersebut dinamakan merawi atau meriwayatkan
hadits dan orang yang melakukannya disebut perawi hadits.
Dalam meriwayatkan hadits ada dua jalan, yang keduanya tidak dilarang
oleh Rasulullah SAW, yaitu:
a. Dengan lafadz yang sama persis dari Rasulullah.
b. Dengan maknanya saja, sedang redaksinya disusun sendiri oleh yang
meriwayatkannya.
4. Muhaddits
Menurut at-Taj as-Subki, muhaddits adalah seorang yang mengetahui
segala permasalahan Hadits, baik dari segi sanad, illat-illat, nama para

Karya Tulis Ilmiah | Istilah-Istilah Dalam Ilmu Hadits

18

Pengantar Studi Hadits

perawi, ali dan nazil, hafal sejumlah besar matan hadits, dan mempelajari
al-Kutub as- Sittah di samping Musnad Ahmad, Sunan al-Baihaqi, Mujam
ath-Thabrani serta seribu juz hadits.
5. Hafidz
Menurut banyak pakar hadits, al-hafidz artinya sama dengan muhaddits.
Ada yang berpendapat bahwa al-hafidz martabatnya lebih tinggi dari alMuhaddits, karena ia lebih banyak mengetahui dari pada ketidak
tahuannnya terhadap setiap tingkatan (thabaqat) para perawi Hadits.
6. Hakim
Menurut sebagian ahli ilmu hadits, al-hakim berarti orang yang
pengetahuannya mencakup seluruh hadits, hanya sedikit saja yang tidak
diketahuinya.
7. Amirul Mukminin
Amirul Mukminin dalam ilmu Hadits tidak terkait dengan kekhalifahan
dalam politik/kenegaraan, melainkan berkaitan dengan penguasaan hadits
seseorang. Amirul Mukminin dalam Ilmu Hadits merupakan gelar
tertinggi dalam Ilmu Hadits yang diberikan kepada seorang penghafal
hadits dan mengetahui Ilmu Dirayah dan Riwayah hadits pada masa
tertentu, sehingga ia menjadi imam atau raja hadits yang banyak dikagumi
oleh para ulama.

Karya Tulis Ilmiah | Istilah-Istilah Dalam Ilmu Hadits

19

Pengantar Studi Hadits

Ulumul Hadits merupakan ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk hadits,
yang terbagi dalam Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah. Melalui
Ulumul Hadits ini dapat kita ketahui mengenai kualitas suatu hadits ditinjau dari
berbagai sudut pandang, sehingga dapat diputuskan hadits tersebut dapat dijadikan
dalil dalam agama ataupun kehidupan sehari-hari atau tidak.
Hadits tersusun dari sanad dan matan (isi hadits). Sanad inilah yang menjadi
neraca untuk menimbang derajat atau kualitas suatu hadits. Hadits tidak dapat
dijadikan hujjah jika terdapat persyaratan yang tidak terpenuhi dalam keshahihan
suatu hadits, walaupun mungkin hadits tersebut pada hakikatnya benar, demi lebih
berhati-hati dalam menentukan suatu hukum. Terutama pada hadits-hadits yang
menyinggung masalah aqidah. Namun, dalam hadits-hadits sosial selama tidak
menyalahi kemashlahatan umat dan tidak bersinggungan dengan aqidah, walau
derajat hadits bukan shahih sebagian pendapat membolehkan untuk dipakai.

Hadits merupakan sumber hukum kedua dalam Islam setelah Al-Quran.


Dengan mempelajari Hadits kita dapat memahami kandungan Al-Quran secara
lebih terperinci lagi dan juga kita dapat mengetahui sahih atau tidaknya suatu
hadits tersebut. Selain itu mempelajari hadits dapat menambah pengetahuan dan
penjelasan lebih mengenai hal-hal yang belum ada hukumnya serta dengan
mengamalkan Al-Quran dan Hadits dapat menambah keyakinan kita terhadap
tanda-tanda kebenaran adanya Allah, kebesaran-Nya, pengetahuan dan kekuasaanNya yang tak terbatas ini.

Karya Tulis Ilmiah | Kesimpulan

20

Pengantar Studi Hadits

Endang Soetari. 2008. Ilmu Hadits Kajian Riwayah dan Dirayah.


Mimbar Pustaka : Bandung.
Khon, Abdul Majid. 1958. Ulumul Hadis. Amzah : Jakarta.
Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy. 1954. Sejarah dan Pengantar Ilmu
Hadits. Bulan Bintang : Jakarta.
Rahman, Andi. 2011. Kajian Ulumul Hadits. Fakultas Ushuluddin,
Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran : Jakarta Selatan.
Syaikh DR. Muhammad bin Hadi al-Madkhali. 2012. Ringkasan Ilmu
Hadits Bagi Pemula. Portal-Islam.net

Karya Tulis Ilmiah | Daftar Pustaka

21

Anda mungkin juga menyukai