Anda di halaman 1dari 17

BAB I

LAPORAN KASUS
I.

II.

IDENTITAS PASIEN :
Nama

: Tn. J

Umur

: 31 tahun

Alamat

: Tamansari 1/10 Karang Moncol

Kelamin

: Laki-laki

No. RM

: 572449

Ruang

: Menur

Masuk RS

: 23 Juli 2014

Operasi

: 24 Juli 2014

PRIMARY SURVEY
1. Airway
Clear, mallampati I, tidak terdapat gigi ompong.
2. Breathing
Nafas spontan, normochest, tidak tampak ketertinggalan gerak pada dada (gerak
dada simetris). RR 20 kali per menit, reguler, tidak terdapat retraksi, trakea
terletak di median, suara nafas vesikuler +/+, tidak terdapat wheezing maupun
ronki.
3. Circulation
Kulit hangat, tensi 120/80 mmhg nadi 70 kali per menit, suhu 36c, reguler, S1>S2
reguler, gallop (-), murmur (-).
4. Disability
Keadaan umum baik, gizi cukup, kesadaran Compos mentis, pupil bulat,
isokor, 3 mm / 3 mm, reflek cahaya +/+.

III.

SECONDARY SURVEY
1. Anamnesa
a. Keluhan utama
Nyeri pada anus, terdapat benjolan
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke Poli Bedah RSGT dengan keluhan terdapat benjolan di sekitar
anus. Keluhan dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Benjolan dirasakan hilang
timbul. Benjolan tersebut semakin membesar ketika pasien sedang mengejan.
Benjolan terasa nyeri, pasien tidak mengeluh demam, tidak mual maupun muntah
serta nyeri perut. Pasien dapat BAB walaupun pelan-pelan , buang angin dan dapat
BAK dengan lancar setiap hari.
c. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat benjolan sebelumnya (-), Riwayat Hipertensi (-), Riwayat Asma (-),
Riwayat Alergi (-).
d. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat Hipertensi pada keluarga (-), Asma (-), Alergi (-).
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum: Baik
b. Kesadaran : Compos mentis
c. GCS : E4V5M6
d. Vital sign :
- Tekanan Darah : 120/ 80 mmHg
- Nadi

: 70 x/mnt

- Suhu

: 36C

- Respirasi

: 20 x/mnt

e. Status Generalis :
- Kulit

: Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit

cukup..
- Kepala :
o Rambut hitam keputihan dan distribusi merata serta tidak mudah dicabut.
o Muka : tidak terdapat jejas.

o Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor 3 mm
/ 3 mm, reflek cahaya +/+
o Hidung : deviasi septum (-), discharge (-), nafas cuping hidung (-).
o Tenggorokan : Mallampati I,
-

Leher : Tidak terdapat jejas, trakea teraba ditengah, tidak terdapat pembesaran
kelenjar tiroid maupun limfe.

Thorax
Paru

: Inspeksi

: Dinding dada simetris, retraksi (-)

Palpasi

: Simetris, vokal fremitus simetris.

Perkusi

: Sonor

Auskultasi

:Vesikuler +/+, wheezing (-), ronkhi

(-)
Jantung

Abdomen

: Inspeksi

: Tampak ictus cordis

Palpasi

: IC teraba

Perkusi

: Batas jantung normal

Auskultasi

: S1>S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

: Inspeksi

: Flat(-), Distensi (-), Jejas (-), Masa (-)

Auskultasi

: Bising usus (-)

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien


tidak teraba

Perkusi : Tympani
Ekstremitas
3.

: Akral Hangat, Edema (-)

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
Basofil
Eosinofil
Neutrofil Segmen
Limfosit

23 Juli 2014
Hematologi
15,5
7,4
44
5,3
229
Hitung Jenis
1
3
62
29

Nilai normal
13,2 17,3 g/dL
3,8 10,6 103/uL
40 52 %
4,4 5,9 106/uL
150 440 103/uL
01%
13%
50 70 %
25 40 %

Monosit
Golongan Darah
CT
BT
GDS
Ureum
Kreatinin

IV.

8
B
4,30
4,00
Kimia Klinik
90,1
32,1
1,39

28%
3 5 Menit
2 5 Menit
100 - 150 mg/dL
10 50 mg/dL
0,6 1,1 mg/dL

DIAGNOSIS
Hemoroid internal grade III

V.

KESIMPULAN
Acc ASA II

VI.

LAPORAN ANESTESI
1. Diagnosis Pra Bedah
Hemorhoid internal grade III
2. Diagnosis Pasca Bedah
Post Hemoroidektomi
3. Penatalaksanaan Preoperasi
a. Informed consent
b. Puasa 6 jam pre operasi
c. Pasang IVFD RL 20 tpm
4. Penatalaksanaan Operasi
a. Jenis pembedahan

: Hemoroidektomi

b. Jenis anestesi

: Regional

c. Teknik anestesi

: Spinal

d. Mulai anestesi

: 13.45

e. Mulai operasi

: 13.50

f. Selesai anastesi

: 14.25

g. Premedikasi

: Sulfat atropin 0,5mg

h. Medikasi induksi

: Recain 15ml

i. Maintenance

: O2 3 liter per menit

j. Medikasi tambahan

: Asam tranex 2 amp, katapres 30ml

k. Respirasi

: Spontan

l. Posisi

: terlentang

m. Cairan durante operasi : RL 500 ml, widahes 500ml


Pemantauan HR
Waktu
13.44

Hasil Pantauan
N 58 x/m ; TD 120/70 mmHg

Pasein

Tindakan
masuk ruang

kemudian
13.45

N 59 x/m ; TD 125/71 mmHg

OK

diberikan

injeksi

Sulfat atropin 0,5mg.


Dimulai
anastesi

dengan

pemberian Recain 15ml dan


13.50
13.55
14.00
14.05
14.10
14.15
14.20
14.25

N 60 x/m ; TD 129/72 mmHg


N 61 x/m ; TD 127/73 mmHg
N 60 x/m ; TD 128/73 mmHg
N 62 x/m ; TD 130/74 mmHg
N 60 x/m ; TD 134/72 mmHg
N 61 x/m ; TD 126/73 mmHg

pemasangan kanul O2.


Dimulai pembedahan
Monitoring
Monitoring
Monitoring
Monitoring
Pemberian
injeksi

N 61 x/m ; TD 127/83 mmHg


N 62 x/m ; TD 128/84 mmHg

tranex, injeksi katapres 30ml


Monitoring
Pembedahan selesai

n. Selesai operasi

: 14.25

o. Selesai anestesi

: 14.25

Asam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
HEMOROID
Definisi
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena hemoroidalis di
daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena hemoroidalis, tetapi bersifat lebih

kompleks yakni melibatkan beberapa unsur berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot
di sekitar anorektal.
Etiologi Hemoroid
Etiologi hemoroid sampai saat ini belum diketahui secara pasti, beberapa faktor pendukung
yang terlibat diantaranya adalah :
a) Penuaan
b) Kehamilan
c) Hereditas
d) Konstipasi atau diare kronik
e) Penggunaan toilet yang berlama-lama
f) Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama
g) Obesitas
Anatomi Anal Canal
Anal canal adalah akhir dari usur besar dengan panjang 4 cm dari rektum hingga
orifisium anal. Setengah bagian ke bawah dari anal canal dilapisi oleh epitel skuamosa dan
setengah bagian ke atas oleh epitel kolumnar. Pada bagian yang dilapisi oleh epitel kolumnar
tersebut membentuk lajur mukosa.
Suplai darah bagian atas anal canal berasal dari pembuluh rektal superior sedangkan
bagian bawahnya berasal dari pembuluh rektal inferior. Kedua pembuluh tersebut merupakan
percabangan pembuluh darah rektal yang berasal dari arteri pudendal interna. Arteri ini
adalah salah satu cabang arteri illiaka interna. Arteri-arteri tersebut akan membentuk pleksus
disekitar orifisium anal.

Anatomi anal canal yang memperlihatkan pleksus hemoroid internal dan eksternal
Hemoroid adalah bantalan vaskular yang terdapat di anal canal yang biasanya
ditemukan di tiga daerah utama yaitu kiri samping, kanan depan, dan bagian kanan belakang.
Hemoroid berada dibawah lapisan epitel. Anal canal dan terdiri dari plexus arteriovenosus
terutama antara cabang terminal arteri rektal superior dan arteri hemoroid superior. Selain itu
hemoroid juga menghubungkan antara arteri hemoroid dengan jaringan sekitar.
Persarafan pada bagian atas anal canal disuplai oleh plexus otonom, bagian bawah
dipersarafi oleh saraf somatik rektal inferior yang merupakan akhir percabangan saraf
pudendal.
Klasifikasi Hemoroid
Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana dentate line menjadi batas histologis.
Klasifikasi hemoroid yaitu :
a) Hemoroid eksternal, berasal dari bagian distal dentate line dan dilapisi oleh epitel
skuamos yang telah termodifikasi serta banyak persarafan serabut saraf nyeri somatik.
b) Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi mukosa.
c) Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan kulit pada
bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri.
Derajat Hemoroid Internal
Hemoroid internal diklasifikasikan menjadi beberapa tingkatan yakni:
a) Derajat I, hemoroid mencapai lumen anal canal.

b) Derajat II, hemoroid mencapai sfingter eksternal dan tampak pada saat
pemeriksaan tetapi dapat masuk kembali secara spontan.
c) Derajat III, hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya dapat masuk
kembali secara manual oleh pasien.
d) Derajat IV, hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke anal canal meski
dimasukkan secara manual.
Gejala klinis Hemoroid
Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid yaitu:
a) Hemoroid internal
1. Prolaps dan keluarnya mukus
2. Perdarahan
3. Rasa tak nyaman
4. Gatal.
b) Hemoroid eksternal
1. Rasa terbakar
2. Nyeri
3. Gatal
Anamnesis Hemoroid
Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya darah segar pada
saat buang air besar. Selain itu pasien juga akan mengeluhkan adanya gatal-gatal pada daerah
anus. Pada derajat II hemoroid internal pasien akan merasakan adanya masa pada anus dan
hal ini membuatnya tak nyaman. Pasien akan mngeluhkan nyeri pada hemoroid derajat IV
yang telah mengalami trombosis.
Perdarahan yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan adanya trombosis
hemoroid eksternal, dengan ulserasi thrombus pada kulit. Hemoroid internal biasanya timbul
gejala hanya ketika mengalami prolapsus sehingga terjadi ulserasi, perdarahan, atau
trombosis. Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa gejala atau dapat ditandai dengan rasa tak
nyaman, nyeri akut, atau perdarahan akibat ulserasi dan trombosis.
Pemeriksaan Fisik Hemoroid
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang
mengindikasikan hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang mengalami prolaps.

Hemoroid internal derajat I dan II biasanya tidak dapat terlihat dari luar dan cukup sulit
membedakannya dengan lipatan mukosa melalui pemeriksaan rektal kecuali hemoroid
tersebut telah mengalami trombosis.
Daerah perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya fisura, fistula, polip,
atau tumor. Selain itu ukuran, perdarahan, dan tingkat keparahan inflamasi juga harus dinilai.
Pemeriksaan penunjang
Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan sigmoidoskopi.
Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran
hemoroid
Penatalaksanaan Hemoroid
Penatalaksanaan hemoroid dapat dilakukan dengan beberapa cara sesuai dengan jenis
dan derajat dari hemoroid.
Penatalaksanaan konservatif
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan pengobatan
konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan
konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi
seperti kodein. Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan konsumsi cairan,
menghindari konstipasi dan mengurangi mengejan saat buang air besar dilakukan pada
penatalaksanaan awal dan dapat membantu pengobatan serta pencegahan hemoroid.
Pembedahan
Apabila hemoroid internal derajat I yang tidak membaik dengan penatalaksanaan
konservatif maka dapat dilakukan tindakan pembedahan. HIST (Hemorrhoid Institute of
South Texas) menetapkan indikasi tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain :
a) Hemoroid internal derajat II berulang
b) Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala
c) Mukosa rektum menonjol keluar anus
d) Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura
e) Kegagalan penatalaksanaan konservatif
f) Permintaan pasien
Pembedahan yang sering dilakukan yaitu :
a) Skleroterapi. Teknik ini dilakukan menginjeksikan 5 ml oil phenol 5%,
quinine, dan urea hydrochlorate atau hypertonic salt solution. Lokasi injeksi

adalah submukosa hemoroid. Efek injeksi sklerosan tersebut adalah edema,


reaksi inflamasi dengan proliferasi fibroblast, dan trombosis intravaskular.
Reaksi ini akan menyebabkan fibrosis pada submukosa hemoroid. Hal ini akan
mencegah atau mengurangi prolaps jaringan hemoroid, tetapi teknik ini jarang
dilaksanakan karena tingkat kegagalan yang tinggi.
b) Rubber band ligation. Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber band
menyebabkan nekrosis iskemia, ulserasi dan scarring yang akan menghasilkan
fiksasi jaringan ikat ke dinding rektum. Komplikasi prosedur ini adalah nyeri
dan perdarahan.
c) Infrared thermocoagulation. Sinar infra merah masuk ke jaringan dan beubah
menjadi panas. Manipulasi instrumen tersebut dapat digunakan untuk
mengatur banyaknya jumlah kerusakan jaringan. Prosedur ini menyebabkan
koagulasi, oklusi, dan sklerosis jaringan hemoroid. Teknik ini singkat dan
dengan komplikasi yang menimal.
d) Bipolar Diathermy. Menggunakan energi listrik untuk mengkoagulasi jaringan
hemoroid dan pembuluh darah yang memperdarahinya. Biasanya digunakan
pada hemoroid internal derajat rendah.
e) Laser haemorrhoidectomy.
f) Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation. Teknik ini dilakukan
dengan menggunakan proktoskop yang dilengkapi dengan doppler probe yang
dapat melokalisasi arteri. Kemudian arteri yang memperdarahi jaringan
hemoroid tersebut diligasi menggunakan absorbable suture. Pemotongan aliran
darah ini diperkirakan akan mengurangi ukuran hemoroid.
g) Cryotherappy. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan temperatur yang
sangat rendah untuk merusak jaringan. Kerusakan ini disebabkan kristal yang
terbentuk di dalam sel, menghancurkan membran sel dan jaringan. Namun
prosedur

ini

menghabiskan

banyak

waktu

dan

hasil

yang

cukup

mengecewakan. Cryotherapy adalah teknik yang paling jarang dilakukan


untuk hemoroid.
h) Stappled Hemorrhoidopexy. Teknik dilakukan dengan mengeksisi jaringan
hemoroid pada bagian proksimal dentate line. Keuntungan pada stappled
hemorrhoidopexy adalah berkurangnya rasa nyeri paska operasi selain itu
teknik ini juga aman dan efektif sebagai standar hemorrhoidectomy.

ANESTESI SPINAL
Definisi
Anestesia spinal ialah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestesi
lokal ke dalam ruang subarakhnoid. Larutan anestesi lokal yang disuntikan pada ruang
subarachnoid akan memblok konduksi impuls sepanjang serabut syaraf secara reversible.
Terdapat tiga bagian syaraf yaitu motor, sensori dan autonom. Motor menyampaikan
pesan ke otot untuk berkontraksi dan ketika di blok, otot akan mengalami paralisis. Syaraf
sensori akan menghantarkan sensasi seperti rabaan dan nyeri ke sumsum tulang dan ke otak,
sedangkan syaraf otonom akan mengontrol tekanan darah, nadi, kontraksi usus dan fungsi
lainnya yang diluar kesadaran. Pada umumnya, serabut otonom dan nyeri adalah yang
pertama kali diblok dan serabut motor yang terakhir. Hal ini akan menimbulkan timbal balik
yang penting. Contohnya, vasodilatasi dan penurunan tekanan darah yang mendadak
mungkin akan terjadi ketika serabut otonom diblok dan pasien merasakan sentuhan dan
masih merasakan sakit ketika tindakan pembedahan dimulai. Anestesi spinal merupakan
pilihan anestesi pada daerah dibawah umbilikus,misalnya repair hernia, ginekologi, operasi
urogenital dan operasi di daerah perineum dan genitalia.

Indikasi anestesi spinal adalah:


o Bedah ekstremitas bawah.
o Bedah panggul
o Tindakan sekitar rectum-perineum
o Bedah obstetric-ginekologi
o Bedah urologi
o Bedah abdomen bawah Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatric
biasanya dikombinasi dengan anesthesia umum ringan.
o Pasien lanjut usia dan pasien dengan penyakit sistemik seperti penyakit
pernafasan, hepar, renal dan gangguan endokrin (diabetes mellitus).

Kontra indikasi anesthesia spinal ada dua macam yakni relatif dan absolut.

Kontra indikasi absolut


Pasien menolak

Kontra indikasi relatif


Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)

Infeksi pada tempat suntikan

Infeksi sekitar tempat suntikan

Hipovolemia berat, syok

Kelainan neurologis

Koagulopati atau mendapat terapiantikoagulan

Kelainan psikis

Tekanan intracranial meninggi

Bedah lama

Fasilitas resusitasi minim

Penyakit jantung

Kurang pengalaman atau / tanpa didampingi

Hipovolemia ringan

konsultan anestesia

Nyeri punggung kronis

Kelebihan pemakaian anestesi spinal diantaranya adalah biaya minimal, tidak ada efek pada
pernafasan, jalan nafas pasien terjaga, dapat dilakukan pada pasien diabetes mellitus,
perdarahan minimal, aliran darah splancnic meningkat, terdapat tonusvisceral, jarang terjadi
gangguan koagulasi. Sedangkan kekurangan pemakaian anestesi spinal akan menimbulkan
hipotensi, hanya dapat digunakan pada operasi dengan durasi tidak lebih dari dua jam, bila
tidak aseptik akan menimbulkan infeksi dalam ruang subarachnoid dan meningitis, serta
kemungkinan terjadi postural headache.
Teknik Anestesia Spinal :

Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan posisi termudah.
Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa di pindah lagi,karena perubahan posisi
berlebihan dalam waktu 30 menit pertama akan menyebabkan penyebaran obat. Jika
posisinya duduk, pasien disuruh memeluk bantal, agar posisi tulang belakang stabil,
dan pasien membungkuk agar prosesus spinosus mudah teraba. Jika posisinya
dekubitus lateral, maka beri bantal kepala, agar pasien merasa enak dan
menstabilkan tulang belakang.

Tentukan tempat tusukan. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua


krista iliaka dengan tulang punggung ialah L4 atau L4-5. Untuk operasi hernia ini,
dilakukan tusukan pada L3-4. Tusukan pada L1-2 atau dia atasnya berisiko trauma
terhadap medulla spinalis.

Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alcohol.

Beri anestetik lokal pada tempat tusukan. Pada kasus ini diberikan obat anestesi lokal
bupivakain.

Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial dengan
sudut 10-30 derajad terhadap bidang horizontal ke arah cranial. Jarum lumbal akan
menembus

kulit-subkutis-lig.supraspinosum-lig.interspinosum-lig.flavum-ruang

epidural-duramater-ruang sub arakhnoid. Kira-kira jarak kulit-lig.flavum dewasa


6cm.

Cabut stilet maka cairan serebrospinal akan menetes keluar.

Pasang spuit yang berisi obat, masukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi
aspirasi sedikit, untuk memastikan posisi jarum tetap baik.

Penilaian dan persiapan pre anastesi


Tindakan pre-operatif ditujukan untuk menyiapkan kondisi pasien seoptimal mungkin
dalam menghadapi operasi. Persiapan prabedah menentukan keberhasilan suatu operasi.
Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor penyumbang sebab-sebab
terjadinya kecelakaan anestesia. Dokter spesialis anestesiologi dapat mempersiapkan fisik
dan mental pasien secara optimal, merencanakan dan memilih teknik anestesia serta obatobatan yang dipakai, dan menentukan klasifikasi pasien berdasarkan ASA. Persiapan pra
anestesia yang dilakukan meliputi persiapan alat, penilaian dan persiapan pasien, serta
persiapan obat anestesi yang diperlukan. Penilaian dan persiapan pasien diantaranya meliputi:

Anamnesis:
o Identifikasi pasien (nama, umur, alamat, dll).
o Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi
o Riwayat

penyakit

yang

sedang/pernah

diderita

untuk mengetahui

kemungkinan penyulit anestesi (misalnya alergi, diabetes melitus, penyakit


paru kronis, penyakit jantung, penyakit ginjal, dan penyakit hati.
o Riwayat pemakaian obat-obatan meliputi alergi obat, intoleransi obat, dan obat
yang sedang digunakan dan dapat menimbulkan interaksi dengan obat
anestetik
o Riwayat anestetik/operasi sebelumnya, meliputi tanggal, jenis pembedahan,
dan anestesi, komplikasi dan perawatan intensif pasca bedah.
o Riwayat

kebiasaan

sehari-hari

yang

dapat

mempengaruhi tindakan

(merokok, minum alcohol, obat penenang, narkotik). Kebiasaan buruk ini


hendaknya dihentikan 1-2 hari sebelum operasi agar tidak mempengaruhi
system kardiosirkulasi serta organ lain.

Pemeriksaan Fisik
o Tinggi dan berat badan, untuk memperkirakan dosis obat, terapi cairan yang
diperlukan, serta jumlah urin selama dan sesudah pembedahan.
o Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernafasan, serta suhu
tubuh.

o Jalan nafas (air way).


o Jantung,

paru-paru,

abdomen,

punggung

(apakah

dada

(terutama

ada

deformitas),

neurologis, Ekstremitas.

Pemeriksaan Laboratorium
o Rutin:

darah,

urin,

foto

untuk

bedah

mayor),elektrokardiografi (untuk pasien diatas umur 40 tahun).


o Khusus, dilakukan bila ada riwayat atau indikasi.

Persiapan Hari Operasi


o Pembersihan

dan

pengosongan

saluran

pencernaan

untuk mencegah

aspirasi isi lambung karena regurgitasi/muntah. Pada operasi elektif


vesikolitiasis, pasien dewasa dipuasakan 8 jam sebelum operasi.
o Jika

ada

gigi

palsu,

perhiasan,

bulu

mata

dilepas.

Bahan

kosmetik (lipstick, cat kuku) dibersihkan sehingga tidak mengganggu


pemeriksaan.
o Rektum dan kandung kemih dikosongkan, jika perlu pasang kateter.
o Pasien masuk kamar operasi mengenakan pakaian khusus
o Cukur rambut pubis 2 jam sebelum operasi.
Pemberian obat-obatan premedikasi (jika perlu) dapat diberikan 1-2 jam sebelum
induksi

anesthesia.

Antibiotika

profilaksis,

diberikan bersama premedikasi

(Sefalosporin generasi pertama). Setelah persiapan pre-operatif dan pasien diputuskan


siap untuk mendapatkan operasi maka proses anestesi dapat dilakukan.
Durante Operasi
Pada pasien dilakukan anestesi spinal dimana sebelumnya pasien diberikan
premedikasi berupa injeksi Sulfat Atropine 0,25 mg : antikolinergik, injeksi atropin sulfat
adalah larutan steril atropine sulfat dalam air untuk injeksi yang telah dibuat isotonic dengan
penambahan NaCl. Persyaratan: Mengandung atropine sulfat (C17H23NO3)2.H2SO4.H20 ,
tidak kurang dari 93,0 % dan tidak lebih dari 107,0 % dari jumlah yang tertera.
Kelarutannya : 1 g larut dalam 400 ml air, 50 ml air panas, 3 mletanol, 60 ml eter dan dalam 1
ml kloroform. Atropin sulfat mudah larut dalam air. Atropin dapat mengurangi sekresi dan
merupakan obat pilihan utama untuk mengurangi efek bronchial dan kardial yang berasal dari
perangsangan parasimpatis, baik akibat obat atau anestesi maupun tindakan lain dalam
operasi. Disamping itu efek lainnya adalah melemaskan tonus otot polos organ-organ dan

menurunkan spasme gastrointestinal. Perlu diingat bahwa obat ini tidak mencegah timbulnya
laringospame yang berkaitan dengan anestesi umum.Setelah penggunaan obat ini (golongan
baladona) dalam dosis terapeutik ada perasaan kering dirongga mulut dan penglihatan jadi
kabur. Karena itu sebaiknya obat ini tidak digunakan untuk anestesi regional atau lokal.
Pemberiannya harus hati-hati pada penderita dengan suhu diatas normal dan pada penderita
dengan penyakit jantung khususnya fibrilasi aurikuler. Atropin tersedia dalam bentuk atropin
sulfat dalam ampul 0,25mg dan 0,50 mg. Diberikan secara suntikan subkutis, intramuscular
atau intravena dengan dosis 0,5-1 mg untuk dewasa dan 0,015mg/kgBB untuk anak-anak
Induksi yang dipakai adalah pemberian bupivakain. Obat tersebut memblok konduksi
sepanjang serabut saraf secara reversible. Obat menembus saraf dalam bentuk tidak
terionisasi (lipofilik), tetapi saat di dalam akson terbentuk beberapa molekul terionisasi, dan
molekul-molekul ini memblok kanal Na+, serta mencegah pembentukan potensial aksi.
Tekanan darah dipantau tiap 5 menit sekali untuk mengetahui bagaimana kondisi
pasien. Pada operasi yang menyebabkan banyak terjadinya perdarahan dan apabila terjadinya
penurunan 20% tekanan sistolik maka perlu dilakukan tindakan untuk meningkatkan tekanan
darah agar tidak terjadi syok. Akan tetapi pada pasien tidak terjadi penurunan tekanan darah.
Selain tekanan darah, nadi dan SpO2 juga dipantau dengan bantuan pulse oxymetri untuk
mengetahui ada tidaknya peningkatan atau penurunan nadi maupun gangguan perfusi O2.
Pada pasien juga kemudian diberikan Asam traneksamat yang merupakan penghambat
berdsaing dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin, dimana peran plasmin adalah
menghancurkan fibrinogen, fibrin dan faktor pembekuan darah yang lain. Oleh karena itu
asam traneksamat dapat membantu mengatasi perdarahan akibat fibrinolisis. Pasien juga
diberikan injeksi katapres 30ml. Clonidine (Catapres) adalah penghalang sistim syaraf.
Penghalang-penghalang sistim syaraf bekerja dengan menstimulasi reseptor-reseptor pada
syaraf-syaraf di otak yang mengurangi transmisi dari pesan-pesan dari syaraf-syaraf dalam
otak ke syaraf-syaraf pada area-area lain dari tubuh. Sebagai akibatnya, denyut jantung
melambat dan tekanan darah berkurang.
Total cairan yang masuk durante operasi adalah RL 500 ml yang digunakan untuk
mengganti cairan yang hilang akibat puasa dan perdarahan yang terjadi selama operasi.
Cairan Ringer laktat merupakan cairan yang paling fisiologis jika sebuah volume besar
diperlukan. Banyak digunakan sebagai pengganti cairan antara lain untuk syok hipovolemik,
diare, trauma dan luka bakar. Laktat yang terdapat dalam RL akan dimetabolisme oleh hati

menjadi bikarbonat untuk memperbaiki keadaan seperti metabolisme asidosis. Pasien juga
diberikan Widahes 500ml
Post Operatif
Pasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan (Recovery Room). Pengawasan ketat di
RR harus seperti sewaktu di kamar bedah sampai pasien bebas dari bahaya, karena itu
dibutuhkan peralatan monitor yang baik.tensimeter, pulse oxymeter, peralatan RJP dan obatobatannya harus tersedia tersendiri.
Selama di RR, pasien dinilai pemulihannya dengan BROMAGE score :
0

: Bebas

: Ekstensi

: Fleksi

: Tidak bisa bergerak


Pasien dinyatakan boleh pindah ke ruang perawatan bila sudah bebas gerakan.

BAB III
KESIMPULAN
1. Pada kasus ini, Pasien Tn. J dengan diagnosis Hemoroid internal grade III
dilakukan tindakan Hemoroidektomi . Pasien dalam kondisi dengan penyakit
sistemik ringan yakni hipoglikemi , sehingga dikategorikan ASA II.
2. Pasien dilakukan anestesi dengan teknik anestesi spinal sebagai medikasi induksi
diberikan Recain 0,5% HCL dan diberikan Oksigen dengan kanul untuk
oksigenasi selama operasi. Medikasi yang digunakan adalah Sulfat atropin
(premedikasi), Asam Tranek dan katapres 30 ml
3. Cairan yang dipakai adalah RL 500 ml, Widahes 500 ml
4. Lama operasi pasien adalah 40 menit.
5. Pasien kemudian dibawa ke RR. Selama itu pasien dalam keadaan baik, kemudian
baru dipindahkan ke ruang perawatan.

Anda mungkin juga menyukai