Anda di halaman 1dari 73

BAB I

PENDAHULUAN
Efusi pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura
bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit.
Pada keadaan normal, rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan sebanyak
10-20 ml yang membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis,
dengan fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada
waktu pernapasan.1
Penyakit-penyakit

yang

dapat

menimbulkan

efusi

pleura

adalah

tuberkulosis, infeksi paru non-tuberkulosis, keganasan, sirosis hati, trauma tembus


atau tumpul pada daerah. Ada, infark paru, serta gagal jantung kongestif. Di
negana-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negaranegara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi
tuberkulosis. Pemeriksaan histologi pada cairan pleura yang mengalami efusi
menunjukkan 50-75% kasus merupakan pleuritis tuberkolusa. 1
Di negara-negara barat, efusi pleuraterutama disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negaranegara yang sedang berkembang,seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi
tuberkulosis.Efusi pleurakeganasan merupakan salah satu komplikasi yang biasa
ditemukan pada penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker paru
dan kanker payudara.Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat
dijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer atau metastatik.
Sementara 5% kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi
pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi
pleura.2
Keadaan ini dapat mengancam jiwa karena cairan yang menumpuk
tersebut dapat menghambat pengembangan paru-paru sehingga pertukaran udara
terganggu.1 Banyak penyakit yang mungkin mendasari terjadinya efusi pleura.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 119 pasien dengan efusi pleura di
Rumah Sakit Persahabatan pada tahun 2010-2011, efusi pleura kebanyakan
disebabkan oleh keganasan (42.8%) dan tuberkulosis (42%).2 Penyakit lain yang
mungkin mendasari terjadinya efusi pleura antara lain pneumonia, empiema
toraks, gagal jantung kongestif, sirosis hepatis.1
Umumnya pasien datang dengan gejala sesak napas, nyeri dada, batuk, dan
demam. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan abnormalitas seperti bunyi redup
pada perkusi, penurunan fremitus pada palpasi, dan penurunan bunyi napas pada
auskultasi paru bila cairan efusi sudah melebihi 300 ml. Foto toraks dapat
digunakan untuk mengkonfirmasi terjadinya efusi pleura.1
Oleh karena keadaannya yang dapat mengancam jiwa, dan penanganannya
yang segera pada beberapa kasus, kami mengangkat kasus efusi pleura dalam
makalah ini. Agar kami dapat mempelajari bagaimana diagnosis dan
penatalaksanaan kasus yang umumnya merupakan keadaan akut dari penyakit
paru seperti tuberkulosis maupun disebabkan oleh keganasan.

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identifikasi
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Bangsa
Alamat
pekerjaan
MRS tanggal
MedRec

: Ny. B
: 49 tahun
: Perempuan
: Islam
: Indonesia
: Jl. Timbangan rt.002, Inderalaya
: IRT
: 02 Maret 2015
: 12.31.36

2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada
tanggal 07 Maret 2015 pukul 12.00 WIB.
Keluhan Utama : Sesak napas yang semakin berat sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit.
Keluhan Tambahan : batuk, berdahak, perut membesar, kedua tungkai
bengkak
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh batuk
berdahak dirasakan terus menerus, dahak berwarna putih kental, darah tidak
ada, banyaknya sendok makan, frekuensi >10 x. Os juga mengeluh sering
berkeringat pada malam hari dan demam, nafsu makan berkurang, badan
terasa lemas, serta berat badan semakin turun. Kemudian os berobat dan
diberikan obat 4 macam obat (3 diantaranya rifampisin, etambutol, isoniazid).
Pasien sudah minum obat tersebut selama 1 bulan, dan kemudian os putus
obat.
Sekitar 1 minggu sebelum masuk rumah sakit os mengeluh perut
semakin membesar dan nyeri perut kiri atas yang dirasakan hilang timbul dan
tidak menjalar. 4 hari SMRS kedua tungkai os bengkak. 3 hari SMRS os
mengeluh sesak napas yang semakin memberat. Sesak tanpa dipengaruhi
emosi dan cuaca, dan bila os berbaring terlentang dan beraktifitas sesak
semakin berat. Sesak berkurang jika os berbaring dengan posisi miring ke

kanan atau duduk. Sesak tanpa disertai suara mengi. Nyeri dada sebelah kanan
ada dirasakan hilang timbul dan tidak menjalar ataupun tembus. Kemudian os
berobat ke RS. Inderalaya dan dilakukan pungsi cairan pleura didapatkan
sebanyak 3 liter, dikarenakan kondisi sesak os tidak berkurang os dirujuk ke
RSUD Palembang BARI.
Mual dan muntah tidak ada, BAB dan BAK biasa. Os tidak memiliki
kebiasan mengkonsumsi obat penghilang rasa sakit dalam jangka lama lama.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru ada.
riwayat sakit rheumatoid (-)
riwayat hipertensi (+)
riwayat DM (+)
Riwayat Penyakit dalam Keluarga dan lingkungan sekitar
Riwayat adanya tetangga sekitar rumah yang menderita tuberkulosis ada.
Riwayat Pengobatan
Riwayat minum obat steroid dalam jangka lama tidak ada
Riwayat minum OAT ada selama 1 bulan

Riwayat Kebiasaan
Kebiasaan minum kopi dan konsumsi obat penghilang sakit serta merokok
tidak ada.
2.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran
: kompos mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi
: 112 x/menit, reguler isi dan tegangan cukup
Pernapasan
: 35 x/menit, thoracoabdiminal, nafas cepat dan dangkal
Suhu badan
: 36,5 oC

Tinggi Badan
Berat Badan

: 160 cm
: 56kg

Kulit
warna coklat, ikerus kulit tidak ada, pigmentasi (-), pucat pada telapak tangan
dan kaki tidak ada, eritema palmar tidak ada, pertubuhan rambut normal.
KGB
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, inguinal dan
submandibula serta tidak ada nyeri penekanan.
Kepala
Bentuk oval, simetris, ekspresi sakit sedang, deformasi tidak ada, warna
rambut hitam putih , rambut tidak mudah rontok, rambut tidak mudah dicabut
moon face(-), pernapasan cuping hidung (-). Dagu ganda(-)

Mata
Eksophtalmus dan endopthalmus tidak ada, edema palpebra tidak ada,
konjungtiva palpebra pucat tidak ada, sklera ikterik tidak ada, pupil isokor,
reflek cahaya normal, pergerakan mata ke segala arah baik.
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan
baik, tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan.
Telinga
Tofi tidak ada, nyeri tekan processus mastoideus tidak ada, pendengaran baik.
Mulut
Tonsil T1/T1, pucat pada lidah tidak ada, atrofi papil tidak ada, gusi berdarah
tidak ada, stomatitis tidak ada, rhageden tidak ada, bau pernapasan khas tidak
ada, faring tidak ada kelainan.
Leher
Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP (5-2) cmH2O, kaku kuduk tidak ada,
pembesaran KGB tidak ada. deviasi trachea (-)
Thorax
thorax depan

Inspeksi

:hemitorax kanan tampak cembung, pergerakan tertinggal, sela iga


melebar, tidak ditemukan venektasi dan spider nevi.

Paru-paru
Palpasi
Perkusi

: stem fremitus kanan menurun > kiri


: pekak pada seluruh lapang paru kanan dan sonor pada

paru kiri
Auskultasi

: Vesikuler pada lapang paru kanan melemah, wheezing (-)/

(-), ronkhi (-)/(-)


Jantung
Inspeksi

: Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus cordis teraba ICS 5 Linea clavivula lateral sinistra, thrill (-)

Perkusi

: sulit dinilai

Auskultasi : S1 S2 Normal reguler , HR = 98x/menit reguler, murmur tidak


ada, gallop tidak ada
thorax belakang
Inspeksi :hemitorax kanan tampak cembung, pergerakan tertinggal, sela iga
melebar, tidak ditemukan venektasi dan spider nevi.
Paru-paru
Palpasi
Perkusi

: stem fremitus kanan menurun > kiri


: pekak pada seluruh lapang paru kanan dan sonor pada

paru kiri
Auskultasi

: Vesikuler lapang paru kanan melemah, wheezing (-)/(-),

ronkhi (-)/(-)
Abdomen
Inspeksi

: kembung, simetris, venektasi tidak ada, tampak ascites

Auskultasi : BU (+) normal


Palpasi

: lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar lien sulit dinilai

Perkusi

: hipertimpani, nyeri ketok kostovetebre tidak ada, shifting dullness


(+), undulasi (+)

Genitalia
tidak dilakukan pemeriksaan.
Extremitas atas
Gerakan bebas, edema tidak ada, kekuatan (+) 5, nyeri sendi tidak ada,
pigmentasi normal, akral hangat, pigemntasi (-), jari tabuh tidak ada, turgor
kembali cepat, clubbing finger tidak ada, venektasi vena tidak ada, sianosis
tidak ada.
Extremitas bawah
Gerakan bebas, edema ada, kekuatan (+) 5, akral hangat, jari tabuh tidak ada,
sianosis tidak ada.
2.4 Pemeriksaan Penunjang
(Tanggal 03-03-2015)
PARAMETER
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
Hitung jenis :

HASIL
13,1
6.100
179.000
43

NILAI NORMAL
12-14 g/dl
5000 10000/mm3
150.000 400.000/mm3
37-43 %

Basofil

01%

Eosinofil

13%

Batang

26%

Segmen

73

50 70%

Limposit

16

20 40 %

28%

Monosit
(Tanggal 03/03/2015)

PARAMETER
Total protein
Albumin
Globulin
(Tanggal 06/03/2015)

HASIL
5,74
3,89
1,85

NILAI NORMAL
6,8-8,7 g/dL
3,8-5,1 g/dL
1,5-3,0 g/dL

PARAMETER
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
Hitung jenis :

HASIL
12,8
4.000
163.000
41

NILAI NORMAL
12-14 g/dl
5000 10000/mm3
150.000 400.000/mm3
37-43 %

Basofil

01%

Eosinofil

13%

Batang

26%

Segmen

66

50 70%

Limposit

25

20 40 %

28%

139
4,15

135-155 mEq/L
3,6-6,5 mEq/L

17
0,76
272

20-40 mg/dL
0,6-1,1mg/dL
< 180

PARAMETER

HASIL

NILAI NORMAL

Hemoglobin

13,2

12-14 g/dl

Leukosit

6.500

5000 10000/mm3

Trombosit

194.000

150.000 400.000/mm3

Hematokrit

43

37-43 %

Monosit
Elektrolit
Natrium serum
Kalium serum
Faal ginjal
Ureum
Kreatinin
BSS
(tanggal 07/03/2015)

Hitung jenis :

Basofil

01%

Eosinofil

13%

Batang

26%

Segmen

70

50 70%

Limposit

19

20 40 %

28%

Monosit

Elektrolit
Natrium serum

137

135-155 mEq/L

Kalium serum

4,01

3,6-6,5 mEq/L

Ureum

13

20-40 mg/dL

BSS

199

< 180

Faal ginjal

PARAMETER
Total protein
Albumin
Globulin

HASIL
5,72
3,82
1,90

NILAI NORMAL
6,8-8,7 g/dL
3,8-5,1 g/dL
1,5-3,0 g/dL

Foto Rontgen Thorax PA tanggal 23/02/2015


cor

: tidak dapat dinilai

Pulmo :

perselubungan

diseluruh

lapangan paru
sinus kostovrenikus kanan tak jelas
tulang-tulang intak, soft tissue baik
kesan :
pleura efusi massif

Foto Rontgen Thorax PA tanggal 25/02/2015


cor

: tidak dapat dinilai

Pulmo :

perselubungan

diseluruh

lapangan paru
sinus kostovrenikus kanan tak jelas
tulang-tulang intak, soft tissue baik
kesan :
pleura efusi massif

Foto Rontgen Thorax PA tanggal 02/03/2015


cor

: tidak dapat dinilai

Pulmo :

perselubungan

diseluruh

lapangan paru
sinus kostovrenikus kanan tak jelas
tulang-tulang intak, soft tissue baik
kesan :
pleura efusi massif

10

Foto Rontgen Thorax PA tanggal 05/03/2015


cor

: tidak dapat dinilai

Pulmo :

perselubungan

diseluruh

lapangan paru
sinus kostovrenikus kanan tak jelas
tulang-tulang intak, soft tissue baik
kesan :
pleura efusi massif

Hasiil ECG (4/3/2015)

HR :122 x/m, irama: sinus rhythm, axis : normal

Hasil USG (10/3/2015)

11

Kesan : Ascites dan efusi pleura kanan, lain-lain dbn


2.5 Diagnosis Banding
pleura efusi massif e.c Suspect Ca Paru
pleura efusi massif e.c TB Paru
2.6 Diagnosis Kerja
pleura efusi massif e.c Suspect Ca Paru /dd TB paru +DM tipe 2
2.7 Penatalaksanaan
Tirah baring
Diet NB tinggi kalori tinggi protein
O2 3 liter/menit jika sesak
IVFD RL : D5% gtt xx/menit
Inj. Ciprofloxacin 2 x 1flsh
retaphyl 1x
spironolactone 1x1
inj. furosemid 1x1
KSR 1x1
ambroxol 3x1C
curcuma 3x1
neurodex 1x1
digoxin 1x1
inj. RI 3x 8IU
evaluasi vital sign dan balance cairan
2.8

Rencana Pemeriksaan

12

CTScan thorax
USG abdomen

2.9

Sputum BTA 3X
Sitologi dan analisis cairan pleura
pemasangan WSD
Pemeriksaan fungsi hati jika akan diberikan terapi OAT

Prognosis
Quo ad vitam
Quo ad fungsional

2.10

: bonam
: dubia ad bonam

Follow Up
Selama 10 hari (03 - 13 Maret 2015) dirawat di bangsal perawatan
umum perempuan, penderita mengalami perbaikan

keadaan dimana

pasien sesak berkurang, mobilisasi bertahap.


(tanggal 09/03/2015)
S : Sesak nafas, batuk berdahak
O : TD: 120/90 N : 107x/m RR : 32x/m T : 36,60C BB:56 LP: 86
Kepala : konj. Palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/Leher : Jvp (5-2) cmH2O, pem. KGB (-), pem. tiroid (-)
Thorax :
Paru
I : asimetris, retraksi (+), sela iga melebar (+)
P : vokal fremitus kanan melemah >kiri
P : pekak pada paru kanan dan sonor pada paru kiri
A : Vesikuler (-)/(+), wheezing (-)/(-), ronkhi (-)/(-)
Jantung
I : Iktus cordis tidak terlihat
P : Iktus cordis teraba
P : Sulit dinilai
A : HR = 82x/menit reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen
I : cembung, simetris, venektasi tidak ada
A : BU (+) normal
P : lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar lien sulit dinilai, shifting dullness
(+), undulasi (+)
P : hipertimpani, nyeri ketok kostovetebre tidak ada
Eks: edema(+)
A : Efusi pleura massif e.c ca paru /dd tb paru+DM tipe 2
P:
Tirah baring

13

Diet NB tinggi kalori tinggi protein


O2 3 liter/menit jika sesak
IVFD RL : D5% gtt xx/menit
Inj. Ciprofloxacin 2 x 1flsh
retaphyl 1x
spironolactone 1x1
furosemid 1x1
KSR 1x1
ambroxol 3x1C
curcuma 3x1
neurodex 1x1
digoxin 1x1
inj. RI 3x 8IU
evaluasi vital sign dan balance cairan
(tanggal 10/03/2015)
S : Sesak nafas, batuk
O : TD: 100/70 N : 98x/m
RR : 32x/m T : 36,50C BB:56 LP:86
Kepala : konj. Palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/Leher : Jvp (5-2) cmH2O, pem. KGB (-), pem. tiroid (-)
Thorax :
Paru
I : asimetris, retraksi (+), sela iga melebar (+)
P : vokal fremitus kanan melemah >kiri
P : pekak pada paru kanan dan sonor pada paru kiri
A : Vesikuler (-)/(+), wheezing (-)/(-), ronkhi (-)/(-)
Jantung
I : Iktus cordis tidak terlihat
P : Iktus cordis teraba
P : Sulit dinilai
A : HR = 82x/menit reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen
I : cembung, simetris, venektasi tidak ada
A : BU (+) normal
P : lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar lien sulit dinilai, shifting dullness

(+), undulasi (+)


P : hipertimpani, nyeri ketok kostovetebre tidak ada
Eks: edema(+), berkurang
A : Efusi pleura massif e.c ca paru /dd tb paru+DM tipe 2
P:
terapi teruskan
(tanggal 11/03/2015)
S : Sesak nafas
O : TD: 100/60 N : 88x/m
RR : 38x/m T : 37,40C BB:55 LP: 85

14

Kepala : konj. Palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/Leher : Jvp (5-2) cmH2O, pem. KGB (-), pem. tiroid (-)
Thorax :
Paru
I : asimetris, retraksi (+), sela iga melebar (+)
P : vokal fremitus kanan melemah >kiri
P : pekak pada paru kanan dan sonor pada paru kiri
A : Vesikuler (-)/(+), wheezing (-)/(-), ronkhi (-)/(-)
Jantung
I : Iktus cordis tidak terlihat
P : Iktus cordis teraba
P : Sulit dinilai
A : HR = 82x/menit reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen
I : cembung, simetris, venektasi tidak ada
A : BU (+) normal
P : lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar lien sulit dinilai, shifting dullness
(+), undulasi (+)
P : hipertimpani, nyeri ketok kostovetebre tidak ada
Eks: edema(+), berkurang
A : Efusi pleura massif e.c ca paru /dd tb paru
P : terapi teruskan
(tanggal 12/03/2015)
S : Sesak nafas berkurang, batuk
O : TD: 100/80 N : 82x/m
RR : 30x/m T : 37,40C BB:55 LP:85
Kepala : konj. Palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/Leher : Jvp (5-2) cmH2O, pem. KGB (-), pem. tiroid (-)
Thorax :
Paru
I : asimetris, retraksi (+), sela iga melebar (+)
P : vokal fremitus kanan melemah >kiri
P : pekak pada paru kanan dan sonor pada paru kiri
A : Vesikuler (-)/(+), wheezing (-)/(-), ronkhi (-)/(-)
Jantung
I : Iktus cordis tidak terlihat
P : Iktus cordis teraba
P : Sulit dinilai
A : HR = 82x/menit reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen
I : cembung, simetris, venektasi tidak ada
A : BU (+) normal
P : lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar lien sulit dinilai, shifting dullness
(+), undulasi (+)
P : hipertimpani, nyeri ketok kostovetebre tidak ada
Eks: edema(+), berkurang

15

A : Efusi pleura massif e.c ca paru /dd tb paru


P : terapi teruskan
(tanggal 13/03/2015)
S : Sesak nafas berkurang, batuk berkurang
O : TD: 120/80 N : 84x/m
RR : 28x/m T : 37,60C BB::53 LP:84
Kepala : konj. Palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/Leher : Jvp (5-2) cmH2O, pem. KGB (-), pem. tiroid (-)
Thorax :
Paru
I : asimetris, retraksi (+), sela iga melebar (+)
P : vokal fremitus kanan melemah >kiri
P : pekak pada paru kanan dan sonor pada paru kiri
A : Vesikuler (-)/(+), wheezing (-)/(-), ronkhi (-)/(-)
Jantung
I : Iktus cordis tidak terlihat
P : Iktus cordis teraba
P : Sulit dinilai
A : HR = 82x/menit reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen
I : cembung, simetris, venektasi tidak ada
A : BU (+) normal
P : lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar lien sulit dinilai, shifting dullness
(+), undulasi (+)
P : hipertimpani, nyeri ketok kostovetebre tidak ada
A : Efusi pleura massif e.c ca paru /dd tb paru +DM Tipe 2
Eks: edema(+), berkurang
P : terapi teruskan
Telah dilakukan pemasangan chest tube pukul 21.30 WIB, didapatkan
- cairan initial 1000cc, warna kuning kecoklatan
- air buble (-)
- undulasi (-)
th/ tambahan ceftriaxone 2x1 gr, drip ketorolac 2 amp (3 hari)
- monitor vital sign
- cairan pleura dikeluarkan bertahap 300cc/0,5 jam
- bila os menjadi sesaknapas atau batuk-batukpada wt pengeluaran cairan
makan pengeluaran di stop, momitor vital sign setelah kondisi stabil

cairan dikeluarkan lagi seperti diatas


ujung NGT harus terendam cairan. Bila cairan keluarnya tidak aktif
( 300cc dicapai > 0,5 jam) maka klemp dibuka
setelah di bangsal didapat cairan , Pukul 22.45 WIB, kemerahan bekuan
darah (+)

16


(tanggal 14/03/2015)
S : Sesak nafas
O : TD: 90/60 N : 92x/m
RR : 30x/m T : 37,40C BB:53 LP:84
Kepala : konj. Palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/Leher : Jvp (5-2) cmH2O, pem. KGB (-), pem. tiroid (-)
Thorax :
Paru
I : asimetris, retraksi (+), sela iga melebar (+)
P : vokal fremitus kanan melemah >kiri
P : pekak pada paru kanan dan sonor pada paru kiri
A : Vesikuler (-)/(+), wheezing (-)/(-), ronkhi (-)/(-)
Jantung
I : Iktus cordis tidak terlihat
P : Iktus cordis teraba
P : Sulit dinilai
A : HR = 82x/menit reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen
I : cembung, simetris, venektasi tidak ada
A : BU (+) normal
P : lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar lien sulit dinilai, shifting dullness
(+), undulasi (+)
P : hipertimpani, nyeri ketok kostovetebre tidak ada
Eks: edema(+), berkurang
A : Efusi pleura massif e.c ca paru /dd tb paru
P : terapi teruskan
Jumlah cairan pleura 400cc/12 jam, 200cc/ 5jam
Tabel Balance Cairan

17

Tanggal
8/3/15
9/3/15
10/3/15
11/3/15
12/3/15
13/3/15
14/3/15

makan
40
40
40
40
30
30
40

Minum
750
750
710
710
820
650
700

Infuse
250
200
500
400

Total
1040
990
750
750
850
1280
1040

BAK
390
450
475
600
750
930
800

BAB
10
15
10
10
15
20
20

IWL
34,7
33
34,4
34,4
34,4
33,1
33,1

Total
400
465
485
610
765
950
820

perhitungan
640
525
265
140
85
330
220

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1

Efusi Pleura

Anatomi Fisiologi Pleura


Pleura adalah membran serosa yang licin, mengkilat, tipis dan
transparan. Membran ini membungkus jaringan paru. Pleura terdiri dari 2
lapis:
1. Pleura viseralis: terletak disebelah dalam, yang melekat pada
permukaan paru.

18

2. Pleura parietalis: terletak disebelah luar, yang berhubungan dengan


dinding dada

Sumber : Gambaran Anatomi Pleura (dikutip dari Poslal medicina, 2007:


www.google.com)
Pleura parietalis dan viseralis terdiri atas selapis mesotel (yang
memproduksi cairan), membran basalis, jaringan elastik dan kolagen,
pembuluh darah dan limfe.
Membran pleura bersifat semipermiabel. Sejumlah cairan terus
menerus merembes keluar dari pembuluh darah yang melalui pleura parietal.
Cairan ini diserap oleh pembuluh darah pleura viseralis, dialirkan ke
pembuluh limfe dan kembali kedarah.
Rongga pleura adalah rongga potensial, mempunyai ukuran tebal 1020 mm, berisi sekitar 10 cc cairan jernih yang tidak bewarna, mengandung
protein < 1,5 gr/dl dan 1.500 sel/ml. Sel cairan pleura didominasi oleh
monosit, sejumlah kecil limfosit, makrofag dan sel mesotel. Sel
polimormonuklear dan sel darah merah dijumpai dalam jumlah yang sangat
kecil didalam cairan pleura. Keluar dan masuknya cairan dari dan ke pleura
harus berjalan seimbang agar nilai normal cairan pleura dapat dipertahankan
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura
parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk
19

mencegah pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua
buah kaca objek yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek
tersebut dapat bergeseran satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit
dipisahkan.
Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di
dalam pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui
pleura viseralis. Masing-masing dari kedua pleura merupakan membran
serosa mesenkim yang berpori-pori, dimana sejumlah kecil transudat cairan
intersisial dapat terus menerus melaluinya untuk masuk kedalam ruang
pleura.
Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih
besar daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis
dan permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis
sehingga dalam keadaan normal hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam
rongga pleura. (1)

Gambar2 memperlihatkan dinamika pertukaran cairan dalam


ruang pleura.
Jumlah total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit, hanya
beberapa mililiter yaitu 1-5 ml. Dalam kepustakaan lain menyebutkan bahwa
jumlah cairan pleura sebanyak 12-15 ml (1). Kapanpun jumlah ini menjadi
lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut
20

akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara


langsung) dari rongga pleura kedalam mediastinum, permukaan superior dari
diafragma, dan permukaan lateral pleural parietalis(3). Oleh karena itu, ruang
pleura (ruang antara pleura parietalis dan pleura visceralis) disebut ruang
potensial, karena ruang ini normalnya begitu sempit sehingga bukan
merupakan ruang fisik yang jelas.1,2,3
Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan
dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat
berupa cairan transudat atau cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga
pleura hanya mengandung cairan sebanyak 10-20 ml.
Etiologi
Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan cairan pleura.
Tahap yang pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi pleura
jenis transudat atau eksudat.
Efusi

pleura

transudatif

terjadi

jika

faktor

sistemik

yang

mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami


perubahan.

Efusi

pleura

eksudatif

terjadi

jika

faktor

lokal

yang

mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami


perubahan. Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui
pengukuran kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan
pleura.
Tabel 1. Perbedaan Cairan Transudat-Eksudat Pada Efusi Pleura

21

Efusi pleura berupa:


a) Eksudat,
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler
yang permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi
dibandingkan

protein

transudat.

Terjadinya

perubahan

permeabilitas

membrane adalah karena adanya peradangan pada pleura. Protein yang


terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening.
Kegagalan aliran protein getah bening ini (misalnya pada pleuritis
tuberkulosis) akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan
pleura, sehingga menimbulkan eksudat. Efusi pleura eksudat dapat
disebabkan oleh :
1. Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia,
Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 1006000/cc. Gejala penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala, demam,
malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut, gejala perikarditis. Diagnosa
dapat dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi terhadap virus dalam
cairan efusi.
2. Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh
bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara
hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun
anaerob

(Streptococcus

paeumonie,

Staphylococcus

aureus,

Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes,


Fusobakterium, dan lain-lain). Penatalaksanaan dilakukan dengan

22

pemberian antibotika ampicillin dan metronidazol serta mengalirkan


cairan infus yang terinfeksi keluar dari rongga pleura.
3. Pleuritis

karena

fungi

penyebabnya:

Aktinomikosis, Aspergillus,

Kriptococcus, dll. Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat


terhadap organisme fungi.
4. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi
melalui focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening,
dapat juga secara hematogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral.
Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari
jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada
didalamnya

masuk

ke

rongga

pleura,

menimbukan

reaksi

hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya


unilateral pada hemithoraks dan jarang yang masif. Pada pasien pleuritis
tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat badan, dyspneu,
dan nyeri dada pleuritik.
5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paruparu, mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi
bilateral dengan ukuran jantung yang tidak membesar. Keluhan yang
paling banyak ditemukan adalah sesak dan nyeri dada. Gejala lain adalah
akumulasi cairannya kembali dengan cepat walaupun dilakukan
torakosintesis berkali-kali. Patofisiologi terjadinya efusi ini diduga
karena :
Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi
kebocoran kapiler.
Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura,
bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan gangguan
aliran balik sirkulasi.
Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif
intra pleural, sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang
ditemukan berupa eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura
tersebut mungkin menurun jika beban tumor dalam cairan pleura cukup

23

tinggi. Diagnosis dibuat melalui pemeriksaan sitologik cairan pleura dan


tindakan blopsi pleura yang menggunakan jarum (needle biopsy).
6. Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia
bakteri, abses paru atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah
dijumpai predominan sel-sel PMN dan pada beberapa penderita
cairannya berwarna purulen (empiema). Meskipun pada beberapa kasus
efusi parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun
drainage kadang diperlukan pada empiema dan efusi pleura yang
terlokalisir. Menurut Light, terdapat 4 indikasi untuk dilakukannya tube
thoracostomy pada pasien dengan efusi parapneumonik:

Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura


Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura
Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl
Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada
nilai pH bakteri
Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi
parapneumonik yang mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam
waktu beberapa jam saja.

7. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid,


Skleroderma
8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi
parapneumonik.
b). Transudat
Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler
hidrostatik dan koloid osmotic menjadi terganggu, sehingga terbentuknya
cairan pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorpsi oleh pleura lainnya.
Biasanya hal ini terjadi pada: (1). Meningkatnya tekanan kapiler sistemik,
(2). Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner, (3) Menurunnya tekanan
koloid osmotic dalam pleura, (4) Menurunnya tekanan intra pleura. Efusi
plura transudat dapat terjadi pada :
1. Gangguan kardiovaskular

24

Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab


lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior.
Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik
dan tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada
pleura parietalis. Di samping itu peningkatan tekanan kapiler pulmonal akan
menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah
bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongga
pleura dan paru-paru meningkat. Tekanan hidrostatik yang meningkat pada
seluruh rongga dada dapat juga menyebabkan efusi pleura yang bilateral.
Tapi yang agak sulit menerangkan adalah kenapa efusi pleuranya lebih
sering terjadi pada sisi kanan. Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila
kelainan jantungnya teratasi dengan istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi
pleura juga segera menghilang. Kadang-kadang torakosentesis diperlukan
juga bila penderita amat sesak.
2. Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura
dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan
bilateral dan cairan bersifat transudat. Pengobatan adalah dengan
memberikan diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi pengobatan yang
terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.
3. Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui
lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi
biasanya di sisi kanan dan biasanya cukup besar untuk menimbulkan
dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan medis tidak dapat mengontrol asites
dan efusi, tidak ada alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan yang dapat
dilakukan adalah pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal venous
shunt, torakotomi) dengan perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah,
atau torakotomi pipa dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis.
4. Meigs Syndrom

25

Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita
dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan
sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor
ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites
timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya dimana efusi
pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di
diafragma. Klinisnya merupakan penyakit kronis.
5. Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi
unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisa dari rongga
peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti
dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisa.
c). Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar
Hb pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah
hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini
mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya
diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka
biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding dada.
Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga
pleura berfungsi untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura
parietalis yang saling bergerak karena pernapasan. Dalam keadaan normal
juga selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui kapiler
pleura parietalis dan diabsorpsi oleh kapiler dan saluran limfe pleura
parietalis

dengan

kecepatan

yang

seimbang

dengan

kecepatan

pembentukannya.
Gangguan yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya
kecepatan

proses

pembentukan

26

cairan

pleura

akan

menimbulkan

penimbunan cairan secara patologik di dalam rongga pleura. Mekanisme


yang berhubungan dengan terjadinya efusi pleura yaitu;
1). Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekan onkotik pada
sirkulasi kapiler
2). Penurunan tekanan kavum pleura
3). Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari
rongga pleura.

Gambar 1. Patofisiologi efusi pleura


Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh
peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk
pus/nanah, sehingga empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh
darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemothoraks. Proses terjadinya
pneumothoraks karena pecahnya alveoli dekat parietalis sehingga udara akan
masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma
27

dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastik lagi seperti pada
pasien emfisema paru.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain
bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom
nefrotik, dialisis peritoneum. Hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan.
Perikarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan pneumothoraks.
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan
permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel
mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran
cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling
sering adalah karena mikobakterium tuberculosis dan dikenal sebagai
pleuritis eksudativa tuberkulosa .Penting untuk menggolongkan efusi pleura
sebagai transudatif atau eksudatif.

Manifestasi klinis
a.

Gejala dan Tanda.


Gejala-gejala timbul jika cairan bersifat inflamatoris atau jika
mekanika paru terganggu. Gejala yang paling sering timbul adalah sesak,
berupa rasa penuh dalam dada atau dispneu. Nyeri bisa timbul akibat efusi
yang banyak, berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Adanya
gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi),
banyak keringat, batuk, banyak riak. Berat badan menurun pada
neoplasma, ascites pada sirosis hepatis. Deviasi trachea menjauhi tempat
yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang
signifikan

b. Pemeriksaan Fisik.

Inspeksi. Pengembangan paru menurun, tampak sakit, tampak lebih


cembung
28

Palpasi. Gerakan dada yang tertinggal dan penurunan fremitus vocal


atau taktil pada sisi yang sakit
Perkusi. Redup pada perkusi
Auskultasi. Penurunan bunyi napas
Jika terjadi inflamasi, maka dapat terjadi friction rub. Apabila terjadi
atelektasis kompresif (kolaps paru parsial) dapat menyebabkan bunyi napas
bronkus. Nyeri dada pada pleuritis : Simptom yang dominan adalah sakit
yang tiba-tiba seperti ditikam dan diperberat oleh bernafas dalam atau batuk.
Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri dihasilkan dari pleura parietalis yang
inflamasi dan mendapat persarafan dari nervus intercostal. Nyeri biasanya
dirasakan pada tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi bisa menjalar ke
daerah lain :
1. Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi
oleh G. Nervuis intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan
abdomen.
2. Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus
phrenicus menyebabkan nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup
timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu
daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada
auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki. Pada
permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto thoraks
Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan yang terdapat
dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan
permukaan daerah lateral lebih tinggi dari pada bagian medial, tampak

29

sudut kostrofrenikus menumpul. Pada pemeriksaan foto dada posisi lateral


dekubitus, cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi.

2. Torakosentesis.
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik maupun
terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi
dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan
jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya
tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspirasi. Untuk diagnosis cairan
pleura dilakukan pemeriksaan:
a. Warna cairan. Cairan pleura bewarna agak kekuning-kuningan (seroussantrokom).Bila agak kemerahan-merahan, dapat terjadi trauma, infark
paru, keganasan dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kunig
kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan empiema. Bila merah coklat
menunjukkan abses karena amuba.
b. Biokimia. Terbagi atas efusi pleura transudat dan eksudat. Perbedaannya
dapat dilihat pada tabel :
Tabel 3. Perbedaan Biokimia Efusi Pleura

30

3. Sitologi.
Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel
patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
Sel neutrofil: pada infeksi akut
Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa atau

limfoma maligna).
Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru
Sel mesotel maligna: pada mesotelioma
Sel giant: pada arthritis rheumatoid
Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik
Sel maligna: pada paru/metastase.

4. Bakteriologi.
Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat mengandung
mikroorganisme

berupa kuman

aerob atau

anaerob.

Paling sering

Pneumokokus, E.coli, klebsiela, pseudomonas, enterobacter.


5. Biopsi Pleura.
Dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan
tumor pleura. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks,
penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.
Diagnosa
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan
pemeriksaan fisik yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi
percobaan, biopsi dan analisa cairan pleura.
Penatalaksanaan
1. Terapi penyakit dasarnya (Antibiotika).
2. Terapi Paliatif (Efusi pleura haemorhagic).
3. Torakosentesis.

31

Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis,


aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik. Torakosentesis dapat
dilakukan sebagai berikut:
a. Penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau
diletakkan diatas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat
dilakukan pada penderita dalam posisi tidur terlentang.
b. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di
daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di
bawah batas suara sonor dan redup.
c. Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan
jarum berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya
disebabkan karena penusukan jarum terlampaui rendah sehingga mengenai
diafragma atau terlalu dalam sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum
tidak mencapai rongga pleura oleh karena jaringan subkutis atau pleura
parietalis tebal.

Gambar Metode torakosentesis


d. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada
setiap aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang dari pada
satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock
(hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru dapat terjadi karena paruparu mengembang terlalu cepat. Mekanisme sebenarnya belum diketahui
betul, tapi diperkirakan karena adanya tekanan intra pleura yang tinggi
dapat menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler
yang abnormal. Selain itu pengambilan cairan dalam jumlah besar secara
mendadak menimbulkan reflex vagal, berupa batuk, bradikardi, aritmi

32

yang

berat,

dan

hipotensi..

Komplikasi

torakosintesis

adalah:

pneumotoraks, hemotoraks, emboli udara, dan laserasi pleura viseralis.


4. Pemasangan WSD.
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks
dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara
lambat dan aman. Pemasangan WSD dilakukan sebagai berikut:
a. Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7, 8, 9
linea aksilaris

media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea

medioklavikuralis.
b. Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal
selebar kurang lebih 2 cm sampai subkutis.
c. dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.
d. Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai
mendapatkan pleura parietalis.
e. Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian
trokar ditarik. Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi
selang toraks.
f. Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat
dengan kasa dan plester.
g. Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung
selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung
selang diletakkan dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar
udara dari luar tidak dapat masuk ke dalam rongga pleura.

33

Gambar Pemasangan jarum WSD


h. WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada
selang, kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang.
Untuk memastikan dilakukan foto toraks.
i. Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan jaringan
paru telah mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi maksimum.
5. Pleurodesis.
Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis,
merupakan penanganan terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan yang
digunakan adalah sitostatika seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen mustard,
5-fluorourasil, adramisin, dan doksorubisin. Setelah cairan efusi dapat
dikeluarkan sebanyak-banyaknya, obat sitostatika (misal; tiotepa 45 mg)
diberikan selang waktu 7-10 hari; pemberian obat tidak perlu pemasangan
WSD. Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi pleuritis obliteratif yang
menghilangkan rongga pleura, sehingga mencegah penimbunan kembali
cairan dalam rongga tersebut.
Obat lain adalah tetrasiklin. Pada pemberian obat ini WSD harus
dipasang dan paru dalam keadaan mengembang. Tetrasiklin 500 mg
dilarutkan dalam 3050 ml larutan garam faal, kemudian dimasukkan ke
dalam rongga pleura melalui selang toraks, ditambah dengan larutan
garam faal 1030 ml larutan garam faal untuk membilas selang, serta 10 ml
lidokain 2% untuk mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan obat ini.
Analgetik narkotik diberikan 11,5 jam sebelum pemberian tetrasiklin juga
berguna mengurangi rasa nyeri tersebut. Selang toraks diklem selama 6
jam dan posisi penderita diubah-ubah agar penyebaran tetrasiklin merata
di seluruh bagian rongga pleura. Apabila dalam waktu 24 jam -48 jam
cairan tidak keluar, selang toraks dapat dicabut. Komplikasi tindakan
pleurodesis adalah sedikit sekali dan biasanya berupa nyeri pleuritik atau
demam.

Komplikasi
1.

Infeksi.

34

Pengumpulan

cairan

dalam

ruang

pleura

dapat

mengakibatkan

infeksi (empiema primer), dan efusi pleura dapat menjadi terinfeksi setelah
tindakan torasentesis {empiema sekunader).Empiema primer dan sekunder
harus didrainase dan diterapi dengan antibiotika untuk mencegah reaksi
fibrotik. Antibiotika awal dipilih

gambaran klinik. Pilihan antibiotika

dapat diubah setelah hasil biakan diketahui.


2.

Fibrosis
Fibrosis

pada

sebagian

paru-paru

dapat

mengurangi

ventilasi

denganmembatasi pengembangan paru. Pleura yang fibrotik juga dapat


menjadi sumber infeksi kronis, menyebabkan sedikit demam. Dekortikasireseksipleura lewat pembedahan-mungkin diperlukan untuk membasmi
infeksidan mengembalikan fungsi paru-paru. Dekortikasi paling baik
dilakukandalam 6 minggu setelah diagnosis empiema ditegakkan, karena
selamajangka waktu ini lapisan pleura masih belum terorganisasi dengan
baik(fibrotik) sehingga pengangkatannya lebih mudah.1,3,5
Prognosis
Prognosis efusi pleura bervariasi tergantung pada penyakit yang
mendasari.Morbiditas dan mortalitas pada pasien efusi pleura berhubungan
langsung dengan etiologi, stadium penyakit, dan hasil pemeriksaan
biokimia cairan pleura.Pasien dengan efusi pleura maligna biasanya
memiliki prognosis yang buruk.10
3.2 TB Paru
Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).11
Etiologi dan Epidemiologi
Tuberkulosis di Indonesia merupakan salah satu masalah utama
kesehatan masyarakat, dimana jumlah penderita TB di Indonesia
merupakan

urutan

ke-3

terbanyak

35

di

dunia

setelah

India

dan

China.Indonesia menyumbang sekitar 10% dari seluruh kejadian TB di


dunia. Pada tahun 2004, diperkirakan terdapat 539.000 kasus baru dengan
angka kematian 101.000 orang.11
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001,
penyakit system pernapasan merupakan penyebab kematian kedua setelah
penyakit system sirkulasi, dan TB merupakan penyebab kematian pertama
pada golongan penyakit infeksi.12
Saat ini, tingginya angka kejadian HIV/AIDS di dunia meningkatkan
angka kejadian TB secara signifikan. Di samping itu, masalah resistensi
kuman terhadap obat (multidrug resistance / MDR) menjadi masalah berat
dalam menanggulangi dan menurunkan angka kejadian TB di dunia.11
Klasifikasi
a) pembagian secara patologis :6

Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)


Tuberkulosis post primer (adult tuberculosis)
b) pembagian secara aktivitas radiologis. Tuberkulosis paru aktif, non
aktif, dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh).6
c) pembagian secara radiologis (luas lesi)

Tuberculosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrate non kavitas pada


satu paru maupun kedua paru tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus

paru.
Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas dengan diameter tidak
lebih dari 4 cm. jumlah infiltrate bayangan halus tidak lebih dari satu
bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu

paru.
Far advanced tuberculosis. Terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi
keadaan pada moderately advanced tuberculosis.
Klasifikasi yang banyak digunakan di Indonesia adalah :6

Tuberculosis paru
Bekas tuberculosis paru
Tuberculosis paru tersangka, yang terbagi dalam : a) TB paru tersangka
yang diobati. Sputum BTA negative tetapi tanda lain postif. B) TB paru

36

tersangka yang tidak diobati. Sputum BTA negative dan tanda lain
meragukan.
Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus dipastikan termasuk TB
paru aktif atau bekas TB paru. Dalam klasifikasi ini perlu dicantumkan : 1)
status bakteriologi, 2) Mikroskopis sputum BTA (langsung), 3) biakan
sputum BTA, 4) status radiologis, 5) status kemoterapi, riwayat
pengobatan dengan obat anti tuberculosis.6
WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yakni :6
Kategori I :

Kasus baru dengan sputum positif


Kasus baru dengan bentuk TB berat
Kategori II :

Kasus kambuh
Kasus gagal dengan sputum BTA positif
Kategori III :

Kasus BTA negative dengan kelainan paru yang tidak luas


Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I
Kategori IV : TB kronik.
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:13
1) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru)
dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. Diagnosis sebaiknya
didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi. Untuk kasus-kasus
yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti
klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstra paru aktif.

37

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu


pada TB Paru:13
1) Tuberkulosis paru BTA positif.
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
TB positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan.
c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.13
1) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas
(misalnya proses far advanced), dan atau keadaan umum pasien buruk.
2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu:
a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB
saluran kemih dan alat kelamin.
Catatan:

38

Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka


untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien
TB paru.
Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka
dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya13
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi
beberapa tipe pasien, yaitu:
1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
4) Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh,
gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang,
39

harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan


pertimbangan medis spesialistik.
Patogenesis
Kuman M.tuberculosis dapat masuk melalui saluran pernapasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Infeksi TB sering terjadi
melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kumankuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. TB adalah
penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas diperantarai sel. Sel
efektor adalah makrofag dan limfosit (biasanya sel T) adalah sel
imunoresponsif. Tipe imunitas ini biasanya lokal melibatkan makrofag
yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon
ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas selular (lambat).1
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya
diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil,
gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan
cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada
dalam ruang alveolus, biasanya dibagian bawah lobus atas paru atau di
bagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi
inflamasi. Leukosit polimorfonuklear terdapat pada tempat tersebut dan
memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah
hari-hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang
akan mengalami konsolidasi dan timbul pneumonia akut. Pneumonia
seluler ini akan sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel.1
Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getah
bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid
yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu
10-20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang
relative padat dan seperti keju yang disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang

40

terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda.
Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut
kolagenosa yang akhirnya

akan membentuk suatu kapsul yang

mengelilingi tuberkel.1
Lesi primer paru disebut fokus Ghon dan kumpulan dari kelenjar
getah bening regional yang terserang dan lesi primer disebut kompleks
Ghon. Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada
orang sehat yang menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Respon lain
yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan yaitu bahan cair
lepas ke dalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas.
Bahan tubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke
dalam percabangan trakeobronkial. Walaupun tanpa pengobatan, kavitas
yang kecil dapat menutup dan meninggalkan jaringan parut fibrosis. Bila
peradangan mereda, lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau
pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan
mencapai aliran darah dalam jumlah yang kecil yang terkadang dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini disebut
sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri.
Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya
menyebabkan TB milier, ini terjadi jika fokus nekrotik merusak pembuluh
darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskular dan
tersebar ke organ-organ tubuh.1
Patofisiologi
Tuberkulosis Primer
Penularan TB Paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita.
Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam
tergantung pada ada atau tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk
dan kelembaban. Dalam suasana yang lembab dan gelap, kuman dapat
bertahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini
terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau

41

jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel <5
mikrometer. Kuman akan direspon pertama kali oleh neutrofil, kemudian
oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh
makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia
dengan sekretnya.6
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh yang
lain. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang
tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer
atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini terjadi di setiap bagian
jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka dapat terjadi efusi
pleura. Kuman dapat pula masuk melalui saluran pencernaan, jaringan
limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri
masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak,
ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke
seluruh bagian paru menjadi TB milier.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis local) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening
hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis local dengan
limfadenitis regional disebut kompleks primer (Ranke). Semua proses ini
membutuhkan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya akan
menjadi :6

Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang paling sering

terjadi.
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis fibrotic,
kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya
>5 mm dan sekitar 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena

kuman yang dorman.


Berkomplikasi dan menyebar secara : a) perkontinuitatum, yakni
menyebar ke sekitarnya, b) secara bronkogen pada paru yang bersangkutan
maupun paru di sebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum

42

dan ludah sehingga menyebar ke usus, c) secara limfogen, ke organ tubuh


lain, d) secara hematogen, ke organ lain.
Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)
Kuman yang dorman pada tuberculosis primer akan muncul bertahuntahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa
(Tuberkulosis sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis
sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alcohol,
penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberculosis sekunder ini
dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian
apical-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah
parenkim paru dan tidak ke nodus hilus paru. Sarang dini ini mula-mula
juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini
menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel Histiosit
dan sel Datia Langhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan jaringan
ikat. TB sekunder juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda
menjadi TB usia tua. Tergantung dari jumlah kuman, virulensi, dan
imunitas pasien, sarang dini ini menjadi :6

Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat


Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan sebukan
jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan
perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang
menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami
nekrosis, menjadi lunak membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju
dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula
berdinding tipis, lama-lama semakin menebal karena infiltrasi jaringan
fibrosis dalam jumlah besar sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik).
Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan
asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag dan proses yang
berlebihan sitokin dengan TNF-nya. Bentuk perkijuan lain adalah cryptic
disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut.

43

Kavitas dapat : a) meluas kembali dan menimbulkan sarang


pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk dalam peredaran darah arteri
maka akan terjadi TB milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau
tertelan masuk lambung dan selanjutnya ke usus menjadi TB usus. Sarang
ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti sudah dijelaskan. Bisa juga
terjadi TB endobronkial dan TB endotrakeal atau empiema bila ruptur ke
pleura, b) memadat atau membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma.
Tuberkuloma ini dapat mengapur atau menyembuh atau dapat kembali
aktif menjadi cair dan jadi kavitas lagi.6
Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang : 1) sarang yang
sudah sembuh. Sarang tipe ini tidak butuh pengobatan lagi. 2) sarang aktif
eksudatif. Sarang bentuk ini butuh pengobatan yang lengkap dan
sempurna, 3) sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk
ini akan sembuh spontan, tetapi sebaiknya diberikan pengobatan
sempurna.6
Manifestasi Klinis6,13
Penderita TB akan mengalami berbagai gangguan kesehatan,
seperti batuk berdahak kronis, demam subfebril, berkeringat tanpa sebab
di malam hari, sesak napas, nyeri dada, dan penurunan nafsu makan.
Semuanya itu dapat menurunkan produktivitas penderita bahkan kematian.
Adapun gejala utama penderita TB yaitu batuk terus-menerus dan
berdahak selama dua sampai tiga minggu atau lebih. Selain itu, gejala
yang sering dijumpai yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak
nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam
walaupun tanpa kegiatan, dan demam meriang lebih dari satu bulan.
Diagnosis6,13
Infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis bisa menimbulkan efek
lokal di bagian tubuh mana pun atau efek sistemik infeksi kronis.
Anamnesis. Dalam melakukan anamnesis pada pasien TB,
diperlukan indeks kecurigaan yang tinggi terutama pada pasien dengan
44

imunosupresi atau dari daerah endernisnya. Orang yang terkena TB dpat


mengalami banyak gejala, baik gejala local maupun sistemik.
Berikut adalah gejala gejala yang sering didapatkan dari
anamnesis pada penderita TB.
Gejala lokal:

Batuk
sesak napas
hemoptisis
limfadenopati
ruam (rnisalnya lupus vulgaris)
kelainan rontgen toraks
gangguan GI.
Efek sistemik:
Demam,
keringat malam
anoreksia
penurunan berat badan
Riwayat penyakit dahulu .
Obat-obatan
Riwayat keluarga dan sosial
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien sering
ditemukan konjunktiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu
demam (Subfebris), badan kurus atau berat badan menurun.
Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak menunjukkan suatu
kelainan pun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi
secara asimtomatik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak di dalam,
akan sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan fisis, karena hantaran
getaran/suara yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai seeara palpasi, perkusi dan auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisis,
TBparu sulit dibedakan dengan pneumonia biasa.
45

Tempat kelainan lesi TBparu yang paling dicurigai adalah bagian


apeks (puncak) paru. Bila dieurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka
didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan
didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronki basah, kasar, dan
nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara
napasnya menjadi vesikular melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup
besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi
memberikan suara amforik.
Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering
ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit
jadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang
sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas yakni
lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan
daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri
pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya kor pulmonal dan
gagal jantung kanan. Di sini akan didapatkan tanda-tanda kor pulmonal
dengan gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardia, sianosis, right
ventricular lift, right atrial gallop, murmur Graham-Steel, bunyi P2 yang
mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, asites,
dan edema.
Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura.
Paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi
memberikan suara pekak. Auskultasi memberikan suara napas yang lemah
sampai tidak terdengar sama sekali.
Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimtomatik dan
penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologiada pada
pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang

46

praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang


membutuhkan biaya lebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam
beberapa hal ia memberikan keuntungan seperti pada tuberkulosis anakanak dan tuberkulosis milier. Pada kedua hal di atas diagnosis dapat
diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada, sedangkan pemeriksaan
sputum hampir selalu negatif.
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen
apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga
mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai
rumor paru (misalnya pada tuberkulosis endobronkial).
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan
dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat
maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini
dikenal sebagai tuberkuloma.
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula
berdinding tipis, Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal.
Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi
bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang
dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.
Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus
yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru
sdalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru
efusi pleura/empiema), bayangan hitam radio-Iusen di pinggir parupleura
pneumotoraks).
Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan
sekaligus (pada tuberkulosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat, garisgaris fibrotik, kalsifikasi, kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun
atelektasis dan emfisema.

47

Tuberkulosis sering memberikan gambaran yang aneh-aneh,


terutama gambaran radiologis, sehingga dikatakan tuberculosis is the
greatest imitator. Gambaran infiltrasi dan tuberkuloma sering diartikan
sebagai pneumonia, mikosis paru, karsinoma bronkus atau karsinoma
metastasis. Gambaran kavitas sering diartikan sebagai abses paru. Di
samping itu perlu diingat juga faktor kesalahan dalam membaca foto.
Faktor kesalahan ini dapat mencapai 25%. Oleh sebab itu untuk diagnostik
radiologi sering dilakukan juga foto lateral, top lordotik, oblik, tomografi
dan foto dengan proyeksi densitas keras.
Adanya bayangan (lesi) pada foto dada, bukanlah menunjukkan
adanya aktivitas penyakit, kecuali suatu infiltrat yang betul-betul nyata.
Lesi penyakit yang sudah non-aktif, sering menetap selama hidup pasien.
Lesi yang berupa fibrotik, kalsifikasi, kavitas, schwarte, sering dijumpai
pada orang-orang yang sudah tua.
Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang juga diperlukan adalah
bronkografi, yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang
disebabkan oleh tuberkulosis, Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila
pasien akan menjalani pembedahan paru.
Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah
banyak dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography
Scanning (CT Scan). Pemeriksaan ini lebih superior dibanding radiologis
biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat
dibuat transversal.
Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah Magnetic
Resonance Imaging (MRI), Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT Scan,
tetapi dapat mengevaluasi proses-proses dekat apeks paru, tulang
belakang, perbatasan dada-perut, Sayatan bisa dibuat transversal, sagital
dan koronal.
Pemeriksaan laboratorium
Darah

48

Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya


kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik.
Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit
yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah
lirnfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila
penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah
limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.
Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga: 1). Anemia ringan
dengan gambaran normokrom dan normositer; 2). Gama globulin
meningkat; 3). Kadar natrium darah menurun, Pemeriksaan tersebut di atas
nilainya juga tidak spesifik, Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai
adalah reaksi Takahashi.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan proses tuberkulosis masih
aktif atau tidak. Kriteria positif yang dipakai di Indonesia adalah titer
1/128. Pemeriksaan ini juga kurang mendapat perhatian karena angkaangka positif palsu dan negatif palsunya masih besar.
Belakangan ini terdapat pemeriksaan serologis yang banyak juga
dipakai yakni Peroksidase Anti Peroksida (pAP-TB) yang oleh beberapa
peneliti mendapatkan nilai sensitivitas dan spesifisitasnya cukup tinggi
(85-95%), tetapi beberapa peneliti lain meragukannya karena mendapatkan
angka-angka yang lebih rendah. Sungguhpun begitu PAPTB ini masih
dapat dipakai, tetapi kurang bermanfaat bila digunakan sebagai sarana
tunggal untuk diagnosis TB, Prinsip dasar uji PAP-TB ini adalah
menentukan adanya antibodi IgG yang spesifik terhadap antigen
M.tuberculosis. Sebagai antigen dipakai polimer sitoplasma M. tuberculin
var bovis BCG yang dihancurkan secara ultrasonik dan dipisahkan secara
ultrasentrifus. Hasil uji PAP-TB dinyatakan patologis bila pada titer 1:
10.000 didapatkan hasil uji PAP-TB positif. Hasil positif palsu kadangkadang masih didapatkan pada pasien reumatik, kehamilan dan masa 3
bulan revaksinasi BCG.
Uji serologis lain terhadap TB yang hampir sama cara dan nilainya

49

dengan uji PAP-TB adalah uji Mycodol. Di sini dipakai antigen LAM
(Lipoarabinomannan) yang dilekatkan pada suatu alat berbentuk sisir
plastik. Sisir ini dicelupkan ke dalam serum pasien. Antibodi spesifik anti
LAM dalam serum akan terdeteksi sebagai perubahan warna pada sisir
yang intensitasnya sesuai dengan jumlah antibodi.
Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya
kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di samping
itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap
pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan inimudah dan murah
sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang
tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk
atau batuk yang non produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum
pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak + 2 liter dan
diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan mernberikan
tambahan obat-obat mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan
garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat
diperoleh dengan cara bronkos-kopi diambil dengan brushing atau
bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage). BTA dari sputum
bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan
pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum
yang akan diperiksa hendaknya sesegar rnungkin. .
Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit
ditemukan. Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses
penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang mengandung kuman
BTA mudah ke luar. Diperkirakan di Indonesia terdapat 50% pasien BTA
positif tetapi kurnan tersebut tidak ditemukan dalam sputum mereka,
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya
ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain
diperlukan 5.000 kuman dalam I mL sputum.

50

Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiarn Hok


yang merupakan modifikasi gabungan cara pulasan Kinyoun dan Gabbet.
Tatalaksana6,14
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif
(2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan
terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.
Prinsip pengobatan
1. KATEGORI 1 (2HRZE/4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
- Pasien baru TB paru BTA (+)
- Pasien TB paru BTA (-), foto toraks (+)
- Pasien TB ekstra paru

51

3 .OAT Sisipan (RHZE)


Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif
kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari). 2

C. EFEK SAMPING OAT

52

Kriteria Sembuh
- BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir
pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat
- Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/ perbaikan
- Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif
Evaluasi pasien yang telah sembuh
Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi
minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan
untukmengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis
BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopis BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan
(sesuaiindikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto
toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh (bila ada kecurigaan
TBkambuh).
Komplikasi
Komplikasi dibagi atas kompilkasi dini dan lanjut:14
Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, poncent
atrhopathy

53

Komplikasi lanjut: SOPT, fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, Ca


paru, ARDS.
Prognosis
Prognosis

TB

parutergantungdariderajatberat,

kepatuhanpasien,

sensitivitasbakteri, gizi, statusimun, dan komorbiditas.14


Kanker Paru 12,13
A. Definisi
Kanker paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam
jaringan paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan,
terutama asap rokok. Menurut World Health Organization (WHO), kanker paru
merupakan penyebab kematian utama dalam kelompok kanker, baik pada pria
maupun wanita.
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru,
mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar
paru (metastasis tumor di paru). Dalam istilah medis yang dimaksud dengan
kanker paru ialah kanker paru primer, yakni tumor ganas yang berasal dari epitel
bronkus atau karsinoma bronkus (bronchogenic carcinoma)
B. Epidemiologi
Setiap tahun ada lebih dari 1.4 juta kasus kanker paru baru di seluruh
dunia, yang menyebabkan kira-kira 1.1 juta kematian tiap tahun. Dengan kata lain
di seluruh dunia terdapat 3.000 orang yang meninggal karena kanker paru setiap
harinya dan ini berarti satu orang setiap 30 detik. Kanker paru dilaporkan sebagai
kanker penyebab kematian terbesar di dunia, dan bertanggung jawab atas 18.7%
kematian akibat kanker serta kanker pembunuh terbanyak di Eropa.
C. Etiologi
1. Merokok

54

Merokok diestimasikan 90% menyebabkan kanker paru-paru pada pria,


dan sekitar 70% pada wanita. Di negara-negara industri, sekitar 56% - 80%
merokok menyebabkan penyakit pernafasan kronis dan sekitar 22% penyakit
kardiovaskular. Indonesia menduduki peringkat ke-4 jumlah perokok terbanyak di
dunia dengan jumlah sekitar 141 juta orang. Diperkirakan, konsumsi rokok
Indonesia setiap tahun mencapai 199 miliar batang rokok. Akibatnya adalah
kematian sebanyak 5 juta orang pertahunnya.
Penyebab lain kanker paru termasuk sebagai berikut:
1) Perokok pasif, merupakan risiko lain untuk kanker paru-paru.
Diperkirakan 3.000 kasus kanker paru-paru yang terjadi setiap tahun di
Amerika Serikat adalah perokok pasif.
2) Sebagian besar zat karsinogen dalam asap tembakau (rokok) ditemukan
pada fase tar seperti PAH dan fenol aromatik Tar adalah sejenis cairan
kental berwarna coklat tua atau hitam yang merupakan substansi
hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru paru. Kadar
tar dalam tembakau antara 0.5-35 mg/ batang. Tar merupakan suatu zat
karsinogen yang dapat menimbulkan kanker pada jalan nafas dan paruparu(3).
2. Polusi udara
Polusi dari kendaraan bermotor, pabrik, dan sumber lain mungkin
meningkatkan risiko kanker paru-paru. Gas yang paling berbahaya bagi paru-paru
adalah SO2 dan NO2. Kalau unsur ini diisap, maka berbagai keluhan di paru-paru
akan timbul dengan nama CNSRD (chronic non spesific respiratory disease)
seperti asma dan bronkhitis. Kenaikan konsentrasi gas SO2 dan NO2 dikaitkan
dengan adanya gangguan fungsi paru.
Pengaruh pencemaran akibat oksida sulfur adalah meningkatkan tingkat
morbiditas, insidensi penyakit pernapasan, seperti bronchitis, emphysema dan
penurunan kesehatan umum. Konsentrasi SO2 0,04 ppm dengan partikulat 169
g/m3

menimbulkan

peningkatan

55

yang

tinggi

dalam

kematian

akibat bronchitis dan kanker paru-paru. Pengaruhnya terhadap kesehatan yaitu


terganggunya sistem pernapasan dan dapat menjadi emfisema, bila kondisinya
kronis dapat berpotensi menjadi bronkhitis serta akan terjadi penimbunan NO2 dan
dapat merupakan sumber karsinogenik.
3. Akibat Kerja
a. Pemaparan asbes meningkatkan resiko kanker paru-paru sembilan kali.
Kombinasi dari paparan asbes dan merokok meningkatkan resiko untuk
sebanyak 50 kali. Kanker lain dikenal sebagai mesothelioma (suatu jenis
kanker pada lapisan rongga dada yang disebut pleura atau lapisan rongga
perut disebut peritoneum) juga sangat terkait dengan paparan asbes.
b. Pekerjaan tertentu dimana paparan arsenik,, kromium nikel, hidrokarbon
aromatik, dan eter terjadi dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru.
c. Penyakit Paru Kerja Akibat Pajanan Cat Semprot. Cat semprot
mengubah substansi menjadi aerosol, yaitu kumpulan partikel halus
berupa cair atau padat, sehingga karena ukurannya yang kecil akan mudah
terhisap, selanjutnya merupakan pajanan potensial khususnya terhadap
kesehatan paru. Pigmen dalam cat berguna untuk mewarnai dan
meningkatkan ketahanan cat. Banyak jenis pigmen merupakan bahan
berbahaya yaitu Chromium dan Cadmium yang memberikan warna hijau,
kuning, dan oranye dapat menyebabkan kanker paru dan iritasi kulit,
hidung, dan saluran nafas atas.
4. Penyakit Paru,
Penyakit paru seperti tuberkulosis (TBC) dan penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK), juga membuat risiko untuk kanker paru-paru. Seseorang dengan
PPOK memiliki risiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paruparu bahkan ketika pengaruh merokok dikecualikan.
5. Radiasi
56

a. Radon pose exsposure adalah risiko lain untuk kanker paru, merupakan
produk sampingan dari radium alami, yang merupakan produk uranium.
b. Risiko kanker paru meningkat dengan paparan jangka panjang yang
signifikan untuk radon, meskipun tidak ada yang tahu kadar risiko yang
tepat. Diperkirakan 12% kematian karena kanker paru-paru diakibatkan
gas radon, atau sekitar 21.000 kematian paru-paru terkait kanker setiap
tahun di US. Seperti merokok, paparan asbes dan paparan radon sangat
meningkatkan resiko kanker paru-paru.
6. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni
a. Proto-oncogen
b. Tumor suppressor gene
c. Gene encoding enzyme.

D. Patofisiologi
Kanker disebabkan oleh mutasi DNA di dalam sel. Akumulasi dari mutasimutasi tersebut menyebabkan munculnya tumor. Sebenarnya sel kita memiliki
mekanisme perbaikan DNA (DNA repair) dan mekanisme lainnya yang
menyebabkan sel merusak dirinya sendiri dengan apoptosis jika kerusakan DNA
sudah terlalu berat. Apoptosis adalah proses aktif kematian sel yang ditandai
dengan pembelahan DNA kromosom, kondensasi kromatin, serta fragmentasi
nukleus dan sel itu sendiri. Mutasi yang menekan gen untuk mekanisme tersebut
biasanya dapat memicu terjadinya kanker. Kanker sendiri sebenarnya adalah
istilah untuk segolongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel abnormal
dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik
dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan
migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak terkendali
57

tersebut disebabkan kerusakan DNA, dan bahkan menyebabkan mutasi di gen


vital yang mengontrol pembelahan sel(3). Beberapa buah mutasi mungkin
dibutuhkan untuk mengubah sel normal menjadi sel kanker. Mutasi-mutasi
tersebut sering diakibatkan oleh agen kimia maupun fisik yang disebut sebagai zat
karsinogen. Mutasi tersebut dapat terjadi secara spontan (diperoleh) ataupun
diwariskan (mutasi germline).
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus
menyebabkan silia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia, hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi
pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang
letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini
menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di
bagian distal. Gejala gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis,
dispneu, demam, dan dingin. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya
menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat
bermetastase ke struktur struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding
esofagus, pericardium, otak, tulang rangka(4).
E. Klasifikasi
Secara garis besar kanker paru dibagi menjadi 2 bagian yaitu Small Cell Lung
Cancer (SCLC) dan Non Small Cell Lung Cancer (NCLC).
1. Small Cell Lung Cancer (SCLC)
Kejadian kanker paru jenis SCLC ini hanya sekitar 20 % dari total kejadian
kanker paru. Namun jenis ini berkembang sangat cepat dan agresif. Apabila tidak
segera mendapat perlakuan maka hanya dapat bertahan 2 sampai 4 bulan.
2. Non Small Cell Lung Cancer

58

80 % dari total kejadian kanker paru adalah jenis NSCLC. Secara garis besar
dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Adenokarsinoma, jenis ini adalah yang paling banyak ditemukan (40%).
b. Karsinoma Sel Skuamosa, banyaknya kasus sekitar 20 30%.
c. Karsinoma Sel Besar, banyaknya kasus sekitar 10 15%.
Sebagian besar pasien yang didiagnosa dengan NSCLC (7080%) sudah dalam
stadium lanjut III IV. Berbagai keterbatasan sering menyebabkan dokter
spesialis

Patologi

Anatomi

mengalami

kesulitan

menetapkan

jenis

sitologi/histologis yang tepat. Karena itu, untuk kepentingan pemilihan jenis


terapi, minimal harus ditetapkan, apakah termasuk kanker paru karsinoma sel
kecil (KPKSK atausmall cell lung cancer, SCLC) atau kanker paru jenis
karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK, nonsmall cell lung cancer, NSCLC)

Penderajatan (Staging) Kanker Paru


Penderajatan untuk KPKBSK ditentukan menurut International System
For Lung Cancer (1997), berdasarkan sistem TNM. Pengertian T adalah tumor
yang dikatagorikan atas Tx, To s/d T4, N untuk keterlibatan kelenjar getah bening
(KGB) yang dikategorikan atas Nx, No s/d N3, sedangkan M adalah menunjukkan
ada atau tidaknya metastasis jauh.
T

Tumor Primer

To

Tidak

ada

bukti

primer

sulit

terbukti

dari

sekret

ada

dinilai,
penemuan

primer.

Tumor

atau

tumor

primer

sel

bronkopulmoner

59

tumor

tumor
tetapi

ganas

pada
tidak

tampak secara radilogis atau bronkoskopik.


Tx

Tumor

primer

sulit

dinilai,

terbukti

dari

sekret

bronkopulmoner

penemuan

atau

sel

tumor

tumor

tetapi

primer

ganas

tidak

pada
tampak

secara radilogis atau bronkoskopik.


Tis

Karsinoma

in

Tengah

T1

Tumor

terbesar

tidak

oleh

jaringan

dikelilingi
viseral

situ

dan

secara

lebih

dengan

melebihi
paru

garis

cm,

atau

bronkoskopik

pleura

invasi

tidak

proksimal

bronkus

lobus

(belum

sampai

supervisial
invasif

dari

(belum

sampai

ke

bronkus

sebarang

ukuran

terbatas

pada

ke

bronkuslobus

utama).

Tumor

dengankomponen

dinding

bronkus

yang

meluas ke proksimal bronkus utama


T2

Setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai


berikut :

Garis tengah terbesar lebih dari 3 cm

Mengenai bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih

distal dari karina mengenai pleura viseral

Berhubungan dengan atelektasis atau

pneumonitis

obstruktif

daerah

hilus,

yang

meluas

ke

tetapi

belum

mengenai

ukuran,

dengan

perluasan

seluruh paru.
T3

Tumor
langsung

sebarang
pada

sulkus
mediastinum

dinding

superior),
atau

dada

(termasuk

diafragma,
tumor

dalam

tumor
pleura
bronkus

utama yang jaraknya kurang dari 2 cm sebelah

60

distal
dengan

karina

atau

atelektasis

tumor
atau

yang

berhubungan

pneumonitis

obstruktif

seluruh paru.
T4

Tumor sebarang ukuran yang mengenai mediastinum atau


jantung, pembuluh besar, trakea, esofagus, korpus
vertebra, karina, tumor yang disertai dengan efusi pleura
ganas atau satelit tumor nodul ipsilateral pada lobus yang
sama dengan tumor primer.

Kelenjar getah bening regional (KGB)

Nx

Kelenjar getah bening tak dapat dinilai

No

Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening

N1

Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial


dan/atau hilus ipsilateral, termasuk perluasan tumor secara
langsung

N2

Metastasis pada kelenjar getah bening mediatinum


ipsilateral dan/atau KGB subkarina

N3

Metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau


KGB skalenus / supraklavila ipsilateral / kontralateral

Metastasis (anak sebar) jauh.

Mx

Metastasis tak dapat dinilai

Mo

Tak ditemukan metastasis jauh

M1

Ditemukan metastasis jauh. Metastastic tumor nodule(s)


ipsilateral di luar lobus tumor primer dianggap sebagai M1

F. Gejala Klinik
Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit
paru lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari anamnesis
61

akan didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktorfaktor lain yang
sering sangat membantu tegaknya diagnosis. Keluhan utama dapat berupa(5):

Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen),

batuk darah, sesak napas,

suara serak,

sakit dada,

sulit / sakit menelan,

benjolan di pangkal leher,

sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan


rasa nyeri yang hebat.

Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat metastasis di
luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran
hepar atau patah tulang kaki. Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti :berat
badan berkurang, nafsu makan hilang, demam hilang timbul, trombosis vena
perifer dan neuropati.
G. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan jasmani harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti. Hasil
yang didapat sangat bergantung pada kelainan saat pemeriksaan dilakukan. Tumor
paru ukuran kecil dan terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada
pemeriksaan. Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai
akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau penekanan vena kava akan
memberikan hasil yang lebih informatif dimana pada pemeriksaan perkusi
didapatkan suara redup dan suara nafas melemah. Pemeriksaan fisik pada organ
lain

juga dapat memberikan data untuk penentuan stage penyakit, seperti

62

pembesaran KGB atau tumor di luar paru. Metastasis ke organ lain juga dapat
dideteksi dengan perabaan hepar, pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi
peninggian tekanan intrakranial dan terjadinya fraktur patologis sebagai akibat
metastasis ke tulang.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang
mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta
penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem TNM. Jenis pemeriksaan
Radiologis yaitu

a. Foto toraks:
Pada

pemeriksaan

foto

toraks

PA/lateral akan dapat dilihat bila masa tumor


dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda
yang mendukung keganasan adalah tepi yang
ireguler, disertai identasi pleura, sel satelit,
dll. Pada foto, tumor juga dapat ditemukan
telah invasi ke dinding dada dalam bentuk
efusi pleura, efusi perikar dan metastasis
intrapulmoner. Seorang penderita yang tergolong dalam golongan resiko tinggi
(GRT) dengan diagnosis penyakit paru, harus disertai follow-up yang teliti.
Pemberian OAT yang tidak menunjukan perbaikan atau bahkan memburuk setelah
1 bulan harus menyingkirkan kemungkinan kanker paru, atau pengobatan
pneumonia yang tidak berhasil setelah pemberian antibiotik selama 1 minggu juga
harus menimbulkan dugaan kemungkinan tumor dibalik pneumonia tersebut. Bila
63

foto toraks menunjukkan gambaran efusi pleura yang luas harus diikuti dengan
pengosongan isi pleura dengan punksi berulang atau pemasangan WSD dan
ulangan foto toraks agar bila ada tumor primer dapat dibuktikan. Keganasan harus
dicurigai bila cairan bersifat produktif, dan/atau cairan serohemoragik.
b. CT-Scan toraks :
Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara lebih baik
daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil
dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses keganasan juga
tergambar secara lebih baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus,
tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi
invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi
dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk menentukan stage
juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi. Demikian
juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner.
c. Pemeriksaan radiologik lain :
Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks adalah tidak mampu mendeteksi
telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan radiologik
lain, misalnya Brain-CT untuk mendeteksi metastasis di tulang kepala / jaringan
otak, bone scan dan/atau bone survey dapat mendeteksi metastasis diseluruh
jaringan tulang tubuh. USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di
hati, kelenjar adrenal dan organ lain dalam rongga perut.
I. Pemeriksaan Khusus
a. Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik sekaligus dapat
diandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar dapat dipastikan ada
tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya masa intrabronkus atau perubahan
mukosa saluran napas, seperti terlihat kelainan mukosa tumor misalnya,
64

berbenjol-benjol, hiperemis, atau stinosis infiltratif, mudah berdarah. Tampakan


yang abnormal sebaiknya diikuti dengan tindakan biopsi tumor/dinding bronkus,
bilasan, sikatan atau kerokan bronkus(5).
b. Biopsi aspirasi jarum
Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya karena sangat
mudah terjadi perdarahan, atau apabila mukosa licin berbenjol, maka sebaiknya
dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena bilasan dan biopsi bronkus saja sering
memberikan hasil negatif.
c. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)
TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina) pada posisi jam 1
bila tumor ada di kanan, akan memberikan informasi ganda, yakni kita mendapat
bahan untuk sitologi dan informasi metastasis KGB subkarina atau paratrakeal.
d. Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)
Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk fluoroskopik maka
biopsi paru lewat bronkus (TBLB) harus dilakukan.
e. Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)
Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan
bantuan flouroscopic angiography. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm dan
terletak di sentral dapat dilakukan TTB dengan tuntunan CTscan.
f. Biopsi lain
Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran KGB atau teraba
masa yang dapat terlihat superfisial. Biopsi KBG harus dilakukan bila teraba
pembesaran KGB supraklavikula, leher atau aksila, apalagi bila diagnosis
sitologi/histologi tumor primer di paru belum diketahui. Punksi dan biopsi pleura
harus dilakukan jika ada efusi pleura.
65

g. Sitologi sputum
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan murah.
Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer, penderita batuk
kering dan tehnik pengumpulan dan pengambilan sputum yang tidak memenuhi
syarat. Dengan bantuan inhalasi NaCl 3% untuk merangsang pengeluaran sputum
dapat ditingkatkan. Semua bahan yang diambil dengan pemeriksaan tersebut di
atas harus dikirim ke laboratorium Patologi Anatomik untuk pemeriksaan
sitologi/histologi. Bahan berupa cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi, atau
dibuat sediaan apus, lalu difiksasi dengan alkohol absolut atau minimal alkohol
90%. Semua bahan jaringan harus difiksasi dalam formalin 4%.
H. Petanda Tumor (Tumor Marker)
Petanda tumor yang telah ada, seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainya tidak
dapat digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan evaluasi hasil
pengobatan.
J. Diagnosa Banding
Kanker paru mempunyai gejala yang spesifik pada saluran pernafasan, tetapi juga
tidak jarang bermanifestasi ke organ lain dikarenakan kanker sudah bermetastasis
ke organ lain sehingga diagnosa banding di luar kelainan paru harus dipikirkan,
diantaranya:
Benign tumors of the lung
Bronchitis
Fungal infections of the lung
Lung abscess
Metastatic cancer

66

Pneumonia
TBC
K. Penatalaksanaan
Menurut

Persatuan

Ahli

Bedah

Onkologi

Indonesia

(2005),

penatalaksanaan/pengobatan utama penyakit kanker meliputi empat macam yaitu


pembedahan, radioterapi, kemoterapi dan hormoterapi. Pembedahan dilakukan
untuk mengambil massa kanker dan memperbaiki komplikas yang mungkin
terjadi. Sementara tindakan radioterapi dilakukan dengan sinar ionisasi untuk
menghancurkan kanker. Kemoterapi dilakukan untu membunuh sel kanker dengan
obat anti-kanker (sitostatika). Sedangkan hormonterapi dilakukan untuk
mengubah lingkungan hidup kanker sehingga pertumbuhan sel-selnya terganggu
dan akhirnya mati sendiri.
a. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK stadium I
dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari combine modality therapy,
misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK stadium IIIA. Indikasi lain
adalah bila ada kegawatan yang memerlukan intervensi bedah, seperti kanker paru
dengan sindroma vena kava superiror berat. Prinsip pembedahan adalah sedapat
mungkin tumor direseksi lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan
lobektomi maupun pneumonektomi. Segmentektomi atau reseksi baji hanya
dikerjakan jika faal paru tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan diperiksa
dengan potong beku untuk memastikan bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor.
KGB mediastinum diambil dengan diseksi sistematis, serta diperiksa secara
patologi anatomis.
b. Radioterapi
Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau paliatif. Pada
terapi kuratif, radioterapimenjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan untuk
67

KPKBSK stadium IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi saja tidak jarang
menjadi alternatif terapi kuratif. Radiasi sering merupakan tindakan darurat yang
harus dilakukan untuk meringankan keluhan penderita, seperti sindroma vena
kava superiror, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada dan metastasis
tumor di tulang atau otak.
Penetapan kebijakan radiasi pada KPKBSK ditentukan beberapa faktor:
1. Staging penyakit
2. Status tampilan
3. Fungsi paru
Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus diketahui :
- Jenis pembedahan termasuk diseksi kelenjar yang dikerjakan
- Penilaian batas sayatan oleh ahli Patologi Anatomi (PA)
Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 6000 cGy, dengan cara
pemberian 200 cGy/x, 5 hari perminggu.
Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah :
1. Hb > 10 g%
2. Trombosit > 100.000/mm3
3. Leukosit > 3000/dl
b. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pilihan utama untuk kanker paru karsinoma sel
kecil (KPKSK) dan beberapa tahun sebelumnya diberikan sebagai terapi paliatif
untuk kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) stage lanjut. Tujuan
pemberian kemoterapi paliatif adalah mengurangi atau menghilangkan gejala
yang diakibatkan oleh perkembangan sel kanker tersebut sehingga diharapkan
akan dapat meningkatkan kualiti hidup penderita. Tetapi akhir-akhir ini berbagai
penelitian telah memperlihatkan manfaat kemoterapi untuk KPKBSK sebagai
upaya memperbaiki prognosis, baik sebagai modaliti tunggal maupun bersama
modaliti lain, yaitu radioterapi dan/atau pembedahan. Indikasi pemberian
kemoterapi pada kanker paru ialah:
1. Penderita kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) tanpa atau dengan
gejala.

68

2. Penderita kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang
inoperabel (stage IIIB & IV), jika memenuhi syarat dapat dikombinasi dengan
radioterapi, secara konkuren, sekuensial atau alternating kemoradioterapi.
3. Kemoterapi adjuvan yaitu kemoterapi pada penderita kanker paru jenis
karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) stage I, II dan III yang telah dibedah.
4. Kemoterapi neoadjuvan yaitu kemoterapi pada penderita stage IIIA dan
beberapa kasus stage IIIB yang akan menjalani pembedahan. Dalam hal ini
kemoterapi merupakan bagian terapi multimodaliti.
Regimen yang biasanya digunakan sebagai modalitas kemoterapi adalah :
1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
2. PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid)
3. Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin
4. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin
5. Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin
Syarat standar yang harus dipenuhi sebelum kemoterapi:
1. Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia lanjut, dapat
diberikan obat antikanker dengan regimen tertentu dan/atau jadual tertentu.
2. Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut, meski Hb <
10 g% tidak perlu tranfusi darah segera, cukup diberi terapi sesuai dengan
penyebab anemia.
3. Granulosit > 1500/mm3
4. Trombosit > 100.000/mm3
5. Fungsi hati baik
6. Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit)

69

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, seorang perempuan, berusia 49 tahun, beralamat di Jl.
Timbangan, Inderalaya, berkebangsaan Indonesia, beragama Islam, dirawat di
Bangsal Perawatan Umum Perempuan RSUD Palembang BARI, dengan keluhan
utama sesak nafas yang semakin berat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
dengan keluhan tambahan

batuk, berdahak, perut membesar, kedua tungkai

bengkak. Sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh batuk
berdahak dirasakan terus menerus, dahak berwarna putih kental, darah tidak ada,
banyaknya sendok makan, frekuensi >10 x. Os juga mengeluh sering
berkeringat pada malam hari dan demam, nafsu makan berkurang, badan terasa
lemas, serta berat badan semakin turunDari keluhan tersebut, yang dapat kita
pikirkan adalah

gangguan di sistem respirasi/paru yang mengarah pada

kemungkinan infeksi paru maupun massa paru.


Sekitar 1 minggu sebelum masuk rumah sakit os mengeluh perut semakin
membesar dan nyeri perut kiri atas yang dirasakan hilang timbul dan tidak
menjalar. 4 hari SMRS kedua tungkai os bengka. 3 hari SMRS os mengeluh sesak
napas yang semakin memberat. Sesak tanpa dipengaruhi emosi dan cuaca, dan
bila os berbaring terlentang dan beraktifitas sesak semakin berat. Sesak berkurang
jika os berbaring dengan posisi miring ke kanan atau duduk. Sesak tanpa disertai
suara mengi. Nyeri dada sebelah kanan ada dirasakan hilang timbul dan tidak

70

menjalar ataupun tembus. Kemudian os berobat ke RS. Inderalaya dan dilakukan


pungsi cairan pleura didapatkan sebanyak 3 liter, dikarenakan kondisi sesak os
tidak berkurang os dirujuk ke RSUD Palembang BARI.
Dalam hal ini, dapat dicurigai adanya TB dari warna dahak yang putih.
Sakit dada dapat dikarenakan adanya proses pada pleura, dapat disebabkan adanya
pleuritis atau efusi pleura. Sesak yang ditimbulkan juga bukan berasal dari
penyakit jantung dan asma. Badan lemas, demam, nafsu makan dan berat badan
yang turun menunjukkan gejala-gejala prodromal yang sering dijumpai pada TB
paru.
Perut membesar dirasakan os sejak 1 minggu yang lalu, dan kedua tungkai
bengkak, kemudian os merasa wajah semakin sembab.
Pada pemeriksaan umum didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, nadi 110x/menit, pernapasan 30x/menit, suhu badan
36,5oC , dan tekanan darah 110/70 mmHg. Pemeriksaan fisik didapatkan bentuk
dada asimetris ka > ki, retraksi ada, sela iga melebar, vokal fremitus kanan < kiri,
redup pada paru kanan, vesikuler (-)/(+), wheezing (-)/(-), ronkhi (-)/(-).
Pemeriksaan penunjang didapatkan darah rutin dalam batas normal. Foto
rontgen thorax PA didapatkan efusi pleuramassif
Berdasarkan pemeriksaan fisik, dapat ditegakkan diagnosis berupa efusi
pleura massif. Adanya akumulasi cairan yang terus menerus walaupun sudah
dilakukan pungsi cairan pleura sebanyak 3 L sebelumnya, kemungkinan penyebab
pada kasus ini adanya Ca paru. Hal ini juga didukung dari pemeriksaan fisik
pasien tersebut. Namun untuk memperkuat diagnosis tersebut dibutuhkan
pemeriksaan sitologi dan analisis cairan pleura, ataupun biopsy.
Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paruparu, mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral
dengan ukuran jantung yang tidak membesar. Keluhan yang paling banyak
ditemukan adalah sesak dan nyeri dada. Gejala lain adalah akumulasi cairannya
kembali dengan cepat walaupun dilakukan torakosintesis berkali-kali
Pemasangan WSD ttelah dilakukan, didapatkan total cairan pleura 1600cc
berwarna kemerahan, bekuan darah postif. Hal ini menunjukkan jeniscairan
hematothorax

71

Pada penyakit TBC paru, efusi pleura diduga disebabkan rupturnya focus
sub pleura dari jaringan nekrotik perkijuan sehingga tuberkuloprotein yang ada
didalam nya masuk ke rongga pleura, atau pneybaran lainnya bisa hematogen dan
secara perkontinuitatum dari kelenjar limfe. Biasanya effuse pleura yang
disebabkan TBC berupa unilateral. Efusi pleura terjadi karena tertimbunnya cairan
pleura secara berlebihan sebagai akibat transudasi (perubahan tekanan hidrostatik
dan onkotik) dan eksudasi (perubahan permeabilita membran) pada permukaan
pleura seperti terjadi pada proses infeksi dan neoplasma. Pada keadaan normal
ruangan interpleura terisi sedikit cairan untuk sekedar melicinkan permukaan
kedua pleura yang saling bergerak karena pernapasan. Cairan disaring keluar
pleura parietalis yang bertekanan tinggi dan diserap oleh sirkulasi di pleura
viseralis yang bertekanan rendah. Disamping sirkulasi dalam pembuluh darah,
pembuluh limfe pada lapisn subepitelial pleura parietalis dan viseralis mempunyai
peranan dalam proses penyerapan cairan pleura tersebut. Jadi mekanisme yang
berhubungan dengan terjadinya efusi pleura pada umunya ialah kenaikan tekanan
hidrostatik dan penurunan tekanan osmotik pada sirkulasi kapiler, penurunan
tekanan kavum pleura, kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe
dari rongga pleura. Sedangkan pada efusi pleura tuberkulosis terjadinya disertai
pecahnya granuloma di subpleura yang diteruskan ke rongga pleura.
Pada kebanyakan penderita umumnya asimtomatis atau memberikan gejala
demam, berat badan yang menurun, nyeri dada terutama pada waktu bernapas
dalam, sehingga pernapasan penderita menjadi dangkal dan cepat dan pergerakan
pernapasan pada hemitoraks yang sakit menjadi tertinggal. Sesak napas terjadi
pada waktu permulaan pleuritis, disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila
jumlah cairan meningkat, terutama kalau cairannya penuh. Batuk pada umumnya
nonproduktif dan ringan, terutama apabila disertai dengan proses tuberkulosis di
parunya.
Pada dasarnya pengobatan efusi pleura tuberkulosis sama dengan efusi
pleura pada umumnya, yaitu dengan melakukan torakosintesis agar keluhan sesak
penderita menjadi berkurang, terutama untuk efusi plaura yang berisi penuh.
Sedangkan tuberkulosisnya diterapi dengan OAT seperti tuberkulosis paru, dengan

72

syarat terus menerus, waktu lama dan kombinasi obat. Penderita TB paru atau
dugaan TB dengan efusi dapat diterapi dengan OAT.

73

Anda mungkin juga menyukai

  • PJK PT
    PJK PT
    Dokumen33 halaman
    PJK PT
    Maulana 'Sugat' Iskandar Dinata
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Barotrauma
    Laporan Kasus Barotrauma
    Dokumen45 halaman
    Laporan Kasus Barotrauma
    ajengdwinta
    33% (3)
  • Porto Emergency
    Porto Emergency
    Dokumen11 halaman
    Porto Emergency
    Maulana 'Sugat' Iskandar Dinata
    Belum ada peringkat
  • Porto Anak
    Porto Anak
    Dokumen12 halaman
    Porto Anak
    Maulana 'Sugat' Iskandar Dinata
    Belum ada peringkat
  • Penyakit Paru Akibat Kerja
    Penyakit Paru Akibat Kerja
    Dokumen27 halaman
    Penyakit Paru Akibat Kerja
    Maulana 'Sugat' Iskandar Dinata
    Belum ada peringkat
  • Porto - Peritonitis
    Porto - Peritonitis
    Dokumen8 halaman
    Porto - Peritonitis
    Maulana 'Sugat' Iskandar Dinata
    Belum ada peringkat
  • Moo Jugo
    Moo Jugo
    Dokumen1 halaman
    Moo Jugo
    Maulana 'Sugat' Iskandar Dinata
    Belum ada peringkat
  • Case!
    Case!
    Dokumen17 halaman
    Case!
    Maulana 'Sugat' Iskandar Dinata
    Belum ada peringkat
  • Porto - Bronkopneumonia
    Porto - Bronkopneumonia
    Dokumen8 halaman
    Porto - Bronkopneumonia
    Maulana 'Sugat' Iskandar Dinata
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Kulit
    Laporan Kasus Kulit
    Dokumen48 halaman
    Laporan Kasus Kulit
    Maulana 'Sugat' Iskandar Dinata
    Belum ada peringkat
  • Porto - Stroke Hemoragik
    Porto - Stroke Hemoragik
    Dokumen11 halaman
    Porto - Stroke Hemoragik
    Maulana 'Sugat' Iskandar Dinata
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan: 1.1. Latar Belakang
    Bab I Pendahuluan: 1.1. Latar Belakang
    Dokumen51 halaman
    Bab I Pendahuluan: 1.1. Latar Belakang
    Maulana 'Sugat' Iskandar Dinata
    Belum ada peringkat
  • Pemberi Informasi
    Pemberi Informasi
    Dokumen1 halaman
    Pemberi Informasi
    Maulana 'Sugat' Iskandar Dinata
    Belum ada peringkat
  • Bronko Pneumonia
    Bronko Pneumonia
    Dokumen17 halaman
    Bronko Pneumonia
    Maulana 'Sugat' Iskandar Dinata
    Belum ada peringkat
  • Laporan Akhir Kegiatan Kuliah Kerja Nyata Ss
    Laporan Akhir Kegiatan Kuliah Kerja Nyata Ss
    Dokumen18 halaman
    Laporan Akhir Kegiatan Kuliah Kerja Nyata Ss
    Maulana 'Sugat' Iskandar Dinata
    Belum ada peringkat
  • Ards
    Ards
    Dokumen19 halaman
    Ards
    Maulana 'Sugat' Iskandar Dinata
    Belum ada peringkat
  • UJIAN
    UJIAN
    Dokumen38 halaman
    UJIAN
    Maulana 'Sugat' Iskandar Dinata
    Belum ada peringkat
  • Kepada Yth
    Kepada Yth
    Dokumen2 halaman
    Kepada Yth
    Maulana 'Sugat' Iskandar Dinata
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen2 halaman
    Bab Iv
    Maulana 'Sugat' Iskandar Dinata
    Belum ada peringkat
  • Tumor Paru
    Tumor Paru
    Dokumen87 halaman
    Tumor Paru
    Maulana 'Sugat' Iskandar Dinata
    Belum ada peringkat
  • Abses Paru
    Abses Paru
    Dokumen20 halaman
    Abses Paru
    Adi Trisno
    100% (2)
  • BAB I Okk
    BAB I Okk
    Dokumen3 halaman
    BAB I Okk
    Maulana 'Sugat' Iskandar Dinata
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus
    Laporan Kasus
    Dokumen23 halaman
    Laporan Kasus
    Fajar Maulidan Al'amin
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen7 halaman
    Bab Ii
    Maulana 'Sugat' Iskandar Dinata
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Maulana 'Sugat' Iskandar Dinata
    Belum ada peringkat
  • Ulkus Kornea
    Ulkus Kornea
    Dokumen10 halaman
    Ulkus Kornea
    Maulana 'Sugat' Iskandar Dinata
    Belum ada peringkat
  • Analisis Situasi: Data Primer Data Sekunder
    Analisis Situasi: Data Primer Data Sekunder
    Dokumen28 halaman
    Analisis Situasi: Data Primer Data Sekunder
    Maulana 'Sugat' Iskandar Dinata
    Belum ada peringkat
  • Glaukoma
    Glaukoma
    Dokumen41 halaman
    Glaukoma
    Maulana 'Sugat' Iskandar Dinata
    Belum ada peringkat
  • BAB I Dan II Mei Lapsus DR Didi Oligohid
    BAB I Dan II Mei Lapsus DR Didi Oligohid
    Dokumen30 halaman
    BAB I Dan II Mei Lapsus DR Didi Oligohid
    Maulana 'Sugat' Iskandar Dinata
    Belum ada peringkat