PENDAHULUAN
Efusi pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura
bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit.
Pada keadaan normal, rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan sebanyak
10-20 ml yang membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis,
dengan fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada
waktu pernapasan.1
Penyakit-penyakit
yang
dapat
menimbulkan
efusi
pleura
adalah
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 119 pasien dengan efusi pleura di
Rumah Sakit Persahabatan pada tahun 2010-2011, efusi pleura kebanyakan
disebabkan oleh keganasan (42.8%) dan tuberkulosis (42%).2 Penyakit lain yang
mungkin mendasari terjadinya efusi pleura antara lain pneumonia, empiema
toraks, gagal jantung kongestif, sirosis hepatis.1
Umumnya pasien datang dengan gejala sesak napas, nyeri dada, batuk, dan
demam. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan abnormalitas seperti bunyi redup
pada perkusi, penurunan fremitus pada palpasi, dan penurunan bunyi napas pada
auskultasi paru bila cairan efusi sudah melebihi 300 ml. Foto toraks dapat
digunakan untuk mengkonfirmasi terjadinya efusi pleura.1
Oleh karena keadaannya yang dapat mengancam jiwa, dan penanganannya
yang segera pada beberapa kasus, kami mengangkat kasus efusi pleura dalam
makalah ini. Agar kami dapat mempelajari bagaimana diagnosis dan
penatalaksanaan kasus yang umumnya merupakan keadaan akut dari penyakit
paru seperti tuberkulosis maupun disebabkan oleh keganasan.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identifikasi
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Bangsa
Alamat
pekerjaan
MRS tanggal
MedRec
: Ny. B
: 49 tahun
: Perempuan
: Islam
: Indonesia
: Jl. Timbangan rt.002, Inderalaya
: IRT
: 02 Maret 2015
: 12.31.36
2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada
tanggal 07 Maret 2015 pukul 12.00 WIB.
Keluhan Utama : Sesak napas yang semakin berat sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit.
Keluhan Tambahan : batuk, berdahak, perut membesar, kedua tungkai
bengkak
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh batuk
berdahak dirasakan terus menerus, dahak berwarna putih kental, darah tidak
ada, banyaknya sendok makan, frekuensi >10 x. Os juga mengeluh sering
berkeringat pada malam hari dan demam, nafsu makan berkurang, badan
terasa lemas, serta berat badan semakin turun. Kemudian os berobat dan
diberikan obat 4 macam obat (3 diantaranya rifampisin, etambutol, isoniazid).
Pasien sudah minum obat tersebut selama 1 bulan, dan kemudian os putus
obat.
Sekitar 1 minggu sebelum masuk rumah sakit os mengeluh perut
semakin membesar dan nyeri perut kiri atas yang dirasakan hilang timbul dan
tidak menjalar. 4 hari SMRS kedua tungkai os bengkak. 3 hari SMRS os
mengeluh sesak napas yang semakin memberat. Sesak tanpa dipengaruhi
emosi dan cuaca, dan bila os berbaring terlentang dan beraktifitas sesak
semakin berat. Sesak berkurang jika os berbaring dengan posisi miring ke
kanan atau duduk. Sesak tanpa disertai suara mengi. Nyeri dada sebelah kanan
ada dirasakan hilang timbul dan tidak menjalar ataupun tembus. Kemudian os
berobat ke RS. Inderalaya dan dilakukan pungsi cairan pleura didapatkan
sebanyak 3 liter, dikarenakan kondisi sesak os tidak berkurang os dirujuk ke
RSUD Palembang BARI.
Mual dan muntah tidak ada, BAB dan BAK biasa. Os tidak memiliki
kebiasan mengkonsumsi obat penghilang rasa sakit dalam jangka lama lama.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru ada.
riwayat sakit rheumatoid (-)
riwayat hipertensi (+)
riwayat DM (+)
Riwayat Penyakit dalam Keluarga dan lingkungan sekitar
Riwayat adanya tetangga sekitar rumah yang menderita tuberkulosis ada.
Riwayat Pengobatan
Riwayat minum obat steroid dalam jangka lama tidak ada
Riwayat minum OAT ada selama 1 bulan
Riwayat Kebiasaan
Kebiasaan minum kopi dan konsumsi obat penghilang sakit serta merokok
tidak ada.
2.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran
: kompos mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi
: 112 x/menit, reguler isi dan tegangan cukup
Pernapasan
: 35 x/menit, thoracoabdiminal, nafas cepat dan dangkal
Suhu badan
: 36,5 oC
Tinggi Badan
Berat Badan
: 160 cm
: 56kg
Kulit
warna coklat, ikerus kulit tidak ada, pigmentasi (-), pucat pada telapak tangan
dan kaki tidak ada, eritema palmar tidak ada, pertubuhan rambut normal.
KGB
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, inguinal dan
submandibula serta tidak ada nyeri penekanan.
Kepala
Bentuk oval, simetris, ekspresi sakit sedang, deformasi tidak ada, warna
rambut hitam putih , rambut tidak mudah rontok, rambut tidak mudah dicabut
moon face(-), pernapasan cuping hidung (-). Dagu ganda(-)
Mata
Eksophtalmus dan endopthalmus tidak ada, edema palpebra tidak ada,
konjungtiva palpebra pucat tidak ada, sklera ikterik tidak ada, pupil isokor,
reflek cahaya normal, pergerakan mata ke segala arah baik.
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan
baik, tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan.
Telinga
Tofi tidak ada, nyeri tekan processus mastoideus tidak ada, pendengaran baik.
Mulut
Tonsil T1/T1, pucat pada lidah tidak ada, atrofi papil tidak ada, gusi berdarah
tidak ada, stomatitis tidak ada, rhageden tidak ada, bau pernapasan khas tidak
ada, faring tidak ada kelainan.
Leher
Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP (5-2) cmH2O, kaku kuduk tidak ada,
pembesaran KGB tidak ada. deviasi trachea (-)
Thorax
thorax depan
Inspeksi
Paru-paru
Palpasi
Perkusi
paru kiri
Auskultasi
Palpasi
: Iktus cordis teraba ICS 5 Linea clavivula lateral sinistra, thrill (-)
Perkusi
: sulit dinilai
paru kiri
Auskultasi
ronkhi (-)/(-)
Abdomen
Inspeksi
Perkusi
Genitalia
tidak dilakukan pemeriksaan.
Extremitas atas
Gerakan bebas, edema tidak ada, kekuatan (+) 5, nyeri sendi tidak ada,
pigmentasi normal, akral hangat, pigemntasi (-), jari tabuh tidak ada, turgor
kembali cepat, clubbing finger tidak ada, venektasi vena tidak ada, sianosis
tidak ada.
Extremitas bawah
Gerakan bebas, edema ada, kekuatan (+) 5, akral hangat, jari tabuh tidak ada,
sianosis tidak ada.
2.4 Pemeriksaan Penunjang
(Tanggal 03-03-2015)
PARAMETER
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
Hitung jenis :
HASIL
13,1
6.100
179.000
43
NILAI NORMAL
12-14 g/dl
5000 10000/mm3
150.000 400.000/mm3
37-43 %
Basofil
01%
Eosinofil
13%
Batang
26%
Segmen
73
50 70%
Limposit
16
20 40 %
28%
Monosit
(Tanggal 03/03/2015)
PARAMETER
Total protein
Albumin
Globulin
(Tanggal 06/03/2015)
HASIL
5,74
3,89
1,85
NILAI NORMAL
6,8-8,7 g/dL
3,8-5,1 g/dL
1,5-3,0 g/dL
PARAMETER
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
Hitung jenis :
HASIL
12,8
4.000
163.000
41
NILAI NORMAL
12-14 g/dl
5000 10000/mm3
150.000 400.000/mm3
37-43 %
Basofil
01%
Eosinofil
13%
Batang
26%
Segmen
66
50 70%
Limposit
25
20 40 %
28%
139
4,15
135-155 mEq/L
3,6-6,5 mEq/L
17
0,76
272
20-40 mg/dL
0,6-1,1mg/dL
< 180
PARAMETER
HASIL
NILAI NORMAL
Hemoglobin
13,2
12-14 g/dl
Leukosit
6.500
5000 10000/mm3
Trombosit
194.000
150.000 400.000/mm3
Hematokrit
43
37-43 %
Monosit
Elektrolit
Natrium serum
Kalium serum
Faal ginjal
Ureum
Kreatinin
BSS
(tanggal 07/03/2015)
Hitung jenis :
Basofil
01%
Eosinofil
13%
Batang
26%
Segmen
70
50 70%
Limposit
19
20 40 %
28%
Monosit
Elektrolit
Natrium serum
137
135-155 mEq/L
Kalium serum
4,01
3,6-6,5 mEq/L
Ureum
13
20-40 mg/dL
BSS
199
< 180
Faal ginjal
PARAMETER
Total protein
Albumin
Globulin
HASIL
5,72
3,82
1,90
NILAI NORMAL
6,8-8,7 g/dL
3,8-5,1 g/dL
1,5-3,0 g/dL
Pulmo :
perselubungan
diseluruh
lapangan paru
sinus kostovrenikus kanan tak jelas
tulang-tulang intak, soft tissue baik
kesan :
pleura efusi massif
Pulmo :
perselubungan
diseluruh
lapangan paru
sinus kostovrenikus kanan tak jelas
tulang-tulang intak, soft tissue baik
kesan :
pleura efusi massif
Pulmo :
perselubungan
diseluruh
lapangan paru
sinus kostovrenikus kanan tak jelas
tulang-tulang intak, soft tissue baik
kesan :
pleura efusi massif
10
Pulmo :
perselubungan
diseluruh
lapangan paru
sinus kostovrenikus kanan tak jelas
tulang-tulang intak, soft tissue baik
kesan :
pleura efusi massif
11
Rencana Pemeriksaan
12
CTScan thorax
USG abdomen
2.9
Sputum BTA 3X
Sitologi dan analisis cairan pleura
pemasangan WSD
Pemeriksaan fungsi hati jika akan diberikan terapi OAT
Prognosis
Quo ad vitam
Quo ad fungsional
2.10
: bonam
: dubia ad bonam
Follow Up
Selama 10 hari (03 - 13 Maret 2015) dirawat di bangsal perawatan
umum perempuan, penderita mengalami perbaikan
keadaan dimana
13
14
Kepala : konj. Palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/Leher : Jvp (5-2) cmH2O, pem. KGB (-), pem. tiroid (-)
Thorax :
Paru
I : asimetris, retraksi (+), sela iga melebar (+)
P : vokal fremitus kanan melemah >kiri
P : pekak pada paru kanan dan sonor pada paru kiri
A : Vesikuler (-)/(+), wheezing (-)/(-), ronkhi (-)/(-)
Jantung
I : Iktus cordis tidak terlihat
P : Iktus cordis teraba
P : Sulit dinilai
A : HR = 82x/menit reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen
I : cembung, simetris, venektasi tidak ada
A : BU (+) normal
P : lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar lien sulit dinilai, shifting dullness
(+), undulasi (+)
P : hipertimpani, nyeri ketok kostovetebre tidak ada
Eks: edema(+), berkurang
A : Efusi pleura massif e.c ca paru /dd tb paru
P : terapi teruskan
(tanggal 12/03/2015)
S : Sesak nafas berkurang, batuk
O : TD: 100/80 N : 82x/m
RR : 30x/m T : 37,40C BB:55 LP:85
Kepala : konj. Palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/Leher : Jvp (5-2) cmH2O, pem. KGB (-), pem. tiroid (-)
Thorax :
Paru
I : asimetris, retraksi (+), sela iga melebar (+)
P : vokal fremitus kanan melemah >kiri
P : pekak pada paru kanan dan sonor pada paru kiri
A : Vesikuler (-)/(+), wheezing (-)/(-), ronkhi (-)/(-)
Jantung
I : Iktus cordis tidak terlihat
P : Iktus cordis teraba
P : Sulit dinilai
A : HR = 82x/menit reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen
I : cembung, simetris, venektasi tidak ada
A : BU (+) normal
P : lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar lien sulit dinilai, shifting dullness
(+), undulasi (+)
P : hipertimpani, nyeri ketok kostovetebre tidak ada
Eks: edema(+), berkurang
15
16
(tanggal 14/03/2015)
S : Sesak nafas
O : TD: 90/60 N : 92x/m
RR : 30x/m T : 37,40C BB:53 LP:84
Kepala : konj. Palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/Leher : Jvp (5-2) cmH2O, pem. KGB (-), pem. tiroid (-)
Thorax :
Paru
I : asimetris, retraksi (+), sela iga melebar (+)
P : vokal fremitus kanan melemah >kiri
P : pekak pada paru kanan dan sonor pada paru kiri
A : Vesikuler (-)/(+), wheezing (-)/(-), ronkhi (-)/(-)
Jantung
I : Iktus cordis tidak terlihat
P : Iktus cordis teraba
P : Sulit dinilai
A : HR = 82x/menit reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen
I : cembung, simetris, venektasi tidak ada
A : BU (+) normal
P : lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar lien sulit dinilai, shifting dullness
(+), undulasi (+)
P : hipertimpani, nyeri ketok kostovetebre tidak ada
Eks: edema(+), berkurang
A : Efusi pleura massif e.c ca paru /dd tb paru
P : terapi teruskan
Jumlah cairan pleura 400cc/12 jam, 200cc/ 5jam
Tabel Balance Cairan
17
Tanggal
8/3/15
9/3/15
10/3/15
11/3/15
12/3/15
13/3/15
14/3/15
makan
40
40
40
40
30
30
40
Minum
750
750
710
710
820
650
700
Infuse
250
200
500
400
Total
1040
990
750
750
850
1280
1040
BAK
390
450
475
600
750
930
800
BAB
10
15
10
10
15
20
20
IWL
34,7
33
34,4
34,4
34,4
33,1
33,1
Total
400
465
485
610
765
950
820
perhitungan
640
525
265
140
85
330
220
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Efusi Pleura
18
mencegah pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua
buah kaca objek yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek
tersebut dapat bergeseran satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit
dipisahkan.
Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di
dalam pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui
pleura viseralis. Masing-masing dari kedua pleura merupakan membran
serosa mesenkim yang berpori-pori, dimana sejumlah kecil transudat cairan
intersisial dapat terus menerus melaluinya untuk masuk kedalam ruang
pleura.
Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih
besar daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis
dan permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis
sehingga dalam keadaan normal hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam
rongga pleura. (1)
pleura
transudatif
terjadi
jika
faktor
sistemik
yang
Efusi
pleura
eksudatif
terjadi
jika
faktor
lokal
yang
21
protein
transudat.
Terjadinya
perubahan
permeabilitas
(Streptococcus
paeumonie,
Staphylococcus
aureus,
22
karena
fungi
penyebabnya:
Aktinomikosis, Aspergillus,
masuk
ke
rongga
pleura,
menimbukan
reaksi
23
24
25
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita
dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan
sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor
ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites
timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya dimana efusi
pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di
diafragma. Klinisnya merupakan penyakit kronis.
5. Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi
unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisa dari rongga
peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti
dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisa.
c). Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar
Hb pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah
hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini
mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya
diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka
biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding dada.
Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga
pleura berfungsi untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura
parietalis yang saling bergerak karena pernapasan. Dalam keadaan normal
juga selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui kapiler
pleura parietalis dan diabsorpsi oleh kapiler dan saluran limfe pleura
parietalis
dengan
kecepatan
yang
seimbang
dengan
kecepatan
pembentukannya.
Gangguan yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya
kecepatan
proses
pembentukan
26
cairan
pleura
akan
menimbulkan
dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastik lagi seperti pada
pasien emfisema paru.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain
bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom
nefrotik, dialisis peritoneum. Hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan.
Perikarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan pneumothoraks.
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan
permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel
mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran
cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling
sering adalah karena mikobakterium tuberculosis dan dikenal sebagai
pleuritis eksudativa tuberkulosa .Penting untuk menggolongkan efusi pleura
sebagai transudatif atau eksudatif.
Manifestasi klinis
a.
b. Pemeriksaan Fisik.
29
2. Torakosentesis.
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik maupun
terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi
dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan
jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya
tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspirasi. Untuk diagnosis cairan
pleura dilakukan pemeriksaan:
a. Warna cairan. Cairan pleura bewarna agak kekuning-kuningan (seroussantrokom).Bila agak kemerahan-merahan, dapat terjadi trauma, infark
paru, keganasan dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kunig
kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan empiema. Bila merah coklat
menunjukkan abses karena amuba.
b. Biokimia. Terbagi atas efusi pleura transudat dan eksudat. Perbedaannya
dapat dilihat pada tabel :
Tabel 3. Perbedaan Biokimia Efusi Pleura
30
3. Sitologi.
Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel
patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
Sel neutrofil: pada infeksi akut
Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa atau
limfoma maligna).
Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru
Sel mesotel maligna: pada mesotelioma
Sel giant: pada arthritis rheumatoid
Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik
Sel maligna: pada paru/metastase.
4. Bakteriologi.
Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat mengandung
mikroorganisme
berupa kuman
aerob atau
anaerob.
Paling sering
31
32
yang
berat,
dan
hipotensi..
Komplikasi
torakosintesis
adalah:
medioklavikuralis.
b. Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal
selebar kurang lebih 2 cm sampai subkutis.
c. dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.
d. Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai
mendapatkan pleura parietalis.
e. Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian
trokar ditarik. Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi
selang toraks.
f. Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat
dengan kasa dan plester.
g. Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung
selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung
selang diletakkan dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar
udara dari luar tidak dapat masuk ke dalam rongga pleura.
33
Komplikasi
1.
Infeksi.
34
Pengumpulan
cairan
dalam
ruang
pleura
dapat
mengakibatkan
infeksi (empiema primer), dan efusi pleura dapat menjadi terinfeksi setelah
tindakan torasentesis {empiema sekunader).Empiema primer dan sekunder
harus didrainase dan diterapi dengan antibiotika untuk mencegah reaksi
fibrotik. Antibiotika awal dipilih
Fibrosis
Fibrosis
pada
sebagian
paru-paru
dapat
mengurangi
ventilasi
urutan
ke-3
terbanyak
35
di
dunia
setelah
India
dan
paru.
Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas dengan diameter tidak
lebih dari 4 cm. jumlah infiltrate bayangan halus tidak lebih dari satu
bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu
paru.
Far advanced tuberculosis. Terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi
keadaan pada moderately advanced tuberculosis.
Klasifikasi yang banyak digunakan di Indonesia adalah :6
Tuberculosis paru
Bekas tuberculosis paru
Tuberculosis paru tersangka, yang terbagi dalam : a) TB paru tersangka
yang diobati. Sputum BTA negative tetapi tanda lain postif. B) TB paru
36
tersangka yang tidak diobati. Sputum BTA negative dan tanda lain
meragukan.
Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus dipastikan termasuk TB
paru aktif atau bekas TB paru. Dalam klasifikasi ini perlu dicantumkan : 1)
status bakteriologi, 2) Mikroskopis sputum BTA (langsung), 3) biakan
sputum BTA, 4) status radiologis, 5) status kemoterapi, riwayat
pengobatan dengan obat anti tuberculosis.6
WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yakni :6
Kategori I :
Kasus kambuh
Kasus gagal dengan sputum BTA positif
Kategori III :
37
38
40
terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda.
Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut
kolagenosa yang akhirnya
mengelilingi tuberkel.1
Lesi primer paru disebut fokus Ghon dan kumpulan dari kelenjar
getah bening regional yang terserang dan lesi primer disebut kompleks
Ghon. Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada
orang sehat yang menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Respon lain
yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan yaitu bahan cair
lepas ke dalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas.
Bahan tubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke
dalam percabangan trakeobronkial. Walaupun tanpa pengobatan, kavitas
yang kecil dapat menutup dan meninggalkan jaringan parut fibrosis. Bila
peradangan mereda, lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau
pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan
mencapai aliran darah dalam jumlah yang kecil yang terkadang dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini disebut
sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri.
Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya
menyebabkan TB milier, ini terjadi jika fokus nekrotik merusak pembuluh
darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskular dan
tersebar ke organ-organ tubuh.1
Patofisiologi
Tuberkulosis Primer
Penularan TB Paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita.
Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam
tergantung pada ada atau tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk
dan kelembaban. Dalam suasana yang lembab dan gelap, kuman dapat
bertahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini
terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau
41
jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel <5
mikrometer. Kuman akan direspon pertama kali oleh neutrofil, kemudian
oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh
makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia
dengan sekretnya.6
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh yang
lain. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang
tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer
atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini terjadi di setiap bagian
jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka dapat terjadi efusi
pleura. Kuman dapat pula masuk melalui saluran pencernaan, jaringan
limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri
masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak,
ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke
seluruh bagian paru menjadi TB milier.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis local) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening
hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis local dengan
limfadenitis regional disebut kompleks primer (Ranke). Semua proses ini
membutuhkan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya akan
menjadi :6
Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang paling sering
terjadi.
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis fibrotic,
kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya
>5 mm dan sekitar 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena
42
43
Batuk
sesak napas
hemoptisis
limfadenopati
ruam (rnisalnya lupus vulgaris)
kelainan rontgen toraks
gangguan GI.
Efek sistemik:
Demam,
keringat malam
anoreksia
penurunan berat badan
Riwayat penyakit dahulu .
Obat-obatan
Riwayat keluarga dan sosial
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien sering
ditemukan konjunktiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu
demam (Subfebris), badan kurus atau berat badan menurun.
Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak menunjukkan suatu
kelainan pun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi
secara asimtomatik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak di dalam,
akan sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan fisis, karena hantaran
getaran/suara yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai seeara palpasi, perkusi dan auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisis,
TBparu sulit dibedakan dengan pneumonia biasa.
45
46
47
48
49
dengan uji PAP-TB adalah uji Mycodol. Di sini dipakai antigen LAM
(Lipoarabinomannan) yang dilekatkan pada suatu alat berbentuk sisir
plastik. Sisir ini dicelupkan ke dalam serum pasien. Antibodi spesifik anti
LAM dalam serum akan terdeteksi sebagai perubahan warna pada sisir
yang intensitasnya sesuai dengan jumlah antibodi.
Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya
kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di samping
itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap
pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan inimudah dan murah
sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang
tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk
atau batuk yang non produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum
pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak + 2 liter dan
diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan mernberikan
tambahan obat-obat mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan
garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat
diperoleh dengan cara bronkos-kopi diambil dengan brushing atau
bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage). BTA dari sputum
bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan
pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum
yang akan diperiksa hendaknya sesegar rnungkin. .
Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit
ditemukan. Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses
penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang mengandung kuman
BTA mudah ke luar. Diperkirakan di Indonesia terdapat 50% pasien BTA
positif tetapi kurnan tersebut tidak ditemukan dalam sputum mereka,
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya
ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain
diperlukan 5.000 kuman dalam I mL sputum.
50
51
52
Kriteria Sembuh
- BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir
pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat
- Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/ perbaikan
- Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif
Evaluasi pasien yang telah sembuh
Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi
minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan
untukmengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis
BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopis BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan
(sesuaiindikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto
toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh (bila ada kecurigaan
TBkambuh).
Komplikasi
Komplikasi dibagi atas kompilkasi dini dan lanjut:14
Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, poncent
atrhopathy
53
TB
parutergantungdariderajatberat,
kepatuhanpasien,
54
menimbulkan
peningkatan
55
yang
tinggi
dalam
kematian
a. Radon pose exsposure adalah risiko lain untuk kanker paru, merupakan
produk sampingan dari radium alami, yang merupakan produk uranium.
b. Risiko kanker paru meningkat dengan paparan jangka panjang yang
signifikan untuk radon, meskipun tidak ada yang tahu kadar risiko yang
tepat. Diperkirakan 12% kematian karena kanker paru-paru diakibatkan
gas radon, atau sekitar 21.000 kematian paru-paru terkait kanker setiap
tahun di US. Seperti merokok, paparan asbes dan paparan radon sangat
meningkatkan resiko kanker paru-paru.
6. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni
a. Proto-oncogen
b. Tumor suppressor gene
c. Gene encoding enzyme.
D. Patofisiologi
Kanker disebabkan oleh mutasi DNA di dalam sel. Akumulasi dari mutasimutasi tersebut menyebabkan munculnya tumor. Sebenarnya sel kita memiliki
mekanisme perbaikan DNA (DNA repair) dan mekanisme lainnya yang
menyebabkan sel merusak dirinya sendiri dengan apoptosis jika kerusakan DNA
sudah terlalu berat. Apoptosis adalah proses aktif kematian sel yang ditandai
dengan pembelahan DNA kromosom, kondensasi kromatin, serta fragmentasi
nukleus dan sel itu sendiri. Mutasi yang menekan gen untuk mekanisme tersebut
biasanya dapat memicu terjadinya kanker. Kanker sendiri sebenarnya adalah
istilah untuk segolongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel abnormal
dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik
dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan
migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak terkendali
57
58
80 % dari total kejadian kanker paru adalah jenis NSCLC. Secara garis besar
dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Adenokarsinoma, jenis ini adalah yang paling banyak ditemukan (40%).
b. Karsinoma Sel Skuamosa, banyaknya kasus sekitar 20 30%.
c. Karsinoma Sel Besar, banyaknya kasus sekitar 10 15%.
Sebagian besar pasien yang didiagnosa dengan NSCLC (7080%) sudah dalam
stadium lanjut III IV. Berbagai keterbatasan sering menyebabkan dokter
spesialis
Patologi
Anatomi
mengalami
kesulitan
menetapkan
jenis
Tumor Primer
To
Tidak
ada
bukti
primer
sulit
terbukti
dari
sekret
ada
dinilai,
penemuan
primer.
Tumor
atau
tumor
primer
sel
bronkopulmoner
59
tumor
tumor
tetapi
ganas
pada
tidak
Tumor
primer
sulit
dinilai,
terbukti
dari
sekret
bronkopulmoner
penemuan
atau
sel
tumor
tumor
tetapi
primer
ganas
tidak
pada
tampak
Karsinoma
in
Tengah
T1
Tumor
terbesar
tidak
oleh
jaringan
dikelilingi
viseral
situ
dan
secara
lebih
dengan
melebihi
paru
garis
cm,
atau
bronkoskopik
pleura
invasi
tidak
proksimal
bronkus
lobus
(belum
sampai
supervisial
invasif
dari
(belum
sampai
ke
bronkus
sebarang
ukuran
terbatas
pada
ke
bronkuslobus
utama).
Tumor
dengankomponen
dinding
bronkus
yang
pneumonitis
obstruktif
daerah
hilus,
yang
meluas
ke
tetapi
belum
mengenai
ukuran,
dengan
perluasan
seluruh paru.
T3
Tumor
langsung
sebarang
pada
sulkus
mediastinum
dinding
superior),
atau
dada
(termasuk
diafragma,
tumor
dalam
tumor
pleura
bronkus
60
distal
dengan
karina
atau
atelektasis
tumor
atau
yang
berhubungan
pneumonitis
obstruktif
seluruh paru.
T4
Nx
No
N1
N2
N3
Mx
Mo
M1
F. Gejala Klinik
Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit
paru lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari anamnesis
61
akan didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktorfaktor lain yang
sering sangat membantu tegaknya diagnosis. Keluhan utama dapat berupa(5):
suara serak,
sakit dada,
Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat metastasis di
luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran
hepar atau patah tulang kaki. Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti :berat
badan berkurang, nafsu makan hilang, demam hilang timbul, trombosis vena
perifer dan neuropati.
G. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan jasmani harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti. Hasil
yang didapat sangat bergantung pada kelainan saat pemeriksaan dilakukan. Tumor
paru ukuran kecil dan terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada
pemeriksaan. Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai
akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau penekanan vena kava akan
memberikan hasil yang lebih informatif dimana pada pemeriksaan perkusi
didapatkan suara redup dan suara nafas melemah. Pemeriksaan fisik pada organ
lain
62
pembesaran KGB atau tumor di luar paru. Metastasis ke organ lain juga dapat
dideteksi dengan perabaan hepar, pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi
peninggian tekanan intrakranial dan terjadinya fraktur patologis sebagai akibat
metastasis ke tulang.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang
mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta
penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem TNM. Jenis pemeriksaan
Radiologis yaitu
a. Foto toraks:
Pada
pemeriksaan
foto
toraks
foto toraks menunjukkan gambaran efusi pleura yang luas harus diikuti dengan
pengosongan isi pleura dengan punksi berulang atau pemasangan WSD dan
ulangan foto toraks agar bila ada tumor primer dapat dibuktikan. Keganasan harus
dicurigai bila cairan bersifat produktif, dan/atau cairan serohemoragik.
b. CT-Scan toraks :
Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara lebih baik
daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil
dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses keganasan juga
tergambar secara lebih baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus,
tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi
invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi
dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk menentukan stage
juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi. Demikian
juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner.
c. Pemeriksaan radiologik lain :
Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks adalah tidak mampu mendeteksi
telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan radiologik
lain, misalnya Brain-CT untuk mendeteksi metastasis di tulang kepala / jaringan
otak, bone scan dan/atau bone survey dapat mendeteksi metastasis diseluruh
jaringan tulang tubuh. USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di
hati, kelenjar adrenal dan organ lain dalam rongga perut.
I. Pemeriksaan Khusus
a. Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik sekaligus dapat
diandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar dapat dipastikan ada
tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya masa intrabronkus atau perubahan
mukosa saluran napas, seperti terlihat kelainan mukosa tumor misalnya,
64
g. Sitologi sputum
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan murah.
Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer, penderita batuk
kering dan tehnik pengumpulan dan pengambilan sputum yang tidak memenuhi
syarat. Dengan bantuan inhalasi NaCl 3% untuk merangsang pengeluaran sputum
dapat ditingkatkan. Semua bahan yang diambil dengan pemeriksaan tersebut di
atas harus dikirim ke laboratorium Patologi Anatomik untuk pemeriksaan
sitologi/histologi. Bahan berupa cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi, atau
dibuat sediaan apus, lalu difiksasi dengan alkohol absolut atau minimal alkohol
90%. Semua bahan jaringan harus difiksasi dalam formalin 4%.
H. Petanda Tumor (Tumor Marker)
Petanda tumor yang telah ada, seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainya tidak
dapat digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan evaluasi hasil
pengobatan.
J. Diagnosa Banding
Kanker paru mempunyai gejala yang spesifik pada saluran pernafasan, tetapi juga
tidak jarang bermanifestasi ke organ lain dikarenakan kanker sudah bermetastasis
ke organ lain sehingga diagnosa banding di luar kelainan paru harus dipikirkan,
diantaranya:
Benign tumors of the lung
Bronchitis
Fungal infections of the lung
Lung abscess
Metastatic cancer
66
Pneumonia
TBC
K. Penatalaksanaan
Menurut
Persatuan
Ahli
Bedah
Onkologi
Indonesia
(2005),
KPKBSK stadium IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi saja tidak jarang
menjadi alternatif terapi kuratif. Radiasi sering merupakan tindakan darurat yang
harus dilakukan untuk meringankan keluhan penderita, seperti sindroma vena
kava superiror, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada dan metastasis
tumor di tulang atau otak.
Penetapan kebijakan radiasi pada KPKBSK ditentukan beberapa faktor:
1. Staging penyakit
2. Status tampilan
3. Fungsi paru
Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus diketahui :
- Jenis pembedahan termasuk diseksi kelenjar yang dikerjakan
- Penilaian batas sayatan oleh ahli Patologi Anatomi (PA)
Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 6000 cGy, dengan cara
pemberian 200 cGy/x, 5 hari perminggu.
Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah :
1. Hb > 10 g%
2. Trombosit > 100.000/mm3
3. Leukosit > 3000/dl
b. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pilihan utama untuk kanker paru karsinoma sel
kecil (KPKSK) dan beberapa tahun sebelumnya diberikan sebagai terapi paliatif
untuk kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) stage lanjut. Tujuan
pemberian kemoterapi paliatif adalah mengurangi atau menghilangkan gejala
yang diakibatkan oleh perkembangan sel kanker tersebut sehingga diharapkan
akan dapat meningkatkan kualiti hidup penderita. Tetapi akhir-akhir ini berbagai
penelitian telah memperlihatkan manfaat kemoterapi untuk KPKBSK sebagai
upaya memperbaiki prognosis, baik sebagai modaliti tunggal maupun bersama
modaliti lain, yaitu radioterapi dan/atau pembedahan. Indikasi pemberian
kemoterapi pada kanker paru ialah:
1. Penderita kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) tanpa atau dengan
gejala.
68
2. Penderita kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang
inoperabel (stage IIIB & IV), jika memenuhi syarat dapat dikombinasi dengan
radioterapi, secara konkuren, sekuensial atau alternating kemoradioterapi.
3. Kemoterapi adjuvan yaitu kemoterapi pada penderita kanker paru jenis
karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) stage I, II dan III yang telah dibedah.
4. Kemoterapi neoadjuvan yaitu kemoterapi pada penderita stage IIIA dan
beberapa kasus stage IIIB yang akan menjalani pembedahan. Dalam hal ini
kemoterapi merupakan bagian terapi multimodaliti.
Regimen yang biasanya digunakan sebagai modalitas kemoterapi adalah :
1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
2. PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid)
3. Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin
4. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin
5. Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin
Syarat standar yang harus dipenuhi sebelum kemoterapi:
1. Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia lanjut, dapat
diberikan obat antikanker dengan regimen tertentu dan/atau jadual tertentu.
2. Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut, meski Hb <
10 g% tidak perlu tranfusi darah segera, cukup diberi terapi sesuai dengan
penyebab anemia.
3. Granulosit > 1500/mm3
4. Trombosit > 100.000/mm3
5. Fungsi hati baik
6. Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit)
69
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, seorang perempuan, berusia 49 tahun, beralamat di Jl.
Timbangan, Inderalaya, berkebangsaan Indonesia, beragama Islam, dirawat di
Bangsal Perawatan Umum Perempuan RSUD Palembang BARI, dengan keluhan
utama sesak nafas yang semakin berat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
dengan keluhan tambahan
bengkak. Sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh batuk
berdahak dirasakan terus menerus, dahak berwarna putih kental, darah tidak ada,
banyaknya sendok makan, frekuensi >10 x. Os juga mengeluh sering
berkeringat pada malam hari dan demam, nafsu makan berkurang, badan terasa
lemas, serta berat badan semakin turunDari keluhan tersebut, yang dapat kita
pikirkan adalah
70
71
Pada penyakit TBC paru, efusi pleura diduga disebabkan rupturnya focus
sub pleura dari jaringan nekrotik perkijuan sehingga tuberkuloprotein yang ada
didalam nya masuk ke rongga pleura, atau pneybaran lainnya bisa hematogen dan
secara perkontinuitatum dari kelenjar limfe. Biasanya effuse pleura yang
disebabkan TBC berupa unilateral. Efusi pleura terjadi karena tertimbunnya cairan
pleura secara berlebihan sebagai akibat transudasi (perubahan tekanan hidrostatik
dan onkotik) dan eksudasi (perubahan permeabilita membran) pada permukaan
pleura seperti terjadi pada proses infeksi dan neoplasma. Pada keadaan normal
ruangan interpleura terisi sedikit cairan untuk sekedar melicinkan permukaan
kedua pleura yang saling bergerak karena pernapasan. Cairan disaring keluar
pleura parietalis yang bertekanan tinggi dan diserap oleh sirkulasi di pleura
viseralis yang bertekanan rendah. Disamping sirkulasi dalam pembuluh darah,
pembuluh limfe pada lapisn subepitelial pleura parietalis dan viseralis mempunyai
peranan dalam proses penyerapan cairan pleura tersebut. Jadi mekanisme yang
berhubungan dengan terjadinya efusi pleura pada umunya ialah kenaikan tekanan
hidrostatik dan penurunan tekanan osmotik pada sirkulasi kapiler, penurunan
tekanan kavum pleura, kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe
dari rongga pleura. Sedangkan pada efusi pleura tuberkulosis terjadinya disertai
pecahnya granuloma di subpleura yang diteruskan ke rongga pleura.
Pada kebanyakan penderita umumnya asimtomatis atau memberikan gejala
demam, berat badan yang menurun, nyeri dada terutama pada waktu bernapas
dalam, sehingga pernapasan penderita menjadi dangkal dan cepat dan pergerakan
pernapasan pada hemitoraks yang sakit menjadi tertinggal. Sesak napas terjadi
pada waktu permulaan pleuritis, disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila
jumlah cairan meningkat, terutama kalau cairannya penuh. Batuk pada umumnya
nonproduktif dan ringan, terutama apabila disertai dengan proses tuberkulosis di
parunya.
Pada dasarnya pengobatan efusi pleura tuberkulosis sama dengan efusi
pleura pada umumnya, yaitu dengan melakukan torakosintesis agar keluhan sesak
penderita menjadi berkurang, terutama untuk efusi plaura yang berisi penuh.
Sedangkan tuberkulosisnya diterapi dengan OAT seperti tuberkulosis paru, dengan
72
syarat terus menerus, waktu lama dan kombinasi obat. Penderita TB paru atau
dugaan TB dengan efusi dapat diterapi dengan OAT.
73