PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
kuman Salmonella typhi dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan
pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran (Musnelina, 2004). Demam
tifoid masih menjadi masalah kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian.
Manusia dapat terinfeksi setelah memakan atau meminum makanan atau minuman
yang terkontaminasi Salmonella typhi.
WHO memperkirakan jumlah kasus demam tifoid di seluruh dunia
mencapai 16 33 juta dengan 500 600 ribu kematian tiap tahunnya, yaitu
sekitar 3,5% dari seluruh kasus yang ada. Di negara berkembang angka kematian
akibat demam tifoid berkisar antara 2,3 16,8%. Angka kematian penderita yang
dirawat di rumah sakit di Indonesia mengalami penurunan dari 6% pada tahun
1969 menjadi 3,74% pada tahun 1977 dan sebesar 3,4 % pada tahun 1978
(Musnelina, 2004). Di Indonesia, demam tifoid merupakan penyakit endemik
(penyakit yang selalu ada di masyarakat sepanjang waktu walaupun dengan angka
kejadian yang kecil). Demam tifoid juga dinyatakan sebagai penyakit menular
yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6, Tahun 1962, tentang wabah
(Cahyono, 2010).
Antibiotik masih menjadi pilihan obat di banyak negara berkembang
termasuk Indonesia. Akan tetapi belakangan di negara lain seperti Vietnam,
Thailand, India dan Pakistan telah banyak dilaporkan kasus bahwa Salmonella
thypi resisten terhadap antibiotik seperti kloramfenikol, ampisilin, kotrimoksazol,
dan amoksisilin (Lindawati, 2004). Selain itu penggunaan antibiotik tersebut
dapat menimbulkan efek samping yang cukup serius. Kloramfenikol dapat
menyebabkan kelainan darah dan kelainan mata.
Pemberian antibiotik dapat diganti dengan penggunaan tumbuhan obat
alternatif untuk menekan efek samping yang ditimbulkan. Salah satu tumbuhan
obat yang banyak beredar di pasaran adalah bunga rosella dari spesies Hibiscus
sabdariffa L. Tanaman ini adalah sejenis perdu yang mudah ditanam. Cara