Anda di halaman 1dari 10

Tinjauan Pustaka

Terapi Hipertensi di Masa Depan

Lucky Aziza
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/
Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Abstrak: JNC VII menyatakan terdapat hampir 1 milyar penderita hipertensi di dunia dan
hanya 10% pasien hipertensi terkontrol dan berobat teratur. Manajemen hipertensi perlu
diperbarui karena target tekanan darah semakin rendah dan obat antihipertensi sampai saat
ini masih belum efektif. Makalah ini membahas terapi hipertensi terbaru yang sedang
dikembangkan saat ini, baik terapi medikamentosa, maupun terapi gen. Terapi medikamentosa
dengan pendekatan biomolekular yang mengintervensi peptida yang berperan dalam hipertensi
seperti endotelin, dopamin, dan serotonin, sampai turunan marijuana (antagonis reseptor
endocannabinoid-1). Terapi gen diharapkan dapat menutupi kelemahan dari terapi farmakologis
selama ini dengan memasukkan gen yang menguntungkan yang ekspresinya dapat memperbaiki
atau mengubah ekspresi gen yang patologis.
Kata kunci: blokade sistem endotelin, agonis dopamin, agonis serotonin, endocannabioid-1,
terapi gen

Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 2, Pebruari 2008

47

Terapi Hipertensi di Masa Depan

Hypertension Treatment on the Future


Lucky Aziza
Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia/
Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta

Abstract: JNC VII stated that there are almost 1 billion hypertensive patients around the world and
only 10% of them are controlled and treated regularly. Hypertension management needs to be
revised since the blood pressure target is lower and the current established management is not
effective. This review describes the latest hypertension therapy, including medical treatment and
gene therapy. The medical treatment includes biomolecular approach such as hypertension related peptide inteventions e.g. endothelin, dopamine, and serotonine, and also marijuana derivations (endocannabinoid-1 receptor antagonists). Gene therapy is expected to be able to cover the
weakness of the medicamentous therapy by administering genes whose expressions have advantageous effects on blood pressure and that can fix or change the expressions of the bad genes.
Keywords: endothelin system blockade, dopamine agonists, serotonine agonists, endocanbinoid1, gene therapy.

Pendahuluan
Hipertensi saat ini masih menjadi masalah utama di dunia.
Menurut Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment on High Blood Pressure
VII (JNC-VII) Amerika Serikat, hampir 1 milyar orang menderita hipertensi di dunia.1 Dari semua yang terdeteksi hipertensi, hanya setengahnya saja yang mendapat pengobatan
adekuat dari dokter dan 70% dari angka tersebut tidak
mematuhi pengobatan. Total hanya 10% pasien hipertensi
di dunia yang terobati secara teratur dan terkontrol. Di Indonesia, belum ada data secara menyeluruh mengenai prevalensi hipertensi, namun Survey Kesehatan Rumah Tangga
tahun 1995 menunjukkan angka 8,3%.2
Sebanyak 90% kasus hipertensi merupakan hipertensi
esensial/idiopatik sehingga terapi yang paling efektif untuk
hipertensi esensial perlu terus dicari. Terapi hipertensi
esensial telah banyak mengalami kemajuan. Saat ini sudah
tersedia obat yang efektif dalam menurunkan tekanan darah
dengan efek samping minimal dan dapat diberikan hanya
satu kali sehari. Meskipun demikian, tetap diperlukan
manajemen baru dalam terapi hipertensi karena target tekanan
darah yang harus dicapai makin rendah. Selain itu, terdapat
beberapa obat yang tidak dapat dipakai secara bersamaan
dengan obat lain yang mempunyai efek menurunkan tekanan
darah.3 Di masa yang akan datang, diperlukan pengetahuan
dasar biologi molekuler untuk mendapatkan terapi yang lebih
tepat sehingga kualitas hidup yang lebih baik dan umur lebih
panjang dapat tercapai.
Dalam makalah ini diuraikan obat dan metode baru yang
masih dalam penelitian untuk terapi hipertensi di masa yang
akan datang.
48

1. Blokade Sistem Endotelin


Endotelin merupakan sistem hormonal yang terlibat
dalam patogenesis hipertensi esensial. Antagonis reseptor
endotelin menurunkan tekanan darah tetapi belum menjadi
pilihan utama serta terbatas untuk hipertensi yang refrakter
karena efek sampingnya dan bersifat teratogenik.3 Dalam lima
tahun terakhir perkembangan uji klinis dengan antagonis
endotelin makin luas dan mulai memberikan hasil yang
menjanjikan. Diharapkan dalam lima tahun ke depan
antagonis endotelin sudah dapat beredar sebagai pelengkap
terapi hipertensi.
Endotelin merupakan vasokonstriktor peptida endogen
dengan panjang 21 asam amino yang penting dalam
mengontrol tekanan darah manusia. Peptida tersebut
diproduksi di berbagai jaringan termasuk endotel pembuluh
darah.4,5 Endotelin berasal dari transkripsi ET gen (gene) 1,2,3
yang mengalami perubahan menjadi prepro ET-1,2,3 yang
terdiri atas 200 asam amino peptida. Kemudian prepro ET1,2,3 diubah oleh enzim furin-like protease menjadi big ET
(1,2,3) yang terdiri atas 40 asam amino. Big ET (1, 2, 3) dipecah
oleh endothelin converting enzym (ECE), menjadi ET-1, ET2, ET-3 yang masing-masing bekerja pada reseptor yang
berbeda. ET-1 dan ET-2 berbeda hanya pada dua residu asam
amino, sedangkan ET-3 berbeda dari ET-1 dan ET-2 pada enam
residu asam amino. ET-1 dan ET-2 sangat efektif pada otot
polos pembuluh darah, sedangkan ET-3 efeknya minimal. ET1 yang bersirkulasi memegang peranan patologis pada
etiologi hipertensi. ET-1 bekerja di reseptor ETA,B1,B2. ET-2
bekerja di reseptor ETA,B1,B2, ET-3 bekerja di reseptor ETB1,B2.
Reseptor ET-1 merupakan reseptor utama yang terdiri
atas tujuh pasang transmembran famili protein G yang
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 2, Pebruari 2008

Terapi Hipertensi di Masa Depan


teraktivasi melalui peningkatan Ca2+ intrasel. Reseptor ETA
memperlihatkan afinitas yang lebih besar dua sampai tiga
kali untuk ET-1 daripada ET-2 dan afinitas untuk ET-3 paling
rendah sampai 100 kali atau lebih. Reseptor ETB memperlihatkan afinitas yang sama besar untuk ketiga endotelin.
Ikatan reseptor ET-1 oleh ET-1 merangsang peningkatan kadar
Ca2+ intraselular yang mengakibatkan vasokonstriksi. Kedua
reseptor diekspresikan di berbagai tipe jaringan yang luas,
tetapi di beberapa studi lain memperlihatkan tingkat ekspresi
reseptor yang saling overlapping.6
Berbagai studi menunjukkan endothelium-dependent
relaxation yang dimediasi oleh reseptor ETB. Baik reseptor
ETA dan ETB mempunyai peran yang bervariasi pada mediasi
aksi vasopresor tergantung spesies dan pembuluh darah
yang terlibat. ET-1 terdapat pada manusia, anjing, babi dan
tikus, sedangkan ET-2 hanya pada manusia dan ET-3 terdapat
pada manusia dan tikus. Endotelin dihasilkan oleh berbagai
jaringan in vivo termasuk paru, ginjal, otak, kelenjar pituitari,
jaringan endokrin perifer dan plasenta. ET-1 kebalikan dari
ET-2 dan ET-3 juga dihasilkan oleh sel endotel, sel epitel dan
otot polos pembuluh darah. Endotelin merangsang proliferasi
otot polos pembuluh darah yang hasilnya menstabilkan
tekanan darah.
Stimulasi reseptor ETA menyebabkan konstriksi arteri,
hipertrofi miokard, dan fibrosis miokard. Stimulasi reseptor
Tabel 1.

ETB pada otot polos pembuluh darah menyebabkan vasokonstriksi dan pada endotel pembuluh darah mengakibatkan
pelepasan nitric oxide dan prostasiklin sehingga terjadi
vasodilatasi.
Terdapat dua pendekatan dalam blokade sistem
endotelin yaitu antagonis reseptor endotelin yang memblok
reseptor ETA dan ETB serta penghambat endothelin converting enzyme. Obat yang termasuk di dalam golongan
antagonis reseptor endotelin antara lain:
Bosentan
Bosentan merupakan antagonis reseptor endotelin
pertama yang dapat diberikan per oral. Bioavailabilitas
bosentan + 50%, plasma protein binding terhadap albumin
98% dan distribusi volume 0,5 L/kg. Bosentan dimetabolisme
dan menginduksi kerja isoenzim sitokrom P-450 2C9 dan 3A4.
Hal tersebut menghasilkan interaksi obat dengan obat lain
yang dimetabolisme oleh mekanisme yang sama termasuk
warfarin dan ketokonazol. Waktu paruh bosentan 5-8 jam.
Sebanyak + 11% pasien yang diberikan bosentan terjadi
peningkatan bermakna pada kadar enzim hati dan + 25% pasien
mengalami nyeri kepala ringan sampai sedang. Bosentan
memediasi kerusakan hati akibat akumulasi garam empedu
yang merangsang kerusakan sel hati. Bosentan mempunyai
efek antihipertensi tambahan terhadap ACE inhibitor. Bila

Distribusi, Fungsi, dan Jalur Sinyal Reseptor Endotelin 6

Berat molekul
Distribusi vaskular
Sel endotel
Otot polos pembuluh darah
Arteri koroner
Arteri subkutan
Arteri pulmoner
Arteri payudara
Vena
Kapiler glomerulus
Distribusi subseluler
Sitosol
Nukleus
Sarkolema
Fungsi

Jalur sinyal

Afinitas ET-1
Afinitas ET-2
Afinitas ET-3

ETA
59 kDa

ETB1
64/44 kDa

ETB2
64/44 kDa

+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Kontraksi otot polos
pembuluh darah
Vasokonstriksi
Pertumbuhan otot polos
pembuluh darah
Protein G heterometrik
PLC, PLD, PLA2
Mobilisasi Ca--2+ intraselular
Aktivasi kanal Ca--2+
ETA
MAPK
2-3 x lebih kecil
100 x lebih rendah

Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 2, Pebruari 2008

+
+
+
+
+
+
+
+
Relaksasi otot polos
pembuluh darah
Vasodilatasi

Mobilisasi Ca--2+ intraselular


Sintesis NO
Sintesis PGI2
Pelepasan EDHF
ETB1

+
+
+
+
+
+
+
+
+
Kontraksi otot polos
pembuluh darah
Vasokonstriksi

Protein G
PLC, PLD, PLA2
Mobilisasi Ca--2+ intraselular
Aktivasi kanal Ca--2+
ETB2
MAPK

2-3 x lebih besar


sama besar
sama besar

49

Terapi Hipertensi di Masa Depan


dikombinasikan dengan amlodipin memperbaiki nefropati
diabetik pada tikus dengan menurunkan kadar protein ginjal
melalui jalur Transforming Growth Factor 1 (TGF1).
Bosentan masuk dalam kategori X (terlarang) untuk
kehamilan karena bersifat fetotoksik.4
Penelitian Krum et al7 menunjukkan bosentan menurunkan tekanan darah 5,7 mmHg lebih besar dibanding
plasebo dan sebanding dengan enalapril. Pada pemantauan
tekanan darah selama 24 jam didapatkan rata-rata tekanan
darah menurun signifikan pada semua dosis bosentan yang
diberikan (100 mg/hari, 500 mg/hari, 1000 mg/hari, 1000 mg
2x/hari).
Tezosentan
Tezosentan merupakan antagonis reseptor ETA atau ETB
intravena. Pemberian infus 20-50 mg/jam efektif mengobati
gagal jantung akut. Efek samping yang paling banyak
dilaporkan adalah nyeri kepala. Volume distribusi 16 L/kg
dengan distribusi waktu paruh 6 menit, eliminasi waktu paruh
3 jam dan clearance plasma 30 L/jam.4
Enrasentan (SB209670)
Merupakan antagonis reseptor endotelin ETA/ ETB
campuran, dengan ETA selektif (afinitas konstan ETA 1,1 nM;
afinitas konstan ETB 111 Nm) dan nonpeptida potensi tinggi.
Enrasentan menurunkan tekanan darah, mencegah left ventricular hypertrophy (LVH), dan mempertahankan fungsi
miokardium pada hewan sehingga mungkin dapat digunakan
sebagai terapi hipertensi.4 Pada penelitian multi-senter di
Inggris yang membandingkan enrasentan dan enalapril
selama enam bulan pada pasien disfungsi ventrikel kiri tak
bergejala, didapatkan hasil enrasentan meningkatkan indeks
volume diastolik akhir ventrikel kiri sedangkan enalapril
menurunkannya.8
Darusentan
Darusentan merupakan antagonis reseptor ETA selektif
yang melindungi ginjal dan reverse LVH pada binatang. Pada
pasien hipertensi moderat, dosis 100 mg menurunkan tekanan
darah + 11 mmHg. Studi acak dan tersamar ganda di Amerika
Serikat menunjukkan blokade ETA menggunakan darusentan
tidak memperbaiki remodelling jantung, gejala, dan hasil akhir
pada pasien gagal jantung kronis yang juga menerima terapi
penghambat ACE, penghambat , atau antagonis aldosteron.9
Efek samping darusentan adalah nyeri kepala, flushing, edema
perifer yang semuanya tergantung dosis yang diberikan. 4
Penghambat Endothelin Converting Enzyme
Dalam beberapa tahun terakhir, telah ditemukan
penghambat endothelin converting enzym (ECE), yaitu
metalloprotease. Obat lain yang juga sedang dikembangkan
adalah SLV-306 yaitu penghambat ECE/NEP (neutral endopeptidase).5 Studi SLV-306 di Inggris menunjukkan SLV50

306 dapat menghambat konversi big ET-1 yang mungkin


dapat memberi keuntungan pada penyakit kardiovaskular
dimana big ET-1 meningkat. Hal tersebut juga berpengaruh
pada pasien dengan aterosklerosis yang mengalami
peningkatan enzim konversi ET-1.10
2. Penghambat Renin
Renin angiotensin aldosteron system (RAAS) masih
menjadi target kunci untuk intervensi terapi pada pengobatan
hipertensi sistemik. Perkembangan penghambat angiotensin
converting enzyme (ACE) sangat maju karena efektif dan
kejadian symptomatic adverse effects yang rendah.
Sayangnya, penghambat ACE menyebabkan terbentuknya
bradikinin, yang terlibat dalam patofisiologi angioedema dan
batuk kering yang iritatif pada 10-15% pasien yang diterapi
dengan obat tersebut. Cara yang lebih spesifik untuk
menginterupsi RAAS adalah dengan menghambat kerja renin yang secara otomatis akan menghambat pembentukan
angiotensin I dan angiotensin II.5
Pembentukan penghambat renin tidak mudah. Derivat
pertama yang dipelajari adalah antibodi terhadap renin, namun
obat tersebut harus diberikan secara parenteral dan bersifat
antigen terhadap resipiennya sendiri (autoantigenik).
Penghambat renin mempunyai efek samping sehingga kurang
efektif. Beberapa derivat penghambat renin yang lain
mempunyai bioavailabilitas oral yang rendah. Saat ini telah
dikembangkan penghambat renin nonpeptida dengan berat
molekul rendah tetapi efektif serta dapat diberikan per oral.
Generasi terbaru adalah aliskiren dengan berat molekul 552.11
Aliskiren merupakan penghambat renin selektif, sangat poten,
larut dalam air, tahan terhadap proses biodegradasi di usus
halus, sirkulasi darah, dan di hati. Masa paruhnya sekitar 24
jam dan reduksi maksimal angiotensin II dalam sirkulasi dapat
dicapai 1 jam setelah pemberian obat.5 Aliskiren yang
diberikan secara berulang pada pasien yang sehat
menurunkan aktifitas plasma renin, level angiotensin I dan
angiotensin II serta meningkatkan renin aktif di plasma.11
Aliskiren juga menurunkan eksresi aldosteron dan
mempunyai efek natriuretik. Pada pasien hipertensi, aliskiren
oral 300 mg per hari menurunkan tekanan darah sama
efektifnya dengan irbesartan 150 mg atau losartan 100 mg.
Saat ini aliskiren sudah dipasarkan bebas di luar negeri tetapi
belum masuk ke Indonesia.
3. Penghambat Reseptor Aldosteron
Aldosteron adalah hormon yang terlibat dalam progresi
sejumlah penyakit kardiovaskular mayor termasuk hipertensi
sistemik dan dapat menyebabkan kerusakan organ target.5,12
Struktur steroid hormon tersebut ditemukan pertama kali pada
tahun 1954 dan hingga kini aldosteron dikenal sebagai target
terapi hipertensi. Aldosteron mempunyai efek retensi garam
dan ekskresi kalium di tubulus distal ginjal.5 Selain itu, telah
ditemukan bukti terbaru bahwa aldosteron mempunyai efek
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 2, Pebruari 2008

Terapi Hipertensi di Masa Depan


kardiovaskular yang signifikan melalui aktivasi reseptor
mineralokortikoid yang berada di luar ginjal yaitu di otak,
jantung dan pembuluh darah.12
Saat ini telah dikembangkan penghambat reseptor
aldosteron selektif (eplerenon), yang tidak memiliki efek
antiandrogenik dan efek sampingnya tidak progresif seperti
pada generasi sebelumnya (spironolakton).5 Obat tersebut
terbukti menguntungkan untuk pengobatan hipertensi, gagal
ginjal kronik dan edema.12 Selain itu dikembangkan pula
penghambat sintase aldosteron sebagai pendekatan altenatif
untuk memblokade efek samping aldosteron pada sistem
kardiovaskular.5
Penghambat Reseptor Aldosteron Selektif
Spironolakton telah digunakan sebagai obat terapi
hipertensi selama beberapa dekade. Obat tersebut telah
digunakan secara luas untuk terapi hipertensi esensial, tetapi
spironolakton mempunyai keterbatasan karena sifatnya yang
tidak spesifik pada reseptor mineralokortikoid, bersifat
antiandrogenik dan estrogenik. Sebagai contoh, pada
percobaan RALES, 10% pasien mengalami ginekomastia.
Berdasarkan hal tersebut, telah dikembangkan eplerenon
yaitu agen yang lebih selektif terhadap reseptor
mineralokortikoid dengan mengganti grup 17-alphathoacetyl dengan carbomethoxy. Eplerenon telah dipelajari
secara luas baik sebagai monoterapi maupun terapi tambahan
pada terapi hipertensi esensial undifferentiated atau pada
pasien dengan renin plasma yang rendah atau aldosteron
plasma yang tinggi.
Penghambat Sintase Aldosteron
Pendekatan lain yang dapat digunakan untuk
menghambat aktivasi reseptor mineralokortikoid adalah
dengan menghambat pembentukan aldosteron endogen. Hal
tersebut dapat dicapai dengan mengintervensi jalur
pembentukan aldosteron. Langkah terakhir dari jalur ini
adalah pembentukan aldosteron matang menggunakan enzim
aldosteron sintase.
4. Penghambat Vasopeptidase
Natriuretic peptide adalah famili dari tiga properti
substansi endogen yaitu diuretik, natriuretik dan vasodilator. Tiga tipe tersebut dikenal sebagai atrial natriuretic peptide (ANP) berasal dari atrium jantung, brain natriuretic
peptide (BNP) berasal dari ventrikel dan susunan saraf pusat
serta C type natriuretic peptide (CNP) berasal dari endotel
pembuluh darah, ginjal, jantung dan paru.5,13
Kontrol humoral dari sistem kardiovaskular melibatkan
peptida vasokonstriktif dan vasodilator endogen dimana
ANP, BNP, CNP berperan sebagai antagonis angiotensin II.
Peranan peptida natriuretik tersebut antara lain menurunkan
tekanan darah, meningkatkan sekresi garam melalui ginjal,
menyebabkan diuresis, menurunkan aldosteron, sekresi re-

Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 2, Januari 2008

nin, aktifitas saraf simpatis, proliferasi sel dan hipertrofi.4,13


ANP juga menghambat produksi endotelin.13
Neutral endopeptidase (NEP) adalah metaloprotease
yang terikat pada membran di tubulus ginjal, paru, usus halus,
adrenal, otak, jantung, dan pembuluh darah perifer. NEP
berperan dalam degradasi peptida natriuretik.5,13 NEP mengkatalisasi pemecahan vasodilator kinin dan adrenomedulin.5
Saat ini terdapat generasi baru obat hipertensi yaitu
penghambat vasopeptidase. Obat ini menghambat NEP dan
ACE secara simultan.13 Hambatan kerja pada ACE dan NEP
akan memperbaiki hemodinamik kardiovaskular dan
keseimbangan air dan garam.5 Obat yang bekerja secara
simultan itu mulai diuji klinik sejak tahun 1990. Berbagai obat
yang menghambat aktifitas ACE dan NEP antara lain
omapatrilat, SA 7060, MDL 100240, MDL 10017, fasidotril,
sampatrilat, alatriopril, CGS 30440 dan S 21402. Obat yang
paling luas dipelajari dalam uji klinik adalah omapatrilat. Pada
beberapa studi tampaknya omapatrilat lebih superior dari
penghambat ACE sebagai obat anti hipertensi dan pengobatan gagal jantung.
Omapatrilat mempunyai efek diuretik yang lemah. Studi
OCTAVE membandingkan pasien hipertensi yang secara acak
menerima omapatrilat 80 mg dan enalapril 40 mg sekali sehari
menunjukkan tekanan darah sistolik menurun 3,6 mmHg lebih
banyak pada pasien yang mendapat omapatrilat pada minggu
ke-8 tanpa perlu tambahan obat hipertensi yang lain.
Meskipun demikian, angioedema lebih banyak terjadi pada
pasien yang menerima omapatrilat dibandingkan enalapril
(2,17 versus 0,68%). Mekanisme terjadinya angioedema yang
disebabkan omapatrilat belum dapat dimengerti sepenuhnya.
Pada studi OVERTURE, 5770 pasien yang mengalami
gagal jantung kelas II sampai IV menurut New York Heart
Association secara acak diberikan omapatrilat 40 mg sekali
sehari atau enalapril 10 mg dua kali sehari selama 15 bulan.
Omapatrilat menurunkan risiko kematian dan rawat inap, tetapi
tidak lebih efektif dari enalapril dalam menurunkan risiko
kejadian klinis primer. Kejadian angioedema pun dicatat lebih
tinggi pada omapatrilat dibandingkan enalapril (0,8 versus
0,5%). Penggunaan inhibitor vasopeptidase (ACE dan NEP
inhibitor) yang lebih baru antara lain M100240, diharapkan
berpotensi di masa yang akan datang. Saat ini obat tersebut
sudah dalam fase percobaan pada manusia.5
5. Dopamin-1 Reseptor Agonis
Dua reseptor dopamin utama pada sistem kardiovaskular
adalah reseptor DA1 dan DA2. Rangsangan reseptor DA1
menghasilkan vasodilatasi arteri pada banyak sistem
pembuluh darah arteri termasuk ginjal, koroner, serebral dan
pembuluh darah mesenterial. Dopamin mempunyai aktivitas
yang berbeda pada berbagai reseptor pada dosis yang
berbeda. Pada dosis paling rendah dopamin digunakan hanya
untuk mengaktivasi reseptor DA1 dan DA2. Pada dosis intermediate juga mengaktivasi 1 reseptor agonis dan pada

51

Terapi Hipertensi di Masa Depan


pemberian dosis yang lebih tinggi secara bermakna
mengaktivasi adrenergik non-selektif agonis. Dopamin tidak
dapat diberikan secara oral dan hanya diberikan pada situasi
akut melalui infus intravena. Beberapa reseptor DA1 agonis
secara oral diteliti untuk kemungkinan terapi hipertensi.
Ibopamin sebagai DA1, DA2, dan adrenergik reseptor
adalah obat yang dihasilkan dari deesterisasi traktus
gastroinstestinal, hati dan darah ke dalam bentuk epinin (N
metil dopamin). Waktu paruhnya 2,5 jam dan kurang lebih
60% obat tersebut dieksresi melalui ginjal. Ibopamin
digunakan sebagai obat tetes mata unuk glaukoma sudut
terbuka karena efeknya yang multifungsi dan digunakan juga
untuk hipertensi karena perannya sebagai beta adrenergik
agonis. 5
Agonis DA1 selektif yang telah tersedia di Amerika
Serikat adalah fenoldopam mesilat. Obat tersebut diperkirakan
6-9 kali lebih poten dibandingkan vasodilator dopamin.
Waktu paruh plasma kurang lebih 7 menit tetapi efek anti
hipertensinya sampai 4 jam. Peningkatan aliran plasma ginjal
dan rangsangan reseptor DA1 pada tubulus ginjal teoritis
menyebabkan efek natriuretik dan diuretik. Pada pasien
dengan hipertensi ringan sampai moderat, aliran darah ginjal
meningkat 42%, laju filtrasi glomerulus 6% dan eksresi garam
300% tetapi kadar renin plasma dan norepinefrin juga
meningkat dan efeknya cenderung berlawanan dengan
keuntungan ini. Profil hemodinamik fenoldopam lebih cocok
untuk terapi oral pada gagal jantung dan hipertensi dengan
vasodilatasi ginjal, koroner, serebral, dan arteri mesenterika.
Karena bioavaibilitas oral sangat rendah (<6%), obat ini
hanya digunakan secara intravena pada krisis hipertensi.
Distribusi volume kurang lebih 0,5 L/kg. Fenoldopam secara
luas dimetabolisme di hati menjadi sulfat, glukoronid dan
metabolit metoksi.
Agen DA1 selanjutnya adalah dopeksamin yang hanya
tersedia sebagai obat intravena, bersifat sebagai DA1 agonis
secara langsung dan merangsang 2 adrenergik reseptor.
Dopeksamin berguna pada gagal jantung dengan dosis yang
direkomendasi secara infus intravena 0,5 /kgBB/menit
ditingkatkan tiap 10-15 menit sampai dosis maksimum 6 /
kgBB/menit. Keuntungan dopeksamin dibandingkan
dopamin adalah tidak adanya agonis adrenergik bila
diberikan melalui vena perifer daripada melalui vena sentral.
Dopeksamin didistribusikan secara luas di jaringan manusia
dan dimetabolisme di hati oleh O-metilasi dan O-sulfatasi.
Waktu paruhnya pendek yaitu 7-11 menit serta menghasilkan
onset dan aksi yang cepat.
6. Peripheral Dopamine-2 Receptor Agonis
Reseptor dopamin-2 perifer didapatkan pada presinaptik
saraf adrenergik terminal ganglion simpatis. Aktifitasnya
menghambat pelepasan norepinefrin. Reseptor ini juga
terdapat pada korteks adrenal yang stimulasinya menghambat pelepasan angiotensin II yang dimediasi aldosteron.
Kerugiannya, reseptor ini juga terdapat pada pusat muntah
52

di medula otak sehingga mengakibatkan mual dan muntah


yang berat. Efek hemodinamik obat mungkin menguntungkan
pasien hipertensi karena obat ini menurunkan norepinefrin
dan aldosteron sebagai akibat menurunnya angiotensin II.
Aksi selanjutnya adalah mempengaruhi remodelling arteri,
arteriol dan miokard. Obat yang termasuk klasifikasi ini adalah
bromokriptin, karmoksirol, ropinirol, quinpirol, kodergokrin,
dan kabergolin. Kerugiannya, obat ini dapat masuk ke sawar
sarah otak dan dihubungkan dengan efek samping yang berat
termasuk mual, muntah dan pelepasan prolaktin. Obat sejenis
diharapkan dapat dikembangkan di masa mendatang dan tidak
mengganggu susunan saraf pusat.5
7. Central Imidazoline Agonist
Obat yang telah lama dikenal dari golongan ini adalah
klonidin yang telah digunakan sejak lama dalam mengobati
hipertensi. Efek sampingnya terutama sedasi dan mulut
kering yang timbul pada 30% pasien. Problem kedua adalah
rebound hipertension yang timbul jika dosis lebih tinggi
dari 0,8 mg/hari dihentikan secara tiba-tiba, tetapi pemakaian
oral secara klinis biasanya tidak mencapai 0,8 mg/hari.
Klonidin merangsang reseptor 2 adrenergik sentral dan
reseptor imidazolin 1. Karena banyaknya efek samping yang
disebabkan rangsangan reseptor 2 adrenergik sentral, obat
sejenis lebih dikembangkan dengan afinitas yang lebih
rendah terhadap reseptor 2 adrenergik tetapi afinitasnya
ditinggikan terhadap reseptor imidazolin 1. Imidazolin terdiri
atas ikatan 5 cincin yang terdiri atas 2 nitrogen. Reseptor
imidazolin 1 berada dalam konsentrasi tinggi di otak, medula
adrenal dan ginjal. Rangsangan 2 adrenergik sentral
menurunkan frekuensi napas dan respons terhadap kadar
CO2 di darah serta melemahkan respons pernapasan pada
hipoksia. Obat yang lebih selektif daripada klonidin adalah
moksonidin yang berespons terhadap CO2 pada kucing dan
tidak mempunyai efek pada pernapasan anjing. Keuntungan
lainnya adalah tidak menimbulkan rebound hipertension
setelah pengobatan jangka panjang dihentikan. Moksonidin
telah digunakan beberapa tahun secara aman dan efektif di
Eropa. Setelah pemberian oral, kadar obat paling tinggi di
dalam dicapai dalam 2 jam Bioavaibilitas oral 90%, kapasitas
pengikatan terhadap protein plasma 7%, volume distribusi
2,5 L/kg dan metabolisme di hati menjadi metabolit yang tidak
aktif sangat minimal yaitu 10-20%. Moksonidin terutama
dieksresi melalui ginjal, sehingga memerlukan penyesuaian
dosis pada gangguan ginjal yang berat. Waktu paruh plasma
2-3 jam dan lama kerjanya cukup panjang sehingga dapat
diberikan sekali sehari. Dosis awal biasanya 200-600 /hari
dalam dua dosis terbagi.5
Agonis imidazolin 1 reseptor sentral kedua, yaitu
rilmenidin, diabsorpsi lebih baik setelah pemberian oral dan
tidak dipengaruhi makanan. Kadar maksimal di darah seperti
moksonidin yaitu 2 jam setelah pemberian oral, ikatan
proteinnya rendah, volume distribusinya 4,5 L/kg. Mayoritas
obat tersebut dieksresi melalui urin tanpa ada perubahan
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 2, Pebruari 2008

Terapi Hipertensi di Masa Depan


dan waktu paruhnya di darah kurang lebih 9 jam. Dosis klinis
pemeliharaan biasanya 1-2 mg/hari. Kelemahan moksonidin
dan rilmenidin adalah memberikan efek samping sedasi dan
mulut kering tetapi insidennya kurang dari 10%.5
8. Agonis Serotonin (5-Hydroxytriptamin-1a/5HT1A)
Rangsangan reseptor 5HT1A menurunkan tekanan
darah melalui dua jalur utama. Rangsangan 5HT1A perifer
menyebabkan vasodilatasi dari blocker tertentu melalui
rangsangan reseptor 5HT1A pada endotel vaskular dengan
hasil pelepasan NO. Sebagai contoh tertatolol, bopindolol,
celiprolol dan nebivolol. Rangsangan reseptor 5HT1A di
medula otak ventrolateral rostral menurunkan tonus simpatis
dan denyut jantung. Salah satu obat yang merupakan
campuran stimulan 5HT1A reseptor sentral dan antagonis
alfa adrenergik perifer adalah urapidil yang digunakan di Eropa
tetapi belum digunakan di Amerika Serikat sampai dengan
Juli 2006. Obat tersebut farmakokinetiknya sangat ideal karena
absorpsinya cepat dan sangat baik dengan waktu paruh
plasma kurang lebih 3 jam. Klirens plasma 12 L/jam. Urapidil
dimetabolisme di hati menjadi produk degradasi yaitu
parahidroksilasi (34% di urin), N demetilasi (4% di urin), dan
O demetilasi (3% di urin). Karena waktu paruhnya pendek
obat ini diberikan 1-2 kali sehari.5 Pemberian urapidil secara
intravena berguna pada terapi krisis hipertensi serta
hipertensi pada saat dan setelah pembedahan.14 Pemberian
urapidil intravena yang diikuti urapidil oral mempertahankan
penurunan tekanan darah selama 12 jam atau lebih pada
pasien hipertensi berat.14 Pendekatan ini digunakan untuk
mengurangi risiko berulangnya episode hipertensi dalam 12
jam selanjutnya. Efek samping urapidil adalah nyeri kepala
(3%), hipotensi ortostatik (1-2%) dan pusing (10%). Beberapa
agonis 5HT1A yang lain masih dalam penelitian untuk
hipertensi.
9. Potassium Channel Openers
Kanal potasium yang sensitif ATP pada otot polos
pembuluh darah, diaktivasi oleh ATP-dependent potassium
channel openers. Proses tersebut menghasilkan hiperpolarisasi membran plasma dan vasodilatasi pembuluh darah
dengan cara mencegah pembukaan voltage-activated calcium channels. Beberapa obat dari tipe ini masih diteliti,
termasuk SKP-450, aprikalim, kromakalim, lemakalim dan
nicorandil. Obat lainnya yang telah digunakan adalah
diazoksid, pinakidil dan minoksidil. Keterbatasan utama obat
tersebut adalah karena vasodilatasinya menyebabkan refleks
takikardi dan retensi cairan yang berlawanan dengan efek
antihipertensi. Diazoksid digunakan untuk terapi hipertensi
emergensi sedangkan minoksidil masih digunakan untuk
hipertensi stadium II terutama pada orang kulit hitam di
Amerika dan pada pasien dengan fungsi ginjal yang buruk.
Efek samping utama golongan obat ini adalah nyeri kepala
yang disebabkan vasodilatasi otak yang mungkin dapat
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 2, Pebruari 2008

dicegah atau dikurangi jika dikombinasi dengan blocker


yang juga dibutuhkan untuk mengurangi refleks takikardi.
Pada penggunaan minoksidil terdapat efek samping
hirsutisme yang terjadi pada 80% pasien. 15 KR-30450
diabsorpsi melalui oral dengan baik pada dosis 200-300 g.
Aprikalim mungkin mendilatasi arteri koroner. Kromokalim
diteliti pada pengobatan hipertensi dan asma. Walaupun
golongan obat tersebut berguna pada pengobatan penyakit
yang lain, profil hemodinamik dan efek sampingnya akan
membatasi pemakaiannya pada terapi jangka panjang
hipertensi.
10. V Rho Kinase Inhibitors
RHO kinase sekarang ini menggambarkan jalur sinyal
sel yang relevan terhadap progresi hipertensi. Blokade
terhadap sistem RHO kinase menghasilkan efek terhadap
tekanan darah sebagai pelengkap pada blokade sistem yang
lain seperti jalur RAAS. Penghambat RHO kinase
menunjukkan efek vasodilator yang nyata pada pasien
hipertensi.
Patofisiologi hipertensi mencakup beberapa proses
termasuk peningkatan abnormal aktivasi miosin II yang
diregulasi oleh sinyal kalsium, produksi nitrit oksida yang
rusak, dan proses remodeling patologi di dinding pembuluh
darah. Rho kinase yang merupakan serin-treonin kinase
adalah mediator yang penting pada jalur ini. Peningkatan
aktivitas jalur rho kinase di dinding pembuluh darah
dibuktikan mempunyai efek vasokonstriksi pada binatang
dengan hipertensi. Hal tersebut juga terjadi pada kondisi
kontraksi pembuluh darah dengan tonus abnormal seperti
disfungsi ereksi, angina vasospastik, hipertensi pulmoner,
dan bronkodilatasi. Secara teori, hambatan pada jalur ini
sangat menjanjikan.
Jalur Rho-Kinase
Kerja rho-kinase dapat dimengerti dengan memahami
terlebih dahulu mekanisme tonus sel otot polos. Miosin II
merupakan molekul protein mayor pada sel otot polos,
efeknya dikontrol oleh kopling elektromekanik (diatur oleh
perubahan pada kontraktilitas kalsium sitoplasma) dan
dengan fosforilasi/defosforilasi myosin regulatory light
chain (MLC). Fosforilasi MLC adalah langkah penting pada
kontraksi otot polos pembuluh darah yang diregulasi oleh
aktivasi myosin lightchain kinase (MLCK) dan myosin phosphatase (MLCP).
Pertukaran GDP dan GTP pada RhoA dan translokasi
RhoA dari sitosol ke membran adalah tanda teraktivasinya
RhoA. RhoA aktif terikat pada rho-binding yang merupakan
domain rho-kinase dan mengaktifkannya. Rho-kinase
merupakan regulator penting MLCP. Saat rho-kinase aktif
terjadi fosforilasi MLC melalui myosin-binding subunit
(MBS) dari MLCP. Fosforilasi MLC menyebabkan crossbridge formation dan kontraksi otot. Relaksasi dihasilkan
53

Terapi Hipertensi di Masa Depan


oleh defosforilasi MLC.
Endotel mempunyai peranan penting dalam hipertensi,
salah satunya memproduksi nitrit oksida (NO). NO merupakan
mediator penting pada fungsi otot polos yaitu dalam
menginduksi vasodilatasi atau menghambat vasokonstriksi.
Saat ini telah diketahui bahwa RhoA mempunyai peran
penting pada fungsi endotel. Peran RhoA diketahui dari studi
yang menggunakan penghambat HMG-CoA reduktase yang
menemukan bahwa selain mengurangi penurunan kolesterol
LDL, RhoA juga meningkatkan ekspresi endothelial nitric
oxide synthase (eNOS) dan meyokong fungsi endotel. Karena
itu sangat penting untuk memahami jalur RhoA/RhoA-kinase (mensupresi eNOS di sel endotelial yang menurunkan
sintesis NO) dalam memahami disfungsi endotel.
Seperti perannya dalam regulasi kontraktilitas aktinmiosin, rho-kinase juga berperan dalam remodelling
sitoskeleton aktin melalui perannya dalam proses adhesi,
migrasi, proliferasi dan sitokinesis sel otot polos pembuluh
darah.
Mekanisme Kerja Penghambat Rho-kinase
Jalur rho-kinase dapat dihambat pada beberapa tahapan
yaitu pada reseptor dengan menggunakan antagonis,
hidrolisis ikatan GTP pada GDP (menghambat aktivasi rhoA), complexing RhoA bebas sehingga menghambat aktivasi
rho-kinase dan menghambat MLCP serta menghambat
langsung rho-kinase.
Tiga penghambat rho-kinase paling spesifik saat ini
adalah hidroksifasudil, fasudil dan Y-27632. Ketiganya
berbeda dalam kemampuannya menghambat rho-kinase.
Umumnya, fasudil mempunyai afinitas yang lebih besar
terhadap rho-kinase jika dibandingkan dengan hidroksifasudil
dan Y-27632. Penghambat rho-kinase juga mempunyai derajat
afinitas yang berbeda terhadap seri-treonin kinase.
Farmakodinamik Penghambat Rho-kinase
Rho-kinase aktif memfosforilasi catalitic-site MLCP
sehingga menyebabkan kontraksi otot polos. Pada
penghambatan rho-kinase secara invivo dan invitro, tiga
penghambat rho-kinase menginaktivasi ikatan miosin dan
subunit MLCP sehingga mencegah fosforilasi MLC pada sel
otot polos pembuluh darah.
HA-1077, dibentuk dari isoquinolon derivat N-(2guanidinoethyl)-5-isoquinolinesulfonamide (antagonis kanal
kalsium), merupakan vasodilator pembuluh darah otak dan
koroner yang menghambat kontraksi pembuluh darah yang
diinduksi oleh agonis norepinefrin, histamin, angiotensin II
dan endotelin. Infus berkesinambungan HA-1077 menurunkan tahanan perifer yang bergantung dosis dan
meningkatkan cardiac output, tanpa perubahan yang berarti
pada tekanan atrium kanan. Walaupun aksi awalnya dianggap
bergantung hambatan pada kanal kalsium, HA-1077
menghasilkan efek vasodilatasi meskipun kanal ini bersifat
54

antagonis. Seperti penghambat rho-kinase lainnya, HA-1077


menghambat protein kinase lain
Efek Y-27632 telah diteliti menggunakan beberapa model
kardiovaskular. Dengan menggunakan model canin dengan
anestesi inhalasi, diberikan Y-27632 secara intravena dengan
dosis 0,01 mg/kg yang secara signifikan menurunkan tahanan
perifer total dan meningkatkan cardiac output. Pada
pemberian dosis 10 kali lebih besar (0,1 mg/kg) Y-27632
menghasilkan efek inotropik, kronotropik dan dromotropik
positif bersamaan dengan efek hipotensi dan penurunan
tekanan diastolik akhir ventrikel kiri. Dosis intravena 0,01-5
mg/kg menghasilkan konsentrasi Y-27632 yang menghambat
rho-kinase (0,1-10 M).
Penghambat rho-kinase ternyata menurunkan tekanan
darah lebih besar pada arteri berpenyakit dibandingkan
dengan arteri bertekanan normal. Hal itu mungkin disebabkan
oleh rho-kinase yang berperan dalam hipertensi yaitu pada
bagian spastik seperti angina vasospastik dan pada kondisi
remodelling kardiovaskular seperti pada infark miokard.
Fasudil dan Y-27632 menghalangi ekspresi eNOS dalam
menginduksi trombin. Berlawanan dengan Y-27362, fasudil
meningkatkan ekspresi eNOS basal tanpa mempengaruhi
aktifitas basal rho-kinase, sehingga dapat disimpulkan fasudil
mempunyai efek rho-kinase tambahan dalam ekspresi eNOS.
Farmakokinetik Penghambat Rho-kinase
Y-27632 dapat diberikan secara inhalasi (1 mM selama 2
menit), oral (pada manusia dan pada air minum tikus),
intrakavernosa dan intravena. Pengukuran farmakokinetik
secara detil belum pernah dilaporkan. Pada pemberian Y-27632
secara intravena sebanyak 0,01 dan 0,1 mg/kg pada model
binatang, didapatkan konsentrasi terendah plasma adalah
10-20 ng/mL (0,03-0,6 M) dan 100-200 ng/mL (0,3-0,6 M).
11. Endocannabinoid-1 Receptor Antagonists
Golongan obat baru ini merupakan turunan pertama dari
jenis marijuana, merupakan canabinoid-1 reseptor antagonis
selektif yang bekerja di susunan saraf pusat. Obat tersebut
mempunyai efek terhadap tekanan darah pada binatang dan
manusia dalam jangka pendek dan menurunkan berat badan
serta memperbaiki sindrom metabolik (termasuk lingkar lengan
atas, kolesterol HDL, trigliserida dan resistensi insulin) pada
manusia selama satu tahun penelitian. Obat tersebut
menurunkan efek stimulasi agonis pada napsu makan dan
menurunkan konsumsi makanan pada penelitian invitro. Di
jaringan perifer rimonaban meningkatkan sensitifitas insulin
dan oksidasi asam lemak pada otot dan hati. Pada populasi
obese, protein pada adiposit yaitu adiponektin menunjukkan
hubungan terbalik dengan resistensi insulin, penyakit arteri
koroner dan dislipidemia. Obesitas dihubungkan dengan
penurunan kadar adiponektin yang sebagian bertanggung
jawab terhadap kadar rendah HDL kolesterol pada pasien
gemuk. Generasi pertama obat ini adalah rimonaban yang
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 2, Pebruari 2008

Terapi Hipertensi di Masa Depan


telah dilakukan penelitiannya pada manusia. Rimonaban
mempunyai efek mengurangi obesitas di berbagai negara maju
dan menurunkan tekanan darah yang dipengaruhi oleh
individu obese. Obat tersebut memberikan harapan besar
pada pengobatan obesitas dan kejadian kardiovaskular.5
Rimonaban sekarang ini sudah beredar di lebih dari 30
negara di Eropa, benua Amerika kecuali Amerika Serikat dan
Asia. FDA Amerika Serikat masih menunda penerimaan obat
tersebut dengan alasan utama tidak cukupnya data yang
memperlihatkan keamanannya. Beberapa bulan lalu obat
tersebut sudah beredar di Hongkong. Sediaan obat terdiri
atas 5 mg dan 20 mg sekali perhari. Obat tersebut diberikan
pagi hari sebelum makan pagi dengan diet rendah kalori.16
Berdasarkan efektifitasnya dosis 20 mg dapat menurunkan
berat badan.
Farmakokinetik dan farmakodinamik obat ini, konsentrasi plasma maksimum diraih dalam dua jam dengan kadar
plasma yang stabil setelah 13 hari dengan dosis 20 mg sekali
sehari pada pagi hari. Waktu paruhnya 6-9 jam yaitu pada
individu normal. Pada individu obese waktu paruh
memanjang 16-32 hari karena distribusi volume perifer yang
luas. Lebih dari 99% terikat protein. Obat tersebut
dimetabolisme oleh enzim sitokrom P450 isoenzim 3A dan
amidohidrolase serta mempunyai sedikit efek inhibisi pada
sitokrom 2C8 invitro. Rimonaban terutama dieliminasi di feses
(86%) dan hanya 3% dieliminasi di urin. Dosis maksimal 180
mg perhari. Beberapa individu mengkonsumsi obat dengan
dosis 300 mg sehingga timbul nyeri kepala, euforia, fatigue,
dan insomnia. Apabila terdapat overdosis tidak ada antidotum
spesifik yang tersedia, hanya terapi suportif saja. Studi fase
III sedang berjalan. Interaksi obat terjadi apabila diberikan
bersamaan dengan inhibitor CYP3A4 antara lain ketokonazol,
itrakonazol, ritonavir, telitromisin, klaritromisin dan
nevazodon. Sebaliknya CYP3A4 inducer seperti rifampisin,
fenitoin, fenobarbital dan karbamazepin menurunkan
konsentrasi rimonaban. Pemberian bersamaan dengan
orlistat, etanol atau lorazepam tidak mempunyai efek yang
bermakna pada kadar rimonaban. Obat maupun makanan lain
belum ditemukan berinteraksi dengan obat ini. Karena
rimonaban terdiri atas laktosa maka pasien dengan intoleransi
laktosa atau gukosa dan galaktosa tidak dapat menggunakan
obat ini. Untuk pasien dengan penyakit ginjal, penyakit hati
berat, serta ibu hamil dan menyusui tidak dianjurkan
menggunakan obat ini.
12. Terapi Gen
Terapi gen adalah strategi terapi yang menggunakan
vektor untuk memasukkan gen yang menguntungkan yang
ekspresinya dapat memperbaiki atau mengubah ekspresi gen
patologis.3 Terapi gen yang sedang diteliti saat ini bertujuan
untuk meningkatkan efek terapeutik yang sesuai dengan
profil genetik pasien. Beberapa hal yang menentukan
keberhasilan terapi gen adalah pemilihan gen target (gen
vasopressor yang perlu diinhibisi dan gen vasodilator yang
Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 2, Pebruari 2008

perlu dirangsang ekspresinya) dan model transfer gen (vektor


viral atau nonviral).
Alat Pengirim Gen (Gen Delivery Vehicles)
Cara memasukkan gen eksogen adalah dengan
menyuntikkan plasmid nude DNA. Penggunaan DNA
telanjang mempunyai sedikit atau tidak ada efek toksik
ataupun efek samping. Kerugian teknik itu adalah pengiriman
yang tidak efisien, terbatasnya waktu dalam melakukan transfer gen, tingginya jumlah vektor yang terpecah di sirkulasi
dan rendahnya integrasi kromosom. Untuk meningkatkan
efisiensi transfer gen, digunakan molekul pembawa atau
vektor viral. Molekul pembawa mempunyai kelebihan dan
kekurangan yang menentukan pemakaiannya pada penyakit
kardiovaskular.
Nonviral Mediated Gene Delivery
Berbagai macam vektor gen nonviral telah banyak
digunakan, antara lain: pembawa kation polimer sintetik,
liposom, dan hemagglutinating virus of japan (HVJ-liposome). Liposom paling banyak digunakan karena sifatnya
yang nonpatogen dan mudah dibuat. Kekurangan liposom
adalah ketidakmampuannya berintegrasi dengan genom sel
penerima sehingga kurang sesuai untuk penggunaan jangka
panjang misalnya pada terapi hipertensi.
Viral Mediated Gene Delivery
Pengiriman gen menggunakan virus mulai disukai
sebagai alat pengiriman gen yang utama. Terdapat beberapa
sistem pengiriman menggunakan virus dan masing-masing
memiliki kelebihannya sendiri. Termasuk diantaranya adalah
kelas adenovirus, adeno-associated virus, dan retrovirus.
Gen Terapi untuk Hipertensi
Terapi gen mempunyai keunggulan dalam mempengaruhi
ekspresi gen spesifik untuk mengkompensasi efek hipo atau
hiperaktif sebuah gen yang rusak. Hal tersebut didapat dari
ekspresi berlebih atau supresi gen yang rusak tersebut.
Studi preklinik terapi gen untuk hipertensi menggunakan
dua pendekatan. Pendekatan pertama adalah sense approach, yang memasukkan ekstra kopi gen terkait dengan
efek memperbaiki seperti vasodilatasi, pengurangan hipertrofi,
dan proliferasi. Pendekatan kedua menggunakan pendekatan
antisense approach, yang menghilangkan gen terkait dengan
menggunakan efek perburukan seperti transmisi efek
vasokonstriktor dan growth promotion.
Sense Approach
Sense approach menggunakan vasodilator over-expression seperti kallikrein,17,18 adrenomedulin,19 atrial natriuretic
peptide (ANP),20 dan endothelin NO synthase (eNOS)21
berhasil menurunkan tekanan darah. Pengiriman gen
menggunakan DNA telanjang ataupun virus menghasilkan
55

Terapi Hipertensi di Masa Depan


penurunan tekanan darah yang diikuti dengan menurunnya
kejadian patofisiologi pada organ target mayor. Sebagai
contoh, penyuntikan plasmid mengandung gen kallikrein
pada orang dewasa atau newborn spontaneously hypertensive rats (SHRs) efektif menurunkan tekanan darah selama
10 minggu. Pada tikus dengan salt-sensitive hypertensive,
penyuntikan vektor adenovirus dengan kallikrein berhasil
menurunkan tekanan darah serta memperbaiki morfologi ginjal
dan jantung.
Antisense Approach
Prinsip yang digunakan pada antisense approach (AS
Approach) adalah menurunkan ekspresi gen dengan memblok
formasi protein pada level transkripsi dan translasi. Berbagai
penelitian menggunakan AS Approach dengan target sistem
RAAS. Sebagai contoh, penyuntikan tikus Sprague-Dawley
(SD) tensi normal dengan AT1 receptor (AT1-R)-AS virus
menghasilkan tikus yang resisten terhadap hipertensi yang
diinduksi dengan infus Angiotensin II kronis. Selain itu,
pengiriman ACE-AS atau AT1R-AS mencegah peningkatan
tekanan darah dan perburukan kardiovaskular pada SHR.
Penutup
Generasi obat baru baik yang sedang diteliti pada
manusia maupun yang sudah beredar di pasar bebas cukup
banyak. Problem yang masih ada adalah efektifitas terapi
dan efek sampingnya. Obat terbaru yang paling memberikan
efektifitas baik dan efek samping yang kecil adalah renin
inhibitor yang dapat dikombinasi dengan obat yang telah
ada. Vasopeptidase inhibitor sampai saat ini ini paling
menjanjikan, tetapi efek samping angioedema pada pasien
kulit hitam cukup banyak. Antagonis endotelin di masa yang
akan datang tampaknya akan serupa dengan renin inhibitor
yaitu sebaiknya dikombinasi dengan obat antihipertensi yang
telah ada.
Terapi gen untuk penyakit kardiovaskular tampaknya
bukan angan-angan lagi. Perbaikan disain vektor, kemampuan
mencocokan gen, teknis pengerjaan dan kekuatan sel stem
tidak perlu diragukan lagi peranannya terutama pada pasien
yang gagal diobati dengan obat konvensional. Dengan terapi
gen diharapkan konsumsi obat antihipertensi dapat
berkurang, efek samping obat menjadi minimal dan jika
mungkin sembuh sempurna.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.
13.

14.

15.

16.
17.

18.

19.

Daftar Pustaka
1.

2.

3.

56

Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA,
Izzo JL, et al. The seventh report of Joint National Committee
on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of Hypertension. The JNC 7 report. JAMA 2003;289:2560-72.
InaSH menyokong penuh penanggulangan hipertensi. Diunduh
dari http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=
viewarticle&sid=2406&itemid=2 tanggal 1 Oktober 2007.
Sarkissian SD, Raizada MK. Therapeutic potential of systemic
gene transfer strategy for hypertension an cardiovascular disease. In: Hall JE, Lip GYH, ed. Comprehensive hypertension.
Philadelphia: Mosby Elsevier; 2007.p.429-45.

20.

21.

Shepherd AMM. New and investigational drugs for hypertension.


Dalam: Elliott WJ, Black HR, ed. Hypertension a companion to
Braunwalds heart disease. Canada: Saunders Elsevier; 2007.p.295302.
Krum H, Martin J. Novel drug treatments for hypertension.
Dalam: Hall JE, Lip GYH, eds. Comprehensive hypertension.
Philadelphia: Mosby; 2007.p.1049-60.
Kirchengast M, Luz M. Endothelin receptor antagonists: clinical
realities and future direction. J Cardiovasc Pharmacol
2005;45:182-91.
Krum H, Viskoper RJ, Lacourciere Y, Budde M, Charlon V. The
effect of an endothelin-receptor antagonist, bosentan, on blood
pressure in patients with essential hypertension. Bosentan hypertension investigators. New Eng J Med 1998;338:784-90.
Prasad SK, Dargie HJ, Smith GC, Barlow MM, Grothues F,
Groenning BA, et al. Comparison of the dual receptor endothelin
antagonist enrasentan with enalapril in asymptomatic left ventricular systolic dysfunction: a cardiovascular magnetic resonance
study. Heart 2006;92:798-803.
Anand I, McMurray J, Cohn JN, Konstam MA, Notter T, Quitzau
K, et al. Long-term effects of darusentan on left-ventricular
remodelling and clinical outcomes in the Endothelin A Receptor
Antagonist Trial in Heart Failure (EARTH): randomised, double
blind, placebocontrolled trial. Lancet 2004;364(9431):347-54.
Kuc RE, Ashby MJ, Seed A, Passier P, Essers H, McMurray J, et
al. The ECE/NEP inhibitor SLV306 (daglutril), inhibits systemic
endogenous conversion of infused big endothelin-1 in human
volunteers. Diunduh dari http://www.pA2online.org. tanggal 1
Oktober 2007.
Nussberger J. Renin inhibitors. Dalam: Weber MA, Oparil S, ed.
Hypertension a companion to Brenner and Rectors The Kidney.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005.p.754-64.
Ling LF, Chai P. Eplerenone a review. Medical Progress 2007;34
(6):291-6.
Ruilope LM. Vasopeptidase inhibitors. Dalam: Weber MA, Oparil
S, ed. Hypertension a companion to Brenner and Rectors The
Kidney. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005.p.747-53.
Vidt DG. Management of hypertension emergencies and urgencies. Dalam: Weber MA, Oparil S, ed. Hypertension a companion
to Brenner and Rectors The Kidney. Philadelphia: Elsevier
Saunders; 2005.p.826-37.
Kaplan NM. Treatment of hypertension: drug therapy. Dalam:
Kaplans clinical hypertension. 8 th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2002.p.270.
Lee VW. Rimonaban: a new treatment for obesity and overweight. Medical Progress 2007;34(10):498-504.
Dobrzynski E, Yoshida H, Chao J, Chao L. Adenovirus-mediated
kallikrein gene delivery attenuates hypertension and protecs
against renal injury in deoxycorticosterone-salt rats. Immunopharmacology 1999;44:57-65.
Jin L, Zhang JJ, Chao L, Chao J. Gene therapy in hypertension:
adenovirus-mediated kallikrein gene delivery in hypertensive rats.
Hum Gene Ther 1997;8:1753-61.
Dobrzynski E, Wang C, Chao J, Chao L. Adrenomedullin gene
delivery attenuates hypertension, cardiac remodelling, and renal
injury in deoxycorticosterone acetat-salt hypertensive rats. Hypertension 2000;36:995-1001.
Lin KF, Chao J, Chao L. Human atrial natriuretic peptide gene
delivery reduces blood pressure in hypertensive rats. Hypertension 1995;26:847-53.
Lin Kf, Chao L, Chao J. Prolonged reduction of high blood
pressure with human nitric oxide synthase gene delivery. Hypertension 1997;30:307-13.

SS

Maj Kedokt Indon, Volum: 56, Nomor: 2, Pebruari 2008

Anda mungkin juga menyukai