Anda di halaman 1dari 7

Protein

Protein merupakan sumber asam amino yang terdiri dari unsur C, H, O, dan
N. Protein berfungsi sebagai zat pembangun jaringan-jaringan baru, pengatur proses
metabolisme tubuh dan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak
terpenuhi oleh lemak dan karbohidrat (Winarno 1986).
Protein tersusun dari berbagai asam amino yang masing-masing dihubungkan
dengan ikatan peptida. Peptida adalah jenis ikatan kovalen yang menghubungkan
suatu gugus karboksil satu asam amino dengan gugus amino asam amino lainnya
sehingga terbentuk suatu polimer asam amino (Toha, 2001). Jika protein dimasak
dengan asam atau basa kuat seperti pada gambar 2.3, asam amino unit pembangunnya
dibebaskan dari ikatan kovalen yang menghubungkan molekul-molekul ini menjadi
rantai (Lehninger, 1990). Gambar skripsi protein
Isolasi protein
Isolasi merupakan proses pemisahan komponen tertentu dari suatu sistem.
Proses isolasi partikel dari bagian sel dilakukan melalui dua tahap, yaitu: 1)
penghancuran sel; 2) pemisahan partikel tertentu dari suspensi melalui sentrifugasi
(Sudarmadji, 1996).
Pembuatan isolat protein dilakukan berdasarkan kelarutan protein. Umumnya
asam dan basa digunakan secara berturut-turut untuk proses ekstraksi dan
penggumpalan/pengendapan. Ekstraksi protein pada pH basa dilakukan dengan
penambahan larutan basa kedalam campuran suspensi dan dilakukan pengaturan pH
dengan range antara 10,5-12. Hal ini bertujuan untuk mengamati pengaruh pH
terhadap kelarutan protein (Moayedi dkk, 2010). Penggunaan NaOH untuk
mengekstraksi suatu bahan dapat mendegradasi dinding sel dan menurunkan fraksi
organik dari dinding sel (McManus, 1978).
Isolat protein dibuat dengan mengendapkan protein pada titik isoelektriknya.
Titik isoelektrik adalah pH dimana protein tidak mempunyai selisih muatan dan
karena itu tidak bergerak dalam medan listrik (Sudarmadji, 1996). Pada kondisi ini
protein memiliki kelarutan minimum, sehingga protein dapat dipisahkan dari bagian
bahan lainnya yang tidak diinginkan (Page, 1981). Sebagian besar protein hasil
ekstraksi berdasarkan studi yang dilakukan mengendap pada pH antara 4 dan 5 (Pirie
1987).
Protein adalah sumber-sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N
yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Protein adalah makromolekul polipeptida
yang tersusun dari sejumlah L-asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida, berbobot
molekul tinggi dari 5000 sampai berjuta-juta.

Protein terdiri dari bermacam-macam

golongan, makro molekul yang heterogen, walaupun demikian semuanya merupakan turunan
dari polipeptida dengan BM yang tinggi. Unsur yang ada dalam hampir semua protein adalah
hidrogen, oksigen, nitrogen, dan belerang. Ditinjau dari strukturnya, protein dibagi dalam dua
golongan besar, yaitu golongan protein sederhana dan protein gabungan. Protein sederhana

adalah protein yang hanya terdiri dari molekul-molekul asam amino, sedangkan protein
gabungan adalah protein yang terdiri dari protein dan gugus bukan protein.
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu secara kualitatif dan secara
kuantitatif. Analisis protein secara kualitatif terdiri atas reaksi Xantoprotein, reaksi HopkinsCole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Sedangkan analisis protein
secara kuantitatif terdiri dari metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry, metode
spektrofotometri visible (Biuret), dan metode spektrofotometri UV (Poedjiadi, 2007).
A. Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl dilakukan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam
bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah
kadar nitrogennya (Winarno, 1986).
Gambar metode k
KJELDAHL Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen
total padaasam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi
denganasam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan
menghasilkanamonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang
terbentuk disuling uapsecara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara
titrasi. Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara
semimikro, sebab hanyamemerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu
analisa yang pendek.Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam
bahan makanansecara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar
nitrogennya
Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitucara makro dan
semimakro. Cara makro Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan
besar contoh 1-3 g, sedang semimikro Kjeldahl dirancang untuk contohukuran kecil yaitu
kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen. Cara analisis tersebut akan berhasil baik
dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat
dalam jumlah yang besar. Analisa protein metode Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi
menjadi tiga tahapan yaitu :
1. Tahap destruksi Pertama
Proses destruksi (Oksidasi) Tahapan pertama penentuan kadar protein ini yaitu destruksi,
destruksiprotein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur
sekunder dan tersier protein. Sampel sebanyak 0,51 g ditimbang, kemudian ditambahkan 0,04
g HgO dan 0,9 g K2SO4 sebagai katalis. Destruksi merupakanproses pengubahan N protein
menjadi ammonium sulfat. Proses ini berlangsung selama sampel yang ditambah dengan
katalisator direaksikan dengan H2SO4 pekat dan dididihkan di atas pemanas labu Kjeldahl.
Penambahan asam sulfat dilakukan dalam ruang asam untuk menghindari S yang berada di
dalam protein terurai menjadi SO2 yang sangat berbahaya. Setelah penambahan asam sulfat
larutan menjadi keruh. Asam sulfat pekat berfungsi untuk mendestruksi protein menjadi
unsur-unsurnya, sedangkan katalisator berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dan

menaikkan titik didih asam sulfat. Tiap 1 gram K2SO4 menaikkan titik didih 30C. Dari
proses ini semua ikatan N dalam bahan pangan akan menjadi ammonium sulfat (NH4SO4)
kecuali ikatan N=N; NO; dan NO2. Ammoniak dalam asam sulfat terdapat dalam bentuk
ammonium sulfat. Pada tahap ini juga menghasilkan CO2, H2O, dan SO2 yang terbentuk
adalah hasil reduksi dari sebagian asam sulfat dan menguap. Reaksi yang terjadi selama
destruksi: HgO +H2SO4 HgSO4 + H2O
2HgSO4 Hg2SO4 + SO2 +2On
Hg2SO4 + 2H2SO4 2HgSO4 + 2H2O + SO2
Proses pemanasan dilakukan 2 jam sampai larutan jernih.Larutan yang jernih menunjukkan
bahwa semua partikel padat bahan telah terdestruksi menjadi bentuk partikel yang larut tanpa
ada partikel padat yang tersisa. Larutan jernih yang telah mengandung senyawa (NH4)2SO4
ini kemudian didinginkan supaya suhu sampel sama dengan suhu luar sehingga penambahan
perlakuan lain pada proses berikutnya dapat memperoleh hasil yang diinginkan.

2. Tahap destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3).Prinsip destilasi
adalah memisahkan cairan atau larutan berdasarkan perbedaan titik didih. Dari hasil destruksi
protein, labu destruksi didinginkan kemudian dilakukan pengenceran dengan penambahan
aquades. Pengenceran dilakukan untuk mengurangi kehebatan reaksi bila ditambah larutan
alkali. Larutan dijadikan basa dengan menambahkan 10 mL NaOH 60%, lalu corong ditutup
dan ditambahkan aquades setengah bagian. Sampel harus dimasukkan terlebih dahulu
kedalam alat destilasi sebelum NaOH, karena untuk menghindari terjadinya superheating.
Fungsi penambahan NaOH adalah untuk memberikan suasana basa karena reaksi tidak dapat
berlangsung dalam keadaan asam Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap
oleh larutan asam standar. Untuk menampung NH3 yang keluar, digunakan asam borat dalam
erlenmeyer sebanyak 15 mL dan telah ditambahkan indikator Toshiro (Metil Merah + Metil
Biru), menghasilkan larutan berwarna biru tua. Indikator ini digunakan untuk mengetahui
asam dalam keadaan berlebih. Hasil destilasi (uap NH3 dan air) ditangkap oleh larutan
H3BO3 yang terdapat dalam labu erlenmeyer dan membentuk senyawa (NH4)3BO3.
Senyawa ini dalam suasana basa akan melepaskan NH3. Agar kontak antara asam dan
ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin
dalam asam borat. Penyulingan dihentikan jika semua N sudah tertangkap oleh asam borat
dalam labu erlenmeyer atau hasil destilasi tidak merubah kertas lakmus merah serta
menghasilkan larutan berwarna hijau jernih. Ujung selang dibilas dengan aquades, agar tidak
ada ammonia yang tertinggal di selang. Reaksi yang terjadi adalah :

3. Tahap titrasi
Titrasi merupakan tahap akhir pada penentuan kadar protein dalam bahan pangan ini.
Banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia (N) dapat diketahui dengan volume
HCl 0,02 N yang dibutuhkan destilat. Titik akhir titrasi dihentikan sampai larutan berubah
dari hijau ke biru (kembali ke warna awal). Selisih jumlah titrasi blanko dan sampel
merupakan jumlah ekuivalen nitrogen. Dari analisa yang telah dilakukan, volume yang
digunakan untuk menitrasi sampel sebanyak 5,37 mL HCl 0,02 N. Sehingga diperoleh kadar

protein pada jagung sebesar 8,84%, sedangkan pada literatur sebesar 5,1%. Hal ini dapat
terjadi dikarenakan proses analisa terutama titrasi yang tidak tepat, dapat terlalu berlebihan
atau kekurangan yang berpengaruh terhadap volume HCl yang digunakan untuk titrasi,
sehingga mempengaruhi hasil perhitungan kadar protein kasar.
Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi, 1996. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Penerbit Liberty: Yogyakarta

Keuntungan dari metode kjedahl : Metode Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia
dan masih merupakan metode standar dibanding metode lain. Sifatnya yang universal,
presisi tinggi dan reprodusibilitas baik membuat metode ini banyak digunakan untuk
penetapan kadar protein dalam makanan.
Kerugiannya : Metode ini tidak memberikan pengukuran protein sesungguhnya, karena
tidak semua nitrogen dalam makanan bersumber dari protein, yaitu purina, pirimidina,
vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis danterukur
sebagai nitrogen protein. Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda
karena susunan residu asam amino yang berbeda. Penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi
berbahaya, demikian juga beberapa katalis. Teknik ini membutuhkan waktu lama.

Metode lowry

Reagen pendeteksi gugus-gugus fenolik seperti reagen folin dan ciocalteu telah
digunakan dalam penentuan konsentrasi protein oleh Lowry (1951) yang kemudian dikenal
dengan metode Lowry. Dalam bentuk yang paling sederhana reagen folin ciocalteu apat
mendeteksi residu tirosin (dalam protein) karena kandungan fenolik dalam residu tersebut
mampu mereduksi fosfotungsat dan fosfomolibdat, yang merupakan konstituen utama reagen
folin ciocalteu, menjadi tungsten dan molibdenum yang berwarna biru. Hasil reduksi ini
menunjukkan puncak absorbsi yang lebar pada daerah merah. Sensitifitas dari metode folin
ciocalteu ini mengalami perbaikan yang cukup signifikan apabila digabung dengan ion-ion
Cu (Hermansyah, 2012).
Beberapa zat yang bisa mengganggu penetapan kadar protein dengan metode Lowry
ini, diantaranya buffer, asam nuklet, gula atau karbohidrat, deterjen, gliserol, Tricine, EDTA,
Tris, senyawa-senyawa kalium, sulfhidril, disulfida, fenolat, asam urat, guanin, xanthine,
magnesium, dan kalsium. Interferensi agen-agen ini dapat diminimalkan dengan

menghilangkan interferens tersebut. Sangat dianjurkan untuk menggunakan blanko untuk


mengkoreksi absorbansi. Interferensi yang disebabkan oleh deterjen, sukrosa dan EDTA
dapat dieliminasi dengan penambahan SDS atau melakukan preparasi sampel dengan
pengendapan protein (Kristiani, 2010).
Beberapa protein berisi unsur lain seperti besi yang terdapat dalam hemoglobin,
iodium terdapat dalam thiroglobin dan fosfor terdapat dalam kasein. Molekul protein sangat
besar, masa molekulnya berkisar antara 10.000-25.000. oksihemoglobin dengan rumus
molekul (C783H 1166O208N203S2Fe4) mempunyai massa molekul kurang lebih 65.000. Penyusun
protein adalah asam amino, yaitu asam organik yang mengandung gugus amimo (-NH 2)
disamping gugus karboksilat (-COOH). Asam amino yang terdapat di alam selalu berupa
asam amino alpa , artinya gugus - NH 2 selalu terikat pada atom C- alpa, yaitu atom C di dekat
gugus COOH (Lehninger, 1998).
Asam amino yang terdapat di alam selalu berupa asam amino alpa, artinya gugus
-NH2 selalu terikat pada atom C- alpa, yaitu atom C di dekat gugus COOH. Asam amino
yang dikenal banyak sekali tetapi hanya 20 jenis yang termasuk penyusun protein alami.
Gugus R disebut gugus samping, gugus inilah yang membedakan sifat-sifat antara satu adam
amino dengan asam amino lainnya, sedangkan gugus lainnya sama untuk semua asam amino.
Metode Lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain (FolinCiocalteauphenol) yang bereaksi dengan residu tyrosine dan tryptophan dalam protein.
Reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 - 750 nm, tergantung
sensitivitas yang dibutuhkan. Akan muncul puncak kecil di sekitar 500 nm yang dapat
digunakan untuk menentukan protein dengan konsentrasi tinggi dan sebuah puncak besar
disekitar 750 nm yang dapat digunakan untuk menentukan kadar protein dengan konsentrasi
rendah. Metode ini lebih sensitif untuk protein konsentrasi rendah dibanding metode biuret
(Soeharsono, 2006).

Protein dengan asam fosfotungsat-fosfomolibdad pada suasana alkalis akan


memberikan warna biru yang intensitasnya bergantung pada konsentrasi protein yang ditera.
Untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan, terlebih dahulu dibuat kurva
standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi dan optical dencity (OD).
Biasanya digunakan serum albumin. Larutan Lowry ada dua macam yaitu larutan A
yang terdiri dari fosfotungstat-fosfomolibdad (1:1) dan larutan Lowry B yang terdiri dari Nacarbonat 2% dalam NaOH 0,1 N, kupri sulfat dan Na-K-tartat 2%. Cara penentuannya
seperti berikut: 1 ml larutan protein ditambah 5 ml Lowry B, digojong dan dibiarkan selama
10 menit.

Kemudian ditambah 0,5 ml Lowry A digojong dan dibiarkan 20 menit.

Selanjutnya diamati OD-nya.


Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam metode ini
terlibat 2 reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana metode
biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian
akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat phosphotungstat
(phosphomolybdotungstate), menghasilkan heteropoly molybdenum blue akibat reaksi
oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna
biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri.

Uji biuret

Uji Biuret adalah uji umum untuk protein (ikatan peptida), tetapi tidak dapat menunjukkan
asam amino bebas. Zat yang akan diselidiki mula-mula ditetesi larutan NaOH, kemudian
ditetesi larutan tembaga(II) sulfat yang encer. Jika terbentuk warna ungu berarti zat itu
mengandung protein.
Uji xantoproteat
Uji Xantoproteat adalah uji terhadap protein yang mengandung gugus fenil (cincin
benzena). Apabila protein yang mengandung cincin benzena dipanaskan dengan asam nitrat

pekat, maka akan terbentuk kuning yang kemudian menjadi warna jingga bila dibuat
alkalis(basa) dengan larutan NaOH.

Anda mungkin juga menyukai