1. Landasan Teori
Pengertian Arus Turbidit
Lingkungan
khusus
pengendapan
adalah
suatu
seting
geomorfologi
terjadinya
mekanisme
pengendapan
tertentu
(Shanmugam
Deep-Water
2005).Walker,
Response
To
Sea
Level
Change, 1992,
mengatakan konsep dari arus tubidit bersifat simpel dan elegan. Simpel karena
setiap endapan turbidit adalah hasil dari satu even pendek yang singkat, satu
kali pengendapan. Sedangkan elegan karena dari suatu even yang pendek dan
singkat tersebut menghasilkan ribuan dari lapisan batupasir dengan struktur
perlapisan bersusun selang-seling
dengan lapisan
batulempung,
yang
merupakan hasil dari even yang sama. Tidak ada volum suatu batuan sedimen
yang lebih besar dari pada endapan turbidit.
Menurut (Walker, 1973) turbidit adalah suatu endapan dari arus
turbid, dimana arus turbid itu sendiri didefinisikan sebagai arus densitas yang
mempunyai berat jenis yang berbeda dengan cairan di sekitarnya (umumnya
air laut), karena arus tersebut mengandung endapan yang terhambur .
Middleton & Hampton (1973), menyatakan bahwa aliran yang
terdiri dari sedimen yang bergerak turun karena gravitasi, disebut sediment
gravity flow atau disebut juga sebagai arus densitas (Koesoemadinata 1980).
Arus densitas merupakan lengseran- lengseran dari onggokan sedimen yang
lerengnya telah menjadi tidak stabil dan meluncur karena suatu gaya.
Luncuran-luncuran
ini
kemudian
menghasilkan
slumps (permulaan
turbidit
mempunyai
karakteristik
tertentu
yang
Namun perlu
diperhatikan bahwa ciri itu bukan hanya berdasarkan suatu sifat tunggal
sehingga
tidak
bisa
secara
langsung
endapan adalah endapan turbidit. Hal ini mengingat bahwa banyak struktur
sedimen tersebut, yang juga berkembang pada sedimen yang bukan turbidit
(Keunen, 1964).
Karakteristik endapan turbidit pada dasarnya dapat dikelompokan ke
dalam dua bagian besar berdassarkan litologi dan struktur sedimen, yaitu :
1) Karakteristik Litologi
a) Terdapat perselingan tipis yang bersifat ritmis antar batuan berbutir
relatif kasar dengan batuan yang berbutir relatif
ketebalan
lapisan
halus, dengan
puluh
kuarsa,
feldspar,
mika,
glaukonit,
dijumpai
perlapisan
batuan,
terlihat
adanya
struktur
sedimen
perlapisan bersusun,
perlapisan
sejajar,
perlapisan
tertentu.
Banyak
klasifikasi
memberikan
struktur
karakteristik
sedimen
hasil
dengan
pengendapan
terutama
mulai bergerak
menjadi
lebih
Selanjutnya massa sedimen akan bergerak sampai pada lereng yang curam,
maka terjadilah kenaikan kecepatan dan pergerakan selanjutnya berubah
menjadi arus turbid, sehingga butiran kasar akan terkonsentrasi pada bagian
kepala arus, sedangkan yang lebih halus di bagian ekor. Karena pengaruh
gravitasi maka arus turbid akan bergerak ke bawah mengikuti ngarai di bawah
samudera.
Pada saat mendekati daerah pengendapannya, kecepatan arus mulai
berkurang karena
kemiringan
lereng
yang
buruk.
terkumpul
yang
halus
kecepatan
arus
telah
sedimen
bergerak tanpa bantuan benturan atau seretan air, tetapi bergerak dibawah
permukaan air yang relatif tenang (stagnant water). Massa sedimen bisa
saja tidak tercampur air secara baik sehingga mengakibatkan massa
sedimen tersebut terlalu encer untuk melengser dan membentuk arus turbid.
Sedimen yang berbutir kasar tidak menempati bagian kepala dan apabila
terendapkan massa sedimen kasar akan membentuk fluxoturbidite yaitu
endapan antara nendatan dan arus turbid (Dzulynski, dkk, 1959).
Menurut
Koesoemadinata
(1972)
pengendapan
arus
turbid
merupakan suatu keadaan massa teronggok pada lereng benua, yang secara
tiba-tiba dapat meluncur dengan kecepatan tinggi bercampur dengan air,
yang merupakan suatu aliran menuju laut dalam. Disini partikel-partikel
sedimen bergerak tanpa bantuan benturan /seretan air,
melainkan
oleh
sediment
klastik
lingkungan
laut
dalam melalui
sediment gravity flow, digunakan secara umum untuk aliran sedimen atau
campuran sedimen fluida dibawah pengaruh gaya berat. Berdasarkan gerakan
relatif antar butir dan jaraknya dari sumber.
Mutti dan Ricci Luchi (1972), mengatakan bahwa fasies
suatu lapisan atau kumpulan lapisan yang memperlihatkan
adalah
karakteristik
yang membentuk suatu tubuh batuan dalam berbagai skala dan kombinasi.
Asosiasi
sedimen
yang
berbeda
dipengaruhi
oleh
factor
mekanisme
pengendapannya tersebut.
Berikut adalah beberapa jenis mekanisme pengendapan material
sedimen dalam kaitannya sebagai penciri adannya aktifitas turbidit yaitu :
1. Peluncuran .
terjadi dekat dasar sehingga mempunyai kekuatan untuk mengikis, hal
ini akan berakibat terjadinya struktur pada alas lapisan misalnya: Drag
cast, flute cast (cetak suling), scouring, dan sebagainya.
2. Fraksi kasar.
Sedimentasi
terjadi
segera
setelah
arus
kehilangan
tenaga.Karena
c Bouma 1962).Sedimen yang teronggok pada suatu lereng dapat tibatiba meluncur dengan kecepatan tinggi bercampur dengan air berupa
suatu aliran padat (density current).Partikel-partikel sedimen bergerak
tanpa benturan/seretan air, tetapi inertia flow.Energi potensial/ gravity
dirubah menjadi energi kinetik, pengendapan terjadi segera
energi kinetic habis.Umumnya
laut
dalam
dangkal,
turbidit
meskipun sebenarnya
bahkan
merupakan
ditafsirkan
bisa
saja
sebagai
terjadi
setelah
endapan
pada
laut
drift sudah tidak ada lagi, sehingga yang terbentuk adalah pengendapan
suspensi. Struktur yang terjadi yaitu laminasi sejajar (interval d Bouma '
62), disusul endapan pelitis (interval e Bouma ' 62).
transport dengan jarak telah dijelaskan oleh Keling dan Stanley,1976 (Gambar
3) yaitu:
1. Aliran turbid (turbidity current),
Dimana butir-butir telah lepas sama sekali dan masing-masing butir
didukung oleh fluida (telah terinduksi menjadi turbulen).
2. Aliran sedimen yang difluidakan (fluidized sediment flow),
Butir yang lepas di dukung oleh cairan yang diperas ke atas antar butir.
Butir-butir masih bersentuhan. Pengedapan terjadi bila air pori telah
terperas keluar secara vertikal, dan akan menghasilkan struktur mangkok
(dish structure).Menghasilkan tipe endapan proximal turbidite.
3. Aliran butir (grain flow),
Dimana butir-butir belum lepas dan dalam mengalir masih sering
bersentuhan. Dalam hal ini peran media hampir tidak ada. Matrik berupa
pasir dan mengendap sekaligus. Debris flow dan grain flow menghasilkan
fluxo turbidite.
4. Aliran debris (debris flow),
Dimana butir-butir kasar masih didukung oleh matriks (massa
dasar)
masih
Fasies Turbidit.
yang
merupakan hasil episode tunggal dari suatu arus turbid. Bouma Sequence
yang lengkap dibagi 5 interval (Gambar 4), peralihan antara satu interval ke
interval berikutnya dapat secara tajam, berangsur, atau semu, yaitu :
1. Gradded Interval (Ta)
Merupakan perlapisan bersusun dan bagian terbawah dari urut-urutan ini,
bertekstur pasir kadang-kadang sampai kerikilatau kerakal. Struktur
perlapisan
ini
perselingan
antara
Batupasir
dengan
serpih
atau
berangsur.
3. Interval of Current Ripple Lamination (Tc)
Merupakan struktur perlapisan bergelombang dan konvolut. Ketebalannya
berkisar antara 5-20 cm, mempunyai besar butir
butir
makin
halus,
cangkang
foraminifera
makin
sering
interval
ini merupakan
urutan
turbidit
yang
lebih
utuh,sedangkan bagian bawahnya hilang. Bagian yang hilang bisa Ta, Tab, Ta-c dan Ta-d.
2. Truncated sequence
Urutan interval yang hilang dari sekuen yang hilang adalah bagian atas,
yaitu : Tb-e, Tc-e, Td-e, Te. Hal ini disebabkan adanya erosi oleh arus
turbidit yang kedua.
3. Truncated base cut out sequence
Urutan ini merupakan kombinasi dari kedua
sequence dan truncated sequence yaitu bagian atas dan bagian bawah bisa
saja hilang.
Pada dasarnya endapan oleh arus turbid yang besar mempunyai
rangkaian yang lengkap dan setelah pengendapan
material
yang kasar
kecepatan berkurang dan pada saat tertentu dimana kecepatan sangat rendah
mulai terbentuk laminasi interval (Tb-e = T2).
kecepatan dan ukuran butir
Proses
berkurangnya
Gambar 5. Fasies Turbidit dan proses proses yang terkait (Mutti, 1992).
Fasies fasies tersebut kemudian digolongkan menjadi 3 tipe
utama, yaitu :
1. Very Coarse Grained Facies
(VCGF)
Endapan pada Fasies Turbidit ini terdiri dari beragam jenis tipe
sediment, mulai dari mud supported sampai clast-supported conglomerates.
Facies dasar dari Very Coarse Grained Facies adalah F1, F2 dan F3 (Gambar
5.). Endapan endapan pada fasies F1 dan F2 merupakan endapan endapan
dan
cohesivitas
dari
yang
dihasilkan dari proses transportasi dari debris flow menuruni lereng yang
bercampur dengan fluida. Endapan endapan pada fasies F2 umumnya
terdapat pada coarse grained turbidite system. Karakteristik dari endapanendapan pada fasies F2 pada dasarnya hampir sama dengan karakteristik dari
endapan-endapan pada fasies F1, diantaranya :
Terdapat
peristiwa
dimana
dasar
aliran
tergerus
dan
terbentuk
akan dibatasi oleh permukaan erosi. Endapan endapan pada fasies F3 ini
dapat terbentuk akibat adanya shear strses yang diberikan oleh
lapisan
laminasi
bergelombang.
Sedimen
pada
fasies
WF
dapat
diinterpretasikan sebagai produk dari upper flow regime yang dibentuk oleh
transportasi
dari
hyperconcentrated
flow
hingga
high
density
&
sebagai endapan
endapan
berukuran
kasar
yang
Seluruh ketebalan dari lapisan dasar pada umumnya dibatasi oleh batas
yang tajam dan terbentuk struktur rippled diatas permukaan lapisan.
dari pengendapan
ini
menghalus
ke
atas
yang
arus
yang
mentransport
dan
material
yang
tertransport
dapat
memenuhi
setelah
loncatan fluida tersebut telah terlewati, yang kemudian diikuti oleh proses
sedimentasi sepanjang jalur tipis dari traction carpet (F7) dan suspensi (F8).
Endapan endapan pada fasies F9 terbentuk oleh endapan endapan
berbutir sangat halus dengan struktur laminasi sejajar yang dibatasi
oleh Batulempung
berstruktur
traction
carpet
beds
Fasies 9a, yang sangat berkaitan dengan classical turbidite pada sikuen
Bouma.
dengan
butiran
fan (kipas) pada dasar lereng- lereng bawah laut (sub marine fan), yang
saling
memotong
dan berselang
seling
dengan
endapan
bathyal
sedimen ke daerah bathyal dan abysal. Ternyata arus turbid yang merupakan
bagian dari arus densitas dalam melakukan fungsinya sebagai arus yang
mengalir, tergantung akan adanya perbedaan densitas, yang dihasilkan oleh
sedimen yang tersuspensikan akibat arus turbulen pada tubuh arus (Fiedman &
Sanders, 1978).
Arah umum dari aliran arus densitas yang normal, adalah menuju ke
continental margin atau ke arah basin margin. Aliran dengan arah demikian
bisa terjadi secara terus menerus tetapi bisa juga sewaktu-waktu. Aliran yang
tetap terjadi manakala longshore current pada suatu shelf menjumpai
submarine canyon, yang melintang menghadang arahnya, sehingga arah arus
tersebut berubah
sewaktu-waktu tersebut
dari
tinggi.
penyempurnaan
dari beberapa peneliti terdahulu yang terdiri dari saluran utama (fedder
channel), lereng(slope), kipas atas (upper fan ), kipas tengah (middle fan)
yang terdiri dari channeled portion of suprafan lobes, kipas bawah (lower fan)
dan dasar cekungan (basin plain). Pada umumnya kipas tersebut berasosiasi
dengan lima fasies turbidit yang diajukan oleh Walker (1978) yang terdiri
atas:
1. Fasies Slump (SL)
Fasies ini terdiri dari bentukan struktur sedimen slump yang terjadi karena
adannya mekanisme
longsoran
yang
mengakibatkan
meluncurnya
dengan
channel.Struktur sedimen
yang
perlapisan
sering
sejajar
tanpa
dijumpai adalah
endapan
perlapisan
dan dapat
digunakan
ripples
suspensi, sedangkan
1985).
3. Fasies Batupasir masif (Massive Sandstone, MS)
Fasies ini terdiri dari Batupasir masif, kadang-kadang terdapat endapan
channel, ketebalan 0,5-5 meter, struktur mangkok/dish structure. Fasies ini
berasosiasi dengan kipas laut bagian tengah dan atas.
4. Fasies Batupasir Kerakalan (Pebbly Sandstone, PS)
Fasies ini terdiri dari Batupasir kasar, kerikil-kerakal, struktur sedimen
bersusun,
bentuk
butir
menyudut
tanggung-membundar
genesa
berbeda
fasies
tersebut
berasosiasi
dengan
tiga
lingkungan
pengendapan, yaitu : lereng (slope), dibagi menjadi lereng atas (upper slope)
dan lereng bawah (lower slope); kipas (fan) dibagi menjadi kipas dalam (inner
fan), kipas tengah (middle fan) dan kipas luar (outer fan); kumpulan daratan
cekungan.Walker (1978) membagi kipas laut dalam 4 bagian pokok, yaitu :
1. Asosiasi Fasies Pada Lembah Pengisi
Lembah pengisi merupakan alur utama dari sedimen yang membentuk
lipas laut dalam. Lembah ini memotong lereng
menerus dari laut dalam sampai dekat pantai. Dari penyelidikan yang
dilakukan umumnya lembah pengisi berisi sedimen berukuran halus
(fasies G), interkalasi lensa-lensa
Kipas ini dibagi menjadi 3 bagian (Gambar 7), yaitu : kipas atas (upper
fan), kipas tengah (middle fan), dan kipas bawah (lower fan).
Gambar 7. Model pengendapan kipas bawah laut, memperlihatkan
sikuen perlapisan pada masingmasing elemen
(Walker, 1976).
A. Kipas Atas (upper fan)
Kipas atas merupakan pengendapan pertama dari suatu sistem kipas
laut dalam, yang merupakan tempat dimana aliran gravitasi itu terhenti oleh
perubahan kemiringan. Oleh karena itu, seandainya aliran pekat (gravitasi
endapan ulang) ini membawa fragmen ukuran besar, maka tempat fragmen
kasar tersebut diendapkan adalah bagian ini. Fragmen kasar dapat berupa
Batupasir dan konglomerat yang dapat digolongkan ke dalam fasies A,B dan F.
Bentuk lembah-lembah pada kipas atas ini bermacam-macam, bias
bersifat meander, bias juga hampir berkelok (low sinuosity). Mungkin hal
ini berhubungan dengan kemiringan dan kecepatan arus melaluinya, ukuran
kipas atas ini cukup besar dan bervariasi tergantung besar dan kecilnya
kipas itu sendiri,lebarnya bisa mencapai mulai dari ratusan meter sampai
semakin
ke
bentuk lapisan tersusun terbalik ke bagian atas dan berubah menjadi lapisan
normal bagian bawah.
B. Kipas tengah (middle fan)
Bagian tengah kipas laut dalam adalah yang paling
dan
menarik
atas.
Morfologi kipas laut dalam bagian tengah, dapat dibagi menjadi
2, yaitu suprafan dan suprafan lobes, disamping ketinggian dari lautan,
juga morfologi di dalamnya. Suprafan umumnya ditandai lembah yang
tidak mempunyai tanggul alam (Nomark, 1978) dimana lembah tersebut
saling menganyam (braided), sehingga dalam profil seismic berbentuk bukitbukit kecil. Relief ini sebenarnya merupakan bukit-bukit dan lembah yang
dapat mempunyai relief 90 meter. Lembah dapat berisi pasir sampai
kerakal (Nomark,1980), kadang-kadang dapat menunjukan urutan Bouma (1962).
Bagian suprafan sebenarnya lebih merupakan model yang kadangkadang di lapangan sulit untuk diterapkan. Masalah dasar tmbuhnya model
bagian ini adalah adanya urutan batuan yang cirinya sangat menyerupai
kipas luar, tetapi masih menunjukan bentuk-bentuk torehan, dimana ciri
terakhir ini menurut Walker (1978) adalah kipas Suprafan.
Asosiasi fasies kipas bagian tengah berupa tubuh-tubuh Batupasir
dengan sedikit konglomerat yang berbentuk lensa yang lebih lebar dan luas.
Batupasir dan Konglomerat tergolong ke dalam fasies A, B, dan F. Fasies-
fasies itu disisipi juga oleh lapisan-lapisan sejajar dari fasies D dan E, kadangkadang juga fasies C.
Asosiasi fasies ini berbeda dengan asosiasi fasies yang terdapat di
kipas bagian dalam, yaitu :
morfologi
yang
datar
sangat
landai
Dari
ketiga
bagian
dari
kipas
bawah
laut
tersebut
akan
menentukan
suatu
fasies
turbidit
dapat
dilakukan
penelitian,penulis
menggunakan
beberapa
acuan
dalam
akan
penyebarannya
daerah penelitian ini, terdapat tiga profil stratigrafi terukur pada Satuan
Batupasir Sambipitu dan sesuai dengan hukum superposisi dapat dijelaskan
secara urut dari lapisan yang paling tua hingga lapisan yang paling muda
yaitu profil stratigrafi terukur lintasan Nglegi, lintasan Sendowo Lor,
lintasan Seropan, dan lintasan Ngalang ( measuring section ).Untuk
penjelasan lebih lanjut mengenai karakter dari masing masing lintasan
pada tiap daerah tersebut dapat diketahui melalui penjelasan sebagai
berikut :
Profil Lintasan Nglegi
Lokasi
Lintasan profil pada lokasi ini terbagi menjadi 3 lokasi pengamatan
yaitu Lp 12, Lp 13, dan Lp 52 yang terletak didaerah Nglegi yang berada
pada bagian barat pada daerah penelitian, dengan koordinat (Lp 12) X:
452162, Y: 9129738, (Lp 13) X: 452721, Y: 9129554, dan X: 451480, Y:
9130185.
Litologi
Lintasan profil ini, berada pada Satuan Batupasir vulkanik Formasi
Sambipitu dengan tebal total 2,915 m dengan litologi penyusunnya berupa
perlapisan batupasir vulkanik dengan sisipan berupa batulempung dengan
beberapa kenampakan struktur sedimen adalah perlapisan, laminasi, gradded
bedding, dan ripple dengan penjelasan lapisan sebagai berikut (lampiran 4) :
1 ). Lokasi Pengamatan 52
Pada lapisan pertama didapatkan batupasir vulkanik dengan jenis
klastik berwarna coklat, laminasi, ukuran butir pasir sedang (1/4 mm),
membundar tanggung, terpilah buruk, dengan kemas terbuka, memiliki
fragmen berupa kuarsa, plagioklas, dan hornblende, matriks berupa lempung,
dengan semen silika. Pada lapisan kedua didapatkan lempung dengan jenis
klastik berwarna coklat, ukuran butir lempung (<1/256 mm), dengan semen
silika, dan memiliki struktur sedimen berupa perlapisan sejajar. Pada lapisan
ketiga
didapatkan
batupasir
vulkanik
dengan
jenis
klastik berwarna
coklat, ukuran butir pasir kasar pasir sedang (1/2 1/4 mm),
membundar tanggung, terpilah buruk, kemas terbuka, memiliki
fragmen
berupa
lempung,
kesembilan didapatkan
batupasir sedang dengan jenis klastik berwarna coklat, ukuran sedang (1/4
Kesebelas lapisan ini lebih didominasi oleh penipisan ke arah atas walaupun
ada lapisan yang menunjukkan penebalan ke arah atas, dengan total ketebalan
(0,835 m)
3 ). Lokasi Pengamatan 12
matriks
berupa pasir sangat kasar, dengan semen silika, dan memiliki struktur
sedimen berupa perlapisan bersusun (graded bedding). Pada lapisan kedua
didapatkan batupasir kasar dengan jenis klastik berwarna coklat, ukuran
kasar (1/2 mm), fragmen kuarsa dan hornblende,dengan semen silika, dan
memiliki struktur sedimen berupa masif ( 0,55 m ). Pada lapisan ketiga
didapatkan batupasir sedang dengan jenis klastik berwarna coklat, ukuran
sedang (1/4 mm), fragmen kuarsa dan hornblende,dengan semen silika, dan
memiliki struktur sedimen berupa masif ( 0,52 m ). Ketiga lapisan ini lebih
didominasi oleh penipisan ke arah atas dengan total ketebalan (1,695 m)
Interpretasi Fasies
Interpretasi fasies pada lintasan ini dilakukan berdasarkan dari 3 acuan
peneliti terdahulu yaitu menurut Bouma (1962), Mutti (1992), dan Walker
(1978).
(FGF) yaitu masuk ke dalam fasies F9a yang didominsi oleh endapan
berukuran pasir halus lempung yang didukung dengan munculnya sikuen
bouma
lengkap
dan
berasosiasi
dengan
lintasan ini masuk kedalam fasies classical turbidite (CT), selain hadirnya
CT yang memperlihatkan lapisan yang menebal keatas, lalu pada Lp 12
dilihat dari lapisan batupasir yang cukup tebal dan dari corak susunan
lapisan yang menunjukkan penipisan ke atas dapat di simpulkan bahwa
lintasan profil pada Lp ini masuk ke dalam fasies Masive Sandstone (MS).
Dari
keseluruhan
hasil
analisa
diatas,
maka
penulis
dapat
yang
yang
dikuatkan
berasal
atau
bersumber
dari
aktifitas
atau
laminasi,
Lokasi Pengamatan 43
tanggung,
terpilah
buruk,
kemas
lapisan
kedua
didapatkan
batupasir
vulkanik dengan jenis klastik berwarna coklat, ukuran kasar (1/2 mm),
fragmen kuarsa dan hornblende,matriks pasir sedang dengan semen silika,
dan memiliki struktur sedimen berupa perlapisan sejajar. Pada lintasan ini
memiliki memiliki corak yaitu penipisan ke arah atas.
2.)
Lokasi Pengamatan 42
lapisan
kedua
didapatkan
batupasir
fragmen kuarsa, plagioklas dan hornblende, matrik pasir sedang, dan semen
silika, dan memiliki struktur sedimen berupa perlapisan sejajar. Pada lapisan
ketiga didapatkan batupasir sedang dengan jenis klastik berwarna coklat,
ukuran sedang (1/4 mm), fragmen kuarsa dan hornblende,dengan semen
silika, dan memiliki struktur sedimen berupa perlapisan sejajar. Pada lapisan
keempat didapatkan batupasir dengan jenis klastik berwarna coklat,
ukuran halus (1/8 mm), fragmen kuarsa dan hornblende,dengan semen
silika, dan memiliki struktur sedimen berupa laminasi.
3.)
Lokasi Pengamatan 38
jenis klastik
lapisan
keenam
didapatkan
batupasir
lapisan
ketujuh
didapatkan
mm),
fragmen kuarsa
dan
plagioklas,matrik
mineral lempung
semen silika, dan memiliki struktur sedimen berupa laminasi. Pada lapisan
kedelapan didapatkan lempung dengan jenis klastik berwarna putih, ukuran
butir lempung ( 1/256 mm), dan memiliki struktur sedimen berupa
perlapisan sejajar.
Sedangkan pada lapisan kesembilan didapatkan batupasir vulkanik
dengan jenis klastik berwarna coklat, ukuran kasar (1/2 mm), fragmen kuarsa,
dan plagioklas, matrik pasir sedang, dan semen silika, dan memiliki struktur
sedimen berupa perlapisan sejajar.
Interpretasi Fasies
Interpretasi fasies pada lintasan ini dilakukan berdasarkan dari 3 acuan
peneliti terdahulu yaitu menurut Bouma (1962), Mutti (1992), dan Walker
(1978).
bersusun
batupasir
dengan
struktur
dianalisa
menggunakan
konsep
Bouma
karena semua interval pada sikuen Bouma ditemukan pada lintasan 38 ini.
yaitu masuk ke dalam fasies F9a yang didominsi oleh endapan berukuran
pasir halus lempung yang didukung dengan munculnya sikuen bouma
lengkap
dan
berasosiasi
dengan
fasies clasical
turbidite,
walaupun
penciri
yang
yang
dikuatkan
berasal
atau
bersumber
dari
aktifitas
total
4,521
dengan
litologi
penyusunnya
berupa
membundar
berwarna
putih,
lapisan
keempat
struktur sedimen
didapatkan
perlapisan
sejajar,
memiliki ukuran butir arenit ( pasir halus 1/8 mm), butiran membundar
tanggung, terpilah baik dengan kemas tertutup serta memiliki komposisi
berupa Alochem: pecahan cangkang, Mikrit :lumpur karbonat, Sparit: kalsit.
Pada lapisan kelima didapatkan batugamping berwarna putih, struktur sedimen
bioturbasi, memiliki ukuran butir arenit ( pasir sedang 1/4 mm), butiran
membundar, terpilah baik dengan kemas tertutup serta memiliki komposisi
berupa Alochem: pecahan fosil, Mikrit:lumpur karbonat, Sparit: kalsit. Pada
lapisan
keenam
didapatkan
batugamping
berwarna
putih,
struktur
sedimen bioturbasi, memiliki ukuran butir arenit ( pasir halus 1/8 mm),
butiran membundar, terpilah baik dengan kemas tertutup serta memiliki
komposisi berupa Alochem: pecahan cangkang, Mikrit :lumpur karbonat,
Sparit: kalsit. Pada lapisan
putih, struktur sedimen flute cast, memiliki ukuran butir arenit ( pasir kasar
1/2 mm), butiran membundar, terpilah baik dengan kemas tertutup serta
memiliki komposisi berupa Alochem: pecahan cangkang, Mikrit :lumpur
karbonat, Sparit: kalsit. Dari keempat lapisan ini menunjukkan corak
perselingan antara kalkarenit sedang halus, dan memiliki total ketebalan
2,128 m.
2 ). Lokasi Pengamatan 27
Pada lapisan pertama didapatkan batupasir gampingan dengan jenis
klastik berwarna coklat, ukuran butir pasir sangat kasar - kasar (1 1/2
mm), menyudut, terpilah buruk, kemas terbuka, memiliki fragmen berupa
hornblende dan kuarsa, matriks berupa pasir halus, dengan semen karbonat,
dan memiliki struktur sedimen berupa graded bedding. Pada lapisan kedua
didapatkan batupasir gampingan dengan jenis klastikberwarna coklat,
ukuran butir pasir kasar (1/2 mm), menyudut, terpilah buruk, kemas terbuka,
memiliki fragmen berupa plagioklas dan kuarsa, matriks berupa pasir halus,
dengan semen karbonat, dan memiliki struktur sedimen perlapisan sejajar.
Pada
lapisan
ketiga
didapatkan
batupasir
gampingan
dengan
jenis
klastik berwarna coklat, ukuran butir pasir sedang (1/4 mm), membundar
tanggung, terpilah buruk, kemas terbuka, memiliki fragmen berupa
plagioklas dan kuarsa, matriks berupa pasir halus, dengan semen karbonat,
dan memiliki struktur sedimen convolute. Pada lapisan keempat didapatkan
batupasir gampingan dengan jenis klastik berwarna coklat, ukuran butir
pasir
halus
(1/8
mm),
kemas terbuka,
Lokasi Pengamatan 26
terbuka,
memiliki
fragmen
berupa
lapisan
matriks
ukuran butir pasir sangat sedang - halus (1/4 1/8 mm), menyudut, terpilah
buruk, kemas terbuka, memiliki fragmen berupa kuarsa dan plagioklas,
lapisan
ketujuh
didapatkan
ukuran butir pasir sedang (1/4 mm), membundar tanggung, terpilah buruk,
kemas terbuka, memiliki fragmen berupa kuarsa dan plagioklas, matriks
berupa pasir halus, dengan semen karbonat, dan memiliki struktur sedimen
perlapisan sejajar.
Pada lapisan keduabelas didapatkan batupasir gampingan dengan
jenis
didapatkan
batupasir
gampingan
dengan
jenis
klastik
berwarna coklat, ukuran butir pasir sangat halus (1/16 mm), membundar,
terpilah buruk, kemas terbuka, memiliki fragmen berupa kuarsa, matriks
berupa mineral lempung, dengan semen karbonat, dan memiliki struktur
sedimen laminasi.Dari keseluruhan lapisan yang ada, secara garis besar
menunjukkan corak penebalan ke arah atas. Walaupun pada tiap paket sikuen
memiliki corak penipisan ke arah atas, lapisan
lapisan ini memiliki corak umum menebal ke atas (thick up) dengan total
ketebalan 1,668 m.
Interpretasi Fasies
bersusun
batupasir
dengan
struktur
dengan
cukup
kuat
dan
berasosiasi
dengan
fasies
clasical turbidite,
walaupun
didapatkan lapisan yang memiliki ukuran butir pasir kasar merupakan salah
satu penciri dari Fine Grain Facies (FGF ) yang merupakan produk dari
low density turbidity current (LDTC).
Bouma
lintasan ini masuk kedalam fasies classical (CT), selain itu sebagai penciri
lainnya adalah corak penebalan ke arah atas yang merupakan salah satu ciri
ciri fasies Classical Turbidite. Sedangkan pada LP 31 menunjukkan
perselingan kalkarenit ( sedang halus ), disertai struktur slump dan
adanya struktur sedimen bioturbasi penciri endapan shelf. Sehingga pada
lapisan ini dapat dimasukkan ke dalam fasies Slump (SL) dan Massive
Sandstone (MS). Dari keseluruhan hasil analisa diatas, maka penulis dapat
menginterpretasikan bahwa lintasan Seropan ini diendapkan pada suatu
komplek kipas bawah komplek kipas atas, pada bagian smooth to
yang
dari
fasies
Lintasan
Terukur
ini,
maka dapat disimpulkan bahwa batupasir pada daerah Lintasan Terukur ini,
dicirikan oleh fasies pebbly sandstone, fasies massive sandstone,
dan
DAFTAR PUSTAKA
Koesoemadinata,R.P,
1980,
Prinsip
Prinsip
Sedimentasi,
Bandung,Penerbit ITB.
Walker, R.G., 1978, Facies Models, Geological Association of
Canada, Toronto.
Mutti, E, 1992, Turbidites Sandstones, Universitas
de Parma Italy
nd
ed, The