Anda di halaman 1dari 5

Kelompok 7

Resume Buku
Judul Buku

: Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran

Penyunting

: Ismid Hadad, Fuad Hashem, Aswab Mahasin, Ismet Nasir dan Daniel
Dhakidae

Penerbit

: Pustaka LP3ES Indonesia

Terbit

: VII, Mei 2005

Tebal

: xx+385 halaman

Menurut Harsja W Bachtiar, para mahasiswa merupakan suatu golongan yang boleh
dikatakan baru di Indonesia tetapi dalam sejarah perkembangannya yang masih amat singkat,
banyak sekali yang telah terjadi sebagai akibat kegiatan atau tindakan-tindakan mereka. Banyak
dari mahasiswa dari pemuda-pemudi Indonesia (yang menjadi mahasiswa di lembaga-lembaga
pendidikan tinggi) ini ikut serta menjalankan peranan penting dalam gerakan politik yang
akhirnya menyebabkan kehancuran struktur masyarakat jajahan.
Para mahasiswa dan pemuda inilah yang pertama-tama bertekad untuk mempersatukan
seluruh penduduk pribumi di kepulauan kita ini sebagai satu bangsa, Bangsa Indonesia., yang
bertanah air satu, Kepulauan Indonesia dan yang berbahasa satu Bahasa Indonesia. Sejarah
kemudian memperlihatkan bahwa tindakan pemuda-pemudi ini sangat berarti dan amat banyak
pengaruhnya pada perkembangan masyarakat Indonesia.
Meskipun para mahasiswa merupakan golongan yang amat penting, golongan pada pertengahan
tahun 1960-an ikut menjalankan peranan yang amat besar dalam meruntuhkan Orde Lama yang
dipimpin Presiden Soekarno dan membangun Orde Baru yang dalam masyarakat kita yang

dipimpin oleh Presiden Soeharto, namun dalam keberjalanan pemerintahan Soeharto, pemudapemudi Indonesia harus bersatu padu lagi, menelanjangi dan membongkar kebusukan-kebusukan
era Soeharto sehingga beliau harus turun dari pemerintahan.
Di antara para mahasiswa ini terdapat pemuda Soe Hok Gie. Ia adalah seorang anak muda
yang berpendirian yang teguh dalam memegang prinsipnya dan bercita-cita besar tak hanya
untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk kepentingan orang banyak terutama kaum terpinggirkan.
Ia rajin mencatat apa yang dialaminya, apa yang dipikirkannya. Dengan perantaraan catatancatatan hariannya, kita dapat memperoleh pengetahuan mengenai kehidupan dan tindakan para
mahasiswa dengan berbagai permasalahan yang dihadapi mereka. Dengan berbagai
pertimbangan, buku hariannya itu kemudian diterbitkan dengan judul Catatan Seorang
Demonstran, pada Mei 1983.
Di zaman Gie, kampus menjadi ajang pertarungan kaum intelektual yang menentang atau
mendukung pemerintahan Bung Karno. Sepanjang 1966-1969, Gie berperan aktif dalam berbagai
demonstrasi. Uniknya ia tak pernah menjadi anggota KAMI, organisasi yang menjadi lokomotif
politik angkatan 66. Gie lebih banyak berjuang lewat tulisan.
Kritiknya pada Orde Lama dan Presiden Soekarno digelar terbuka lewat diskusi maupun tulisan
di media massa. Ketika pemerintahan Soekarno ditumbangkan gerakan mahasiswa Angkatan 66,
Gie tidak lantas mau mendukung pemerintahan Orde Baru. Gie memilih menyepi ke puncakpuncak gunung bersama teman-temannya.
Gie mencintai gunung dan alam bebas. Puisi-puisinya banyak berkisah tentang kecintaannya
terhadap pendakian gunung. Di puncak gunung juga salah satu pendiri Mapala UI ini menghadap
penciptanya. 16 Desember 1969, di tengah kabut tebal puncak Gunung Semeru, sehari sebelum
ulangtahun Gie ke-27, Gie dan Idhan Lubis meninggal karena menghirup gas beracun. Temanteman Gie yang ikut mendaki saat itu adalah : Anton Wiyana, A. Rahman, Freddy Lasut, Idhan
Lubis, Herman Lantang, Rudy Badil, Aristides Katoppo.
Buku Catatan Seorang Demonstran terdiri dari beberapa bagian yaitu :
Kata pengantar dan bagian I

menceritakan pandangan orang lain tentang diri Soe Hok Gie (untuk selanjutnya disingkat SHG),
seperti Harsja W Bachtiar (Dekan Fakultas Sastra UI semasa SHG menjadi mahasiswa), Arief
Budiman (abang kandung SHG) dan tulisan Daniel Dhakidae yang mengenal SHG lewat karyakaryanya. Di bagian ini, Arief Budiman menceritakan pembicaraan dia dengan adiknya Gie,
sebelum Gie meninggal : Akhir-akhir ini saya selalu berpikir, apa gunanya semua yang saya
lakukan ini. Saya menulis, melakukan kritik kepada banyak orang yang saya anggap tidak benar
dan sejenisnya lagi. Makin lama, makin banyak musuh saya dan semakin sedikit orang yang
mengerti saya. Dan kritik-kritik saya tidak mengubah keadaan, Jadi apa sebenarnya yang saya
lakukan? Saya ingin menolong rakyat kecil yang tertindas, tapi kalau keadaan tidak berubah,
apa gunanya kritik-kritik saya? Apa ini bukan semacam onani yang konyol? Kadang-kadang
saya merasa sungguh kesepian.
Seorang teman dari Amerika menjawab keluhannya, Gie, seorang intelektual yang bebas
adalah seorang pejuang yang sendirian, selalu. Mula-mula kau membantu menggulingkan suatu
kekuasaan yang korup untuk menegakkan kekuasaan lain yang lebih bersih. Tapi sesudah
kekuasaan baru ini berkuasa, orang seperti kau akan terasing lagi dan akan terlempar dari
sistem kekuasaan. Ini akan terjadi terus menerus. Bersedialah menerima nasib ini, kalau kau
mau bertahan sebagai seorang intelektual yang merdeka : sendirian, kesepian, dan penderitaan.
Di tengah-tengah pertentangan politik agama, kepentingan golongan, ia tegak berdiri di atas
prinsip perikemanusiaan dan keadilan dan secara jujur dan berani menyampaikan kritik-kritik
atas dasar prinsip-prinsip itu demi kemajuan bangsa. Karena itu kami mendukung dan akan
meneruskan cita-cita dan ide-idenya ujar Harsya W. Bachtiar
Bagian II
merupakan catatan harian Gie sendiri mulai dari 4 Maret 957 hingga 8 Desember 1969. Catatan
ini dibagi menjadi enam episode, yaitu Masa Kecil, Di ambang remaja, dan lahirnya seorang
aktivis merupakan latar belakang kejiwaan Soe Hok Gie
Bagian III

dimulai dari 24 Februari 1968 meliputi perjalanan ke Amerika, politik pesta dan cinta, serta
akhirnya mencari makna merupakan catatan pengalaman sehari-hari yang melukiskan peristiwa,
pendapat, gejolak perasaan dalam lika-liku hidupnya sebagai seorang pemuda yang tak lepas dari
kegembiraan,kesedihan,benci, cinta dan kecewa.
Catatan Seorang Demonstran,
sebuah buku tentang pergolakan pemikiran seorang pemuda, Soe Hok Gie. Dengan detail
menunjukkan luasnya minat Gie, mulai dari persoalan sosial politik Indonesia modern, hingga
masalah kecil hubungan manusia dengan hewan peliharaan. Gie adalah seorang anak muda yang
dengan setia mencatat perbincangan terbuka dengan dirinya sendiri, membawa kita pada
berbagai kontradiksi dalam dirinya, dengan kekuatan bahasa yang mirip dengan saat membaca
karya sastra Mochtar Lubis.
Dia banyak menulis kritik yang keras di media massa seperti koran, bahkan kadang dengan
menyebut personal (tidak menyamarkan nama). Dia pernah mendapat surat kaleng yang memakimaki dia Cina yang tidak tahu diri, sebaiknya pulang ke negerimu saja. Gie bukanlah
stereotipe tokoh panutan atau pahlawan yang kita kenal di negeri ini. Ia adalah pecinta kalangan
yang terkalahkan dan mungkin ia ingin tetap bertahan menjadi pahlawan yang terkalahkan, dan
ia mati muda.
Apa yang ditulisnya (baik atau tidak, benar atau salah) adalah apa yang dipikirkan, apa yang
dirasakan oleh seorang pemuda, seorang terpelajar yang mencoba bertindak adil dalam
pemikiran maupun perbuatan. Jika ingin memperoleh pengetahuan, gambaran, kesan-kesan
mengenai kehidupan para pemuda atau para mahasiswa Indonesia, catatan Soe Hok Gie
merupakan perwujudan kenyataan dari kehidupan sebagian dari mereka. Gie adalah sebuah
potret pemuda Indonesia pada sebuah masa yang berani mengambil sikap. Kecaman yang
dilontarkan Gie dilancarkan atas pemikiran yang jujur, atas dasar itikad baik. Ia tidak selalu
benar, tapi selalu jujur.Terlepas dari sisi kontroversialnya yang terlalu banyak mengkritik, tapi
enggan untuk bergabung dalam sistem, ada hal yang patut diapresiasi dan diperjuangkan di masa
kini dan nanti. Agar apa yang diperjuangkannya dahulu, tidak sia-sia.

Berbahagialah generasi kini yang dapat menimba hikmah dari berbagai bentuk peninggalan
maupun penerbitan bahan sejarah di dalam negeri!

Anda mungkin juga menyukai