Anda di halaman 1dari 3

Pendahuluan

a. Latar belakang
Emulsi merupakan kolid yang terdiri atas zat terdispersi dan zat
pendispersi yang tidak saling bercampur. Agar terjadi suatu
sistem yang stabil maka perlu ditambahkan suatu zat
pengemulsi atau emulsifier. Emulsifier memuliki gugus polar dan
gugus non polar secara bersamaan dalam satu molekulnya. Pada
gugus polar, emulsifier akan mengikat air sedangkan pada
gugus non polar, emulsifier akan mengikat minyak.
Emulsifier digunakan untuk mencapai derajat kestabilan emulsi
dengan mengurangi tegangan permukaan antara dua fasa.
Dengan turunnya tegangan antar muka ini kan mengurangi daya
kohesi dan meningkatkan daya adhesi.
Kestabilan yang dicapai oleh setiap jenis emulsi berbeda-beda
tergantung pada ukuran partikel, jenis dan jumlah pengemulsi,
perbedaan densitas antara kedua fase, pergerakan partikel serta
viskositas fase eksternal. Oleh karena itu seringkali digunakan
kombinasi beberapa emulsifier untuk menambah kesempurnaan
sifat fisik dan kimia dari emulsi. Untuk mengetahui jenis-jenis
emulsifier yang cocok pada produk emulsi maka diperlukan
pengetahuan tentang emulsifier yang dilakukan pada praktikum
ini dan dibahas pada bagian selanjutnya.
b. Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengenal beberapa jenis emulsifier
yang digunakan pada produk-produk emulsi dan menentukan
jenis emulsifier yang cocok untuk mebentuk emulsi suatu bahan.
Tinjauan Pustaka ttg stabilitas emulsi
Sifat emulsi ditentukan oleh sistem gaya yang terbentuk oleh
komposisinya, jenis bahan yang membentuk emulsi dan interaksi
antara bahan-bahan tersebut. Sedangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi kestabilan emulsi menurut Griffin, (1954) dapat
dibedakan menjadi lima yaitu ukuran partikel, jenis dan jumlah
pengemulsi, perbedaan densitas antara kedua fase, pergerakan
partikel, serta viskositas fase eksternal. Penggabungan partikel dapat
dihambat dengan menambahkan bahan pengemulsi yang mempunyai
aksi pelindung koloid dan meningkatkan viskositas fase eksternal.
Ketidakstabilan emulsi dapat disebabkan oleh banyak hal diantaranya;
tidak sesuainya rasio antar fase minyak dan air, jumlah dan pemilihan
emulsifier yang salah, ketidakmurnian di dalam fase air, minyak atau
emulsifier, pemanasan yang berlebihan, pembekuan serta waktu dan
kecepatan pencampuran yang tidak tepat atau cocok (Bennet,
1964).

Dasar teori kestabilan emulsi menurut Petrowski, (1976) adalah


keseimbangan antara gaya tarik dan gaya tolak partikel. Gaya tolak
elektrostatik bersifat menstabilkan karena gaya ini cenderung
mempertahankan butiran-butiran yang terpisah. Sebaliknya gaya
tarik menurunkan kestabilan emulsi, tetapi jika agregat terbentuk
maka sifat fisik dan mekanik lainnya akan tetap mencegah tahap
lanjut pengrusakan kestabilan partikel-partikel yang bergabung.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi adalah sebagai
berikut : 1) Perbedaan berat jenis antara kedua fase, 2) Kohesi fase
terdispersi, 3) Persentase padatan didalam emulsi. 4) Temperatur
luar yang ekstrim, 5) Ukuran butiran fase terdispersi, 6) Viskositas
fase kontinyu. 7) Muatan fase terdispersi, 8) Distribusi ukuran
butiran fase terdispersi. 9) Tegangan interfasial antara kedua fase
(Nguyen, 2010).
Coalescence: yaitu peristiwa 2 tetesan minyak (atau air) bersatu
dan membentuk membentuk suatu tetesan baru yang lebih besar
tetapi memiliki luas permukaan yang jauh lebih kecil dibandingkan
dengan jika tetesan baru tersebut pecah menjadi tetesan tetesan
kecil seperti semula. Jika dibiarkan, hal ini akan terus berlangsung
hingga semua tetesan minyak (atau air) menyatu dan akhirnya
membentuk lapisan sendiri yang terpisah dari emulsi.
Flocculation atau Flokulasi adalah suatu peristiwa berkumpulnya
beberapa tetesan minyak tetapi tidak membentuk tetesan minyak
baru yang lebih besar seperti pada peristiwa coalescence hingga
mengakibatkan distribusinya dalam emulsi tidak merata (tidak
homogen lagi).
Peristiwa coalescence dan flocculation secara bersama sama akan
menyebabkan peristiwa creacking atau breaking. Peristiwa ini
mungkin disebabkan oleh ketidaktepatan pemilihan emulgator
dalam formulasi, emulgator mengalami dekomposisi, atau
temperature penyimpanan yang tidak sesuai. Problem ini tidak
cukup diatasi hanya dengan penggojigan ringan. Dengan kata lain,
emulsi yang mengalami hal ini telah rusak sama sekali.
Creaming yaitu peristiwa mengapungnya fase minyak. Hal ini terjadi
jika fase minyak memiliki densitas yang lebih kecil daripada fase air.
Definisi lain menyebutkan bahwa creaming merupakan peristiwa
memisahnya emulsi menjadi 2 bagian dengan salah satu bagian
mengandung lebih banyak fase disperse daripada bagian yang lain.
Hal ini mungkin disebabkan karena homogentias emulsi ketika

formulasi kurang tetapi masalh ini bisa diatasi dengan pengocokan


ringan.
Griffin, W.C., 1954. Calculation of HLB Values of Non Ionic
Surfactans. J. Food Sci. 5:249.
Bennet, H., 1964. Practical Emulsion. Chemical Publishing Inc.,
Brooklin, New York.
Petrowski, G.E., 1976. Emulsion Stability and Its Relations to Food.
Di dalam C.O. Chichester. Advance in Food Research. Academic
Press, New York.
Nguyen, T., 2010. Emulsi.
http://crimoet.wordpress.com/2010/09/04/emulsi/. [17 November
2012]

Anda mungkin juga menyukai