Anda di halaman 1dari 28

1

PERCOBAAN
Pengamatan Kerapatan Populasi Hewan dan Pengukuran Faktor Abiotik di
Bukit Bangkirai

A. TUJUAN
1. Mengetahui kerapatan hewan sekitar.
2. Mengukur kelembaban, pH, suhu lingkungan di sekitar lokasi praktikum.
B. DASAR TEORI
Populasi berasal dari bahasa latin yaitu populus = rakyat, berarti penduduk.
Populasi dari suatu negara itu dimaksudkan adalah penduduk dari suatu negara
tersebut. Apabila kita berbicara populasi, haruslah disebutkan jenis individu
yang dibicarakan, dengan menentukan batas-batas waktunya serta tempatnya.
Populasi mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
1. Kerapatan atau kepadatan
2. Natalitas (Angka Kelahiran)
3. Mortalitas (Angka Kematian)
4. Penyebaran Umur
5. Potensi Biotik
6. Dispersi, dan
7. Bentuk Pertumbuhan dan Perkembangan
Populasi merupakan suatu kelompok individu dari spesies yang sama
yang menempati suatu tempat dan waktu tertentu, yang dapat berbiak silang
dengan sesamanya dan menghasilkan keturunan yang relatif di alam, dan
populasi merupakan kelompok individu dari spesies yang secara morfologis
dan biokimia relatif sama yang menempati suatu tempat pada waktu tertentu.
Pada suatu tempat disekitar kita dapat ditemukan adanya berbagai jenis
organisme, baik sejenis maupun berbeda jenis yang membentuk suatu
organisasi kehidupan. Mereka berinteraksi saling mempengaruhi antara yang
satu dengan yang lain dalam berbagai bentuk .
Sejak dari munculnya variasi jenis organisme di bumi, muncul pula
karakteristik dari setiap kelompok yang selalu ingin hidup bersama diantara

sesama jenisnya, sehingga hampir semua jenis organisme di bumi dijumpai


sering hidup berkelompok. Untuk lebih memahami suatu populasi, maka perlu
diketahui karakteristik yang dimiliki populasi, seperti kepadatan (Density),
kelahiran (Natali), kematian (Mortality), pesebaran umur, potensi biotik suatu
populasi, bentuk pertumbuhan, fluktuasi populasi, penyebaran populasi dan
interaksi populasi.
Populasi memiliki beberapa karakteristik berupa pengukuran statistik
yang tidak dapat diterapkan pada individu anggota populasi. Karakteristik
dasar populasi adalah besar populasi atau kerapatan.
Suatu organisme dikenal sebagai individu, dan populasi merupakan
sekumpulan organisme sejenis yang berinteraksi pada tempat dan waktu yang
sama. Jumlah individu sejenis yang terdapat pada satuan luas tertentu
dinamakan kepadatan populasi. Antara populasi yang satu dengan populasi
yang lainnya selalu terjadi interaksi, baik secara langsung atau tidak langsung
dalam suatu komunitas. Dalam suatu komunitas senantiasa terdapat tumbuhan,
hewan dan mikroorganisme. Organisasi kehidupan yang merupakan kesatuan
komunitas-komunitas dengan lingkungan abiotik (fisik) membentuk suatu
ekosistem. Seluruh ekosistem yang ada di dunia ini membentuk biosfer sebagai
bagian permukaan bumi yang dipenuhi oleh suatu kehidupan.
Kepadatan populasi merupakan besaran yang menyatakan banyaknya
individu dalam populasi yang dihubingkan dengan satuan ruang atau tempat
dalam waktu tertentu. Ukuran dapat dinyatakan dalam jumlah individu
persatuan luas, volume, ukuran berat ataupun biomassa. Kepadatan populasi
dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Kepadatan kotor, merupakan jumlah individu biomassa persatuan ruang.
2. Kepadatan ekologi, merupakan jumlah individu atau biomassa persatuan
ruang
yang secara nyata tersedia untuk individu dalam populasi.
3. Kepadatan relatif, merupakan proporsi antara jumlah total individu populasi
persatuan waktu sebagai akibat adanya kelahiran dan imigrasi.

Ukuran populasi umumnya bervariasi dari waktu, biasanya mengikuti


dua pola. Beberapa populasi mempertahankan ukuran poulasi mempertahankan
ukuran populasi, yang relatif konstan sedangkan pupolasi lain berfluktasi
cukup besar. Perbedaan lingkungan yang pokok adalah suatu eksperimen yang
dirangsang untuk meningkatkan populasi grouse itu. Penyelidikan tentang
dinamika populasi, pada hakikatnya dengan keseimbangan antara kelahiran dan
kematian dalam populasi dalam upaya untuk memahami pada tersebut di alam.
Kelahiran maksimum populasi adalah produksi maksimum individu
baru didalam populasi pada kondisi lingkungan yang ideal, sedangkan
kelahiran ekologi populasi adalah produksi individu baru didalam populasi
akibat resistensi kondisi lingkugan, dimana banyak faktor lingkungan yang
dapat membatasi angka kelahiran dalam populasi tersebut.
Kematian (Mortality) minimum adalah kematian individu dalam
populasi pada kondisi lingkungan yang ideal, sehingga kematian semata-mata
hanya disebabkan oleh faktor fisiologi organism. Kematian ekologi populasi
adalah kematian individu pada kondisi lingkungan yang dipengaruhi oleh
faktor pembatas atau resistensi lingkungan (Umar, 2013).
Penyebaran populasi merupakan pola pergerakan individu-individu
kedalam atau keluar dari populasi yang disebabkan oleh dorongan mencari
makan, menghindar dari predator, pengaruh iklim, terbawa angin atau air,
perilaku kawin dan faktor fisik lain.Penyebaran populasi dapat terjadi melalui 3
cara (Umar, 2013) :
a. Emigrasi : merupakan pola pergerakan individu keluar dari daerah populasinya
ke tempat lain, dan tinggal permanen di tempat barunya.
b. Imigrasi : merupakan pola penyebaran individu ke dalam suatau daerah
populasi lain dan individu tersebut menetap di tempat baru.
c. Migrasi : merupakan pola penyebaran individu dua arah, ke luar dan masuk
atau pergi dan dating secara periodik selama kondisi lingkungan tidak
menguntungkan sehingga individu suatu populasi akan berpindah tempat.
Metode sampling biotik hewan bergerak biasanya digunakan metode
capture-recapture. Merupakan metode yang sudah popular untuk menduga

ukuran populasi dari suatu spesies hewan yang bergerak cepat seperti ikan,
burung dan mamalia kecil. Metode ini ada beberapa cara yaitu (Sugianto,
1994) :
1. Metoda Lincoln-Peterson
Metode ini pada dasarnya menangkap sejumlah individu dari suatu
populasi hewan yang akan dipelajari. Individu yang ditangkap kemudian diberi
tanda yang mudah di baca, kemudian dilepaskan kembali dalam periode waktu
yang pendek. Setelah beberapa hari ditangkap kembali dan dihitung yang
bertanda yang tertangkap.
Dari dua kali hasil penangkapan dapat diduga ukuran atau besarnya
populasi (N) dengan rumus:
N/M=n/R atau N=(M)(n)/R
Dengan:
N= besarnya populasi total.
M=jumlah induvidu yang tertangkap pada penangkapan pertama.
n = jumlah induvidu yang tertangkap pada penangkapan kedua.
R= Individu yang bertanda dari penangkapan pertama yang tertangkap kembali
pada penangkapan kedua.
Metode pendugaan populasi yang dilakukan dengan menarik sample, selalu
ada kesalahan (Error). Untuk menghitung kesalahan metode capture-recapture
dapat dilakukan dengan cara menghitung kesalahan baku (Standart Errror = SE
nya)
SE= (M)(n)(M-R)(n-R) : R3
Setelah diketahui SE nya dapat ditentukan selang kepercayaannya:
N=(1)(SE)
Dengan catatan, t=(df) Dalam table distribusi t (tingkat signifikasi)=0,05
Untuk menghitung kepadatan (d) populasi pada hewan disuatu habitat
tertentu (A) maka dihitung dengan rumus :
D=N/A
2. Metode Schnabel

Untuk memperbaiki keakuratan metode Lincon-Peterson (Karena


sample relatif kecil), dapat digunakan schanabel.
Metode ini selain membutuhkan asumsi yang sama dengan metode
lincon-peterson, juga ditambahkan dengan asumsi bahwa ukuran populasi
harus konstan dari satu periode sampling dengan periode yang berikutnya.
Pada metode ini penangkapan dan pelepasan hewan lebih dari 2 kali. Untuk
periode setiap sampling, semua hewan yang belum bertanda diberi tanda dan
dilepaskan kembali. Dengan cara ini populasi dapat diduga dengan rumus:
N=(ni Mi)/Ri
Dengan catatan:
Mi = adalah jumlah total hewan yang tertangkap period eke I ditambah periode
sebelumnya,
Ni = adalah hewan yang tertangkap pada periode i
Ri = adalah hewan yang tertangkap kembali pada periode ke i
Karena pengambilan sample diatas akan mengurangi kesalahan sampling,
maka Standar Error pada metode ini dapat dihitung dengan rumus:
SE = 1/1(N-Mi)=(k-1)/N -(1/N-ni))
Dengan catatan:
K = jumlah periode sampling
Mi=Jumlah total hewan yang bertanda.
Metode Capture-recapture seringkali sulit digunakan untuk menduga
ukuran populasi alami. Hal ini disebabkan karena asumsi-asumsi dalam metode
capture-recapture pada kenyataannya sulit dilaksanakan di lapangan. Untuk
mengatasi masalah tersebut, ada beberapa cara yang dapat dilakukan salah
satunya adalah dengan cara pendugaan yang dilakukan tanpa melepaskan
kembali hewan yang telah disampling. Metode ini dikenal dengan nama
removal sampling, diantaranya (Umar, 2013) adalah :
1. Metode Zippin
Prosedur pendugaan ukuran populasi metode ini membutuhkan lebih
sedikit periode sampling daripada metode Hayne. Metode penggunaan Zippin
dapat dilakukan dengan cara, pada penangkapan pertama sejumlah hewan tidak
dilepaskan kembali (n1), kemudian dalam jangka waktu tertentu dilakukan
kembali penangkapan kedua dan juga hewan tidak dilepaskan kembali (n2).

Sehingga dengan menggunakan persamaan Zippin dapat diduga populasi


hewan dalam suatu areal (Umar, 2013).
Perhitungan pendugaan populasi dengan metode Zippin sebagai berikut
(Umar, 2013) :
N = (n1)2 / (n1 n2)
Dengan :
N : Jumlah individu
n1 : Jumlah hewan yang tertangkap dan tidak dilepaskan lagi pada penangkapan
pertama.
n2 : Jumlah hewan yang tertangkap dan tidak dilepaskan kembali pada penangkapan
kedua
Standard Error / Kesalahan Baku (SE) :
SE =
Selang Kepercayaannya :
N (t) (SE)
2. Metode Hayne (Metode regresi)
Metode Hayne dilakukan dengan cara mengumpulkan satu seri
sampling (penangkapan) hewan yang dilakukan pada waktu yang berbeda dan
hewan yang ditangkap tidak dilepas kembali. Cara pendugaan populasi
dilakukan dengan grafik semacam garis regresi, dengan rumus (Umar, 2013)
sebagai berikut :
Yi = a-bXi
Keterangan :
Yi = jumlah hewan tertangkap periode I
Xi = jumlah akumulasi hewan period eke I
a = intersep garis pada sumbu y
b = slope garis regresi dengan nilai negatif
Adanya masalah kepadatan populasi yang berlebih (over crowding) dan
kepadatan populasi yang kurang (under crowding) cenderung bekerja sebagai
faktor pembatas dalam mengatur besarnya kepadatan populasi. Akibatnya
adalah adanya pengaturan ruang-ruang antar individu atau kelompo individu

sehingga mengakibatkan adanya individu yang tersingkirkan/terkucilkan dalam


populasinya (Umar, 2013).
Semut ada dimana-mana. Mulai dari tempat yang rimbun pepohonan,
hutan hujan, bahkan sampai ke gurun. Semut juga ada di dapur, lemari makan
atau di halaman rumah. Tahukah kamu berapa jumlah spesies semut di dunia?
Tercatat ada 11.880 spesies semut! Wow! Tetapi kita cukup kenal secara umum
saja. 1. Carpenter ants (semut kayu) Semut ini sering ditemukan di dapur
mencari makanan. Mereka membentuk koloni yang biasanya di kayu-kayu
lapuk. Karena lapuk mereka bisa membuat terowongan di kayu. Itu sebabnya
semut ini disebut semut kayu. 2. Fire ants (semut api) Siapa tidak kenal semut
api? Nama itu diberikan pada semut ini karena gigitannya yang terasa panas
dan dapat menyebabkan alergi pada beberapa orang. Gigitannya dapat
mematikan untuk satwa lain dan juga manusia. Semut ini membuat sarang di
tanah yang dapat diketahui dari adanya lubang di permukaan tanah. 3. Western
Harvester ants (semut sawah) Semut ini banyak ditemukan di bagian barat
Amerika Serikat. Sarangnya bisa mencapai lebar 1,5 meter dan tinggi dari
permukaan tanah bisa mencapai 2,5 meter. Yang unik dari semut ini yaitu
mereka membersihkan terlebih dulu daerah yang akan dibuat sarang dan
memastikan sinar matahari dapat masuk kedalam sarang. 4. Honey Pot Ants
(semut madu) Semut ini dapat dibedakan dari jenis semut lainnya karena
bagian abdomen (perut) yang sangat besar. Semut ini banyak ditemukan di
daerah panas dan kering di Australia, Amerika Utara dan Afrika. Di beberapa
daerah semut ini dikonsumsi sebagai makanan yang lezat. 5. Weaver Ants
(semut penenun) Semut ini membuat sarang dengan menganyam dedaunan.
Daun-daun itu disatukan dengan bantuan benang sutera dari larva. 6. Leaf
Cutter Ants (semut daun) Semut ini hanya makan fungi yang keluar dari daundaun yang membusuk. 7. Odorous Ants (semut bau) Semut ini banyak
ditemukan. Jika tanpa sengaja terbunuh, mereka mengeluarkan bau yang khas
seperti kelapa busuk. 8. Ghost Ants (semut hantu) Semut ini sangat kecil.
Warna kepalanya gelap sedangkan dada, perut dan kakinya transparan. Struktur

fisiknya membuat sulit dilihat sehingga dijuluki semut hantu. Semut ini
membuat sarang di pohon-pohon, dibawah ranting-ranting, di dasar pohon
palem, pot tanaman, didalam tanah dan sebagainya

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat tulis
2. Tali rafia
3. pH meter
4. Termometer
5. Higrometer
6. Pasak
D. PROSEDUR KERJA
1. Dipilih tempat yang akan diteliti kemudian dibuat belt transect dengan
ukuran 50x50 meter tiap kelompok. Kemudian di dalam petak tersebut
dibuat plot-plot dengan ukuran 10x10 m, 20x20 m, dan 30x30 m.
2. Dicatat spesies hewan apa saja yang ada di dalam plot tersebut, kemudian
dihitung jumlah dari masing-masing spesies tersebut.
3. Diukur pH tanah, suhu lingkungan, dan kelembaban lingkungan dalam
plot.

4. Dicatat semua hasil dari pengamatan kemudian dianalisis semua faktor


biotik dan abiotik yang ada dalam plot-plot tersebut.

E. HASIL PENGAMATAN
1. Tabel pengamatan
a. Abiotik
No
1
2
3

Faktor Abiotik
Kelembaban (%)
Suhu (oC)
pH tanah

Plot 1
72
30
6,2

Plot 2
71
30
6

Plot 3
75
30
5,2

b. Biotik

Plot
1

No
1
2
3
4
5

Plot
2

6
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Nama Spesies
Kupu-kupu (Leptosia nina)
Ngengat (Alydidae sp.)
Nyamuk (Aedes albopictus)
Semut (Componotus caryae)
Semut besar (Paratrechina
longicornis)
Semut merah (Formica ruva)
Nama Spesies
Agas (Culocuides spp.)
Jangkrik (Gryllus assimilis)
Kupu-kupu (Leptosia nina)
Laba-laba (Theridion sp.)
Ngengat (Alydidae sp.)
Nyamuk (Aedes albopictus)
Rayap (Glyptotermes spp.)
Semut (Componotus caryae)
Semut besar (Paratrechina

Jumlah
3
16
5
224
1
7
Jumlah
4
2
5
3
16
5
100
256
1

10

10

Plot
3

11
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

longicornis)
Semut kepala merah (Formica
yessensis)
Semut merah (Formica ruva)
Nama Spesies
Agas (Culocuides spp.)
Jangkrik (Gryllus assimilis)
Kupu-kupu (Leptosia nina)
Laba-laba (Theridion sp.)
Ngengat (Alydidae sp.)
Nyamuk (Aedes albopictus)
Rayap (Glyptotermes spp.)
Semut (Componotus caryae)
Semut besar (Paratrechina
longicornis)
Semut kepala merah (Formica
yessensis)
Semut merah (Formica ruva)

2. Analisis data
PLOT 1
a. Kerapatan jenis
individu
Kerapatan (K) =
luas plot
1) Leptosia nina :
2) Alydidae sp. :

3
100
16
100

3) Aedes albopictus :

= 0,03
= 0,16

5
100

4) Componotus caryae :

= 0,05

224
100

5) Paratrechina longicornis :

= 2,24
1
100

= 0,01

1
7
Jumlah
8
2
9
3
16
5
100
264
4
1
7

11

7
100

6) Formica ruva :

K suatu jenis
K total seluruh jenis

Kerapatan Relatif (KR) =

1) Leptosia nina :
2) Alydidae sp. :

= 0,07

0,03
2,56

x 100 % = 1,18 %

0,16
2,56

3) Aedes albopictus :

x 100 % = 6,25 %
0,05
2,56

x 100 % = 1,95 %

2,24
2,56

4) Componotus caryae :

5) Paratrechina longicornis :
6) Formica ruva :

b. Frekuensi
Frekuensi (F) =

x 100 %

0,07
2,56

x 100 % = 87,50 %
0,01
2,56

x 100 % = 0,40 %

x 100 % = 2,73 %

petak yang ditemukan suatu spesies


seluruh petak contoh

1) Leptosia nina :
2) Alydidae sp. :

3
17

= 0,18

16
48

3) Aedes albopictus :

= 0,33
5
15

4) Componotus caryae :

= 0,33
224
744

= 0,30

12

1
6

5) Paratrechina longicornis :
7
21

6) Formica ruva :

= 0,33

F suatu jenis
F total seluruh jenis

Frekuensi Relatif (FR) =

0,18
1,64

1) Leptosia nina :
2) Alydidae sp. :

0,33
1,64

3) Aedes albopictus :

x 100 % = 20,12 %
0,33
1,64

x 100 % = 20,12%

0,30
1,64

5) Paratrechina longicornis :
6) Formica ruva :

x 100 %

x 100 % = 10,98 %

4) Componotus caryae :

c. Dominasi

= 0,17

0,33
1,64

x 100 % = 18,29 %
0,17
1,64

x 100 % = 10,37 %

x 100 % = 20,12 %

Dominasi (D) =

Luas bidang dasar suatu spesies


Luas petak contoh

Dominasi (D) =

100
2500

= 0,04

Dominansi Relatif (DR) =

D suatu jenis
D total seluruh jenis

Dominansi Relatif (DR) =

0,04
0,56

PLOT 2
a. Kerapatan jenis

x 100 % = 7 %

x 100 %

13

Kerapatan (K) =

individu
luas plot
4
400

1) Culocuides spp. :

= 0,01

2
400

2) Gryllus assimilis :

= 0,005

3) Leptosia nina :

5
400

= 0,0125

4) Theridion sp. :

3
400

= 0,0075

5) Alydidae sp. :

16
400

= 0,04
5
400

6) Aedes albopictus :

100
400

7) Glyptotermes spp. :
8) Componotus caryae :

1
400

10) Formica yessensis :


7
400

Kerapatan Relatif (KR) =

1) Culocuides spp. :
2) Gryllus assimilis :

= 0,25

256
400

9) Paratrechina longicornis :

11) Formica ruva :

= 0,0125

= 0,64
1
400

= 0,0025

= 0,0025

= 0,0175

K suatu jenis
K total seluruh jenis
0,01
1
0,005
1

x 100 %

x 100 % = 1 %
x 100 % = 0,50 %

14

3) Leptosia nina :

0,0125
1

x 100 % = 1,25 %

4) Theridion sp. :

0,0075
1

x 100 % = 0,75 %

5) Alydidae sp. :

0,04
1

x 100 % = 4 %

6) Aedes albopictus :

0,0125
1

7) Glyptotermes spp. :

0,25
1

x 100 % = 1,25 %
x 100 % = 25 %

0,64
1

8) Componotus caryae :

0,0025
1

9) Paratrechina longicornis :

0,0025
1

10) Formica yessensis :

0,0175
1

11) Formica ruva :

b. Frekuensi
Frekuensi (F) =

x 100 % = 64 %
x 100 % = 0,25 %

x 100 % = 0,25 %

x 100 % = 1,75 %

petak yang ditemukan suatu spesies


seluruh petak contoh

1) Culocuides spp. :

4
12

= 0,33

2) Gryllus assimilis :

2
4

= 0,50

3) Leptosia nina :

5
17

4) Theridion sp. :

3
6

= 0,50

5) Alydidae sp. :

16
48

= 0,33

= 0,29

15

5
15

6) Aedes albopictus :

= 0,33

100
200

7) Glyptotermes spp. :

= 0,50

256
744

8) Componotus caryae :

= 0,34
1
6

9) Paratrechina longicornis :
1
2

10) Formica yessensis :


7
21

11) Formica ruva :

= 0,17

= 0,50

= 0,33

F suatu jenis
F total seluruh jenis

Frekuensi Relatif (FR) =

0,33
4,12

1) Culocuides spp. :
2) Gryllus assimilis :

x 100 %

x 100 % = 8,01 %

0,50
4,12

x 100 % = 12,14 %

3) Leptosia nina :

0,29
4,12

x 100 % = 7,04 %

4) Theridion sp. :

0,50
4,12

x 100 % = 12,14 %

5) Alydidae sp. :

0,33
4,12

6) Aedes albopictus :

x 100 % = 8,01 %
0,33
4,12

7) Glyptotermes spp. :
8) Componotus caryae :

x 100 % = 8,01 %

0,50
4,12
0,34
4,12

9) Paratrechina longicornis :

x 100 % = 12,14 %
x 100 % = 8,25 %
0,17
4,12

x 100 % = 4,13 %

16

0,50
4,12

10) Formica yessensis :


0,33
4,12

11) Formica ruva :

x 100 % = 12,14 %

x 100 % = 8,01 %

c. Dominasi
Dominasi (D) =

Luas bidang dasar suatu spesies


Luas petak contoh

Dominasi (D) =

400
2500

= 0,16

Dominansi Relatif (DR) =

D suatu jenis
D total seluruh jenis

Dominansi Relatif (DR) =

0,16
0,56

x 100 % = 29 %

PLOT 3
a. Kerapatan jenis
individu
Kerapatan (K) =
luas plot
8
900

1) Culocuides spp. :
2) Gryllus assimilis :

= 0,009

2
900

= 0,002

3) Leptosia nina :

9
900

= 0,01

4) Theridion sp. :

3
900

= 0,003

5) Alydidae sp. :

16
900

x 100 %

= 0,02

17

5
900

6) Aedes albopictus :

= 0,006

100
900

7) Glyptotermes spp. :

= 0,11

264
900

8) Componotus caryae :

9) Paratrechina longicornis :
1
900

10) Formica yessensis :


7
900

11) Formica ruva :

= 0,29
4
900

= 0,004

= 0,001

= 0,008

K suatu jenis
K total seluruh jenis

Kerapatan Relatif (KR) =

0,009
0, 463

1) Culocuides spp. :
2) Gryllus assimilis :

x 100 %

x 100 % = 1, 94 %

0,002
0, 463

x 100 % = 0,43 %

3) Leptosia nina :

0,01
0, 463

x 100 % = 2,16 %

4) Theridion sp. :

0,003
0, 463

x 100 % = 0,65 %

5) Alydidae sp. :

0,02
0, 463

6) Aedes albopictus :

x 100 % = 4,32 %

0,006
0, 463

7) Glyptotermes spp. :
8) Componotus caryae :

x 100 % = 1,29 %

0,11
0, 463
0,29
0, 463

x 100 % = 23,76 %
x 100 % = 62,63 %

18

0,004
0, 463

9) Paratrechina longicornis :
0,001
0, 463

10) Formica yessensis :

0,008
0, 463

11) Formica ruva :


b. Frekuensi
Frekuensi (F) =

x 100 % = 0,86 %

x 100 % = 0,22 %

x 100 % = 1,73 %

petak yang ditemukan suatu spesies


seluruh petak contoh

1) Culocuides spp. :

8
12

= 0,67

2) Gryllus assimilis :

2
4

= 0,50

3) Leptosia nina :

9
17

4) Theridion sp. :

3
6

= 0,50

5) Alydidae sp. :

16
48

= 0,33

6) Aedes albopictus :

= 0,53

5
15

7) Glyptotermes spp. :

= 0,33

100
200

= 0,50

264
744

8) Componotus caryae :

9) Paratrechina longicornis :
10) Formica yessensis :
11) Formica ruva :

7
21

1
2

= 0,35
4
6

= 0,50

= 0,33

= 0,67

19

F suatu jenis
F total seluruh jenis

Frekuensi Relatif (FR) =

0,67
5,21

1) Culocuides spp. :
2) Gryllus assimilis :

x 100 %

x 100 % = 12,86 %

0,50
5,21

x 100 % = 9,60 %

3) Leptosia nina :

0,53
5,21

x 100 % = 10,17 %

4) Theridion sp. :

0,50
5,21

x 100 % = 9,60 %

5) Alydidae sp. :

0,33
5,21

6) Aedes albopictus :

x 100 % = 6,33 %
0,33
5,21

7) Glyptotermes spp. :

0,50
5,21
0,35
5,21

8) Componotus caryae :

9) Paratrechina longicornis :
10) Formica yessensis :
11) Formica ruva :

x 100 % = 6,33 %

0,50
5,21

0,33
5,21

x 100 % = 9,60 %
x 100 % = 6,72 %
0,67
5,21

x 100 % = 12,86 %

x 100 % = 9,60 %

x 100 % = 6,33 %

c. Dominasi
Dominasi (D) =

Luas bidang dasar suatu spesies


Luas petak contoh

Dominasi (D) =

900
2500

= 0,36

20

Dominansi Relatif (DR) =

D suatu jenis
D total seluruh jenis

Dominansi Relatif (DR) =

0,36
0,56

x 100 %

x 100 % = 64 %

Tabel Hasil
N
o
1
2
Plo

t1
4

Nama Spesies
Kupu-kupu
(Leptosia nina)
Ngengat
(Alydidae sp.)
Nyamuk (Aedes
albopictus)
Semut
(Componotus

KR
(%)

FR
(%)

0,03

1,18

0,18

10,98

0,16

6,25

0,33

20,12

0,05

1,95

0,33

20,12

2,24

87,50

0,30

18,29

0,01

0,40

0,17

10,37

0,07

2,73

0,33

20,12

DR
D

(%
)

0,04

caryae)
Semut besar
5

6
Plo
t2

N
o

(Paratrechina
longicornis)
Semut merah
(Formica ruva)
Nama Spesies

KR
(%)

FR
(%)

Agas
1

(Culocuides

0,01

0,33

8,01

spp.)
Jangkrik
2

(Gryllus

0,005

0,50

0,50

12,14

assimilis)
Kupu-kupu

0,012

1,25

0,29

7,04

(Leptosia nina)

DR
D

(%

0,16

)
29

21

4
5
6

Laba-laba
(Theridion sp.)
Ngengat
(Alydidae sp.)
Nyamuk (Aedes
albopictus)
Rayap
(Glyptotermes

0,007

0,75

0,50

12,14

0,33

8,01

1,25

0,33

8,01

0,25

25

0,50

12,14

0,64

64

0,34

8,25

0,25

0,17

4,13

0,25

0,50

12,14

1,75

0,33

8,01

5
0,04
0,012
5

spp.)
Semut
8

(Componotus
caryae)
Semut besar

(Paratrechina
longicornis)
Semut kepala

10

11
Plo
t3

N
o

merah (Formica
yessensis)
Semut merah
(Formica ruva)
Nama Spesies

0,002
5
0,002
5
0,017
5
K

KR
(%)

FR
(%)

Agas
1

(Culocuides

0,009

1,94

0,67

12,86

0,002

0,43

0,50

9,60

0,01

2,16

0,53

10,17

0,003

0,65

0,50

9,60

0,02

4,23

0,33

6,33

spp.)
Jangkrik
2

3
4
5

(Gryllus
assimilis)
Kupu-kupu
(Leptosia nina)
Laba-laba
(Theridion sp.)
Ngengat
(Alydidae sp.)

DR
D

(%

0,36

)
64

22

Nyamuk (Aedes
albopictus)
Rayap
(Glyptotermes

0,006

1,29

0,33

6,33

0,11

23,76

0,50

9,60

0,29

62,63

0,35

6,72

0,004

0,86

0,67

12,86

0,01

0,22

0,50

9,60

0,008

1,73

0,33

6,33

spp.)
Semut
8

(Componotus
caryae)
Semut besar

(Paratrechina
longicornis)
Semut kepala

10

11

merah (Formica
yessensis)
Semut merah
(Formica ruva)

3. Indeks Shannon-Weiner
Pi =

Nt

D = - [Pi (ln Pi)]


D = - Pi (ln Pi)
a. Culocuides spp. :

12
1075

= 0,01

D = - [0,01 (ln 0,01)] = - [0,01 x (- 4,61)] = 0,05


4
b. Gryllus assimilis : 1075 = 0,004
D = - [0,004 (ln 0,004)] = - [0,004 x (- 5,52)] = 0,02
17
c. Leptosia nina : 1075 = 0,02
D = - [0,02 (ln 0,02)] = - [0,02 x (- 3,91)] = 0,08

23

d. Theridion sp. :

6
1075

= 0,006

D = - [0,006 (ln 0,006)] = - [0,006 x (- 5,12)] = 0,03


48
e. Alydidae sp. : 1075 = 0,04
D = - [0,04 (ln 0,04)] = - [0,04 x (- 3,22)] = 0,13
15
f. Aedes albopictus : 1075 = 0,01
D = - [0,01 (ln 0,01)] = - [0,01 x (- 4,61)] = 0,05
200
g. Glyptotermes spp. : 1075 = 0,19
D = - [0,19 (ln 0,19)] = - [0,19 x (- 1,66)] = 0,32
744
h. Componotus caryae : 1075 = 0,69
D = - [0,69 (ln 0,69)] = - [0,69 x (- 0,37)] = 0,26
6
i. Paratrechina longicornis : 1075 = 0,006
D = - [0,006 (ln 0,006)] = - [0,006 x (- 5,12)] = 0,03
2
j. Formica yessensis : 1075 = 0,002
D = - [0,002 (ln 0,002)] = - [0,002 x (- 6,21)] = 0,01
21
k. Formica ruva : 1075 = 0,02
D = - [0,02 (ln 0,02)] = - [0,02 x (- 3,91)] = 0,08
Tabel Hasil
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Nama Spesies
Agas (Culocuides spp.)
Jangkrik (Gryllus assimilis)
Kupu-kupu (Leptosia nina)
Laba-laba (Theridion sp.)
Ngengat (Alydidae sp.)
Nyamuk (Aedes albopictus)
Rayap (Glyptotermes spp.)
Semut (Componotus caryae)
Semut besar (Paratrechina
longicornis)
Semut kepala merah (Formica

Ni
12
4
17
6
48
15
200
744

Nt
1075
1075
1075
1075
1075
1075
1075
1075

Pi
0,01
0,004
0,02
0,006
0,04
0,01
0,19
0,69

D
0,05
0,02
0,08
0,03
0,13
0,05
0,32
0,26

1075

0,006

0,03

1075

0,002

0,01

24

11

yessensis)
Semut merah (Formica ruva)
total spesies

21

1075

0,02

0,08
1,06

F. PEMBAHASAN
Percobaan Ekologi Hewan ini, dilakukan dengan tujuan untuk
mengetaui kerapatan populasi hewan serta mengamati factor-faktor abiotik
(kelembaban, suhu, dan pH tanah) di Bukit Bangkirai, Kutai Kartanegara.
Percobaan ini dilakukan pada tanggal 3 Mei 2014. Pada percobaan ini,
digunakan sebuah metode yaitu metode Sampling dengan Indeks ShannonWeiner, metode ini pada dasarnya menghitung sejumlah individu dari suatu
populasi hewan yang terdapat pada sampel (50m x 50m) di Bukit Bangkirai.
Selain pembuatan plot 50m x 50m, dibuat pula plot 10m x 10m, 20m x 20m,
dan 30m x 30m, di dalam plot 50m x 50m.

Dari hasil yang didapat setelah pengukuran factor-faktor abiotik seperti


suhu, pH tanah, dan kelembaban, didapatkan hasil yang cukup bervariasi. Pada
plot 1, pH tanah tercatat 6.2, Kelembaban 72%, dan suhu 30oC. Pada plot 2,
tercatat pH tanah 6, Kelembaban 71%, dan suhu 30oC. Plot 3 tercatat pH tanah
5.6, Kelembaban 75%, dan suhu 30oC. Dari data ini dapat kita ketahui pH
tanah tersebut sedikit asam, namun masih termasuk dalam pH optimum, artinya
hewan tetap dapat berkembang biak dengan baik. Kelembaban tergolong
tinggi, karena daerah ini tergolong Hutan Hujan Tropis. Suhu yang tercatat di
ketiga plot sama yaitu 30oC, menandakan suhu pada daerah ini cukup sejuk,
dan masih tergolong suhu optimum.

25

Pencatatan populasi hewan-hewan yang ditemukan dilakukan disetiap


plot, dimana plot 1 dengan ukuran 10m x 10m, termasuk dalam plot 2 dengan
ukuran 20m x 20m. dan plot 1 dan 2 termasuk dalam plot 3 dengan ukuran 30m
x 30m. waktu yang terbatas, menyebabkan terbatasnya pula hewan-hewan yang
berhasil tercatat.

Hewan-hewan yang tercatat sepenuhnya adalah serangga. Hewanhewan lain seperti aves, reptile, mamalia, moluska, pisces dan sebagainya tidak
tercatat. Hewan-hewan yang tercatat adalah Agas (Culocuides spp.), Jangkrik
(Gryllus assimilis), Kupu-kupu (Leptosia nina), Laba-laba (Theridion sp.),
Ngengat (Alydidae sp.), Nyamuk (Aedes albopictus), Rayap (Glyptotermes
spp.), Semut (Componotus caryae), Semut Besar (Paratrechina longicornis),
Semut Kepala Merah (Formica yessensis), dan Semut Merah (Formica ruva)
dengan total 1075 spesies.

Dari plot-plot ini didapatkan, indeks keragaman hewan dari agas


(Culocuides spp.) yaitu 12, jangkrik (Gryllus assimilis) 4, kupu-kupu (Leptosia
nina) 17, laba-laba (Theridion sp.) 6, ngengat (Alydidae sp.) 48, nyamuk
(Aedes albopictus) 15, rayap (Glyptotermes spp.) 200, semut (Componotus
caryae) 744, semut besar (Paratrechina longicornis) 6, semut kepala merah
(Formica yessensis) 2, dan semut merah (Formica ruva) 21. Hewan yang
paling mendominasi di dalam petak ini adalah semut (Componotus caryae).

26

Adapun hewan yang paling sedikit jumlahnya di dalam petak ini semut kepala
merah

(Formica

yessensis).

Selanjutnya

dihitung

keragaman

spesies

menggunakan indeks Shannon-Weiner (D), maka dapat diketahui bahwa


indeks keragaman tiap spesies di petak tersebut tergolong rendah (D < 1).
Namun indeks keragaman total spesies di dalam petak tersebut tergolong
tinggi, yaitu sebesar 1,3 (D>1). Dari data ini, kita ketahui hewan yang tercatat
tergolong sedikit apabila dibandingkan dengan daerah pengamatan yang cukup
luas.

Sedikitnya populasi dan keragaman hewan yang dijumpai dan tercatat,


dikarenakan sempel lokasi yang digunakan merupakan daerah yang sering
dilalui oleh manusia dan termasuk ramai dikunjungi manusia. Pada saat
dilakukannya percobaan, tidak bertepatan waktu dengan adanya burung di
daerah tersebut.

27

G. KESIMPULAN DAN SARAN


1. Kesimpulan
Dari seluruh percobaan yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan
bahwa factor-faktor lingkungan berupa suhu, pH tanah, dan kelembaban
tergolong optimum dimana hewan dapat berkembang biak dengan baik.
Populasi yang mendominasi dan memiliki kerapatan paling tinggi yaitu
semut (Componotus caryae). Daerah Bukit Bangkirai, Kutai Kartanegara
memiliki indeks keragaman spesies yang tinggi yaitu dengan D sebesar 1.3
(D > 1).
2. Saran
Disarankan praktikum dilakukan dengan waktu yang cukup panjang
dan mengambil sampel lokasi pengamatan (plot) di lokasi yang lebih masuk
ke dalam hutan agarhewan yang ditemukan lebih beragam. Praktikum juga
dapat dilakukan pada saan musim buah, sehingga hewan-hewan seperti
burung terlihat.

DAFTAR PUSTAKA

28

Afriza,

2009.

Kepadatan

Populasi.

http://biologiunja.blogspot.com/2009/

08/laporan-praktikum-ekologi-kepadatan.html (diakses pada tanggal 9 Mei


2014, 16:00)
Dirdjosoemarto,

Soedjoja.

1986.

BukuMateri

Pokok

Ekologi

Lanjutan.

Universitas Terbuka; Jakarta


Irwan, Zoeraini Djamal. 2010. Prinsip-prinsip Ekologi ; Ekosistem, Lingkungan,
dan Pelestariannya. Bumi Aksara; Jakarta
Rachmawati, Ayu. 2011. Populasi Hewan. http://nenkiuedubio.blogspot.com/
2011/05/populasi-hewan.html (diakses pada tanggal 9 Mei 2014, 16:00)
Suin, Nurdin Muhammad. 2003. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara; Jakarta

Anda mungkin juga menyukai