Anda di halaman 1dari 16

Pemeriksaan pada Bayi Baru Lahir

Skenario
Bayi 38 minggu gestasi lahir spontan pervaginam dengan berat 3200gr, panjang badan
40 cm, lingkar kepala 33 cm, lingkar dada 30 cm, lingkar perut 30 cm, dan cairan ketuban
jernih. Bayi menangis spontan, aktif, denyut jantung 140x/menit, (+) refleks bersin dengan
badan kemerahan dan ekstermitas sedikit biru. Setelah lahir dan dilakukan perawatan bayi
baru lahir, keluarga pasien menanyakan bagaimanakah kondisi bayinya serta apakah dapat
dirawat bersama dengan ibunya.
Anamnesis dan Pemeriksaan pada Bayi Baru Lahir
Sebelum melakukan pemeriksaan pada bayi baru lahir perlu diketahui riwayat
keluarga, riwayat kehamilan sekarang dan sebelumya, serta riwayat persalinan. Mencari
kelainan kongenital, pemeriksaan di kamar bersalin juga menentukan adanya kelainan
kongenital pada bayi terutama yang memerlukan penanganan segera pada anamnesis perlu
ditanyakan apakah ibu menggunakan obat-obat teratogenik, terkena radiasi atau infeksi virus
pada trimester pertama. Dapat ditanyakan adakah kelainan bawaan keluarga disamping itu
perlu diketahui apakah ibu menderita penyakit yang dapat menggangu pertumbuhan janin
seperti gula darah tinggi, hipertensi. Pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir dilakukan yakni
pada saat lahir di kamar bersalin, dalam 24 jam, di ruang perawatan dan pemeriksaan pada
waktu pulang.
Tujuan pemeriksaan ini adalah :
1. Menilai gangguan adaptasi bayi baru lahir dari kehidupan dalam uterus ke luar uterus
yang memerlukan resusitasi.
2. Untuk menemukan kelainan seperti cacat bawaan yang perlu tindakan segera.
3. Menentukan apakah bayi baru lahir dapat dirawat bersama ibu (rawat gabung) atau
tempat perawatan khusus.
Segera setelah lahir, kemampuan bayi dalam bertahan hidup bergantung pada kecepatan
dan keteraturan perubahan kepernapasan udara. Alveoli yang terisi cairan mulai mengembang
terisi udara, perfusi mulai berjalan, dan mulai terjadi pertukaran oksigen dengan
karbondioksida.

Permulaan Pernafasan Udara


Rangsangan Pernafasan Udara
Neonatus mulai bernafas dan menangis segera setelah dilahirkan, hal ini menunjukkan
terjadinya pernafasana aktif. Faktor-faktor yang tampak memengaruhi pernafasan udara yang
pertama antara lain:
1. Rangsangan fisik, seperti memegang neonatus selama pelahiran
2. Berkurangnya okesigen dan terakumulasi karbondioksida, yang memicu peningkataN
frekuensi dan besar gerakan pernafasan yang baik saat sebelum maupun setelah
kelahiran
3. Tekanan pada thoraks, yang selama penurunan panggul dan persalinan per vagina
menekan sejumlah cairan dari saluran pernafasan setara dengan sekitar seperempat
kapasitas residu fungsional utama.
Pengisian udara pada paru-paru neonatus bukanlah memompa suatu struktur yang kempis,
melainkan mengganti cairan bronkial dan alveolar dibersihkan melalui sirkulasi paru dan
sebagian kecil, melalui sistem limfatik paru. Keterlambatan pembersihan cairan alveoli
mungkin memperbesar risiko sindrom transient tacypnea of the newborn. Dengan tergantinya
cairan oleh udara, maka tekanan vaskular paru jauh berkurang dan selanjutnya, resistensi
terhadap aliran darah menurun. Penurunan tekanana darah arteri paru pada umumnya
menyebabkan duktus ateriosus menutup.
Tekanan intratoraks negatif yang tinggi diperlukan untuk mwmbawa udara masukan
pertama ke dalam alveoli yang masih berisi cairan. Biasanya, dari napas pertama setelah
kelahiran, udara residu secara terus-menerus terakumulasi diparu-paru, dan untuk setiap napas
berikutnya memerlukan tekanan pembukaan paru yang lebih rendah. Pada neonatus yang
normal dan matur, kira-kira pada napas kelima, perubahan tekanan-volume orang dewasa.
Dengan demikian pola pernafasan berubah dari inspirasi episodik dangkal yang khas pada
janin menjadi inhalasi yang regular yang lebih dalam. Surfaktan disintesis oleh pneumosit tipe
II dan sudah ada menurunkan tegangan permukaan alveolar dan demikian mencegah
kolapsnya paru-paru pada setiap ekspirasi. Kurangnya surfaktan yang cukup, yang umumnya
terjadi pada pada bayi kurang bulan, memicu perkembangan sindrom distress pernapasan
dengan cepat.
Tatalaksana Pelahiran

Perawatan Segera

Sebelum dan selama pelahiran, pertimbangan cermat harus diberikan terhadap beberapa
faktor kesejahteraan neonatus, meliputi: status kesehatan ibu, komplikasi prenatal, termasuk
dugaan malformasi janin, usia kehamilan, komplikasi persalinan, lama persalinan dan
pecahnya ketuban, jenis dan durasi anestesi, kesulitan saat pelahiran, dan obat yang diberikan
selama persalinan, jumlah dan waktu pemberian, serta cara pemberian obat
The American Academy of Pediatrics and The American College of Obstetricans and
Gynecologists merekomendasikan pada setiap pelahiran, setidaknya ada satu orang yang
bertanggung jawab terhadap janin dan yang mampu melakukan tindakan resusitasi. Baik
petugas terkait maupun selainnya yang tersedia, harus memiliki keterampilan yang
dibutuhkan untuk melakukan tindakan resusitasi lengkap.

Resusitasi Neonatus

Sekitar 10 persen bayi yang baru dilahirkan memerlukan beberapa tingkatan resusitasi
aktif untuk merangsang pernapasan, dan sekitar 1 persen membutuhkan resusitasi ekstensif.
Kekurangan oksigen pada awalnya menyebabkan periode sementara pernapasan cepat. Jika
kekurangan tersebut terus berlangsung, pernapasan berhenti dan bayi memasuki tahap apnea
primer. Tahap ini disertai oleh penurunan denyut jantung dan hilangnya tonus neuromuskular.
Stimulasi sederhana dan pajanan terhadap oksigen biasanya akan memulihkan apnea primer.
Namun jika kekurangan oksigen dan asfiksia berlanjut, bayi baru lahir tersebut akan
mengalami pernapasan megap-megap yang dalam, diikuti oleh apnea skunder. Tahap terakhir
ini berkaitan dengan penurunan denyut jantung lebih lanjut, penurunan tekanan darah, dan
hilangnya tonus neuromuskular. Neonatus yang mengalami apnea skunder tidak merespon
rangsangan dan tidak mampu secara spontan melanjutkan usaha bernapas. Jika tidak dibantu
dengan alat ventilasi maka dapat menyebabkan kematian. Secara klinis, apnea primer dan
skunder dapat dibedakan. Jadi, apnea skunder harus diidentifikasi dan resusitasi harus segera
dilakukan kepada bayi baru lahir yang mengalami apnea.
Protokol Resusitasi
Ringkasan pedoman resusitasi neonatus yang direkomendasikan oleh the International
Liaison Committe on Resuscitation meliputi:

Langkah dasar, bayi baru lahir, pertama ditempatkan dilingkungan yang hangat untuk
meminimalkan kehilangan panas. Selanjutnya, jalan udara dibersihkan bila perlu. Jika
pelahiran mengalami kesulitan akibat adanya mekonium nadan bayi tidak aktif, dianjurkan
melaksanakan intubasitrakea untuk melakukan penghisapan sebelum upaya penyelamatan
pernapasan lebih lanjut dilakukan. Bayi kemudian dikeringkan dan dirangsang setelah upaya
pernapasan, denyut jantung, warna kulit diperiksa. Pada kebanyakan kasus, bayi baru lahir
akan mengambil napas dalam beberapa detik setelah kelahiran dan menangis dalam waktu
kurang dari setengah menit. Jika bayi bernapas, denyut jantung lebih dari 100 dpm, dan kulit
bagian tengah tubuh dan membran mukosa berwarna merah muda, selanjutnya perawatan
pendukung rutin disiapkan.
Ventilasi, apnea, pernafasan megap-megaP, atau bradikardia yang melampaui 30 detik setelah
kelahiran harus segera diberikan ventilasi tekanan positif. Tingkat bantuan ventilasi yang
umum digunakan berkisar 30 sampai 60 napas permenit. Ventilasi yang adekuat di tunjukkan
oleh naiknya ke dua bidang dada, kemampuan auskultasi suara napas, dan peningkatan denyut
jantung dan warna. Jika ventilasi tidak adekuat, posisi kepala harus di periksa, sekresi
dibersihkan.
Kegagalan bayi baru lahir untuk menghasilkan respirasi yang efektif mungkin disebabkan
oleh berbagai komplikasi, sebagai berikut:

Hipoksemia atau Asidosis


obat yang diberikan ibu sebelum pelahiran
Imaturitas
Aspirasi cairan amnion yang tercemar mekonium
Kelainan perkembangan sistem saraf pusat
Septikemia

Intubasi endotrakeal
Jika ventilasi bag and mask tidak efektif atau memanjang, intubasi trakea harus
dilakukan. Indikasi antara lain perlu kompresi dada atau pemberian obat-obatan melalui
trakea atau untuk kejadian khusus seperti berat lahir sangat rendah atau mengalami hernia
diafragmatika kongenital. Sebuah laringoskop dengan bilah lurus berukuran 0 untuk bayi
kurang bulan dan ukuran 1 untuk bayi normal dimasukkan ke sisi mulut dan kemudian
diarahkan posterior terhadap orofaring. Laringoskop ini selanjutnya digerakkan perlahan ke
suatu ruang yang disebut valekula, antara pangkal lidah dan epiglotis. Dengan sedikit

mengangkat ujung laringoskop akan menaikkan epiglotis dan membuka glotis dan pita suara.
Tube kemudian dimasukkan melewati pita suara. Tekanan ringan pada krikoid juga berguna.
Beberapa tahapan yang dilakukan untuk memastikan tube terletak dalam trakea, buka
esofagus yaitu pengamatan gerak dinding dada simetris, auskultasi bunyi napas yang sama,
terutama aksila, dan auskultasi untuk tidak adanya bunyi napas atau berdeguk disekita perut.
Mengingat bahwa mekonium, darah, lendir, dan partikel-partikel debris dalam cairan amnion
atau pada jalan lahir mungkin telah terhirup sebelum pelahiran, benda asing yang masuk ke
tube trakea segera diisap. Selama pengisapan, digunakan tekanan negatif sebesar 80-100 mm
Hg sambil menarik kanula secara perlahan-lahan. Tube endotrakeal kemudian diganti.
Pengisapan pada bayi berat lahir rendah berpotensi menyebabkan peningkatan risiko
gangguan kecepatan aliran darah ke otak hingga 30 persen.
Dengan menggunakan kantong ventilasi yang sesuai yang terpasang pada tube trakea,
hembusan udara yang dialirkan ke dalam tube pada interval 1-2 detik, dengan kekuatan yang
cukup untuk mengangkat dinding dada secara perlahan. Tekanan sebesar 25-35 cm H2O
biasanya

akan

mengembangkan

alveoli

tanpa

menyebabkan

pneumotoraks,

pneumomediastinum, atau barotrauma lainnya. Jika tekanan ventilasi tidak sedang dipantau,
peningkatan denyut jantung harus digunakan untuk menunjukkan tekanan inflasi yang sesuai.
Jika terdapat sianosis sentral, kandungan oksigen dalam udara harus diperbanyak.
Kompresi dada, jika denyut jantung masih di bawa 60 denyut/menit meskipun dalam
ventilasi adekuat dengan oksigen 100 persen selama 30 detik, penekanan dada tetap
dilakukan. Kompresi dilakukan pada sepertiga bagian bawah sternum pada kedalaman yang
cukup untuk menghasilkan denyut yang teraba. Perbandingan kompresi ke ventilasi yang
disarankan adalah sebesar 3:1, dengan 90 kompersi dari 30 napas untuk mencapai sekitar 120
kejadian tiap menit. Denyut jantung diperiksa ulang setiap 30 detik, dan kompersi dada
dilanjutkan sampai denyut jantung spontan mencapai sedikitnya 60 denyut permenit.
Medikamentosa dan Ekspresi Volume, pemberian epinefrin diindikasaikan apabila
denyut jantung masih di bawah 60 denyut/menit setelah minimal 30 detik ventilasi dan
kompersi dada yang adekuat. Epinefrin terutama di indikasikan jika terdapat asistol. Dosis
intravena yang dianjurkan adalah 0,01-0,03 mg/kg, yaitu 0,1-0,3 ml/kg dari larutan 1:10000.
Jika diberikan melalui tube trakea, digunakan dosis yang lebih tinggi, yaitu sampau 0,1
mg/kg, yaitu 1ml/kg. Pemberian epinefrin diulangi setiap 3 sampai 5 menit sesuai indikasi.

Ekspansi volume harus dipertimbangkan ketika diduga terjadi kehilangan darah, bayi
terlihat syok, atau respon terhadap tindakan resusitasi tidak adekuat. Pemberian larutan
kristaloid isotonik, seperti larutan salin normal atau ringer laktat dianjurkan. Anemia
simptomatik mungkin memerlukan transfusi sel darah merah. Dosis awal semua jenis volume
ekspander adalah 10 nl/kg yang diberikan melalui bolus intravena lambat selama 5 sampai 10
menit. Hal ini diberikan melalui kateter yang dimasukkan ke dalam vena umbilikalis.
Penggunaan sodium bicarbonat secara rutin untuk resusitasi neonatus masih
kontroversial dan biasanya tidak dilakukan. Hiperosmolaritas dan sifat bikarbonat yang dapat
memproduksi CO2 beresiko merusak fungsi jantung dan otak. Jika sodium bikarbonat
digunakan untuk suatu arrest yang memanjang dan tidak responsif terhadap terapi lain, maka
pemberiannya hanya setelah terbentuk sirkulasi dan ventilasi yang adekuat.
Naloxone adalah antagonis narkotik yang ditujukkan untuk pemulihan depresi
pernapasan pada bayi baru lahir yang ibunya menerima narkotika dalam rentang 4 jam setelah
pelahiran. Obat ini tidak dianjurkan sebagai bagian dari resusitasi awal, dan denyut jantung
serta warna janin harus dipulihkan dengan ventilasi yang adekuat sebelum pemberian
naloxone. Dosis standar naloxone adalah 0,1 mg/kg, walaupun ini belum teruji dengan baik.
Karena lama kerja narkotika mungkin melebihi naloxone, pemantauan fungsi pernapasan
secara terus-menerus penting dilakukan, dan mungkin memerlukan dosis berulang.
Penghentian Resusitasi, seperti yang diperkirakan, bayi baru lahir dengan hentu
jantung-paru yang tidak bereaksi terhadap resusitasi beresiko besar untuk kematian dan jika
mereka bertahan hidup, kemungkinan mengalami morbiditas yang parah. Upaya pengehentian
resusitasi mungkin tepat jika tidak ada tanda-tanda kehidupan setelah 10 menit dilakukan
upaya resusitasi yang adekuat secara terus-menerus. Hal ini karena resusitasi lanjutan
berhubungan dengan angka kematian yang sangat tinggi atau cacat perkembangan neurologis
yang parah.
Metode-metode yang digunakan untuk mengevaluasi kondisi neonatus

Skor apgar
System penilaian ini adalah alat klinis yang berguna untuk mengidentifikasi neonatus

yang membutuhkan resusitasi serta menilai efektivitas setiap tindakan resusitasi. Masingmasing dari lima karakteristik sangat mudah dindentifikasi

denyut jantung, usaha

bernafas, tonus otot, reflex iribilitas, dan warna dinilai dan diberi angka 0 hingga 2. Nilai

total, berdasarkan jumlah dari lima komponen tersebut, ditentukan pada menit ke 1 dan
ke 5 setelah pelahiran.
Skor Apgar menit ke 1 mencerminkan kebutuhan resusitasi segera. Skor menit ke 5,
dan khususnya perubahan dalam skor antara menit 1 dan 5, adalah indeks efektivitas yang
berguna terhadap upaya resusitasi. Skor apgar menit ke 5 juga memilik makna prognostic
untuk kelagsungan hidup bayi, karena kelangsungan hidup berkaitan erat dengan kondisi
bayi di ruang bersalin. Dalam analisis pada lebih dari 150000 bayi yang dilahirkan,
dianalisis signifikasi bersamaan dari skor menit ke 5 untuk memprediksi kelangsungan
hidup selama 28 hari pertama kehidupan. Ditemukan bahwa sesaat setelah dilahirkan,
risiko kematian neonatus kira-kira 1 dalam 5000 pada mereka dengan skor apgar Antara 7
sampai 10. Risiko ini dibandingkan dengan kematian 1 dari 4 bayi matur dengan skor
apgar 3 atau kurang. Skor menit ke 5 yang rendah mampu memprediksi kematian
neonatus pada bayikurang bulan, dengan penjelasan tersebut skor apgar mampu untuk
memprediksi kelangsungan hidup bayi.
Terdapat beberapa percobaan menggunakan skor Apgar untuk menetukan cederan
asfiksia dan untuk memprediksi kondisi neurologis selanjutnya, digunakan bila skir Apgar
tidak pernah dimaksudkan sebelumnya. Keterkaitan tersebut sulit diukur dengan reabilitas
yang diberikan karena baik cedera asfiksia maupun skor Apgar yang rendah merupakan
kondisi yang jarang terjadi.
Peringatan penting mengenai interpretasi skor Apgar ditujukan dalam pernataan
sebagai berikut:
1. Karena beberapa elemen skor Apgar bergantung sebagian pada kematangan
fisiologis bayi baru lahir, bayi kurang bulan yang sehat dapat menerima skor rendah hanya
karena ketidakmatangan.
2. Skor Apgar mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk, tidak terbatas
pada, malformasi janin, obat-obatan ibu, dan infeksi. Menyamakan adanya skor Apgar
yang rendah dengan asfiksia atau hipoksia merupakan penyalahgunaan skor.
3. Keterkaitan skor Apgar dengan akibat neurologis yang merugikan dimasa datang
meningkat ketika skor tetap 3 atau kurang pada menit ke 10, 15, 20, tapi masih tidak
menunjukkan penyebab kecacatan dimasa yang akan datang.

4. Skor Apgar saja tidak dapat menetapkan hipoksia sebagai penyebab cerebral palsy.
Neonatus yang telah mengalami gangguan asfiksia yang cukup berat bersamaan dengan
pelahiran sehingga menyebabkan cedera neurologis akut menunjukkan beberapa hal
berikut: asidemia berat dengan pH darah arteri tali pusat <7 dan defisit asam-basa kurang
lebih 12 mmol/L, skor Apgar 0-3 dan bertahan selama 10 menit atau lebih, gejala
gangguan neurologis seperti kejang, koma, atau hipotonia, dan difungsi organ multisistem
kardiovaskular, hematologi, gastrointestinal, hematologi, paru, ginjal.
Penelitian Terhadap Asam-Basa Darah Tali Pusat
Darah yang diambil dari pembuluh tali pusat dapat digunakan untuk studi asam-basa
untuk menilai status metabolik neonatus. Pengambilan darah dilakukan setelah pelahiran
dengen segera mengisolasi 10-20 cm bagian tali pusat dengan dua klem dekat dengan bayi
dan dua klem dekat plasenta. Pentingnya penjepitan tali pusat ditekaknkan oleh fakta bahwa
penundaan 20 sampai 30 detik dapat mengubah baik PCO2 maupun pH. Tali pusat tersebut
kemudian dipotong diantara dua klem proksimal dan dua klem distal.
Darah arteri diambil dari potongan tali pusat yang terisolasi kedalam 1-2 ml semprit
plastik komersial yang telah disiapkan berisi lyophilized heparin atau alat suntik sejenis yang
telah dibilas dengan larutan hepari berisi 1000 U/ml. Jarum ditutup dan semprit dipindahkan,
dengan es, ke laboratorium. Meskipun berbagai upaya harus dilakukan untuk perpindahan
segera, baik pH maupun PCO2 tidak mengalami perubahan signifikan dalam darah yang
disimpan pada suhu ruang selama 60 menit.
Fisiologi Asam-Basa Janin
Janin menghasilkan asam karbonat dan asam organiK. Asam karbonat terbentuk dari
metabolisme oksidatif CO2. Janin biasanya cepat membersihkan CO2 melalui sirkulasi
plasenta, yang membatasi penumpukkan asam karbonat. Ketika asam karbonat menumpuk
didalam darah janin dan tidak bersama dengan kenaikan asam organik, seperti yang terjadi
pada gangguan pertukaran plasenta hasilnya disebut asidemia respiratorik.
Asam organik terutama terdiri dari asam laktat dan asam beta hidroksibutirat.
Peningkatan kadar asam ini akibat gangguan pertukaran plasenta persisten dan hasil dari
glikolosis anaerob. Asam organik dibersihkan perlahan-lahan dari darah janin, dan ketika
terakumulasi tanpa adanya peningkatan asam karbonat, hasilnya disebut asidemia metabolik.
Dengan terjadinya asidemia metabolik, bikarbonat menurun karena digunakan untuk

penyangga asam organik. Peningkatan asam karbonat disertai dengan peningkatan asam
organik yang tercermin dari penurunan asam bikarbonat menyebabkan asidemia campuran
metabolik-respiratorik.
Pada janin, asidemia respiratoik dan metabolik, dan akhirnya asidosis jaringan, adalah
bagian dari rangkaian kesatuan yang memburuk dengan cepat. Hal ini berbeda dengan
patofisiologi dewasa, dengan kondisi berbeda menghasilkan baik asidemia respiratorik
(penyakit paru) atau metabolik (diabetes). Pada janin, plasenta berfungsi sebagai paru-paru
dan untuk tingkat tertentu, sebagai ginjal. Salah satu penyebab utama timbulnya asidemia
janin adalah penurunan perfusi uteroplasenta. Hal ini mengakibatkan retensi CO2 (asidemia
respiratorik), dan jika berlarut-larut dan cukup parah menjadi asidemia metabolik dan
campuran.
Dengan asumsi bahwa pH ibu dan gas darah normal, pH darah janin yang sebenarnya
bergantung pada perbandingan asam karbonat dan asam organik serta jumlah bikarbonat, yang
merupakan penyangga utama dalam darah.
Untuk tujuan klinis, asam bikarbonat merupakan komponen metabolik dan dihitung
dalam satuan mEq/L. Konsentrasi asam karbonat merupakan komponen pernapasan.
Pemantauan Tanda-tanda Vital
o suhu tubuh bayi diukur melaui dubur atau ketiak
o pada pernapasan normal, perut dan dada bergerak hampir bersamaan tanpa adanya
retraksi, tanpa terdengar suara pada waktu inspirasi maupun ekspirasi. Gerak
pernapasan 30-50 kali permenit.
o nadi dapat dipantau disemua titik-titik nadi perifer
o tekanan darah dipantau hanya bila ada indikasi.
Mempertahankan Suhu Tubuh Bayi
Pada waktu baru lahir, bayi belum mampu mengatur tetap suhu bada, dan
membutuhkan pengaturan dari luar untuk membuatnya tetap hangat. Bayi baru lahir harus
dibungkus hangat. Suhu tubuh bayi merupakan tolok ukur kebutuhan akan tempat tidur yang
hangat sampai suhu tubuhnya sudah stabil.
Identifikasi bayi

Apabila bayi dilahirkan ditempat bersalin yang persalinan mungkin lebih dari satu
persalinan, maka sebuah alat pengenal yang efektif harus diberikan kepada setiap bayi baru
lahir dan harus tetap ditempat sampai waktu bayi dipulangkan.

peralatan identifikasi bayi baru lahir harus selalu tersedia ditempat penerimaan pasien,

dikamar bersalin, dan di ruang rawat bayi.


alat yang digunakan, hendaknya kebal air, dengan tepi yang halus tidak mudah

melukai, tidak mudah sobek, dan tidak mudah lepas.


pada alat atau gelang identifikasi harus tercantum: nama (bayi dan nyonya), tanggal

lahir, nomor bayi, jenis kelamin, unit, nama lengkap ibu


disetiap tempat tidur harus diberi tanda dengan mencantumkan nama, tanggal lahir,
nomor identifikasi.

Sidik telapak kaki bayi dan sidik jari ibu harus di cetak di catatan yang tidak mudah
hilang. Bantalan sidik kaki harus disimpan dalam ruangan bersuhu kamar.
Ukurlah berat lahir, panjang bayi, lingkar kepala, lingkar perut dan catat dalam rekam
medik.
Arti Klinis Asidemia
Oksigenasi dan pH janin umumnya menurun selama persalinan normal. Sebagian besar janin
akan menoleransi asidemia intrapartum dengan pH serendah 7 tanpa menimbulkan gangguan
neurologis. Penelitian mengatakan bahwa pH kurang dari 7 dapat menimbulkan kematian
janin. Pertimbangan prognosis penting lainnya adalah arah perubahan pH

dari lahir ke

periode neonatal langsung. Resiko kejang selama 24jam pertama kehidupan berkurang lima
kali lipat jika pH arteri tali pusat di bawah 7.2 dinormalkan dalam waktu 2 jam setelah
pelahiran.
Pada janin, asedemia metabolik berkembang saat terjadi durasi dan kekurangan oksigen yang
cukup sehingga membutuhkan metabolisme anaerob untuk kebutuhan energi selular janin.
Asidosis janin sebagai defisit basa >12mmol/L dan asidosis janin berat sebagai defisit basa
>16mmol/L. Dalam penelitian >150.00 BBL yang disebutkan sebelumnya, menetapkan
asidemia metabolik menggunakan potongan gas darah tali pusat dengan 2 standar deviasi di
bawah nilai rata-rata, yaitu pH darah arteri tali pusat kurang dari 7.00 disertai PCO2 tidak
>17.7mmol/L dan defisit basa minimal 10.3 mEq/L.

Asidemia metabolik dikaitkan dengan tingginya angka disfungsi multiorgan. Dalam kasus
yang jarang terjadi, asidosis metabolik dipicu oleh hipoksia dapat menjadisangat parah
sehingga selanjutnya menyebabkan kerusakan saraf. Fakta janin tanpo asidemia tidak dapat
ditetapkan menderita kerusakan saraf yang dipicu oleh hopoksia. Asidosis metabolik berat
merupakan predileksi yang buruk yang terhadap gangguan neurologis selanjutnya pada
neonatorus matur. Meskipun hal ini menyebabkan peninggkatan komplikasi neonatal
langsung pada suatu kelompok bayi dengan skor APGAR 5 menit yang lebih rendah
Asidosis respiratorik biasanya timbul akibat dari gangguan akur pertukaran gas plasenta yang
menyebabkan retensi CO2. Penekanan tali pusat sementara adalah faktor penyebab yang
paling umum. Secara umum, hal ini tidak berbahaya bagi janin karena tidak ditemukan
adanya peningkatan komilikasi BBL setelah asidosis respiratorik.
Perawatan Pencegahan
1.

Profilaksis Infeksi Mata

a.

Infeksi Gonokokus

Dulu, kebutaan sering terjadi pada anak yang mengidap ofralmia gonokokus neonatorum yang
terkena pada sat mlitasi jalan lahir yang terinfeksi. Larutan yang awalnya digunakan adalah
perak nitrat 1% yang mampu menyembuhkan kebutaan yang disebabkan Neisseria
gonorrhoeae. Saat ini berbagai antimikroba yang telah terbukti efektif, dan profilaksis oflamia
gonokokus neonatorum sekarang diwajibkan untuk semua neonatus.
b.

Infeksi Klamidia

Profilaksis yang adekuat untuk neonatus terhadap konjungtivitis klamia bersifat kompleks.
Dari 12-25% neonatus yang dilahirkan pervginam pada ibu dengan infeksi klamidia aktif
akan berisiko mengalami konjungtivitis. Terapi yang digunakan adalah larutan povidon-iodin
2.5%.
2.

Imunisasi Hepatitis B

Imunisasi pada semua BBL terhadap hepatitis B sebelum pulang dari RS telah dianjurkan
sejak 1991. Vaksin yang digunakan adalah vaksin bebas thimerosal. Vaksin ini terlah terbukti
meningkatkan jumlah episode demam, evaluasi sepsis atau gelaja sisa neurologis yang

merugikan. Jika ibu seropositif untuk permukaan antigen hepatitis B, bayi harus diimunisaso
dengan kekebalan globulin Hepatitis B.
3.

Vitamin K

Suntikan dibrikan untuk mencegah penyakit hemoragik bergantung vit. K pada BBL.
Pemberian dosis 0.5-1mg intramuskular dalam 1 jam setelah lahir.
4.

Penapisan Universal terhadap BBL

Kegiatan ini dilakukan sejak 196an ketika tes phenylketonuria (PKU) dapat dilakukan pada
contoh darah yang dikumpukan pada kertas filter. Kemajuan teknis telah membuat sejumlah
besar tes penapisan massal relatif sederhana dapat dilakukan pada kondisi BBL. Sebagian
besar pada kondisi ini dilakukan speltrokopi tandem.
Perawatan Rutin Neonatus
Perkiraan Usia Kehamilan
Perkiraan usia kehamilan pada BBL dapat dilakukan segera setelah pelahiran. Hubungan
antara umur kehamilan dan berat lahir digunakan untuk mengidentifikasi risiko komplikasi
neonatus. Contoh, neonatus yang kecil atau besar untuk usia kehamilan memiliki risiko yang
meningkat terhadap hipoglikemia dan polositemia, dan diindikasikan dilakukan pengukuran
glukosa darah dan hematokrit.
Perawatan Kulit
Setelah lahir, kelebihan verniks, darah, dan mekonium harus dibersihkan dengan lembut . Sisa
vekniks mudah diserap dan hilang sepenuhnya dalam 24jam. Mandi pertama harus ditunda
sampai suhu BBL stabil.
Tali Pusat
Kehilangan air dari Wharton jelly menyebabkan mumifikasi tali pusat segera setelah lahir.
Dalam 24 jam tunggul tali pusat kehilangan ciri khasnya (putih kebiru-biruan) dan segera
menjadi kering dan hitam. Dalam beberapa hari-minggu, tunggul mengelupas dan
meninggalkan luka granulasi kecil, yang setelah proses penyembuhan membentuk umbilikus.
Pemisahan biasanya terjadi dalam 2 minggu pertama, dengan kisaran antara 3-45 hari. Tali

pusat mengering lebih cepat dan lebih mudah terpisah pada ketika terkena udara, oleh karena
itu tali pusat tidak dianjurkan untuk ditutup.
Infeksi tali pusat serius kadang terjadi, organisme yang kemungkinan besar adalah
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Stretococcus group B.infeksi ini sulit ditegakkan
karena tidak menunjukan tanda-tanda infeksi luar. Tindakan pencegahan aseptik yang ketat
harus diamati dalam perawatan langusung tali pusat. Dari penelitian yang dilakukan
menunjukan bahwa pemberlakukan triple dye pada tali pusat lebih unggul daripada
menggunakan perawatan sabun dan air dalam mencegah kolonisasi dan pembentukan eksudat.
Pemberian Makan
Dibanyak RS di dunia, bayi mulai menyusi di dalam kamar bersalin. Sebagian besar BBL
tumbuh dengan baik jika diberi makan dengan interval 2-4 jam. BBL kurang bulan atau
dengan hambatan pertumbuhan memerlukan pemberian makanan pada interval yang lebih
pendek. Jeda pada setiap pemberian makanan yang tepat bergantung pada beberapa faktor,
seperti kuantitas ASI, kesiapan payudara untuk mengeluarkan ASI, keinginan kuat untuk
menyusui bayi. Secara umum dianjurkan bayi menysui selama 5 menit setiap payudara selama
4 hari pertama atau sampai ibu memiliki persediaan susu. Setelah hari keempat, lama
menyusui meningkat selama 10 menit disetiap payudara.
Kehilangan Berat Badan Awal
Sebagian besar BBL sebenarnya hanya menerima sedikit nutrisi pada 3-4 hari pertama
kehidupan, mereka semakin kehilangan BB sampai pemberian ASI lancar atau diberikan
makanan lainnya. Bayi kurang bulan relatif lebih banyak kehilangan berat badan dan proses
pemulihan berat badannya lebih lambat daripada bayi aterm. Bayi yang kecil untuk usia
kehamilan namun sehat mendapatkan berat badannya lebih cepat ketika disusui dibandingkan
dengan bayi yang lahir kurang bulan.
Jika BBL normal cukup mendapatkan asupan zat gizi, berat lahir biasanya akan pulih pada
hari kesepuluh. Setelah itu, beratnya meningkat terus dengan laju sekitar 25g/hr selama
beberapa bulan pertama. Berat lahir menjadi 2x lipat pada usia 5 bulan dan menjadi 3x lipat
pada akhir tahun pertama.
Tinja dan Urin

Untuk 2-3 hari pertama setelah lahir, kolon berisi meconium lunak berwarna hijau kecoklatan.
Meconium terdiri dari sel-sel epitel deskuamasi dari traktus intestinal, mukus, sel-sel
epidermis, dan lanugo (rambut janin) yang tertelan bersama amnion. Warna yang khas
dihasilkan dari pigmen empedu. Selama janin hidup dan beberapa jam setelah lahir, isi usus
steril tetapi bakteri dengan cepat berkolonisasi di usus besar.
Tinja meconium ditemukan pada 90% BBL dalam 24jam pertama, dan sebagian besar sisanya
dalam 36jam. Pengeluaran tinja pertama kali pada BBL biasanya terjadi segera setelah lahir,
tetapi tidak mungkin sampai hari kedua. Keluarnya meconium dan urin menunjukan patensi
saluran pencernaan dan kemih. Kegagalan BBL untuk buang air besar dan berkemih setelah
waktu tersebut

menunjukan adanya defek kongenital, seperti imperforata anus atau

imperforata katup uretra. Setelah hari ketiga dan keempat , sebagai konsekuensi mencerna
ASI, meconium diganti oleh feses homogen kuning terang dan konsistensinya mirip dengan
selai kacang.
Ikterus Nonatorum
Antara hari kedua sampai kelima kehidupan, sekitar sepertiga dari semua neonatus mengalami
ikterus fisiologi pada BBL. Tingkat bilirubin serum saat lahir biasanya 1.8-2.8 mg/dL. Angka
ini makin meningkat selama beberapa hari berikutnya tetapi sangat bervariasi pada setiap
individu. Di antara hari ketiga dan keempat, bilirubin pada BBL umumnya melebihi 5mg/dL,
yaitu kadar dimana penyakit kuning biasanya terlihat, sebagian besar adalah bilirubin indirek.
Dalam hati bilirubin terikat asam glukuronik dan diekskresi ke dalam empedu. Pada hati
imatur, bilirubin tadi menjadi lebih sedikit sehingga ekskresi ke dalam empedu berkurang.
Dengan metode alternatif, reabsorbsi bilirubin glukoronida secara enzimatik melalui aktivitas
konjugasi usus dalam usus BBL. Efek ini juga tampaknya memberikan kontribusi yang
signifikan untuk hiperbilirubinemia sementara. Pada neonatus yang kurang bulan, ikterik
lebih sering terjadi dan biasanya lebih parah dan berkepanjangan dari pada BBL cukup bulan,
karena tingkat konjugasi hepatik yang lebih rendah. Penigkatan penghancuran eritrosit oleh
semua sebab juga mungkin menyebabkan hiperbilirubinnemia.
Tatalaksana standar dan non invasif pada bayi penderita adalah dengan foto terapi. Dengan
cara ini, bayi menghadap cahaya dengn panjang gelombang tertentu yang dapat diserap
molekul bilirubin. Akibatnya, bilirubin tak terkonjugasi pada kulit diubah menjadi
stereoisomer larut air, yang kemudian diekskresi ke dalam empedu.

Sirkumsisi
Dahulu, hal ini dilakukan sebagai ritual keagamaan. Tetapi saat ini sisrkumsisi memiliki
beberapa manfaat

kesehatan. Kegiatan ini dapat mencegah fimosis, parafimosis,

balanopostitis, dan menurunkan kejadian kanker penis. Risiko terkena kanker leher rahim
juga berkurang jika wanita menikahi pria yang sudah disirkumsisi. Saat ini dianjurkan bahwa
orang tua harus membuat pilihan setelah diberikan informasi yang akurat. Dari tahun ketahun,
61% bayi laki-laki yang baru lahir disirkumsisi. Masalah lainnya adalah siapa yang harus
memberikan layanan ini.
Teknik Pembedahan
Sirkumsisi pada BBL dilakukan hanya pada bayi sehat. Kontraindikasi lain adalah stiap
kelainan genital seperti hipospadia dan riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga. Tujuan
dari sirkumsisi adalah menghilangkan kulit batang dan epitel preputium bagian dalam
sehingga glans penis cukup terbuka dan mencegah fimosis.
Anastesi Sirkumsisi
Berbagai teknik untuk menghilangkan rasa sakit telah dijelaskan, termasuk krim topikal
lidocaine-prilocaine, infiltrasi analgetika lokal, dan blok saraf dorsal penis dan blok cincin.
Blok saraf dorsal penis mwngurangi behavoioural distress dan memodifikasi respond stress
adrenokortikal pada bayi yang baru disirkumsisi. Setelah pemberisihan penis secara tepat,
tahap teknik blok cincin antara lain memberikan lidocaine 1% pada pangkal penis dan
memasukkan jarum dalam sudut 180 disekitar pangkal penis pertama ke satu sisi dan
kemudian ke sisi yang lain untuk mencapai sebuah cincin analgesia melingkar. Dosis
maksimal lidocaine adalah 1mL. Tidak ada senyawa vasoaktif, seperti epinefrin yang boleh
ditambahkan ke analgesik lokal.
Komplikasi Sirkumsisi
Hal yang dapat terjadi adalah risiko pendarahan, infeksi, dan pembentukan hematoma, namun
risiko tersebut rendah. Komplikasi yang tidak biasa mencatat kasus terisolasi antara lain
amputasi glans penis, infeksi HIV1 dan penyakit menular seksual lain, stenosis meatus, penile
denudation, destruksi penis dengan koagulasi elektrosurgical, kista inklusi epidermal dan
fistula uretrokutaneus lanjutan, iskemia akibat penggunaan lidocaine dengan epinefrinn yang
tidak tepat.

Rawat Gabung
Model perawatan ini menempatkan BBL diruangan yang sama dengan ibu, bukan ditempat
perawatan khusu bayi. Secara khusus, rawat gabung ini berasal dari kecenderungan untuk
membuat semua pengasuhan amak sealami mungkin dan memperkuat hubungan ibu dan anak
sejak hari pertama. Dalam 24jam, pada umumnya ibu sudah mampu berjalan. Setelah itu
dengan rawat gabung ibu dapat memberikan perawatan rutin untuk diri sendiri dan bayi. Hal
ini juga bertujuan untuk membekali ibu dalam menjaga penuh bayinya.
Keluar dari RS
Dari tahun ke tahun, rerata lama perawatan pascapartum ibu menurun, dan biasanya, banyak
ibu yang keluar dari RS dalam waktu kurang dari 48jam. Ada beberapa kasus bayi dapat
kembali lagi ke RS oleh karena dehidrasi dan ikterus neonatorum.

Anda mungkin juga menyukai