Anda di halaman 1dari 33

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.

BAB I
PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG
Indonesia adalah negara agraris. Sebagian besar penduduknya bermata
pencaharian dibidang pertanian, tidak bisa dipungkiri manfaat insektisida
sangat luas dalam meningkatkan hasil pertanian. Pemakaian insektisida tidak
hanya dalam bidang pertanian, insektisida juga digunakan di rumah tangga,
sekolah, taman dan lain sebagainya. Dalam bidang medis ternyata insektisida
juga dipakai sebagai gas saraf, obat mata, obat cacing dan lain sebagainya. 1, 2
Sekarang ini terdapat lebih dari 50.000 senyawa insektisida yang
disintesa dan diuji efektivitasnya, hanya sekitar 500 saja yang digunakan. 2
Pestisida di Amerika melebihi 18.000 produk terdaftar dan lebih dari 2 juta
pons digunakan setiap tahunnya. Penggunaan masif tersebut tidak menutup
kemungkinan, lingkungan dan organisme non target dapat terkena dampak
toksin insektisida. Pada penelitian terhadap pekerja di Amerika, angka
kesakitan akibat pestisida sebesar 18 per 100.000 pekerja. Di China, kematian
akibat pestisida mencapai 170.000 kasus pertahun.1
Penelitian di Bagian Penyakit Dalam RS H. Adam Malik, Medan,
ditemukan 104 kasus keracunan akut. Jenis keracunan yang terbanyak adalah
insektisida (51,93%), dengan golongan insektisida yang terbanyak adalah
Organofosfat (31,73%). Kematian ditemukan pada 10 kasus (9,62%). Enam
kasus kematian di antaranya akibat herbisida (5,77%) dan 4 kasus akibat
insektisida (3,85%). Latar belakang keracunan dari 104 penderita terbanyak
adalah bunuh diri (suicide) sebanyak 89 kasus (85,57%). Selebihnya adalah
akibat kecelakaan yang banyak terjadi pada anak-anak.3

1 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F


Sesuai data di atas, kasus keracunan insektisida cukup banyak,
penanganan cepat dan tepat bagi korban hidup sangat menentukan prognosis.
Pada korban meninggal, identifikasi racun insektisida mutlak diperlukan
dalam diagnosa penyebab kematian. Oleh karena itu, perlu penjabaran lebih
lanjut mengenai macam-macam insektisida, toksisitas, penanganan korban
hidup dan pemeriksaan post mortem pada korban meninggal.
Dalam makalah ini akan dijelaskan hal-hal yang berhubungan dari
racun serangga (isektisida) dilihat dari kaca mata ilmu kedokteran forensik.

2 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F

BAB II
TOKSIKOLOGI
A.

DEFINISI
Racun adalah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan
fisiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan
atau mengakibatkan kematian.4
Racun dapat masuk ke dalam tubuh seseorang melalui beberapa cara:

B.

1.

Melalui mulut (peroral/ ingesti).

2.

Melalui saluran pernafasan (inhalasi)

3.

Melalui suntikan (parenteral, injeksi)

4.

Melalui kulit yang sehat/ intak atau kulit yang sakit.

5.

Melalui dubur atau vagina (perektal atau pervaginal).5

KLASIFIKASI RACUN
1

Pestisida.
A.

Insektisida.
Organoklorin.
1. Derivat Chlorinethane: DDT.
2. Derivat Cyclodiene :Thiodane, Endrim, Dieldrine,
Chlordan, Aldrin, Heptachlor, Toxapene.
3. Derivat Hexachlorcyclohexan : Lindan, Myrex.
Organofosfat.
DFP, TEPP, Parathion, Diazinon, Fenthoin, Malathion.
Carbamat.
Carbaryl, Aldicarb, Propaxur, Mobam.

3 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F


Botani.
Nikotin, Rotenon.
B.

Herbisida.
1. Chloropheoxy.
2. Ikatan Dinitrophenal.
3. Ikatan Karbonat : Prepham, Barbave.
4. Ikatan Urea.
5. Ikatan Triasine : Atrazine.
6. Amide: Propanil.
7. Bipyridye.

C.

Fungisida.
1. Caplan.
2. Felpet.
3. Pentachlorphenal.
4. Hexachlorphenal.

D.

Rodentisida.
1. Warfarin.
2. Red Squill.
3. Norbomide.
4. Sodium Fluoroacetate dan Fluoroacetamide.
5. Aepha Naphthyl Thiourea.
6. Strychnine.
7. Pyriminil.
8. Anorganik :
Zinc Phosfat.
Thallium Sulfat.
Phosfor.
Barium Carbamat.

4 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F


Al. Phosfat.
Arsen Trioxyde.
2.

Bahan Industri.

3.

Bahan untuk rumah tangga.

4.

Bahan obat-obatan.

5.

Racun (tanaman dan hewan). 2, 6

Faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan :


1. Cara masuk.
Keracunan paling cepat terjadi jika racun masuk secara inhalasi dan paling
lambat bila melalui kulit yang sehat.
2. Umur.
Untuk beberapa jenis racun tertentu, orang tua dan anak lebih sensitif,
misalnya pada barbiturate.
3. Kondisi tubuh.
Penderita penyakit ginjal umumnya lebih mudah mengalami keracunan.
4. Waktu Pemberian.
Untuk racun yang ditelan, jika ditelan sebelum makan absorbsi terjadi
lebih baik sehingga efek akan timbul lebih cepat.4
Di dalam tubuh mekanisme kerja racun antara lain sebagai racun yang
bekerja lokal, sistemik, maupun yang bekerja secara lokal dan sistemik.
Sebagai racun yang bekerja secara lokal misalnya zat-zat yang bersifat korosif
(lisol, asam dan basa kuat), zat yang bersifat iritan (arsen, HgCl 2), yang
bersifat anestetik (kokain, asam karbol). Racun yang bekerja sistemik
misalnya narkotika yang terutama berpengaruh pada susunan saraf pusat,
digitalis dan asam oksalat yang terutama berpengaruh pada jantung,
karbonmonoksida dan sianida yang terutama berpengaruh pada sistem enzim
pernapasan dalam sel, insektisida golongan chlorinated hydrocarbon dan
golongan fosfor organik terutama berpengaruh pada hati. Sedangkan racun

5 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F


yang bekerja secara lokal dan sistemik misalnya asam oksalat, asam karbol,
arsen, garam Pb.5

BAB III
INSEKTISIDA
A.

DEFINISI
Insektisida adalah racun serangga yang banyak dipakai dalam
pertanian, perkebunan dan dalam rumah tangga. Keracunan insektisida
biasanya terjadi karena kecelakaan dan percobaan bunuh diri, jarang sekali
karena pembunuhan.4

ORGANOFOSFAT

Definisi.
Organofosfat adalah salah satu jenis insektisida yang mengandung
fosfat organic. Zat ini pertama kali disintesis oleh Lassaigne dengan
mereaksikan alkohol dan asam fosfat di Jerman pada awal perang dunia ke II.
Insektisida golongan ini terdiri dari, Tetraethylpyrophosphate, Parathion,
Malathion, Diazinon, Chlorpyrifos. Semua organofosfat efektif untuk
serangga tetapi juga berefek toksik bila tertelan mamalia. Mekanisme
toksisitas berupa blok pada system pseudokolinesterase pada plasma dan
kolinesterase pada darah merah dan sinaps saraf. Pada awalnya organofosfat
yang disintesis sangat toksik untuk manusia dan serangga, contohnya
misalnya tetraethyl pyrophosphate. Tapi kini senyawa yang dipakai relatif
kurang toksik terhadap manusia tapi masih sangat toksik terhadap serangga,
misalnya malathion.1, 2

Struktur Kimia. 2

6 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F

Nama

Struktur

Tetraethylpyrophosphate
(TEPP)

Parathion

Malathion

Sarin

Pemakaian.
Organofosfat digunakan secara luas untuk membasmi berbagai
serangga, baik serangga dalam rumah, di kebun atau persawahan. Beberapa
organofosfat juga dipakai untuk keperluan medis seperti fisostigmin,
endorphium, neostigmin sebagai zat kolinomimetik. Obat-obat ini dipakai
sebagai antidotum toksisitas antikolinergik seperti atropine, antidepresan
trisiklik. Fisostigmin, ekotiopat iodide dan organophosphorus juga berefek
langsung untuk mengobati glaucoma pada mata yaitu untuk mengurangi
tekanan intraokuler pada bola mata.1,2,7

Toksisitas.
Seperti disebutkan diatas mekanisme toksisitas berupa blok pada
system pseudokolinesterase pada plasma dan kolinesterase pada darah merah
dan neuromuscular junction.. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis
asetylcholin menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim dihambat,
mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan dengan reseptor

7 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F


muskarinik yang terdiri dari tiga subtipe yakni : M1 di ganglia dan berbagai
kelenjar, M2 di jantung, M3 di otot polos dan kelenjar. Selain itu peningkatan
asetilkolin juga terjadi pada reseptor nikotinik neuronal, yang terdapat pada
ganglion otonom, adrenal medula dan SSP reseptor nikotinik otot
neuromuscular junction Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala
keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh. Penghambatan ini
bersifat ireversibel karena organofosfat memfosforilasi hidroksi serin pada
bagian aktif asetilkolinesterase dan mengadakan ikatan kovalen yang stabil.2,7

Pada bentuk ini enzim mengalami phosphorylasi.

Organofosfat relatif berdampak kecil terhadap lingkungan karena zat


ini merupakan senyawa organik yang mudah terurai, meskipun begitu dapat

8 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F


memberikan efek-efek akut pada organisme non sasaran seperti pada ternak
atau binatang peliharaan lain.2, 7
5

Gejala klinis toksisitas.


Organofosfat diserap secara cepat melalui kulit, paru, pencernaan dan
membran mukosa lain. Kecepatan penyerapan tergantung dari tempat masuk,
kadar, potensi insektisida, kelarutan dalam lemak dan kecepatan metabolisme.
Gejala akan muncul dalam beberapa jam setelah penelanan dan akan muncul
dengan segera setelah penghirupan. Gejala berupa :

Hipersekresi di semua kelenjar.


Hipersekresi disebabkan hiperaktivitas reseptor muscarinic I yang bekerja
pada kelenjar. Hipersekresi dapat berupa lakrimasi, hipersalivasi,
hipersekresi bronkus, hingga udem paru.

Bradicardia.
Bradicardi disebabkan hiperaktivitas reseptor muscarinic tipe II. Adanya
bradicardi dapat terjadi hipotensi.

Kerja otot polos lebih aktif.


Hal ini berhubungan dengan terpacunya reseptor muscarinic tipe III yang
tedapat pada otot polos. Gejala yang berhubungan berupa diare, sering
buang air kecil, spasme bronkus, muntah, miosis.

Gejala otot.
Gejala otot berhubungan dengan aktivitas reseptor nikotinik, berupa
kelemahan umum, paralisis dan fasikulasi.

Gejala Susunan Saraf Pusat.


Reseptor nikotinik neural bertanggungjawab terhadap terjadinya kejang,
tremor atau depresi susunan saraf pusat berupa hilangnya refleks-refleks.
Untuk memastikan diagnosis klinis kadang diperlukan pemeriksaan

laboratoris. Diagnosis laboratorium keracunan organophospat adalah dengan


mengukur kadar asetilkolinesterase baik dalam plasma atau dalam eritrosit.

9 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F


Pada keracunan ringan kadar asetilkolinesterase yang aktif 20-50 % dari
normal. Pada keracunan moderat kadar asetilkolinesterase yang aktif 10-20 %
dari normal. Pada keracunan berat kadar asetilkolinesterase yang aktif 10 %
dari normal.
Pada kasus keracunan organopospat dari pemeriksaan laboratorium
dapat

juga

ditemukan:

leukositosis

(sebagai

reaksi

stress

tubuh)

hemokonsentrasi (akibat kehilangan cairan), asidosis (akibat anoksia sel),


hiperglikemi, hipokalemia, hipomagnesia (akibat pelepasan katekolamin). 1,2,7
6

Tes lain.
EKG :interval QTc memanjang, elevasi segmen ST, depresi
gelombang T, interval PR memanjang.

Penatalaksanaan.
Kasus keracunan akut merupakan kasus emergensi di unit gawat
darurat rumah sakit. Keberhasilan tindakan tergantung pada kecepatan dan
ketepatan diagnosis penyebab keracunan, derajat keracunan, serta cepat atau
lambatnya korban dibawa ke rumah sakit.
Hendaknya keluarga mengingat atau membawa label zat yang telah
meracuni korban, dengan ini dapat mempersingkat waktu tata laksana.
Pada unit gawat darurat

Periksa keadaan umum pasien.

Sebelum melakukan ABC petugas harus mengamankan diri dari


kontaminasi racun baik secara kontak atau inhalasi.

Lakukan ABC berupa bebaskan jalan nafas, beri bantuan oksigen,


perbaiki sirkulasi.

Bersihkan racun yang masih menempel pada kulit maupun pakaian.

Lakukan dekontaminasi usus dan lakukan bilas lambung. Pemberian


norit perlu dipertimbangkan untuk meminimalisir penyerapan melalui
usus, tetapi harus mengingat risiko dan manfaatnya.

10 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F

Injeksi sulfas atropin intravena, dengan loading dose 2-5 mg untuk


dewasa dan 0.05 mg/ kg BB untuk anak-anak dengan pemberian
minimum 0,1 untuk mencegah reflex bradicardia. Dosis maintenance
dapat diulang setiap 5-10 menit.

Pada toksisitas berat terkadang didapatkan pasien dengan kejang.


Apabila kejang potong kejang dengan diazepam 5 mg iv. Apabila
setelah 5-10 menit kejang belum berhenti ulangi dengan 5 mg lagi.

Terapi penunjang dapat diberikan fresh frozen plasma untuk


mengganti enzim pseudocolinesterase. Selain itu nebulasi berisi
ipratropium bromida juga perlu dipertimbangkan untuk mengurangi
bronkospasme

Lakukan konsultasi dengan ahli toksikologi bila perlu. Selain itu


apabila penyebab keracunan adalah pecobaan bunuh diri perlu konsul
psikiater. 2, 7

B.

KARBAMAT

Definisi & struktur.


Karbamat merupakan ester dari asam karbamat, NH2COOH, yang
belum stabil. Strukturnya secara umum :
O
||
R1NH - C - OR2
Asam karbamat sendiri memiliki gugus nitrogen yang menempel pada
gugus karboksil sehingga dapat dikatakan amida. Oleh karena itu, ester
karbamat mungkin memiliki gugus pengganti alkil atau aril pada nitrogen (R1
atau R2) atau pada fungsi amida.8

Penggunaan.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa karbamat seringkali digunakan
sebagai :

11 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F

Insektisida pada karbamat dengan R1 adalah gugus metil.

Herbisida pada karbamat dengan R1 merupakan aromatik atau alifatik.

Fungisida pada karbamat dengan R1 adalah benzimidazole.9

Toksisitas.
Karbamat merupakan insektisida yang efektif mengacu pada
kemampuannya dalam menghambat asetilkolinesterase (AChE) pada sistem
saraf. Karbamilasi enzim tersebut tidak stabil dan regenerasi AChE relatif
cepat dibandingkan dengan enzim terfosforilasi. Karbamat tidak lebih
berbahaya efeknya pada manusia dari pada organofosfat. Rasio antara dosis
yang menyebabkan kematian dan dosis yang menimbulkan gejala minimal
keracunan jelas lebih besar pada karbamat dari pada organofosfat.10 Karbamat
mempunyai efek toksik yang tinggi, yang mempengaruhi semua hewan tak
terkecuali manusia. Berikut manifestasi dari efek toksik karbamat :

Keracunan kulit akut dengan derajat ringan-sedang, kecuali pada


aldicarb derajat berat; hiperpigmentasi.

Iritasi mata sedang.

Pada sistem hemopoetik.

Degenerasi hati dan ginjal.

Degenerasi testis : abnormalitas sperma.

Gangguan sistem endokrin.

Manifestasi nikotinik : fasikulasi otot pada diafragma, takikardi

Manifestasi muskarinik : peningkatan sekresi bronkial, keringat,


salivasi, dan lakrimasi, bronkokonstriksi, pinpoint pupil, diare, muntah
dan bradikardi.

Manifestasi sistem saraf pusat : cemas, sakit kepala, pusing, kejang


dan koma, depresi nafas. 9
Karbamat yang erat kaitannya dengan insektisida ada berbagai macam.

Namun yang kerap kita dengar yaitu karbaril, karbofuran dan propoxur.

12 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F

Berikut penjelasan mengenai ketiganya :


a. Karbaril (Sevin).
Karbaril (1-naphthyl methylcarbamat) berwujud kristal padat
putih. Sering kali digunakan pada bidang agrikultur dan kehutanan.
Sindrom klinis yang terjadi pada intoksikasi kronik yaitu miastenia,
inkoordinasi, ataksia, tremor, kontraksi kronik otot yang menuju paralisis
otot, dan kematian. Lesinya terkonsentrasi pada sistem saraf pusat dan otot
skeletal. Selain itu dapat menyebabkan edema sedang hingga berat pada
cerebellum, medula oblongata dan medulla spinalis bagian atas yang
didahului dengan edema vasogenik (Smalley et al., 1969). Pemulihan
spontan dari efek dosis sublethal terjadi sekitar 8 jam kemudian
(Carpenter et al., 1961).
Oral LD50 :

250 mg/ kg -850 mg/ kg pada tikus.

100 mg/ kg -650 mg/ kg pada mencit 9, 11

b. Karbofuran (Furadan, Curater).


Merupakan insektisida sistemik dengan nama kimia 2,3 -dihydro2,2 dimethyl-7- benzofuranyl methylcarbamate.
Oral LD50 :
Tikus 8-14 mg/kg ; anjing 19 mg/ kg. 12
c. Propoxur (Baygon, Unden).
Strukturnya secara umum :

13 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F

Propoxur berupa kristalin putih bubuk yang memiliki aroma khas


dan titik lebur 86-91.5 oC. Senyawanya tidak terakumulasi di jaringan.
Merupakan insektisida non-sistemik yang biasa digunakan untuk
membasmi nyamuk pada area terbuka, lalat pada area agrikultur, kutu
pada hewan piaraan dan kecoa. Dapat diserap tubuh melalui proses
pernafasan, pencernaan maupun kontak kulit. Keracunan akut dapat
menimbulkan

mual,

muntah,

kram

perut,

berkeringat,

salivasi,

ketidakseimbangan, lemah, mata kabur, sulit bernafas, hipertensi dan


inkontinensia. Keracunan kronik membawa dampak yang sama seperti
pada keracunan akut namun lebih lama dan berulang.
Oral LD50 :

pada tikus jantan 116.0 mg/ kg.

pada tikus betina 95.0 mg/ kg.

Kontak kulit LD50 :

pada tikus betina maupun jantan > 2400 mg/ kg.13

ORGANOKLORIN

a.

DDT

1.

Definisi.
DDT (1,1,1 triichloro -2,2 bis (p-chlorophenyl) ethane) adalah
insektisida golongan organoklorin yang dulu digunakan secara luas untuk
mengontrol pertumbuhan serangga yang mengganggu pertanian dan serangga
yang membawa penyakit seperti malaria dan tifus.14

14 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F


2.

Struktur Kimia.

DDT
DDT adalah campuran dari 3 bentuk yaitu p,p DDT (85%), o,p DDT
(15%), dan o,o DDT (sisanya). DDT juga mengandung DDD (1,1-dichloro2,2-bis

(p-chlorophenyl)

ethane)

dan

DDE (1,1-dichloro-2,2-bis

(p-

chlorophenyl) ethylene) sebagai kontaminan. DDT adalah bubuk putih


amorfous yang meleleh pada suhu 80-94 celcius. 14
3.

Penggunaan.
DDT digunakan sebagai insektisida terutama dalam bidang agrikultur
untuk membasmi hama tanaman dan tungau. Dapat juga digunakan untuk
mengeliminasi vector malaria dan tifus. DDD digunakan dalam pengobatan
kanker kelenjar adrenal. Sedangkan DDE tidak memliki kegunaan komersial.
DDT yang beredar di pasaran antara lain: Genitox, Anofex, Detoxan,
Dicophane, Pentachlorine dan Gesarol.14

4.

Toksisitas.

Efek kardiovaskular yang pernah didokumentasikan adalah takikardi yang


terjadi pada dosis 5,1-120,5 mg/ kg.

Paparan DDT pada manusia dapat menghambat kerja enzim hepar.

DDT dapat menurunkan produksi sel NK (Natural Killer/ fagosit).

Sistem Saraf.

Paparan 6 mg/ kg DDT menyebabkan peningkatan aktivitas keringat,


mual dan nyeri kepala.

Paparan 16 mg/ kg DDT menyebabkan kejang.14

15 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F


5.

Penatalaksanaan.
Penanganan pada kondisi gawat darurat

Jaga kondisi jalan napas, aliran napas dan sirkulasi.

Monitor tanda vital.

Kontrol kejang dengan obat yang sesuai.

Monitor tekanan darah dan ECG.

Kontrol aritmia jantung dengan obat yang sesuai.

Monitor keseimbangan asam basa.

Jika telah terjadi muntah spontan, monitor fungsi respirasi dan


waspada.

Terhadap kemungkinan aspirasi pulmoner.

Dekontaminasi dengan menggunakan air, lakukan bilas lambung dan berikan


arang.15
b.

LINDANE

1.

Definisi.
Lindane termasuk golongan insektisida jenis organoklorin spectrum
luas yang juga dikenal sebagai Gamma Hexaxhlorocyclohexane atau Benzene
hexachloride. Sebagai preparat farmasi, lindane berguna sebagai insektisida,
larvasida dan acarisida.16

2.

Struktur Kimia.

Lindane

16 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F


3.

Penggunaan.

Pada pengobatan scabies, digunakan secara topical pada konsentrasi 1 %.

Pengontrolan vector penyakit termasuk nyamuk.

Perawatan benih tanaman dan tanah.

Perlindungan kayu.

Untuk penggunaannya dalam pengobatan skabies dan tungau, hal-hal yang


perlu diperhatikan :

Kontraindikasi pada bayi premature, pasien lanjut usia, pasien dengan


kulit rusak, psoriasis, dll, dan digunakan secara hati-hati pada anakanak dan pasien dengan berat badan kurang dari 50 kg.

Efek samping :
1. Timbul bercak di kulit.
2. Rasa gatal atau terbakar.
3. Kulit kering.
4. Rasa tebal atau kesemutan.
5. Rambut rontok.16

3.

Toksisitas.

Lindane dapat menyebabkan rhabdomyolisis pada otot lurik. Pada dosis


tinggi, lindane juga dapat menyebabkan Disseminated Intrvascular
Coagulation (DIC).

Di sistem saraf, lindane berinteraksi dengan komplek reseptor klorida GABA -A pada tempat pengikatan pikrotoksin.

Pada hati, lindane menurunkan kapasitas oksidasi hati dan mengganggu


metabolism gluthation. Kerusakan hati juga dimungkinkan oleh adanya
peningkatan metabolisme lemak.

Dosis letal pada dewasa sebesar 10-30 mg. Dosis 1,6 dan 45 g dapat
menyebabkan kejang pada anak kecil dan dewasa. Kematian dapat terjadi
akibat dosis serum lindane mencapai 1,3 mcg/ ml. Konsentrasi serum

17 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F


lindane mencapai 0,6 mg dapat menyebabkan kejang, asidosis, kelemahan
otot, mioglobinuri, gagal ginjal akut, dan hipertensi.

Pada anak-anak, penghirupan dengan dosis 150-450 mg dapat


menyebabkan nyeri kepala, pusing, mual, letargi dan kejang.

Efek sistemik dari lindane:


1.

Kardiovaskular :> kejang protraksi yang akan diikuti oleh kolaps dan
henti jantung.

2.

Pernapasan :> depresi pernapasan akibat kejang protraksi dan


pneumonitis bronchoaspirasi.

3.

Sistem saraf pusat :> kejang, bingung, tidak sadar, koma.

4.

Sistem saraf perifer :> parestesi, hiperrefleksi, rasa tebal pada


ekstremitas.

4.

5.

Gastrointestinal :> mual, muntah dan diare.

6.

Sistem urinarius :> insufisiensi ginjal akibat rhabdomyolisis.

7.

Endrocin :> dapat mengakibatkan abortus.

8.

Kulit :> iritasi pada kulit.

9.

Mata, telinga, hidung :> dapat terjadi iritasi.16

Penatalaksanaan.

Dalam kasus ingesti, jangan rangsang muntah dan jangan berikan


susu, lemak atau minyak lewat mulut.

Buka dan pertahankan setidaknya satu jalur intravena.

Kontrol kejangnya.

Berikan arang.

Pertahankan jalan napas.

Monitor CPK dan mioglobinuri.

Hindari pemberian atropine dan adrenalin jika terjadi perubahan pada


gambaran ECG.16

c.

ENDOSULFAN

18 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F


1.

Definisi.
Endosulfan adalah insektisida yang biasa digunakan untuk mengontrol
serangga pada tanaman pangan seperti padi-padian, teh, buah-buahan dan
sayuran serta juga pada tanaman non pangan seperti kapas dan kopi.
Endosulfan biasanya berbentuk padat berwarna krem hingga coklat dan
memiliki bau yang khas mirip dengan turpentine.17

2.

Struktur Kimia.

Endosulfan
Endosulfan terdiri dari dua isomer murni yaitu -endosulfan dan endosulfan dengan ratio perbandingan sebesar 7:3. Dalam kandungan
endosulfan juga terdapat 2 % endosulfan alkohol dan 1 % endosulfan eter.17
3.

Penggunaan.
Endosulfan biasa digunakan untuk mengontrol pertumbuhan serangga
pada tanaman pangan seperti teh, padi-padian, buah-buahan (strawberry, pir,
anggur) tomat, pada tanaman non pangan seperti kopi, kapas dan alfalfa.
Endosulfan juga digunakan sebagai pengawet untuk kayu. Endosulfan yang
beredar di pasaran antara lain : Thiodan, Thionex, Thifor, Cyclodan dan
Endocide.17

Toksisitas.

Pada sistem kardiovaskular, ingesti endosulfan menyebabkan takikardi,


hipertansi, dan diikuti dengan syok kardiogenik.

Pada hati, penghirupan endosulfan dapat menyebabkan peningkatan serum


alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat aminotransferase (AST).

19 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F


Peningkatan ini diikuti oleh gagal ginjal akut, DIC, trombus pada aorta
dan arteri pulmonalis serta syok kardiogenik.

Ingesti endosulfan pada dosis letal menyebabkan perdarahan medula


ginjal, diikuti dengan gagal ginjal akut.

Ingesti

endosulfan

juga

mengakibatkan

asidosis

metabolik

dan

hiperglikemia.

Pada sistem saraf, ingesti endosulfan dapat menyebabkan hiperaktivitas,


salivasi, tremor, penurunan frekuensi pernafasan, dyspnea, kejang tonikklonik.17

5.

Penatalaksanaan.
1. Penanganan pada keadaan gawat darurat :

Jaga kondisi jalan napas, aliran napas dan sirkulasi.

Monitor tanda vital.

Buka dan pertahankan minimal satu rute intravena.

Berikan cairan bila perlu.

Untuk mengontrol kejang berikan Clonazepam IV atau Diazepam IV


per rectal.

2.

Lanjutkan dengan Sodium valproat atau phenytoin..

Monitor tekanan darah dan lakukan ECG.

Dekontaminasi dengan cara irigasi menggunakan air terhadap bagian


tubuh yang terkena endosulfan.

3.

Conazepam atau diazepam adalah obat pilihan pertama, namun barbiturat


juga cukup efektif. Disuntikkan secara perlahan melalui intravena atau
intramuskular.18

BOTANI 7

NIKOTIN

1.

Definisi.

20 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F


Diperoleh dari daun kering Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustika.
Nikotin diabsorsi dengan cepat dari permukaan mukosa Alkaloid bebas tetapi
bukan garam yang diabsorsi dari kulit. Nikotin bereaksi dengan reseptor
asetilkolin dari membrane paskasinaptik (ganglia simpatis dan para simpatis,
sambungan syaraf otot) yang menyebabkan depolarisasi membrane.
2.

Toksisitas.
Menyebabkan perangsangan dengan cepat yang diikuti oleh hambatan
transmisi.

3.

Penatalaksanaan.
Langsung ditujukan pada mempertahankan tanda-tanda vital dan
penekanan kejang.

PYRETHRUM

1.

Definisi.
Terdiri 6 ester insektisida yang diketahui yaitu Piretin I dan Jasmolin
II. Piretroid sintetik merupakan sekitar 30 % insektisida yang digunakan di
seluruh dunia (Echobichon, 1991). Piretrum dapat diabsorbsi setelah di
inhalasi atau di telan, sedangkan absorbsi melalui kulit tidak berarti. Esterester di biotransformasi secara ektensif. Insektisida piretrum tidak
menimbulkan efek toksik yang tinggi pada mamalian. Jika absorbsi dalam
jumlah yang cukup maka, jumlah efektoksik utamanya adalah pada susunan
saraf pusat.

3.

Toksisitas.
Eksitasi, konvulsi, paralisis tetanik yang dapat terjadi dengan
mekanisme Natrium yang mirip dengan DTT.

4.

Penatalaksanaan.
Dilakukan dengan pemberian anti konvulsi.

ROTENON

1.

Definisi.

21 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F


Diperoleh dari Derriselliptica, Derris mallaccensis, Loncho carpus
utilis dan Loncho carpus uruca.
2.

Toksisitas.
Kerusakan yang paling sering dilaporkan pada manusia ditimbulkan
oleh sifat alenergik zat ini. Khususnya kontak dermatitis. Parestesi kulit telah
dilaporkan pada pekerjaan yang menggunakan piretroid sintetik semprotan.
Pemaparan yang berat pada piretroid sintetik akibat kerja di Cina
menimbulkan efek-efek yang jelas pada sistim saraf pusat, termasuk konvulsi
(echobicon 1991). Gejala Keracunan: Konjungtivitis, dermatitis, faringitis,
rhinitis, iritasi saluran cerna.

3.

Penatalaksanaan.
Hanya bersifat simptomatik.

22 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F

BAB IV
PEMERIKSAAN FORENSIK

A.

PEMERIKSAAN POST MORTEM


Kematian karena insektisida biasanya terjadi karena kecelakaan atau
percobaan bunuh diri, jarang sekali karena pembunuhan. Korban mati akibat
keracunan umumnya dapat dibagi menjadi dua golongan, yang sejak semula
sudah dicurigai kematian diakibatkan oleh keracunan, dan kasus yang sampai
saat

sebelum

diautopsi

dilakukan,

belum

ada kecurigaan

terhadap

kemungkinan keracunan. Harus dipikirkan kemungkinan kematian akibat


keracunan bila pada pemeriksaan setempat terdapat kecurigaan akan
keracunan, bila pada autopsi ditemukan kelainan yang lazim ditemukan pada
keracunan dengan zat tertentu, misalnya didapatkan bau minyak tanah pada
keracunan insektisida, serta bila pada autopsi tidak ditemukan penyebab
kematian.4
Dalam menangani kasus kematian yang diduga akibat keracunan
dalam hal ini insektisida, perlu dilakukan pemeriksaan yang penting, yaitu
pemeriksaan di tempat kejadian, pemeriksaan luar dan dalam, serta analisa
toksikologik.4
Informasi dari tempat kejadian yang penting misalnya, apakah terdapat
larutan insektisida di sekitar korban, yang mungkin bisa membantu
mengidentifikasi jenis insektisida penyebab kematian. Bila terdapat muntahan,
bagaimanakah baunya. Apakah terdapat gelas atau alat minum lain, atau surat
perpisahan/.peninggalan jika merupakan kasus bunuh diri. Informasi tentang
insektisida yang biasa digunakan di rumah ataupun di tempat dimana korban
bekerja juga perlu dikumpulkan.4

23 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F


Pemeriksa tidak diperkenankan merokok, mempergunakan banyak air,
menggunakan desinfektan atau air freshner untuk mengurangi bau, dan bahanbahan kimia yang dapat mengganggu penafsiran.5
Menentukan sebab kematian karena keracunan insektisida, pada
dasarnya dapat dilakukan, bilamana kriteria untuk itu terpenuhi. Adapun
kriteria diagnostik pada keracunan
1.

Anamnesa kontak antara korban dengan racun, dalam hal ini


insektisida.

2.

Adanya tanda-tanda serta gejala yang sesuai dengan tanda dan gejala
dari keracunan insektisida yang diduga.

3.

Dari sisa benda bukti, harus dapat dibuktikan bahwa bukti tersebut
memang insektisida yang dimaksud.

4.

Dari bedah mayat dapat ditemukan adanya perubahan atau kelainan


yang sesuai dengan keracunan dari insektisida yang diduga, serta dari
bedah mayat tidak dapat ditemukan adanya penyebab kematian lain.

5.

Analisa kimia atau pemeriksaan toksikologik, harus dapat dibuktikan


adanya insektisida serta metabolitnya, dalam tubuh atau cairan tubuh
korban secara sistemik. dari lima kriteria tersebut di atas, maka kriteria
ke-4 dan ke-5 adalah yang terpenting dan tidak boleh tidak, harus
dikerjakan.5

B.

PEMERIKSAAN LUAR DAN DALAM


Secara umum, keracunan insektisida dapat menyebabkan depresi pada
pusat pernafasan. Sehingga pada korban mati karena keracunan insektisida
dapat ditemukan tanda-tanda asfiksia.4
Pada pemeriksaan luar, terutama pada kasus-kasus yang dicurigai
kemungkinan kematian karena keracunan, yang pertama kali harus
diperhatikan oleh pemeriksa adalah bau. Dari bau yang tercium dapat

24 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F


diperoleh petunjuk, racun apa kiranya yang ditelan korban. Maka tiap kasus
keracunan, pemeriksa harus selalu memperhatikan bau yang tercium dari
pakaian, lubang hidung, dan mulut, serta rongga badan.4
Pemeriksa harus menekan dada mayat dan menentukan apakah ada
suatu bau tidak biasa yang keluar dari lubang-lubang hidung dan mulut. Bila
pemeriksa sebelumnya telah melakukan otopsi atas mayat lain atau berada di
kamar autopsi untuk sekian waktu, maka hendaknya ia keluar dari kamar
otopsi, menghirup udara segar untuk beberapa menit supaya daya tangkap bau
menjadi tajam kembali. Bau yang terdeteksi pada keracunan organofosfat atau
carbamat adalah adanya bau seperti minyak tanah (merupakan pelarut untuk
insektisida) atau seperti terpentin atau xylol. Sedangkan bau asli organofosfat
seperti bawang putih.4, 19
Pada pakaian korban, dapat ditemukan bercak-bercak yang disebabkan
oleh tercecernya racun yang ditelan, atau oleh muntahan. Penyebaran
(distribusi) bercak perlu diperhatikan, karena dari penyebaran itu kadangkadang dapat diperoleh petunjuk tentang intensi/ kemauan korban, yaitu
apakah racun itu ditelan atas kemauannya sendiri (bunuh diri) atau dipaksa
(pembunuhan). Dalam hal korban dipegangi dan dicocoki secara paksa, maka
bercak-bercak akan tersebar pada daerah yang luas. Pada bunuh diri
didapatkan bercak beraturan pada bagian tengah dari atas ke bawah.
Sedangkan pada kecelakaan bercak pada pakaian tidaklah khas. Selain itu
pada pakaian mungkin melekat bau racun.4, 5
Sesuai dengan cara kerja senyawa organofosfat dan carbamat pada
myoneural junction dan sinaps ganglion, maka pemeriksaan post mortem pada
korban keracunan senyawa organofosfat dan carbamat secara umum akan
ditemukan inflamasi pada traktus GI disertai perdarahan petekie dan tandatanda asfiksia (seperti sianosis, kongesti vena, dan udem paru).19
Pada pemeriksaan dalam, beberapa ahli menganjurkan pada setiap
kasus keracunan untuk membuka pertama-tama rongga tengkorak terlebih

25 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F


dahulu dan menentukan bau tidak biasa yang keluar dari jaringan otak,
sebelum bau itu tersamarkan oleh bau viscera yang lazim tercium pada
pembukaan rongga-rongga perut dan dada.4
Pada korban keracunan insektisida jenis organofosfat dan carbamat,
akan ditemukan darah lebih gelap dan kongesti organ. Selain itu pada lipatan
mukosa lambung mengalami kemerahan, namun tidak terjadi iritasi.
Sedangkan duodenum dan yeyenum selain kemerahan juga akan mengalami
iritasi disertai sekresi mucosa yang berlebihan. Dapat juga ditemukan
perlunakan otak, oedem paru, paru terisi material yang terjadi akibat aspirasi
muntahan. Hepar berwarna kuning lemon atau kuning abu-abu dengan disertai
bintik-bintik degenerasi lemak. Beberapa kasus ditemukan hepar kuning
homogen dengan tepi berwarna lebih gelap. Pada kasus yang lain ditemukan
hepar mengeras.
Selain hepar, organ-organ viscera lain juga akan berwarna keabuan
karena degenerasi/ ikterus. Dilaporkan satu kasus degenerasi lemak pada
dengan perdarahan kecil purpura ditemukan pada serosa dan sub mukosa
organ dan jaringan ikat longgar seperti mediastinum dan jaringan periaorta.
Pada keracunan yang disebabkan oleh kebanyakan insektisida jenis
organochlorin, didapatkan warna kulit menjadi kuning. Terjadi nekrosis hepar
di sekitar vena sentralis. Untuk jenis DDT, juga terjadi degenerasi
parenkimatosa pada ginjal dan viscera lain, dan peribronchial pneumonia.5, 19
Pada keracunan yang disebabkan oleh nikotin, dapat ditemukan
kongesti pada lambung dan usus. Darah menjadi berwarna gelap dan encer.
Bau tembakau mungkin dapat tercium.19

26 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F

C.

PEMERIKSAAN TAMBAHAN
Pemeriksaan tambahan yang perlu ditambahkan diantaranya adalah
pemeriksaan histopatologi dari jaringan terutama hepar dan tentunya
pemeriksaan analisa toksikologi.
Prinsip pengambilan sampel untuk pemeriksaan analisa toksikologi
pada kasus keracunan adalah diambil sebanyak-banyaknya setelah kita
sisihkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan histopatologik. Tidak jarang
seorang dokter mengirimkan bahan yang salah atau dalam jumlah yang
terlampau sedikit. Dengan demikian jelas bahwa ahli toksikologi tidak dapat
memenuhi permintaan dokter tersebut.5
Pada semua kasus, bahan tersebutdi bawah ini perlu diambil.
Sekalipun dokter yang melakukan autopsi sudah memperoleh petunjuk kuat
bahwa ia sedang menghadapi suatu jenis racun, hendaknya ia tetap mengambil
bahan-bahan secara lengkap. Secara umum, sampel yang harus diambil
adalah:
1.

Lambung dengan isinya,


Karena pentingnya pemeriksaan labung dengan isinya pada kasus
toksikologik, maka pada kasus-kasus non-toksikologik, hendaknya
pembukaan lambung ditunda sampai saat akhir autopsi atau sampai
pemeriksa telah menemukan penyebab kematian. Hal ini penting
karena umumnya pemeriksa baru teringat pada keracunan setelah pada
akhir autopsi ia tidak dapat menemukan penyebab kematian,

2.

Seluruh usus dengan isinya dengan membuat sekat dengan ikatanikatan pada usus,

3.

Darah, yang berasal dari sentral (jantung) dan yang berasal dari perifer
(v. jugularis, a. femoralis, dsb.), masing-masing 50 ml, dan dibagi 2,
yang satu diberi pengawet (NaF 1%), yang lain tidak diberi bahan
pengawet,

27 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F


4.

Hati, sebagai tempat detoksifikasi, tidak boleh dilupakan, hati yang


diambil sebanyak 500 gram,

5.

Ginjal, diambil keduanya, yaitu bila urin tidak tersedia,

6.

Urin diambil seluruhnya, penting oleh karena pada umumnya racun


akan diekskresikan melalui urine,

7.

Empedu, sama halnya dengan urine, diambil oleh karena tempat


ekskresi pelbagai racun.4, 5
Jumlah bahan pengawet untuk sampel padat, minimal 2 x volume

sampel tersebut, bahan pengawet yang dianjurkan :

Alkohol absolut.

Larutan garam jenuh (untuk Indonesia paling ideal).

Natrium fluoride 1 %.

Natrium fluoride + natrium sitrat (75 mg + 50 mg, untuk setiap 10 ml


sampel).

Natrium benzoat dan phenyl mercuric nitrate.


Alcohol dan larutan garam jenuh untuk sample padat atau organ,

sedangkan NaF 1 % dan campuran NaF dengan Na sitrat untuk sample cair,
sedangkan natrium benzoat dan mercuric nitrate khusus

untuk pengawet

urine.5
Hal Yang Perlu Diperhatikan :

Tiap sample ditaruh dalam satu kemasan yang terpisah.

Penyegelan dilakukan oleh penyidik, dokter sebagai saksi.

Permintaan pemeriksaan dibuat oleh penyidik, dokter menyertakan


laporan singkat serta racun yang diduga sebagai penyebab kematian.

Setiap pengiriman harus ditandai dengan pengiriman contoh bahan


pengawet, yaitu untuk kontrol.

Dokter bertugas untuk mengambilkan sampel dan memasukkannya


pada masing-masing kemasan.

28 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F

Pengambilan sampel untuk pemeriksaan toksikologi harus dilakukan


sebelum tubuh korban diawetkan (embalming), oleh karena dengan
embalming, banyak racun yang akan rusak dan derngan deteksinya
tidak menjadi tidak memungkinkan.

Dalam hal dimana korban masih hidup, maka alkohol tidak


diperkenankan sebagai desinfektan, sewaktu dokter mengambil darah
korban, sebagai penggantinya dapat digunakan sublimat 1 : 1000 atau
mercury-chloride 1 %.5
Pada keracunan insektisida jenis organophosphat mungkin diperlukan

pemeriksaan kadar asetilkolinesterase (AChE) dalam darah. Penentuan kadar


AChE dalam darah dan plasma dapat dilakukan dengan cara tintometer
(Edson) dan cara paper-strip (Acholest).
Cara Edson

: berdasarkan perubahan pH darah.

AChE
ACh

kolin + asam asetat


Ambil darah korban dan tambahkan indikator brom-timol-biru,

diamkan beberapa saat maka akan terjadi perubahan warna. Bandingkan


warna yang timbul dengan warna standar pada comparator disc (cakram
pembanding) maka dapat ditentukan kadar AChE dalam darah.
% aktifitas AChE dalam darah
75 % 100 % dari normal
50 % 75 % dari normal
25 % 50 % dari normal
0 % 25 % dari normal

Interpretasi
Tidak ada keracunan
Keracunan ringan
Keracunan
Keracunan berat

Cara Acholest :

29 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F


Ambil serum darah korban dan teteskan pada kertas Acholest
bersamaan dengan kontrol serum darah normal. Pada kertas Acholest sudah
terdapat ACh dan indikator.
Waktu perubahan warna pada kertas tersebut dicatat. Perubahan warna
harus sama dengan perubahan warna pembanding (serum normal) yaitu warna
kuning telur.2

30 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F

KESIMPULAN
Insektisida merupakan racun serangga yang banyak dipakai dalam pertanian,
perkebunan dan rumah tangga. Banyaknya penggunaan insektisida, disertai
juga dengan banyaknya keluhan yang timbul. Efeknya pada manusia
bervariasi, tergantung jenis dan kadar yang masuk ke dalam tubuh. Selain
karena kecelakaan, keracunan insektisida juga dapat terjadi karena percobaan
bunuh diri atau karena pembunuhan.
Insektisida

terdiri

dari

golongan,

yaitu

organofosfat,

carbamat,

organochlorin, dan botani.


Pada pemeriksaan luar dan dalam korban mati karena keracunan insektisida,
tidak didapatkan tanda yang khas. Kelainan yang dapat ditemukan antar lain
tanda tanda asfixia dan bau seperti minyak tanah yang dapat terdeteksi pada
keracunan organofosfat atau carbamat. Pada keracunan yang disebabkan oleh
kebanyakan insektisida jenis organochlorin, didapatkan warna kulit menjadi
kuning. Sedangkan jika penyebabnya adalah nikotin, dapat ditemukan
kongesti pada lambung dan usus, dan bau tembakau mungkin dapat tercium.
Keracunan organophosphat mungkin memerlukan pemeriksaan kadar
asetilkolinesterase (AChE) dalam darah.
Pengetahuan mengenai insektisida mutlak diperlukan oleh seorang dokter,
baik dokter spesialis forensik maupun dokter umum, karena sangat membantu
dalam pelaksanaan dan pembuatan visum dan autopsi.

31 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F

DAFTAR PUSTAKA
1. Nishijima KD. Excerpt from Toxicity, Organophosphate and Carbamate [Cited
2006 November 18]. URL: http://www.emedicine.com/emerg/byname/toxicityorganophosphate-and-carbamate.htm
2. Darmono. Toksisitas organofosfat. URL: www.Geocities.com/kul-farm/farmforensik/pestisida.doc.hasil pertanian.Toksisitas
3. Zein U, Purba A, Ginting Y, Bachtiar PD. Beberapa aspek keracunan di bagian
penyakit

dalam

rumah

sakit

h.

adam

malik,

medan.

URL:

http://www.tempo.co.id/medika/arsip/052002/art-2.htm
4. Bagian kedokteran forensik FKUI. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Universitas
Indonesia, 1997
5. Idries AM. Pedoman ilmu kedokteran forensik edisi pertama. Jakarta: Binarupa
Aksara, 1997
6. Santoso

J.

Forensic

paper.

Available

from

URL:

HYPERLINK

http://forpapjs.blogspot.com/2005/06/forensic-paper.html
7. Katzung BG. Toksikologi kerja dan lingkungan dalam farmakologi dasar dan
klinik, edisi IV. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995.
8. Anonymous. Wikipedia : Carbamate [Cited 2006 November 18]. URL :
http://en.wikipedia.org/wiki/carbamate
9. Anonymous. Carbamate Pesticides : a General Introduction [Cited 2006
November 18]. URL : http://www.inchem.org/documents/ehc/ehc/ehc64.htm
10. Harms J, Wilson C, Everson R. Organophosphate and Carbamate Insecticide
Poisoning

[Cited

2006

November

18].

URL

http://www.addl.purdue.edu/newsletters/1998/summer.organos.html
11. Anonymous. Wikipedia : Carbaryl [Cited 2006 November 18]. URL :
http://en.wikipedia.org/wiki/carbaryl.

32 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Pembimbing: Prof. dr. H. AMAR SINGH, Sp.F


12. Anonymous. Wikipedia : Carbofuran [Cited 2006 November 18]. URL :
http://en.wikipedia/org/wiki/carbofuran
13. Anonymous. Wikipedia : Propoxur [Cited 2006 November 18]. URL :
http://en.wikipedia/org/wiki/propoxur
14. Anonymous.

DDT

[Cited

2006

November

12].

URL

November

20].

URL

http://www.atsdr.cdc.gov/toxprofiles/tp35.pdf
15. Anonymous.

DDT

[Cited

2006

http://www.inchem.org/documents/pims/chemical/pim127.htm
16. Anonymous. Lindane.

[Cited 2006 November 12]. URL : http://www.

Nlm.nih.gov/medlineplus/druginfo/medmaster/a682651.htm
17. Anonymous.

Endosulfan.

[Cited

2006

November

12].

URL

November

20].

URL

http://www.atsdr.cdc.gov/toxprofiles/tp41.pdf
18. Anonymous.

Endosulfan.

[Cited

2006

http//www.inchem.org/documents/pims/chemical/pim576.htm
19. Gonzales TA, Vance M, Helpern M, Umberger CJ. Legal medicine pathology and
toxicology second edition. New york: Appleton-century-crofts, Inc, 1954

33 KERACUNAN INSEKTISIDA (RACUN SERANGGA)


dr. JIMS FERDINAN

Anda mungkin juga menyukai