PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Demam dengue adalah wabah infeksi virus paling cepat menyebar yang di
sebarkan oleh nyamuk Aedes dan menjadi perhatian dalam departemen kesehatan
masyarakat pada lebih dari 100 negara tropis dan subtropics di Timur Laut Asia,
Pasifik Barat dan Selatan, serta
masyarakat dunia terancam oleh demam dengue dan bentuk yang lebih parahdengue hemorrhagic fever (DHF) atau dengue shock syndrome (DSS). Lebih dari
75% dari pasien ini, atau sampai dengan 1.8 miliar, hidup di daerah Timur Laut
Asia. Ketika penyakit ini menyebar ke daerah geografik yang baru, frekuensi
wabah meningkat bersamaan dengan perubahan epidemiologinya. Diperkirakan
50 miliar kasus demam dengue timbul pada saat-saat tertentu dan setengah miliar
penderita DHF harus masuk rumah sakit tiap tahunnya, dan jumlah yang sangat
luar biasa ( mencapai 90%) merupakan pasien anak dengan usia kurang dari 5
tahun. Kira-kira 2.5% yang terinfeksi dengue, meninggal karena penyakit ini.
(Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Hemorrhagic Fever, WHO 2011)
Pada awal abad ke 20, epidemic demam dengue biasa terjadi di Amerika,
Eropa, Australia, dan Asia. Namun kini demam dengue telah menjadi endemic di
Asia Tropis, Africa Tropis, Carribbean, Amerika Tengah dan Selatan. Menurut
World Health Organization, jumlah kasus demam dengue dan dengue hemorrhagic
fever yang biasanya terjadi di seluruh dunia berkisar antara 50-100miliar.
Diperkirakan 2000 kematian karena kasus ini dikarenakan komplikasinya. Wabah
Demam Dengue ini pertama kali muncul di Pakistan dan tercatat pada tahun 19941995 di Karachi. Setelah itu, wabah yang berbeda tercatat terjadi di daerah lain di
Pakistan khususnya Karachi dan Lahore. Meski anak-anak adalah grup utama
yang biasanya terinfeksi oleh penyakit ini, namun data tentang penyakit ini yang
menginfeksi anak-anak di Asia Selatan sangat sedikit. (Dengue Fever Outbreak
2011: Clinical Profile of Children Presenting at Madina teaching Hospital
Faisalabad, WHO 2011)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demam
dengue/DF dan
demam berdarah
dengue/DBD
(dengue
Kapasitas Vektor
3
2.5 Epidemiologi
Di Indonesia, demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dicurigai di
Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun
1970. Di Jakarta, kasus pertama di laporkan pada tahun 1968. Sejak
dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968 terjadi
kecenderungan peningkatan insiden. Sejak tahun 1994, seluruh propinsi di
Indonesia telah melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan
kasus DBD juga meningkat, namun angka kematian menurun tajam dari 41,3%
pada tahun 1968, menjadi 3% pada tahun 1984 dan menjadi <3% pada tahun
1991. (Soedarmo, 2012)
Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara
bervariasi
Gambar 1.2 Angka kesakitan dan kematian demam berdarah dengue di Indonesia
(Depkes, 2008)
2.6 Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4x106 (Sudoyo, 2006; Soedarmo, 2012)
Gambar 1.4 Distribusi nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus
(WHO, 2011)
2.7 Patofisiologi
a. Volume Plasma
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit
dan membedakan antara DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi,
trombositopenia, serta diatesis hemoragik. Penyelidikan volume plasma
pada kasus DBD dengan menggunakan 131 Iodine labelled human
albumin sebagai indikator membuktikan bahwa plasma merembes selama
perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai
puncaknya pada masa syok. Pada kasus berat, syok terjadi secara akut,
nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma
melalui endotel dinding pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit
pada kasus syok menimbulkan dugaan bahwa syok terjadi sebagai akibat
kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskular (ruang interstisial dan rongga
serosa) melalui kapiler yang rusak. Bukti yang mendukung dugaan ini
ialah meningkatnya berat badan, ditemukannya cairan yang tertimbun
dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan perikardium
yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus,
dan terdapatnya edema (Soedarmo, 2012).
Pada sebagian besar kasus, plasma yang menghilang dapat diganti
secara efektif dengan memberikan plasma atau ekspander plasma. Pada
masa dini dapat diberikan cairan yang mengandung elektrolit. Syok terjadi
secara akut dan perbaikan klinis terjadi secara cepat dan drastis.
Sedangkan pada otopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh
darah yang bersifat dekstruktif atau akibat radang, sehingga menimbulkan
dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah agaknya
disebabkan oleh mediator
Gambaran mikroskop elektron biopsi kulit pasien DBD pada masa akut
memperlihatkan kerusakan sel endotel vaskular yang mirip dengan luka
akibat anoksia atau luka bakar. Gambaran itu juga mirip dengan binatang
yang diberi histamin atau serotonin atau dibuat keadaan trombositopenia
(Soedarmo, 2012).
b. Trombositopenia
10
perdarahan
memanjang,
masa
pembekuan
normal,
masa
11
sistem
komplemen
pada
DBD
memperlihatkan
penurunan kadar C3, C3 proaktivaktor, C4, dan C5 baik pada kasus yang
disertai syok maupun tidak. Terdapat hubungan positif antara kadar serum
komplemen dengan derajat penyakit. Penurunan ini menimbulkan
perkiraan bahwa pada dengue, aktivasi komplemen terjadi baik melalui
jalur klasik maupun jalur alternatif. Hasil penelitian radio isotop
mendukung pendapat bahwa penurunan kadar serum komplemen
disebabkan oleh aktivasi sistem komplemen dan bukan oleh karena
12
sebenarnya
tentang
patofisiologi,
hemodinamika,
dan
13
15
16
nyeri
kepala,
mialgia,
atralgia,
rash,
leukopenia,
dan
17
Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39oC sampai 40oC dan demam
bersifat bifasik yang berlangsung sekitar 5-7 hari (WHO, 2011).
nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering
ditemukan. Gejala klinis lainnya meliputi fotofobia, berkeringat, batuk. Kelenjar
limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus atau dikenal sebagai
Castelanis sign yang patognomonik (Soedarmo, 2012).
Kelainan darah tepi demam dengue adalah leukopeni selama periode pra
demam dan demam, nutrofilia relatif dan limfopenia, disusul oleh neutropenia
relatif dan limfositosis pada periode puncak penyakit dan pada masa konvalesens.
Eusinofil menurun atau menghilang pada permulaan dan pada puncak penyakit,
hitung jenis neutrofil bergeser ke kiri selama periode demam, sel plasma
meningkat
pada
periode
memuncaknya
penyakit
dengan
terdapatnya
Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian
leukopeni hingga periode demam berakhir
18
darah.
Pada
beberapa
epidemi
biasanya
terjadi
trombositopeni
19
gastro-intestinal
Ginjal
Jantung
Pernapasan
Hati
21
c. perdarahan
mukosa
traktus
gastrointestinal,
epistaksis,
perdarahan gusi
d. hematemesis dan melena
3. Hepatomegali
4. Kegagalan sirkulasi (tanda-tanda syok): ekstremitas dingin, nadi cepat
dan lemah, sistolik kurang 90 mmHg, dan tekanan darah menurun
sampai tidak terukur, kulit lembab, penyempitan tekanan nadi (< 20
mmHg), capillary refill time memanjang (>2 detik) dan pasien tampak
gelisah.
b. Kriteria Laboratoris
1. Trombositopenia (trombosit < 100.000 /ul)
2. Hemokonsentrasi ( Peningkatan Ht 20% atau penurunan Ht 20%
setelah mendapat terapi cairan).
Penegakan diagnosis Demam Berdarah Dengue berdasarkan atas 2 kriteria
klinis ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau peningkatan
hematokrit.
Pembagian derajat Demam Berdarah Dengue menurut WHO ialah :
a. Derajat I
Demam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.
b. Derajat II
Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan
spontan. Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
c. Derajat III
Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan
lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi, suhu tubuh
rendah, kulit lembab dan penderita gelisah.
d. Derajat IV
Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah
tidak dapat diperiksa.
22
23
24
enzyme-linked
immunosorbent
assay
(MAC-ELISA),
25
26
b.
c.
Penyakit bakterial
Meningocuccaemia,
Leptospirosis,
Thypoid,
Meliodosis,
Rackettsial
meliputi infeksi spektrum luas oleh virus, bakteri, dan protozoa, sama halnya
dengan diagnosis banding dari demam dengue. Adanya trombositopenia disertai
dengan hemokonsentrasi membedakan demam berdarah dengue dengan penyakit
yang lainnya. Hasil yang normal dari ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate) dapat
membedakan dengue dengan infeksi bakteri dan syok septik (WHO, 2011).
27
Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok.
Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa
syok, cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok teratasi
cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HCO3-, dan jumlah
cairan harus segera dikurangi. Larutan laktar ringer dekstrosa segera ditukar
dengan larutan Nacl (0,9%) : glukosa (5%) = 3:1. untuk mengurangi edema
otak diberikan kortikosteroid, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna
sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka
diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah
diusahakan >60 mg/dl, mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial
dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi
asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberiaan oksigen
yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin
dan laktulosa. Pada DBD ensefalopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder,
makaa untuk mencegah dapat diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi
ampisilin 100 mg/kgbb/hari + kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari). Usahakan
tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti
muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati (Novie
Homenta, 2011).
b.
Kelainan Ginjal
Kelainan ginjal akibat syok yang berkepanjangan dapat terjadi gagal
ginjal akut. Dalam keadaan syok harus yakin benar bahwa penggantian
volume intravascular telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila
diuresis belum mencukupi 2 ml/kgbb/jam, sedangkan cairan yang diberikan
sudah sesuai kebutuhan, maka selanjutnya furosemid 1 mg/kgbb dapat
diberikan. Pemantauan tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum,
dan kreatinin. Tetapi apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya
syok juga belum dapat dikoreksi dengan baik, maka pemasangan CVP
(central venous pressure) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian cairan
selanjutnya (Novie Homenta, 2011).
28
c.
Edema paru
Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat
pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga
sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan
menyebabkan edema paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi.
Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskular, apabila
cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan
hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan
mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan
ditunjang dengan gambaran edem paru pada foto roentgen dada. Gambaran
edem paru harus dibedakan dengan perdarahan paru (Novie Homenta, 2011).
2.15 Penatalaksanaan
Pengobatan DBD menurut WHO (2011) bersifat suportif simptomatik
dengan tujuan memperbaiki sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan
timbulnya Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID).
Perbedaan patofisiologik utama antara Demam Dengue/Demam Berdarah
Dengue/Demam Syok sindrom dan penyakit lain, ialah adanya peningkatan
permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma, dan gangguan
hemostasis. Penatalaksanaan fase demam pada Demam Berdarah Dengue dan
Demam Dengue tidak jauh berbeda, bersifat simptomatik dan suportif yaitu
pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Berikan nasihat kepada orang
tua agar anak diberikan minum banyak seperti air teh, susu, sirup, oralit, jus buah,
dan lain lain. Selain itu diberikan pula obat antipiretik golongan parasetamol.
Penggunaan antipiretik golongan salisilat tidak dianjurkan pada penanganan
demam. Parasetamol direkomendasikan untuk mempertahankan suhu di bawah 39
0
tinggi, anoreksia, dan muntah. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/KgBB dalam
4 6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat teratasi, anak dapat diberikan
cairan rumatan 80 100 ml/KgBB/hari dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang
29
masih minum ASI, tetap diberikan disamping larutan oralit. Bila terjadi kejang
demam, disamping diberikan antipiretik, diberikan pula antikonvulsif selama
masih demam (WHO, 2011).
Masa kritis ialah pada atau setelah hari sakit yang ke 3 5 yang
memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit dan peningkatan tajam
hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan, Observasi tanda vital,
kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali)
perlu dilakukan. Kunci keberhasilan pengobatan DBD ialah ketepatan volume
replacement atau penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok (WHO,
2011).
Cairan intravena diperlukan apabila :
1. Anak terus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak
mungkin diberikan minum per oral
2. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala
Pada pasien DBD derajat II apabila dijumpai demam tinggi, terus menerus
selama < 7 hari tanpa sebab yang jelas, disertai tanda perdarahan spontan, disertai
penurunan jumlah trombosit, dan peningkatan kadar hematokrit. Pada saat pasien
dating, berikan cairan kristaloid 7 ml/KgBB/jam. Monitor tanda vital dan kadar
hematokrit serta trombosit tiap 6 ja,. Selanjutnya evaluasi 12 24 jam. Apabila
selama observasi keadaan umum membaik, yaitu anak tampak tenang, tekanan
nadi kuat, tekanan darah stabil, dan kadar PCV cenderung turun minimal dalam 2
kali pemeriksaan berturut turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5
ml/KgBB/jam. Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil,
tetesan dikurangi menjadi 3 ml/KgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan dalam
24 48 jam. Apabila keadaan klinis pasien tidak ada perbaikan, yaitu : anak
tampak gelisah, nafas cepat, frekuensi nadi meningkat, deuresis kurang, tekanan
nadi < 20 mmHg memburuk, serta peningkatan PCV, maka tetesan dinaikkan
menjadi 10 ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi perbaikan setelah 12 jam, maka
tetesan di naikkan menjadi 10 ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi perbaikan
klinis setelah 12 jam, cairan dinaikkan menjadi 15 ml/KgBB/jam. Kemudian
dievaluasi 12 jam lagi. Apabila tampak distress pernafasan menjadi lebih berat
30
31
7 11 Kg
165 ml/KgBB/hari
12 18 Kg
132 ml/KgBB/hari
> 18 Kg
88 ml/KgBB/hari
Sindroma syok dengue adalah DBD dengan gejala gelisah, nafas cepat,
nadi teraba kecil, lembut atau tak teraba, tekanan nadi menyempit, bibir biru,
tangan dan kaki dingin, dan tidak ada produksi urin. Langkah yang harus
dilakukan adalah segera berikan infus kristaloid 20 ml/KgBB secepatnya dalam
30 menit dan oksigen 2 liter/menit. Untuk DSS berat 20 ml/KgBB/jam diberikan
bersama koloid 10 20 ml/KgBB/jam. Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit,
hematokrit dan trombosit tiap 4 6 jam, serta periksa pula elektrolit dan gula
darah (WHO, 2011).
Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan kristaloid
belum dilanjutkan 20 ml/KgBB, ditambah plasma atau koloid sebanyak 10 20
ml/KgBB maksimal 30 ml/KgBB. Koloid ini diberikan pada jalur infus yang sama
dengan kristaloid, diberikan secepatnya. Observasi keadaan umum, tekanan darah,
keadaan nadi tiap 15 menit, dan periksa hematokrit tiap 4 6 jam. Lakukan pula
koreksi terhadap asidosis, elektrolit, dan gula darah (WHO, 2011).
Apabila syok teratasi disertai penurunan kadar Hb/Ht, tekanan nadi > 20
mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10 ml/KgBB/jam dan
dipertahankan hingga 24 jam atau sampai klinis stabil dan Ht menurun < 40%.
Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7 ml/KgBB sampai keadaan klinis dan Ht
stabil, kemudian secara bertahap diturunkan menjadi 5 ml/Kg/BB/jam dan
seterusnya 3 ml/Kg/BB/jam. Dianjurkan pemberian cairan tidak melebihi 48 jam
setelah syok teratasi. Apabila syok belum teratasi, sedangkan Ht menurun tapi
masih > 40%, berikan darah dalam volume kecil 10 ml/KgBB. Apabila tampak
perdarahan massif, berikan darah segar 20 ml/KgBB dan lanjutkan cairan
32
33
Gambar 1.12. Tatalaksana infeksi virus Dengue pada kasus tersangka DBD.
34
Gambar 1.13. Tatalaksana tersangka DBD (rawat inap) atau demam Dengue.
35
36
Gambar 1.15. Tatalaksana Kasus DBD derajat III dan IV atau DSS.
Kriteria memulangkan pasien antara lain (Soedarmo, 2012) :
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan secara klinis
4. Hematokrit stabil
37
38
3.
Penyelidikan Epidemiologi
a. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam
setelah menerima laporan kasus
b. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus
4.
5.
39
adalah membunuh larva dengan butir butir abate sand granule (SG) 1 % pada
tempat penyimpanan air dengan dosis ppm (part per milion) yaitu : 10 gram meter
100 liter air. Selain itu dapat dilakukan dengan menggalakkan masyarakat untuk
melakukan kerja bakti dalan pemberantasan sarang nyamuk (Soedarmo, 2012).
40
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama
: An. N
Umur
: 7 tahun
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Tgl MRS
Keluhan Utama
Demam tinggi sejak 5 hari sebelum MRS
A. Riwayat Penyakit Sekarang
Px kiriman IGD datang dengan keluhan utama panas tinggi sejak
minggu malam (02-01-2015) atau 5 hari sebelum masuk rumah sakit.
panas turun ketika diberi obat penurun panas parasetamol yang
diminumnya 3x sehari 1 tablet, tapi kemudian panas lagi. pasien juga
mengeluh mual, muntah setiap makan, nafsu makan menurun, nyeri perut
(+). Buang air besar (-), Buang air kecil terakhir jam 17.00 3 jam sebelum
masuk rumah sakit, BAK merah (-), diare (-), mimisan (-), gusi berdarah
(-)
B. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat pernah menderita penyakit dengan keluhan yang sama disangkal.
- Riwayat bepergian ke luar kota atau ke daerah endemis malaria disangkal.
C. Riwayat Penyakit dalam Keluarga
- Riwayat adanya keluarga, tetangga sekitar rumah yang menderita DBD (-),
teman sekolah (-)
41
Keadaan Umum
: tampak lemah
Kesadaran
: Composmetis
Berat badan
: 20 kg
Tinggi badan
: 119 cm
Status Gizi
: baik
Tanda Vital
B. Status Generalis
KEPALA LEHER
Bentuk dan ukuran
: normocephali
Mata :
Anemis (-)
Ikterus (-)
42
Hidung
THORAX
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor/sonor
Auskultasi
dextra
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi :
batas atas
Auskultasi
ABDOMEN
Inspeksi
: flat
Palpasi
Perkusi
43
Auskultasi
EKSTREMITAS
akral hangat (+) sianosis (-), edema (-)
STATUS NEUROLOGIS : dalam batas normal
: 15,3 g/dl
Eritrosit
: 5.660.000
Leukosit
: 2.800/ul
HCT
: 42.0 %
Trombosit
: 99.000/ul
44
Planning Monitoring :
- Monitoring TTV dan klinis tiap 1 jam
- Monitoring DL (trombosit, hematokrit,leukosit)
- Monitoring pemeriksaan fisik
- Monitoring makan dan minum
- Monitoring BAB dan BAK pasien
Edukasi :
Menginformasikan kepada pasien mengenai:
- Penyakit pasien (Demam berdarah dengue)
- Tindakan pemeriksaan yang akan dilakukan
- Prognosis dan komplikasi yang mungkin dapat terjadi
- Hindari jajan-jajanan yang biasa dikonsumsi disekolah atau makanan yang dibeli
dari luar
- Memberitahukan kepada keluarga pasien agar pasien cukup beristirahat, dan
meningkatkan asupan makanan dan minum
- Memberitahukan kepada pasien dan keluarga pasien untuk memperbaiki hygine
dan kebersihan (kebersihan diri, kebiasaan cuci tangan, makanan, lingkungan
serta pencegahan 3M plus)
Prognosis
Prognosis pada pasien ini umumnya baik bila penanganan cepat, tepat,
adekuat dan dipicu dari kemauan pasien untuk sembuh. Hal yang paling penting
adalah memenuhi kebutuhan cairan, oleh karena itu pasien harus minum dan
makan yang banyak.
45
SOAP HARIAN
Tgl
06-10-2015
07-10-2015
08-10-2015
BB : 20 Kg
BB : 20 Kg
BB : 20 Kg
Panas hari ke 5 (+),
Panas hari ke 6 (-), mual(+),nyeri Panas Hari ke 7 (-), badan
mual(+), , nyeri perut (+),
perut (+), muntah (+), minum lemah (+), mual (+), muntah
mimisan (-), gusi berdarah (-) sedikit
(+), nyeri perut (+)
N: 110x/mnt t: 39,2c,
N: 112x/mnt t: 37,1 RR :
26x/mnt T: 100/70
RR : 24x/mnt, T: 110/80
Kpl: a- ict- cyan- disp
Kpl: a- ict- cyan- disp
Th : simetris, suara napas/n, Th : simetris, suara napas/n,
Rh-/- Wh-/Rh-/- Wh-/Ab: flat, soefl, Bu(+)N
Ab: flat, soefl, Bu(+)N
Ext: akral hangat
Ext: akral hangat
Lab HB
: 12,5 g/dl
Lab HB
: 15,3 g/dl
Leukosit: 2000/ul
Leukosit: 2.800/ul
HCT : 33,6 %
HCT : 42,0 %
Trombosit: 94.000/ul
Trombosit: 99.000/ul
N: 120x/mnt t: 37,0
RR : 20x/mnt T : 100/60
Kpl: a- ict- cyan- disp
Th : simetris, suara napas/n,
Rh-/- Wh-/Ab: flat, soefl, Bu(+)N
Ext: akral hangat
HB
: 13,2 g/dl
Leukosit: 2.800/ul
HCT : 37,6%
Trombosit: 32.000/ul
DHF gr II + EPD
DHF gr II + EPD
Infus RL 1500cc/24jam
Tamoliv 4x20cc jika perlu
Sukralfat 3x10cc
Susu 8x50cc
46
Infus RL 1500cc/24jam
Tamoliv 4x20cc jika perlu
Sukralfat 3x10cc
Susu 8x50cc
Tgl
09-01-2015
10-01-2015
BB : 20 Kg
BB : 20 Kg
Panas Hari ke 8 (-), badan
Panas Hari ke 9 (-), badan
lemah (+), mual (+), muntah (-), lemah (-), mual (-), muntah
nyeri perut (-)
(-), nyeri perut (-)
KU : lemah N: 110x/mnt t:
37c,
RR : 24x/mnt, T: 110/70
Kpl: a- ict- cyan- disp
Th : simetris, suara napas/n,
Rh-/- Wh-/Ab: flat, soefl, Bu(+)N
Ext: akral hangat
NGT: stolsel
Lab
HB
: 13,5 g/dl
Leukosit:4.200/ul
HCT : 36,7 %
Trombosit: 36.000/ul
DHF gr II + EPD
KU : cukup
N: 112x/mnt t: 37,2 RR :
26x/mnt T: 100/60
Kpl: a- ict- cyan- disp
Th : simetris, suara napas
n/n, Rh-/- Wh-/Ab: flat, soefl, Bu(+)N
Ext: akral hangat
Lab
HB : 11,4 g/dl
Leukosit: 6000/ul
HCT : 33,8 %
Trombosit: 93.000 /ul
DHF gr II
47
Infus RL 1500cc/24jam
Sukralfat 3x10cc
Susu 8x50cc
Cek DL (Hb, Trombosit, Hct)
RL 1500cc/24jam
Tamoliv 4x20cc
Sukralfat 3x10cc
Susu 8x50cc
Cek DL (Hb, Trombosit, Hct)
Pro KRS jika hasil lab baik
BAB IV
KESIMPULAN
Demam berdarah dengue merupakan salah satu varian klinis infeksi virus
dengue, yang ditandai oleh panas 2-7 hari dan pada saat panas turun disertai
dengan gangguan hemostatik dan kebocoran plasma (plasma leakage). Demam
berdarah dengue merupakan (DBD) merupakan penyakit yang banyak ditemukan
di sebagian besar wilayah tropis dan subtropics termasuk Indonesia. Penyakit
Demam Berdarah Dengue juga merupakan salah satu penyakit menular yang
berbahaya dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat dan sering
menimbulkan wabah.
Penyebab DBD sendiri yaitu Virus dengue yang tergolong dalam grup
Flaviviridae dengan 4 serotipe, DEN 3, merupakan serotie yang paling banyak.
Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes Aegypti. Kriteria diagnosis terdiri
dari kriteria klinis dan kriteria laboratoris. Dua kriteria klinis
48
ditambah
49
DAFTAR PUSTAKA
51