LATAR BELAKANG
Trakoma merupakan suatu keratokonjunctivitis kronis yang disebabkan oleh bakteri Chlamydia
trachomatis. Resolusi dari infeksi mata klamidia mungkin disertai jaringan parut di konjungtiva.
Lebih dari bertahun-tahun,kontraksi jaringan parut kelopak mata atas selama infeksi yang
berulang menyebabkan bulu mata pasien mengarah kedalam sehingga menggores bola mata.
Komplikasi ini dinamakan trikiasis, meninggalkan jaringan parut di kornea. Trakoma
merupakan penyebab terbanyak kebutaan.
Sampai dengan tahun 1990an usaha untuk mengontrol trakoma dengan antibiotik kebanyakan
menghasilkan hasil yang mengecewakan. Pemberian massal sulfonamide secara oral di Amerika
utara pada tahun 1930an dan 1940an mengakibatkan insiden tinggi efek yang tidak diharapkan
berupa sindrom Steven-Johnson. Pemberian massal salep mata tetrasiklin di beberapa negara
pada tahun 1950an dan 1960an pada akhirnya juga tidak berhasil. Karena tetrasiklin tidak enak
digunakan dan memerlukan penggunaan dalam beberapa minggu agar efektif, pemenuhan tidak
baik. Penemuan bahwa dosis tunggal azitromisin setidaknya sama efektinya dengan pemberian
lama tetrasiklin merupakan kemajuan besar.
METODE
Penelitian disetujui oleh komite etim dari Kilimanjaro Christian Medical Centre, Moshi,
Tanzania, dan London School of Hygine and Tropical Medicine, London. Inform konsen tertulis
didapatkan dari semua orang tua peserta penelitian.
I.
II.
Follow Up
Kami mengadakan sensus ulang bulanan selama 24 bulan setelah pengobatan. Pada setiap
tinjauan, peneliti memeriksa status residen dari setiap orang yang terdaftar dan membuka
pendaftaran untuk residen baru (orang yang baru datang dan bayi yang baru lahir pada
bulan sebelumnya). Usapan konjungtiva diambil dari residen baru pada saat pendaftaran.
Untuk semua orang, pemeriksaan follow-up dan usapan dilakukan oleh pemeriksa yang
sama pada bulan ke 2, 6, 12, 18, dan 24. Karena inflamasi yang terus-menerus
diperkirakan akan menimbulkan jaringan parut pada konjungtiva, untuk alasan etik, pada
bulan ke 6, 12 dan 18, peneliti memberikan 2 tube salep mata tetrasiklin kepada orang
yang memiliki infeksi aktif (yang ditemukan sebagai inflamasi trakoma- folikular,
inflamasi trakoma- intense atau keduanya pada mata yang terinfeksi).
Usapan disimpan kering pada es (4oc) dalam sebuah kotak, dibekukan pada suhu 20 oc
selama 8 jam setelah pengambilan, kemudian diterbangkan dalam es ke London. Secara
singkat, peneliti mengeerjakan screening primer untuk terdapat atau tidaknya DNA
C.trachomatis,menggunakan uji kualitatif PCR yang sangat sensitive.
III.
Analisa Statistik
Peneliti memasukkan data pada Microsoft Access software (versi 97 SR-2). Peneliti
melakukan analisa statistic menggunakan Stata 7 software. Rangkuman statistic untuk
beban kuantitatif infeksi C. trachomatis pada komunitas berupa nilai rata-rata geometri
yang didapat dengan cara menambahkan 1 copy dari omp1 per milliliter (0.55 copy per
usapan) pada setiap usapan konjungtiva.
HASIL
I.
II.
III.
IV.
V.
VI.