BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang
disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai
negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis.
Penyakit ini hanya didapatkan pada manusia. Penyakit ini juga merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan
erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air
dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang
masih rendah. 1,2
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit
ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum
klinis yang sangat luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003
memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia
dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.4 Di negara berkembang,
kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95%
merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25
kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini
tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan
358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/
tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita yang
terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus. 3
Case Fatality Rate (CFR) demam tifoid di tahun 1996 sebesar 1,08 %
dari seluruh kematian di Indonesia. Namun, berdasarkan hasil Survei Kesehatan
Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI (SKRT Depkes RI) tahun 1995
demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tertinggi. 4
Beberapa faktor penyebab demam tifoid masih terus menjadi masalah
kesehatan penting di negara berkembang meliputi pula keterlambatan penegakan
diagnosis pasti. Penegakan diagnosis demam tifoid saat ini dilakukan secara
klinis dan melalui pemeriksaan laboratorium. Diagnosis demam tifoid secara
klinis seringkali tidak tepat karena tidak ditemukannya gejala klinis spesifik
atau didapatkan gejala yang sama pada beberapa penyakit lain pada anak,
terutama pada minggu pertama sakit. 3
Masalah lain dalam menegakkan diagnosis demam tifoid pada daerahdaerah dimana tidak dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium bakteriologi
maupun serologi sehingga diagnosis praduga demam tifoid ditegakkan atas
dasar gejala dan tanda klinis yang ada. Mengingat hal ini maka ketajaman
pengenalan gejala serta tanda klinis sangat penting. Akan tetapi untuk
memastikan diagnosis dibutuhkan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan
bakteriologis dan serologis. 2
Berbagai metode diagnostik masih terus dikembangkan untuk mencari
cara yang cepat, mudah dilakukan dan murah biayanya dengan sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi. Hal ini penting untuk membantu usaha penatalaksanaan
penderita secara menyeluruh yang juga meliputi penegakan diagnosis sedini
mungkin dimana pemberian terapi yang sesuai secara dini akan dapat
menurunkan mortalitas dan morbiditas pasien. 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4 C
(130 F) selama 1 jam atau 60 C (140 F) selama 15 menit. Salmonella tetap
dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan
dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan
makanan kering, dan bahan tinja. (5)
Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella HH.
Antigen O adalah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap
panas sedangkan antigen H adalah protein labil panas. (5)
1. Antigen O
Antigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar tubuh kuman.
Struktur kimianya terdiri dari lipopolisakarida. Antigen ini tahan terhadap
pemanasan 100C selama 25 jam, alkohol dan asam yang encer. (6)
2. Antigen H
Antigen H merupakan antigen yang terletak di flagela, fimbriae atau fili S.
typhi dan berstruktur kimia protein. S. typhi mempunyai antigen H phase-1
tunggal yang juga dimiliki beberapa Salmonella lain. Antigen ini tidak
aktif pada pemanasan di atas suhu 60C dan pada pemberian alkohol atau
asam.(6)
3. Antigen Vi
Antigen Vi terletak di lapisan terluar S. Typhi (kapsul) yang melindungi
kuman dari fagositosis dengan struktur kimia glikolipid, akan rusak bila
dipanaskan selama 1 jam pada suhu 60C, dengan pemberian asam dan
fenol. Antigen ini digunakan untuk mengetahui adanya karier. (6)
Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang nekrotik dan terbentuk
ulkus, maka perdarahan yang hebat dapat terjadi atau juga perforasi dari usus.
Kedua komplikasi tersebut yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan
penyebab yang paling sering menimbulkan kematian pada penderita demam
tifoid. Meskipun demikian, beratnya penyakit demam tifoid tidak selalu sesuai
dengan beratnya ulserasi. Toksemia yang hebat akan menimbulkan demam
tifoid yang berat sedangkan terjadinya perdarahan usus dan perforasi
menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Sedangkan perdarahan
usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Pada
serangan demam tifoid yang ringan dapat terjadi baik perdarahan maupun
perforasi. (5)
Pada stadium akhir dari demam tifoid, ginjal kadang-kadang masih
tetap mengandung kuman Salmonella spp sehingga terjadi bakteriuria. Maka
penderita merupakan urinary karier penyakit tersebut. (5)
Akibatnya terjadi miokarditis toksik, otot jantung membesar dan
melunak. Anak-anak dapat mengalami perikarditis tetapi jarang terjadi
endokaritis. Tromboflebitis, periostitis dan nekrosis tulang dan juga bronkhitis
serta meningitis kadang-kadang dapat terjadi pada demam tifoid. (5)
8
Kuman masuk bersama
makanan & minuman yang terkontaminasi
anak besar dengan gejala klinis berat, yang menyerupai kasus dewasa. Demam
Nembus sel, epitel terutama sel M
tifoid pada anak terbanyak terjadi pada umur 5 tahun atau lebih dan
Menembus sampai lamina propira
Demam
satu keseluruh
minggu
atau
lebih;
Menyebar
organ
Relikuloendotelial
tubuh hati & splen
Diogran RE S.Typhi
- Gangguan
akan meninggalkan
sel fagosit
kesadaran.
pada umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare,
Proses berulang
mempunyai
gambaran
klasik berupa stepwise
Didalam plaque
peyere
Erosi pembuluh darah
Pendarahan cel cerna
Perforasi
peritonitis
nyeri tekan
pattern, dapat pula mendadak tinggi dan remiten (39-41C) serta dapat juga
bersifat ireguler terutama pada bayi dan tifoid kongenital (7).
Lidah tifoid terjadi beberapa hari setelah panas meninggi dengan
tanda-tanda antara lain lidah tampak kering, dilapisi selaput tebal, di bagian
belakang tampak lebih pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila
penyakit makin progresif akan terjadi deskuamasi epitel sehingga papila lebih
prominem (7).
10
11
usus
atau
perforasi.
Hitung
leukosit
sering
rendah
12
seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapitd test) hasilnya dapat segera
diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu
antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile agglutinin.
Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat
memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat
disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi,
reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi
anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil
negatif palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah
mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1
minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit
imunologik lain.
Diagnosis Demam Tifoid atau Paratifoid dinyatakan bila titer O =
1/160, bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi
mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O
meningkat setelah akhir minggu 1. Melihat hal-hal di atas maka
permintaan tes widal ini pada penderita yang baru menderita demam
beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif (positif) maka kemungkinan
besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi dari kontak
sebelumnya.
Elisa Salmonella typhi atau paratyphi lgG dan lgM
Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang
dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk
mendeteksi Demam Tifoid atau Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test)
13
14
15
16
mual, muntah, dan terjadi infeksi pada selaput perut (peritonitis). Jika hal ini
terjadi, diperlukan perawatan medis yang segera (8).
Komplikasi lain yang lebih jarang, antara lain :
1. Anak dengan panas tinggi umumnya tidak mau makan karena ada diare.
Sehingga dapat terjadi kekurangan cairan (dehidrasi) dan elektrolit.
2. Kejang Demam
3. Gangguan Kesadaran
4. Pembengkakan dan peradangan pada otot jantung (miokarditis).
5. Pneumonia.
6. Peradangan pankreas (pankreatitis).
7. Infeksi ginjal atau kandung kemih.
8. Infeksi dan pembengkakan selaput otak (meningitis).
9. Masalah psikiatri seperti mengigau, halusinasi, dan paranoid psikosis.
G. Upaya Pencegahan Demam Tifoid
Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum
dan khusus/imunisasi. Termasuk cara umum antara lain adalah peningkatan
higiene dan sanitasi karena perbaikan higiene dan sanitasi saja dapat
menurunkan insidensi demam tifoid. (Penyediaan air bersih, pembuangan dan
pengelolaan sampah). Menjaga kebersihan pribadi dan menjaga apa yang
masuk mulut (diminum atau dimakan) tidak tercemar Salmonella typhi.
Pemutusan rantai transmisi juga penting yaitu pengawasan terhadap penjual
(keliling) minuman/makanan (9)
17
Ada dua vaksin untuk mencegah demam tifoid. Yang pertama adalah
vaksin yang diinaktivasi (kuman yang mati) yang diberikan secara injeksi.
Yang kedua adalah vaksin yang dilemahkan (attenuated) yang diberikan
secara oral. Pemberian vaksin tifoid secara rutin tidak direkomendasikan,
vaksin tifoid hanya direkomendasikan untuk pelancong yang berkunjung ke
tempat-tempat yang demam tifoid sering terjadi, orang yang kontak dengan
penderita karier tifoid dan pekerja laboratorium. (9)
Vaksin tifoid yang diinaktivasi (per injeksi) tidak boleh diberikan
kepada anak-anak kurang dari dua tahun. Satu dosis sudah menyediakan
proteksi, oleh karena itu haruslah diberikan sekurang-kurangnya 2 minggu
sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja.
Dosis ulangan diperlukan setiap dua tahun untuk orang-orang yang memiliki
resiko terjangkit. (9)
Vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) tidak boleh diberikan kepada
anak-anak kurang dari 6 tahun. Empat dosis yang diberikan dua hari secara
terpisah diperlukan untuk proteksi. Dosis terakhir harus diberikan sekurangkurangnya satu minggu sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada
vaksin untuk bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap 5 tahun untuk orangorang yang masih memiliki resiko terjangkit. (9)
Ada beberapa orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid atau
harus menunggu. Yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid diinaktivasi (per
injeksi) adalah orang yang memiliki reaksi yang berbahaya saat diberi dosis
vaksin sebelumnya, maka ia tidak boleh mendapatkan vaksin dengan dosis
18
lainnya. Orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid yang dilemahkan
(per oral) adalah : orang yang mengalami reaksi berbahaya saat diberi vaksin
sebelumnya maka tidak boleh mendapatkan dosis lainnya, orang yang
memiliki sistem imunitas yang lemah maka tidak boleh mendapatkan vaksin
ini, mereka hanya boleh mendapatkan vaksin tifoid yang diinaktifasi, diantara
mereka adalah penderita HIV/AIDS atau penyakit lain yang menyerang sistem
imunitas, orang yang sedang mengalami pengobatan dengan obat-obatan yang
mempengaruhi sistem imunitas tubuh semisal steroid selama 2 minggu atau
lebih, penderita kanker dan orang yang mendapatkan perawatan kanker
dengan sinar X atau obat-obatan. Vaksin tifoid oral tidak boleh diberikan
dalam waktu 24 jam bersamaan dengan pemberian antibiotik.
Suatu vaksin, sebagaimana obat-obatan lainnya, bisa menyebabkan
problem serius seperti reaksi alergi yang parah. Resiko suatu vaksin yang
menyebabkan bahaya serius atau kematian sangatlah jarang terjadi. Problem
serius dari kedua jenis vaksin tifoid sangatlah jarang. Pada vaksin tifoid yang
diinaktivasi, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah : demam (sekitar 1 orang
per 100), sakit kepada (sekitar 3 orang per 100) kemerahan atau
pembengkakan pada lokasi injeksi (sekitar 7 orang per 100). Pada vaksin
tifoid yang dilemahkan, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah demam atau
sakit kepada (5 orang per 100), perut tidak enak, mual, muntah-muntah atau
ruam-ruam (jarang terjadi). (9)
H. Penatalaksanaan Demam Tifoid
1. Pengobatan kausal
19
20
BAB III
KASUS
1. Identitas Pasien
Nama
: Tn.RA
Umur
: 15 th
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Kelurahan Rahandouna
Kebangsaan
: Indonesia
RM
2. Anamnesa
a. Keluhan Utama : Demam
b. RPS :
Demam tinggi 7 hari sebelum masuk Puskesmas Poasia, terus
menerus terutama pada sore/malam hari, tidak menggigil, tidak
kejang, berkeringat.
Pasien mengeluh sakit kepala sejak 1 minggu ini
Pasien mengeluh sakit perut sejak 4 hari ini, nyeri pada ulu hati (+)
21
c. RPD :
Riwayat penyakit dengan gejala yang sama disangkal
d. RPK
Riwayat penyakit dengan gejala yang sama disangkal
e. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok (-)
Riwayat alkohol (-)
Pasien makan tiga kali sehari. Pasien suka memakan makanan yang
berminyak dan bersantan. Pasien juga suka makanan cepat saji.
f. Riwayat sosial ekonomi
Status sosial ekonomi sedang
3. Pemeriksaan Fisik
1. KU
: tampak sakit sedang
2. Kes
: compos mentis
3. Vital Sign
TD
: 120/80 mmHg
Nadi
: 85x/menit , pengisian bagus/kuat
Nafas
: 18x/menit
T
: 38 C
Kulit
: tidak pucat, bintik merah
Kepala
: bentuk bulat, simetris, rambut hitam tidak mudah dicabut
Mata
: tidak cekung, konjungtiva palpebra tidak pucat, sklera
tidak ikterik, reflek cahaya (+)
Telinga
: bentuk dan ukuran dalam batas normal
Hidung
: bentuk dan ukuran normal, sekret tidak ada
Mulut
: mukosa bibir kering
Tenggorokan: faring tidak hiperemis
Leher
: JVP tidak meningkat , tidak ada pembesaran KGB
4. Thoraks
Inspeksi
: simetris kiri-kanan, retraksi dinding dada (-)
Palpasi
: fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi
: sonor
Auskultasi : Vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)
5. Jantung
22
Inspeksi
: ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: ictus cordis tidak teraba
Perkusi
:
Batas kanan jantung : linea sternalis dextra RIC 3-4
Batas atas jantung : linea sternalis sinistra RIC 2
Batas pinggang jantung : linea parasternal sinistra RIC 3
Batas kiri jantung : linea midklavikularis sinistra RIC 5
Auskultasi : BJ I dan BJ II normal, murmur (-), gallop (-)
6. Abdomen
Inspeksi
: tidak membuncit, tidak ada sikatrik, tidak ada bekas
operasi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
7. Ekstremitas
Inspeksi
Palpasi
5. Follow Up
23
Tanggal
13/3/2015
Follow up
S : demam (-), mual (+), muntah (-), nyeri perut
(+), BAB tidak ada, BAK biasa.
O:
KU : tampak sakit sedang
Kes : CM
TD : 120/80 mmHg
ND : 85x/menit
FN : 18x/menit
T : 37,5 C
A : Susp. Demam tifoid
P : pemeriksaan darah rutin, uji widal,
terapi : paracetamol, domperidon, kloramfenikol
Diet makanan lunak
14/3/2015
6. Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium :
Hb
: 11,2 g/dl
Leukosit
: 4300 mm3
Eritrosit
: 3300 mm3
Trombosit
: 159.000
Uji Widal : (+)
24
Titer O : 1/320
Titer H : 1/160
7. Resume
Seorang pasien laki-laki berumur 15 th datang dengan keluhan demam
selama 7 hari sebelum masuk IGD Puskesmas Poasia, terus menerus, tinggi
terutama pada sore/malam hari. Keluhan lainnya yaitu mual, muntah, nyeri ulu
hati, tidak nafsu makan, BAB tidak ada sejak 3 hari yg lalu, BAK biasa.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak pucat dan lemas, nyeri
tekan ulu hati, akral hangat.
Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis
bahwa pasien menderita demam tifoid.
Prognosis pada pasien ini quo ad vitam bonam dan quo ad fungtionam
bonam karena pada pasien ini tidak terdapat komplikasi dari demam tifoid
seperti perforasi usus, perdarahan usus dan sebagainya.
25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan
oleh Salmonella typhi
2. Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil,
tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul
3. Gejala dari Demam Tifoid anak dapat dikelompokkan menjadi demam
satu minggu atau lebih, gangguan pencernaan; dan gangguan kesadaran.
4. Pemeriksaan Laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis
demam tifoid anak meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia
klinik, imunoreologi, mikrobiologi, dan biologi molekular
5. Diagnosis Banding dari demam tifoid anak antara lain adalah dengue fever
dan malaria.
6. Komplikasi yang sering terjadi pada demam tifoid adalah perdarahan usus
dan perforasi yang kemudian dapat menyebabkan kematian.
7. Upaya pencegahan pada demam tifoid anak dapat dilakukan dengan
menggunakan vaksin.
8. Penatalaksanaan demam tifoid dapat dilakukan dengan memberikan
antibiotik, terapi suportif, dietetik, tirah baring dan memperbaiki keadaan
umum pasien.
26
B. Saran
1. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang masih sering terjadi di
masyarakat, sehingga perlu perhatian khusus dari semua pihak untuk
bekerja sama menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit ini.
2. Dalam penyusunan laporan kasus ini masih banyak sekali kekurangan baik
dalam cara penulisan maupun isi tulisan sehingga perlu dilakukan telaah
lebih lanjut unutk kebaikan dalam penyusunan dan selanjutnya.
27
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Cleary TG. Salmonella. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB,
Eds. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 16. Philadelphia : WB Saunders,
2000:842-8.
2. Rampengan T.H., Laurent I. R. Demam Tifoid. Dalam : Penyakit Infeksi
Tropik pada Anak. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1993 : 53; 59.
3. Risky V. P., Ismoedijanto. Metode Diagnostik Demam Tifoid pada Anak.
Available
at
http://www.pediatrik.com/buletin/06224114418-f53zji.pdf.