Konvulsi jauh lebih sering terjadi dalam 2 tahun pertama dibanding masa kehidupan lainnya. Cedera
intrakranial saat lahir termasuk pengaruh anoksia dan perdarahan serta cacat kongenital pada otak,
merupakan penyebab tersering pada bayi kecil.
Pada masa bayi lanjut dan awal masa kanak-kanak, penyebab tersering adalah infeksi akut (ekstra
dan intrakranial). Penyebab yang lebih jarang pada bayi adalah tetani, epilepsi idiopatik,
hipoglikemia, tumor otak, insufisiensi ginjal, keracunan, asfiksia, perdarahan intrakranial spontan
dan trombosis, trauma postnatal,dan lain-lain.
Mendekati pertengahan masa kanak-kanak, infeksi ekstrakranial akut semakin jarang menyebabkan
konvulsi, tapi epilepsi idiopatik yang pertama kali tampil sebagai penyebab penting pada tahun
ketiga kehidupan, menjadi faktor paling umum.
Penyebab lain setelah masa bayi adalah kelainan kongenital otak, sisa kerusakan otak akibat trauma,
infeksi, keracunan timbal, tumor otak, glomerulonefritis akut dan kronik, penyakit degeneratif otak
tertentu dan menelan obat.
2.
Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya
3.
Pada keadan demam kenaikan suhu 1 C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%
15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi
otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.
Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas mutan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut dengan neurotransmiter dan
terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejng yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang
kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang
kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 C sedangkan pada anak dengan ambang
kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 C atau lebih.
Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada
ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat
suhu berapa penderita kejang.
Sehingga beberapa hipotesa dikemukakan mengenai patofisiologi sebenarnya dari kejang demam,
yaitu:
Dasar patofisiologi terjadinya kejang demam adalah belum berfungsinya dengan baik susunan saraf
pusat (korteks serebri).
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanakan bersamaan dengan kenaikan suhu
badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya
tonsilitis, otitis media akuta, bronkitis, furunklosis dan lain-lain.
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat
dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya
kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun untuk
sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa
adanya kelainan saraf.
Bila menghadapi penderita dengan kejang demam, pertanyaan yang sering timbul ialah dapatkah
diramalkan dari sifat kejang atau gejala yang mana kemungkinan lebih besar untuk menderita
epilepsi?
Untuk itu Livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
1.
Kejang
demam
sederhana
(Simple
febril
convulsion)
2.
3.
4.
5.
6.
Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan
kelainan.
7.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria modifikasi
Livingston diatas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam.
Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang,
sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja.
Kriteria kejang demam menurut tesis Lumbang Tobing, adalah:
1.
2.
Tak ada defisi neurologik lain sebelum dan sesudah serangan kejang.
3.
Likuor normal.