Anda di halaman 1dari 4

Sampah Makanan

oleh Prasetyo Wibowo


Latar Belakang Tema
Manusia tak akan pernah lepas dari suatu proses produksi. Semacam fitrah, setiap proses produksi
dan konsumsi hampir selalu meninggalkan sampah. Dalam isu global dewasa ini, sampah
makanan menjadi isu penting dalam wacana isu krisis pangan dunia. Ntional Geographic selama
enam edisi (Juli-Desember 2014) secara khusus mengangkat tema krisis pangan dunia. Satu
rubrik khusus mengangkat tentang sampah makanan yang dihasilkan oleh restoran dan hotel di
Amerika Serikat dan dunia. Sebanyak 1,3 milyar ton makanan terbuang dengan sia-sia setiap
tahun, cukup untuk menghidupi dua milyar orang.
Sedikitnya dua alasan kenapa sampah makanan memperoleh perhatian khusus dalam rubrik
lapsus ini: pertama, sampah makanan tersingkir oleh isu-isu global seperti Nuklir, SDA, juga
aksi-aksi menentang IMF/WTO/ maupun globalisasi. Sampah makanan belum dianggap masalah
serius. Artinya belum dianggap sebagai masalah yang harus diatasi secara bersama baik secara
struktural maupun kultural. Kedua, sebagian masyarakat dunia menganggap krisis pangaan dunia
disebabkan oleh berkurangnya lahan pertanian.
Memang tak bisa dimungkiri, kapitalisme dengan industrinya menjadi sebab yang mendorong
akumulasi sampah makanan. Proses akumulasi kapital yang menghasilkan over-produksi,
menghasilkan perilaku over-konsumsi, akhirnya sampah makanan merupakan konsekuensi dari
segala mode produksi-konsumsi tersebut mencuat tak terbendung.
Akumulasi sampah tak bisa dilepaskan dari peran manusia dan kapitalisme. Dalam lingkup yang
luas (Materealisme Historis), manusia dengan basis produksi kapitalilnya melahirkan budaya
antroposentrisyang memosisikan alam sebagai sesuatu yang dikuasai, juga kultur industri
dalam produksi dan konsumtif. Sedangkan pada lingkup yang lebih kecil, segala aktivitas
manusia hampir pasti menghasilkan sampah, baik masing-masing individu maupun keluarga.
Dari paparan ini, ada dua hal menarik yang dapat dilihat sebagai nilai lebih dari tema ini.
Pertama, masalah sampah makanan belum mendapat perhatian yang besar bagi pemerintah
maupun publik Indonesia. Pemberitaan maupun kajian ilmiah mengenai sampah yang ditinjau
secara holistik masih belum dilakukan (kecuali National Geographic namun hanya satu rubrik).
Kedua, akumulasi sampah makanan tak hanya semata dapat diteropong dari dimensi struktural
sebagai bersumber dari kapitalisme, melainkan jugadan ini kerap dilupakan orangsampah
adalah masalah yang bersumber dari individu.
Angle
Supaya memantik munculnya angle-angle yang menarik, dalam tema ini bisa diajukan peta
kausalitas macam ini: pra-persoalan, persoalan, dan pasca-persoalan.
Pra-persoalan adalah faktor-faktor yang kemungkinan turut menyebabkan akumulasi sampah
makanan. Kita bisa melihat penyebabnya dari sudut filosofis: kesadaran dan paradigma manusia.
Atau dari sudut sosiologis: munculnya modernitas, masyarakat industri, juga maraknya
konsumerisme. Adapun persoalan adalah akumulasi sampah makanan itu sendiri. Di sini kita
dapat menyaksikan dampak dari akumulasi sampah makanan: dampak lingkungan, kesehatan,
politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Sedangkan pasca-persoalan merupakan upaya mengatasi

masalah akumulasi sampah. Upaya ini bisa dilakukan di tataran kesadaran maupun perilaku oleh
pemerintah, swasta, serta masyarakat.
Sumber data:
Mengacu teori konsentris dalam reportase, data yang kita akumulasi harus dimulai dari pusat
peristiwa.
Narasumber
Sekunder seperti
pakar lingkungan,
pakar pangan.
Data dari
BPS/statistic
pengunjung dari
restoran dan
hotel/artikel
riset/Buku.

Pelaku/Narasumber Primer dibedakan menjadi dua:


pertama kelas atas seperti pelayan hotel/restoran,
masyarakat kelas atas, tukang sampah. Kedua kelas bawah
seperti pedagang angkringan/warteg, masyarakat kelas
bawah bawah

Data dari kliping koran, artikel, internet.

1. Konsumerisme dan Akumulasi Sampah Makanan (pra-persoalan dan persoalan)


Sampah makanan merupakan konsekuensi logis atas konsumsi. Makin tinggi tingkat konsumsi,
maka volume sampah yang dihasilkan juga semakin meningkat. Bila mau dirunut, kapitalisme
dengan segala logika penumpukan modal adalah biang keladinya. Alurnya kira-kira begini:
Kapitalisme Industri Produksi Konsumsi Sampah Makanan
Konsumerisme tak bisa dilepaskan dari iklan komersial, sebab iklan tak hanya berfungsi sebagai
informasi, ia juga dapat menjadi media transformasi gaya hidup. Demikian juga faktor sosiologis
seperti perbedaan kelas sosial menjadikan konsumsi sebagai arena pertentangan kelas.
Konsumerisme masyarakat harus kita lihat dari berapa cadangan makanan yang ia simpan selama
beberapa periode (minggu). Kelas menengah-atas terbiasa menimbun makanan dalam lemari
pendingin selama satu periode.
Akumulasi sampah juga tak bisa dipisahkan dari banyaknya jumlah restoran dan hotel yang ada.
Tempat makan, merupakan satu dari sekian banyak media transformasi identitas yang menujurus
ke perbedaan kelas. Dalam konsumsi, label, merk, bisa juga dimaknai sebagai simbol komunikasi
budaya. Baju yang kita pakai bukan hanya karena kegunaannya, tetapi karena merk sebagai
identifikasi diri. Mereka datang ke tempat makan bukan karena makananya, namun karena
label yang tertera di makanan tersebut.
Hasil riset NGI menunjukan tingkat produksi makanan pada millennium ini lebih banyak dari
yang pernah tercatat oleh sejarah manusia. Namun produksi makanan dari setiap orang tak pernah
sampai ke piring setiap orang. Kita memiliki banyak pilihan untuk makan, namun, tidak semua
orang mempunyai kesempatan yang sama untuk memilih makanan mereka. Akumulasi dari
sampah makanan kelas menengah-atas dianggap mampu menghidupi kelas bawah.
Keputusan kita makan lalu membuang makanan mempengaruhi cadangan makanan kita. Karena,
apapun pekerjaan kita, dimana kita tinggal, kita harus makan. Kesalahan kelas menengah-atas
akan berimplikasi terhadap kelas bawah.

Persoalan yang bisa diangkat: Apa yang menyebabkan budaya konsumsi? Apa kaitannya dengan
kesadaran individu? Bagaimana tingkat konsumsi berhubungan langsung dengan akumulasi
sampah makanan? Berapa jumlah hotel dan restoran di Jogja? Berapa akumulasi sampah
makanan di hotel dan resoran di Jogja? Berapa tingkat konsumsi makanan masyarakat kelas
menengah-atas tiap periode? Ke mana mereka biasanya membeli makanan?
Kebutuhan data:
Analisis munculnya budaya konsumsi (konsumerisme)
Wawancara Masyarakat tentang kebutuhan makanan yang dibeli tiap minggu
Wawancara koki hotel/restaurant sisa makanan tiap hari
Wawancara Dinas Kebersihan Kota, Pemkot, dan Pemprov
Data Statistik tentang tingkat konsumsi dan akumulasi sampah makanan
Jumlah hotel/restoran di Jogja
Sumber data (belum ada kontak dan nama):
Tukang masak hotel/restoran
Pemerintah daerah: Pemda, Pemkot, dan Pemrov.
Tinjauan Pakar lingkungan dan makanan
Literatur: buku-buku dan artikel tentang tingkat konsumsi dan BPS

2. Pengolahan Sampah Makanan:Tinjauan Kultur dan Struktur (pasca-persoalan)


Daur ulang sampah makanan (informal)
Di negeri ini kehadiran pendaur ulang sampah makanan dimungkinkan oleh dua hal: pertama,
akumulasi sampah telah membuka kemungkinan kegiatan ekonomi dari proses daur ulang. Dalam
proses daur ulang ini pengais sampah makanan menjadi mata rantai penting yang berperan
mengurangi jumlah sampah makanan. Kedua, sebagai kegiatan ekonomi di sektor informal,
profesi sebagai pengais sampah makanan muncul sebagai respon atas sulitnya mengakses lahan
pekerjaan di sektor formal.
Kemudian, bagaimana sebetulnya gambaran kehidupan pengais sampah makanan? Dari mana
asalnya? Berapa pendapatannya? Bagaimana peranannya dalam proses permintaan sampah
makanan? Apa alasannya memilih profesi pendaur ulang sampah makanan? Apa saja kendala
yang dihadapi?
Kebutuhan data:
Deskripsi tentang kehidupan pendaur ulang sampah makanan: daerah asal, keluarga,
alasan kenapa memilih profesi ini, berapa pendapatannya, apa saja kendala yang pernah
dialami
Peran pendaur ulang makanan dalam proses daur ulang sampah makanan
Jumlah pendaur ulang sampah makanan
Sumber data (belum ada kontak dan nama):
Pendaur ulang

Pemerintah daerah: Pemda, Pemkot, dan Pemrov.


Tinjauan Pakar
Literatur

Pengumpulan Sampah makanan (formal)


Regulasi dari pemerintah tentang sampah makanan oleh hotel dan restoran (formal)
Mari berdiskusi, dua angle diatas belum aku jabarakan. Maaf ya, kita diskusikan saja dama
presentasi tema ini.

Anda mungkin juga menyukai