Anda di halaman 1dari 19

Bagian Ilmu Penyakit Dalam

RUMAH SAKIT UMUM KARDINAH


KOTA TEGAL

Disusun Oleh :
Kelly Khesya, S.Ked
030.10.150

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

Pertanyaan :

1. Klasifikasi hipertensi berdasarkan JNC VIII


2. Perbedaan rontgen Bronkitis Akut, eksaserbasi akut dan asma
3. Perbedaan Bronkopneumoni dengan Left heart failure

I.JNC VIII

II.

Bronkitis akut , Bronkitis Eksaserbasi akut dan Asma

Bronkitis adalah suatu peradangan bronchioles, bronchus, dan trachea oleh berbagai
sebab. Bronkitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti rhinovirus, Respiratory
Syncitial Virus (RSV), virus influenza, virus para influenza, dan Coxsackie virus. Bronkitis
adalah suatu peradangan pada bronchus yang disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme baik virus, bakteri, maupun parasit. Ada 2 jenis bronkitis yaitu bronkitis akut
dan kronik (Muttaqin, 2008).
Gambaran Rontgen
Bronkitis akut
Bronkitis akut adalah serangan bronkitis dengan perjalanan penyakit yang singkat dan
berat, disebabkan oleh karena terkena dingin, penghirupan bahan-bahan iritan, atau oleh
infeksi akut, dan ditandai dengan demam, nyeri dada (terutama disaat batuk), dyspnea, dan
batuk.
Radang akut bronkus berhubungan dengan infeksi saluran nafas bagian atas.Penyakit
ini biasanya tidak hebat dan tidak ditemukan komplikasi. Juga tidak terdapat gambaran
roentgen yang positif pada keadaan ini. Tetapi foto roentgen berguna jika ada komplikasi
pneumonitis pada penderita dengan infeksi akut saluran nafas. Gejala biasanya hebat.
Bronkitis kronik
Bronkitis kronik adalah bentuk peradangan yang lama dan berkesinambungan akibat
serangan berulang bronkitis akut atau penyakit-penyakit umum kronis, dan ditandai dengan
batuk, ekspektorasi, dan perubahan sekunder jaringan paru (Company, 2000). Bronkitis
kronik didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu
tahun selama 2 tahun berturut-turut. Sekresi yang menumpuk dalam bronchioles mengganggu
pernapasan yang efektif. Merokok atau pemajanan terhadap terhadap polusi adalah penyebab
utama bronkitis kronik. Pasien dengan bronkitis kronik lebih rentan terhadap kekambuhan
infeksi saluran pernapasan bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri, dan mikroplasma dapat
menyebabkan episode bronkitis akut berulang kembali.
Penyakit bronkitis kronik tidak selalu memperlihatkan gambaran khas pada foto
thoraks. Pada foto hanya tampak corakan yang ramai di bagian basal paru. Gambaran
radiogram bronkitis kronik hanya memperlihatkan perubahan yang minimal dan biasanya
tidak spesifik. Kadang-kadang tampak corakan peribronkial yang bertambah di basis paru
oleh penebalan dinding bronkus dan peribronkus. Corakan yang ramai di basal paru ini dapat

merupakan variasi normal foto thoraks. Beberapa gambaran Ro thoraks yang mungkin
muncul pada bronkitis kronik :
A. Dirty chest
Gambaran Dirty chest. Karena terjadi infeksi berulang yang disertai terbentuknya
jaringan fibrotik pada bronkus dan percabangannya, maka corakan bronkovaskular akan
terlihat ramai dan konturnya irregular. Ini merupakan tanda khas bronkitis kronik yang paling
sering ditemukan pada foto thoraks.

Gambar 1. Dirty chest yang menunjukkan adanya corakan bronkovaskular yang ramai
hingga menuju percabangan perifer di paru
B. Tubular Shadow
Gambaran Tubular Shadow menunjukkan adanya bayangan garis-garis yang paralel
keluar dari hilus menuju basal paru dari corakan paru yang bertambah.

Gambar 2. Adanya gambaran tubular shadow pada bronkitis kronik


C. Struktur bronkovaskular yang irreguler.

Gambar 3. Sisi lapangan paru kiri atas yang diperbesar menunjukkan struktur bronkovaskuler
yang irregular dengan diameter yang bervariasi.
Bronkitis Kronik Eksaserbasi akut
Eksaserbasi bronkitis kronik hampir pasti terjadi selama musim dingin. Menghirup
udara yang dingin dapat menyebabkan bronchospasme bagi mereka yang rentan (Smeltzer &
Bare, 2001). Bronkitis kronik eksaserbasi akut ditandai dengan bertambahnya batuk dengan
produksi sputum yang purulent/mukopurulent atau sputum berwarna kuning/hijau dan adanya
peningkatan dyspnoe dan/atau bertambahnya volume sputum. Semakin sering terjadi fase
eksaserbasi akan menyebabkan semakin cepatnya perburukan faal paru. Kebanyakan
eksaserbasi akut dipercaya oleh karena infeksi, tetapi paparan allergen, polutant dan
merokoksigaret dapat berperan dalam perburukan bronkitis kronik. Organisme patogen
tersering adalah H.Influeza, pneumococcus dan M.Catarrhalis, organisme partogen seperti
klebsiella, mycoplasma, legionella dan gram negatif lainnya jarang.
BKEA diklasifikasikan dalam 3 tingkatan keparahan:

Eksaserbasi type I

purulensi sputum
Eksaserbasi type II
Eksaserbasi type III

:peningkatan sesak, peningkatan volume sputum dan


:adanya dua dari tiga gejala diatas
:adanya satu dari tiga gejala ditambah salah satu dari :demam

37,5 , 38,50C; sakit tenggorokan dan hidung berlendir dalam 5 hari, bertambahnya
wheezing atau batuk
Gambaran radiologi pada bronkitis kronik eksaserbasi akut nampak seperti gambaran
pada bronkitis kronik krn pada dasar BKEA merupakan episode ulang bronkitis akut pada
orang dengan penyakit bronkitis yang sudah kronik.
Asma Bronkhiale

Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana
trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma bronchial adalah
suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai
rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya
dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan ( The American
Thoracic Society ).
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1.

Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang

spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan
spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2.

Intrinsik (non alergik)


Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak

spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya
infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering
sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3.

Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik

dan non-alergik.
Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma bronkhial. Faktor predisposisi (Genetik) dan faktor presipitasi (alergen inhalan,
ingestan, dan kontaktan , perubahan cuaca, stress , lingkungan kerja, dan olah raga/ aktifitas
jasmani yang berat.

Gambaran Radiologi

Gambar 4. Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.

III.

Bronkopneumoni dan Left Heart Failure

Definisi

Etiologi

Presentasi
Klinis

Bronkopneumoni
radang dari saluran pernapasan yang

Left Heart Failure


Kondisi dimana jantung kiri tidak

terjadi pada bronkus sampai alveolus

dapat memompa darah secara

paru.
Streptococcus pneumoniae, Haem

adekuat.
Hipertensi
ophillus influenzae, Staphylococcus Hipotiroid
Heart attack
aureus, Streptococcus group B serta
Infeksi otot jantung
kuman atipik Chlamydia pneumoniae
Penyakit katup mitral dan aorta
dan Mycoplasma pneumoniae
Demam, menggigil, sefalgia.
Batuk (produktif, kering, atau

nonproduktif)
Takipneu, dispneu atau bisa jadi
apneu.

Bronkopneumoni
Pemeriksaan Frekuensi napas meningkat
Napas cuping hidung
Fisik
Retraksi sela iga
Fremitus melemah
Perkusi redup

Sesak saat aktivitas


Orthopnea
Paroxysmal nocturnal dyspnea
Sesak saat istirahat
Edema pulmo akut

Left Heart Failure


Batas kiri jantung bergeser dan

pinggang jantung cembung


S3 Gallop
rales di basal paru yng biasanya

Suara napas melemah


Ronkhi basah sedang nyaring

ditemani oleh wheezing

(crackles)
Radiologi

Komplikasi

Bercak infiltrat difus


Langsung dari penyebaran bakteri
dalam rongga thorax (seperti efusi

pleura, empiema dan perikarditis) atau

penyebaran bakteremia dan hematologi

Kardiomegali (CTR > 50%)


Congestive Heart Failure
Penyakit Katup Jantung
Infark miokard
Emboli Pulmonal

yaitu Meningitis, artritis supuratif, dan


osteomielitis adalah komplikasi yang
jarang

dari

penyebaran infeksi

hematologi.
Bronkopneumoni
DEFINISI
Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada
berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan
sering terjadi pada bayi atau orang tua. Bronkopneumonia adalah peradangan paru, biasanya
dimulai di bronkioli terminalis. Bronkopneumonia adalah nama yang diberikan untuk sebuah
inflamasi paru-paru yang biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis

menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di


lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari
saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem
pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia dapat muncul sebagai
infeksi primer.
ETIOLOGI
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah faktor infeksi (tersering) :
- Bakteri : Pneumokokus, Streptokokus, Stafilokokus, Hemofilus influenza, Mycobacterium
tuberculosa.
- Virus : Respiratory Synctitial Virus, Adenovirus, Cytomegalo virus, Virus infuenza B.
- Jamur : Histoplasmosis, Candida albicans, Aspergillus species dll.
KLASIFIKASI
Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia
yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 menyebutkan tiga klasifikasi
pneumonia.
Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
1. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
2. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia).
3. Pneumonia aspirasi.
4. Pneumonia pada penderita immunocompromised.
Berdasarkan bakteri penyebab:
1. Pneumonia bakteri/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai
tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik,
staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal disebabkan
mycoplasma, legionella, dan chalamydia.
2. Pneumonia virus.
3. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama

pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).


Berdasarkan predileksi infeksi:

1. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari pohon
bronkus) baik kanan maupun kiri.
2. Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada
berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan
sering terjadi pada bayi atau orang tua.
3. Pneumonia interstisial.
PATOGENESIS
Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara percikan (droplet).
Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat percikan mukus atau saliva. Lobus bagian
bawah paru paling sering terkena efek gravitasi. Agen-agen mikroba yang menyebabkan
Pneumonia memiliki 3 bentuk transisi primer :
1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada
orofaring
2. Inhalasi aerosol yang infeksius
3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal
Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan
pneumonia, sementara penyebaran cara hematogen lebih jarang terjadi. Akibatnya, faktorfaktor predisposisi termasuk juga berbagai defisiensi mekanisme pertahanan sistem
pernafasan. Kolonisasi basilus gram negatif telah menjadi subjek penelitian akhir-akhir ini.
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah
infeksi yang terdiri dari :
1. Susunan anatomis rongga hidung
2. Jaringan limfoid di nasofaring
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang
dikeluarkan oleh sel epitel tersebut
4. Refleks batuk
5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi
6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional
7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama Ig A
8. Sekresi enzim-enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai anti
mikroba yang non spesifik.

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke
alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu
mikroorganisme tiba di alveoli mementuk suatu proses peradangan yang meliputi empat
stadium, yaitu:
A. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediatormediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
B. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan
fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus
yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara
alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini
berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
C. Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah
paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera
dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi,
lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
D. Stadium IV (7 12 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali
ke strukturnya semula.

GAMBARAN KLINIS
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa
hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 3940C dan mungkin disertai kejang karena
demam yag tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak
dijumpai di awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, dimana pada
awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif. Pada bronkopneumonia, hasil
pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering
tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah
gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens)
mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi
terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan
biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.3
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000 / mm3 dengan
pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus
atau mycoplasma.
2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.
3. Peningkatan LED.
4. Kultur dahak dapat positif pada 20 50 % penderita yang tidak diobati. Selain kultur
dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).
5. Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada stadium lanjut
dapat terjadi asidosis meyabolik.

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai
dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada
bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto
rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,
pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai.

Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena


pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab
tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata
laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut pneumonia dibedakan
berdasarkan :
Pneumonia sangat berat :
bila terjadi sianosis sentral dan tidak sanggup minum, maka harus dirawat di rumah sakit
dan diberi antibiotika.
Pneumonia berat :
bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka harus
dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Pneumonia :
bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
- > 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
- > 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun
- > 40 x/menit pada anak usia 1 5 tahun
Bukan Pneumonia :
hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak
perlu diberi antibiotika.
PENATALAKSANAAN
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini tidak
dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan
pengobatan polifragmasi seperti penisilin diambah dengan kloramfenikol atau diberi
antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampicillin. Pengobatan diteruskan sampai
anak bebas demam selama 4 5 hari. Pengobatan dan penatalaksaannya meliputi :
Bed rest
Anak dengan sesak nafas memerlukan cairan inta vena dan oksigen (1 2 l/mnt). Jenis
cairan yang digunakan adalah campuran Glukosa 5% dan NaCl 0,9% ditambah larutan KCl
10 mEq/500 ml botol infus.
Jumlah cairan disesuaikan dengan berat badan dan kenaikan suhu.
Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
Pemberian antibiotik sesuai biakan atau berikan :
Untuk kasus pneumonia community base :

- Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian


- Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base :
- Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
- Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
Antipiretik : paracetamol 10-15 mg/kgBB/x beri
Mukolitik : Ambroxol 1,2-1,6 mg/kgBB/2 dosis/oral
Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang
nasogastrik dengan feeding drip. Jika sesaknya berat maka pasien harus dipuasakan.
KOMPLIKASI
Dengan penggunaan antibiotika, komplikasi hampir tidak pernah dijumpai. Komplikasi yang
dapat dijumpai adalah empyema dan otitis media akut. Komplikasi lain seperti meningitis,
perikarditis, osteomielitis, peritonitis lebih jarang dilihat.

Left Heart Failure


A. Definisi
Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat
memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul dengan atau tanpa
penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau

sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload. Gagal jantung
kiri adalah kondisi dimana jantung kiri tidak dapat memompa darah secara adekuat.
B. Etiologi Gagal Jantung Kiri
PJK (CAD)
Hipertensi
Kardiomiopati
Miokarditis
Penyakit katub (RHD)
Penyakit Jantung Kongenitif
Penyakit Perikardium
Aritmia : TAKI/BRADI
Obat-obatan
Anemia/hipoksia

C. Patofisiologi
Pada keadaan normal selalu terdapat sisa darah di rongga ventrikel pada akhir sistol.
Dengan berkurangnya curah jantung pada gagal jantung, maka pada saat akhir sistol terdapat
siasa darah yang lebih banyak dari keadaan normal. Pada fase diastol berikutnya maka sisa
darah ini akan bertambah lagi dengan darah yang masuk ventrikel sinistrum, sehingga
tekanan akhir diastol menjadi lebih tinggi, semakin lama akan menimbulkan bendungan di
daerah atrium sinistrum. Tekanan darah di atrium sinistrum pada keadaan normal berkisar
antara 10-12mmHg akan meninggi karena bendungan tersebut. Hal ini akan diikuti oleh
peninggian tekanan darah di vena pulmonalis dan di pembuluh darah kapiler paru-paru.
Karena ventriculus dexter yang masih sehat memompa darah terus sesuai dengan jumlah
yang masuk di atrium dextrum, maka dalam waktu cepat tekanan hidrostatik di kapiler paruparu akan menjadi begitu tinggi, sehingga melampaui 18mmHg dan terjadilah transudasi
cairan dari pembuluh kapiler paru-paru.

Pada saat tekanan arteri pulmonalis dan arteri bronchialis meninggi terjadi pula
transudasi di jaringan intersisiel bronkus. Jaringan tersebut menjadi edema dan hal ini akan
mengurangi besarnya lumen bronkus, sehingga aliran udara menjadi terganggu. Pada keadaan
ini suara pernapasan menjadi berbunyi pada akhir ekspirasi, terdengar bising ekspirasi dan
fase ekspirasi menjadi lebih panjang. Bila tekanan di kapiler paru makin tinggi, makan cairan
transudasi ini akan makin bertambah banyak. Cairan ini mula-mula akan masuk ke dalam
saluran limfatikcdan kembali ke peredaran darah. Namun bilamana tekanan hidrostatik
kapiler paru sudag diatas 25mmHg, maka transudasi cairan ini menjadi lebih banyak dan
saluran limfatik tidak cukup untuk menampungnya. Cairan tersebut akan tertahan di jaringan
intersisiel paru-paru dan suatu saat akan memasuki alveoli.
Dengan terjadinya edema intersisiel, maka pergerakan alveoli akan terganggu sehingga
proses pertukaran udara juga terganggu. Penderita akan merasa sesak nafas disertai dengan
nadi yang cepat. Bila transudasi sudah masuk ke rongga alveoli, terjadilah edema paru
dengan gejala sesak nafas yang hebat, takikardi, tekanan darah yang menurun, dan kalau
tidak dapat diatasi maka kemudian diikuti oleh syok kardiogenik dimana tekanan diastol
menjadi sangat rendah, sehingga tidak mampu lagi memberikan perfusi cukup pada
miokardium. Keadaan ini akan memperburuk kondisi otot jantung dengan timbulnya asidosis
miokardium, yang selanjutnya akan mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih buruk
lagi.
D. Manifestasi Klinis
Dispneu
Orthopneu
Paroksimal Nokturnal Dyspneu
Batuk
Mudah lelah
Gelisah dan cemas

D. Penegakan Diagnosis

Penegakan diagnosis gagal jantung dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


EKG, foto thorax, ekokardigrafi-doppler dan kateterisasi. Klasifikasi fungsional dari The
New York Heart Association (NYHA), umum dipakai untuk menyatakan hubungan antara
awitan gejala dan derajat latihan fisik:
Klas I

: tidak timbul gejala pada aktivitas sehari-hari, gejala akan timbul pada aktivitas
yang lebih berat dari aktivitas sehari-hari.

Klas II

: gejala timbul pada aktivitas sehari-hari.

Klas III

: gejala timbul pada aktivitas lebih ringan dari aktivitas sehari-hari.

Klas IV

: gejala timbul pada saat istirahat.

F.

Penatalaksanaan
Tindakan dan pengobatan pada gagal jantung ditujukan pada 5 aspek : mengurangi

beban kerja, memperkuat kontraktilitas miokard, mengurangi kelebihan cairan dan garam,
melakukan tindakan terhadap penyebab, faktor pencetus dan penyakit yang mendasari. Pada
umumnya semua penderita gagal jantung dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai
beratnya keluhan. Terapi nonfarmakologi antara lain: diet rendah garam, mengurangi berat
badan, mengurangi lemak, mengurangi stress psikis, menghindari rokok, olahraga teratur.
Beban awal dapat dikurangi dengan pembatasan cairan, pemberian diuretika, nitrat, atau
vasodilator lainnya. Beban akhir dikurangi dengan obat-obat vasodilator, seperti ACEinhibitor, hidralazin. Kontraktilitas dapat ditingkatkan dengan obat ionotropik seperti
digitalis, dopamin, dan dobutamin.

Anda mungkin juga menyukai