Anda di halaman 1dari 20

DOKUMEN USULAN

TENTANG
PENETAPAN GARIS SEMPADAN SUNGAI BELAWAN DAN SUNGAI BADERA
CET
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsurunsur utamanya terdiri atas sumber daya alam tanah, air dan vegetasi serta
sumber daya manusia sebagai pelaku pemanfaat sumber daya alam tersebut.
DAS di beberapa tempat di Indonesia memikul beban amat berat sehubungan
dengan tingkat kepadatan penduduknya yang sangat tinggi dan pemanfaatan
sumber daya alamnya yang intensif sehingga terdapat indikasi belakangan ini
bahwa kondisi DAS semakin menurun dengan indikasi meningkatnya kejadian
tanah longsor, erosi dan sedimentasi, dan banjir. Disisi lain tuntutan terhadap
kemampuannya dalam menunjang system kehidupan, baik masyarakat di bagian
hulu maupun hilir demikian besarnya.
Sungai sebagai sistim pembawa aliran dari DAS memerlukan ruang yang layak
dalam menjalankan fungsinya baik untuk mengalirkan debit aliran rendah
maupun saat harus mengalirkan debit banjir,sering dengan perkembangan kota
dan batas antara sungai sebagai sistim pembawa aliran dan wilayah pemukiman
serta pemanfaatan lahan yang lain semakin bergeser ke arah sungai dan ini tentu
saja akan mengganggu fungsi sungai sebagai pembawa aliran dan juga
mengurangi nilai pemanfaatan lahan yg ada mengingat akan sering tergenang di
saat kondisi banjir.
Berkaitan dengan hal tersebut maka pihak Balai Wilayah Sungai Sumatera II
yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan dan pengembangan sungaisungai yang tercakup dalam wilayah kerjanya berinisiatif untuk melaksanakan
kegiatan identifikasi, inventarisasi dan pengukuran batas sempadan Sungai
Belawan dan Sungai Badera agar dapat dibuat usulan penetapan jalur sempadan
sungai sesuai peraturan mentri PU, sehingga terbentuk kawasan sempadan

sungai yang berfungsi menjaga keberlangsungan sungai dalam tugasnya


menbawa aliran dalam suatu sistim DAS untuk memberi manfaat yang besar bagi
masyarakat sekaligus menjaga kelestarian sungai dan juga mengurangi banjir
serta bencana yang sering terjadi akibat adanya penggunaan daerah bantaran
sungai yang tidak terkontrol.

B. Maksud dan tujuan


Maksud dari dokumen usulan penetapan garis sempadan ini adalah:
a. Sebagai bahan akademis hasil penyusunan penetapan garis sempadan
Sungai Belawan dan Sungai Badera yang telah dilakukan sebelumnya
b. Sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan untuk
menetapkan sempadan Sungai Belawan dan Sungai Badera;
Adapun tujuan penyusunan dokumen usulan penetapan garis sempadan ini
adalah:
a. Tersedianya dokumen yang dapat digunakan dalam mengatur ruang
sempadan sungai dan daratan agar fungsi sungai dan kegiatan manusia
tidak saling terganggu.
b. Ditetapkannya usulan Garis sempadan sungai menjadi ketetapan garis
sempadan sungai melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum;
C. Manfaat
Manfaat dari kegiatan ini adalah :
1. Dokumen usulan ini dapat menjadi acuan bagi perumusan rancangan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Penetapan Garis Sempadan
Sungai Belawan dan Sungai Badera.
2. Dalam lampiran dokumen usulan ini akan memuat kondisi eksisting dan
terkini mengenai daerah sempadan Sungai Belawan dan Sungai Badera
yang bisa dibuat sebagai acuan dalam pengelolaan Sungai Belawan dan
Sungai Badera kedepannya.
3. Dengan adanya dokumen usulan yang disusun dari hasil pengkajian maka
diharapkan materi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Penetapan
Garis Sempadan Sungai Belawan dan Sungai Badera dapat mengantisipasi

berbagai potensi masalah dan tantangan yang timbul mengenai garis


sempadan Sungai Belawan dan Sungai Badera di masa mendatang.
D. Keluaran Kegiatan
Dokumen usulan yang memuat tinjauan konseptual tentang Penetapan Garis
Sempadan Sungai Belawan dan Sungai Badera dan rancangan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai Belawan
dan Sungai Badera beserta lampirannya yang berisi gambar situasi daerah
sempadan Sungai Belawan dan Sungai Badera.
4
E. Landasan penyempurnaan
1. Landasan filosofis
Undangundang selalu mengandung norma-norma hukum yang diidealkan
(ideal norms) oleh suatu masyarakat ke arah mana cita-cita luhur kehidupan
bermasyarakat dan bernegara hendak diarahkan. Karena itu, undang-undang
dapat digambarkan sebagai cermin dari cita-cita kolektif yang hendak
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari melalui pelaksanaan undang-undang
yang bersangkutan dalam kenyataan. Karena itu, cita-cita filosofis yang
terkandung dalam undang-undang itu hendaknya mencerminkan cita-cita
filosofis yang dianut masyarakat bangsa yang bersangkutan itu sendiri.
Artinya, jangan sampai cita-cita filosofis yang terkandung di dalam undangundang tersebut justru mencerminkan falsafah kehidupan bangsa lain yang
tidak cocok dengan cita-cita filosofis bangsa sendiri. Karena itu, dalam konteks
kehidupan bernegara, Pancasila sebagai falsafah haruslah tercermin dalam
pertimbangan-pertimbangan filosofis yang terkandung di dalam setiap undangundang. Undan-undang Republik Indonesia tidak bolaeh melandasi diri
berdasarkan falsafah hidup bangsa dan negara lain. Artinya, Pancasila itulah
yang menjadi landasan filosofis semua produk undang-undang Republik
Indonesia berdasarkan UUD 1945.
2. Landasan Sosiologis

Landasan kedua adalah landasan sosiologis, yaitu bahwa setiap norma hukum
yang dituangkan dalam undang-undang haruslah mencerminkan tuntutan
kebutuhan masyarakat sediri aan norma hukum yang sesuai dengan realitas
kesadaran

hukum

masyarakat.

Karena

itu,

dalam

konsideran,

harus

dirumuskan dengan baik pertimbangan-pertimbangan yang bersifat empiris


sehingga sesuatu gagasan normatif yang dituangkan dalam undang-undang
benar-benar didasarkan atas kenyataan yang hidup dalam kesadaran hukum
masyarakat. Dengan demikian, norma hukum yang tertuang dalam undangundang itu kelak dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya di tengah-tengah
masyarakat hukum yang diaturnya.
Pada kajian hukum atau penelitian hukum yang sosiologis, hukum dikonsepkan
sebagai pranata sosial yang secara riil dikaitkan dengan variabel-variabel sosial
yang lain. Apabila hukum sebagai gejala sosial yang empiris sifatnya, dikaji
sebagai variabel bebas/sebab (independent

variable) yang menimbulkan

pengaruh dan akibat pada berbagai aspek kehidupan sosial, kajian itu
merupakan kajian hukum yang sosiologis (socio-legal research). Namun, jika
hukum dikaji sebagai variabel tergantung/akibat (dependent variable) yang
timbul sebagai hasil dari berbagai kekuatan dalam proses sosial, kajian itu
merupakan kajian sosiologi hukum (sociology of law).
3. Landasan Yuridis
Landasan

yuridis

ditempatkan

dalam

pada

bagian

perumusan

setiap

undang-undang

KonsideranMengingat.

Dalam

haruslah

Konsideran

mengingat ini harus disusun secara rici dan tepat (i) ketentuan UUD 1945 yang
dijadikan rujukan, termasuk penyebutan pasal dan ayat atau bagian tertentu
dari UUD 1945 harus ditentukan secara tepat; (ii) undang-undang lain yang
dijadikan rujukan dalam membentuk undang-undang yang bersangkutan, yang
harus jelas disebutkan nomornya, judulnya, dan demikian pula dengan nomor
dan tahun Lembaran Negara dan Tambahan Lembaran Negara.
Biasanya, penyebutan undang-undang dalam rangka Konsideran Mengingat
ini tidak disertai dengan penyebutan nomor pasal ataupun ayat. Penyebutan
pasal dan ayat hanya berlaku untuk penyebutan undang-undang dasar saja.
Misalnya,

mengingat

Undang-Undang

No.

10

Tahun

2004

tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Artinya, undang-undang itu


dijadikan dasar yuridis dalam Konsideran mengigat itu sebagai suatu kesatuan
sistem norma.
Kajian yuridis normatif atau penelitian hukum normatif disebut juga penelitian
doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini hukum dikonsepkan sebagai apa
yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum
dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku
manusia yang dianggap pantas. Oleh karena itu:
Pertama, sebagai sumber datanya hanyalah data sekunder, yang terdiri dari
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, atau data tersier.
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yaitu
Peraturan Perundang-undangan.
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil
hasil penelitian, atau pendapat pakar hukum.
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
seperti kamus (hukum), eksiklopedia.
Kedua, karena penelitian hukum normatif sepenuhnya menggunakan data
sekunder (bahan kepustakaan), penyusunan kerangka teoretis yang bersifat
tentatif (skema) dapat ditinggalkan, tetapi penyusunan kerangka Konsepsional
mutlak diperlukan. Di dalam menyusun kerangka konsepsional, dapat
dipergunakan perumusan-perumusan yang terdapat di dalam peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar penelitian.
Ketiga, dalam penelitian hukum normatif tidak diperlukan hipotesis, kalaupun
ada, hanya hipotesis kerja.
Keempat, konsekuensi dari (hanya) menggunakan data sekunder, maka ada
penelitian hukum normatif tidak diperlukan sampling, karena data sekunder
(sebagai sumber utamanya) memiliki bobot dan kualitas tersendiri yang tidak
bisa diganti dengan data jenis lainnya. Biasanya penyajian data dilakukan
sekaligus dengan analisisnya.

E. Metode
Dalam penyusunan ketetapan garis sempadan Sungai Belawan dan
Sungai Badera ini metode kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.

Persiapan Administrasi, Mobilisasi Personil, Alat


Orientasi Lapangan & Identifikasi Awal
Pengumpulan Data Sekunder
Melakukan Inventarisasi bangunan dan pemanfaatan yang ada di tepi sungai

dan di sekitar tanggul yang ada di sepanjang sungai;


e. Mengidentifikasi & menginventarisir permasalahan yang ada di sepanjang tepi
sungai;
f. Melakukan sosialisasi dan konsultasi publik menyangkut rencana penetapan
garis sempadan sungai;
g. Melakukan pengukuran kadaster di sepanjang tepi kiri dan kanan sungai dengan
h.
i.
j.
k.
l.

lebar sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 38 tahun 2011 pasal 9;


Membuat gambar digital hasil pengukuran kadaster;
Membuat usulan sempadan sungai
Melakukan konsultasi dengan pemerintah daerah dan instansi terkait;
Mereview / revisi usulan sempadan sungai
Melakukan konsultasi dengan Tim Kordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air

(TKPSDA) WS Belawan Ular Padang;


m. Membuat dok. usulan daerah sempadan sungai yang dilengkapi dengan gambar
situasi yang menunjukan letak usulan garis sempadan sungai sesuai dengan
hasil konsultasi dan rekomendasi TKPSDA;
n. Mempersiapkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam proses pengajuan
rancangan penetapan sempadan Sungai Belawan dan Sungai Badera kepada
Menteri PU dan / atau melakukan revisi / review terhadap hasil penyusunan
rancangan ini, apabila nantinya saat pengajuan rancangan ini untuk menjadi
ketetapan

sempadan,

ternyata

masih

dibutuhkan

perbaikan

dan/atau

penyempurnaan terhadap dokumen rancangan tersebut.

F. Sistematika penulisan.
Dokumen usulan ini ditulis dengan sistematika sebagai berikut: Bab I
Pendahuluan, berisi uraian tentang latar belakang, maksud dan tujuan, manfaat,
keluaran

kegiatan,

landasan

penyempurnaan,

metode,

dan

sistematika

penulisan, Bab II Arah Dan Tujuan, Bab III Permasalahan, Bab IV Materi
Rancangan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Tentang Penetapan Garis
Sempadan Sungai Belawan dan Sungai Badera; dan Bab V Kesimpulan. Bagian

akhir Dokumen usulan dilengkapi dengan daftar pustaka yang berisi referensi
pendukung.

BAB II
ARAH DAN TUJUAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG
PENETAPAN GARIS SEMPADAN SUNGAI BELAWAN DAN SUNGAI BADERA.
Pada dasarnya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Penetapan
Garis Sempadan Sungai Belawan dan Sungai Badera sangat diperlukan karena
kondisi Sungai Belawan dan Sungai Badera pada saat ini mengalami
ketidakseimbangan ekosistem yang mengganggu fungsi sungai akibat dari
pesatnya kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Untuk mencegah ekspansi
masyarakat terhadap sungai maka harus ada daerah penyangga antara
kebutuhan masyarakat dan kebutuhan sungai itu sendiri.
Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2011
tentang Sungai maka perlu ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
tentang Garis Sempadan Sungai-Sungai yang menjadi kewenangan Pemerintah
dalam hal ini Sungai Belawan dan Sungai Badera yang terletak didalam Wilayah
Sungai Belawan-Ular-Padang.

BAB III
PERMASALAHAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG
PENETAPAN GARIS SEMPADAN SUNGAI BELAWAN DAN SUNGAI BADERA.
Dari Hasil Inventarisasi yang telah dilakukan dilapangan didapat beberapa
permasalahan yang ada disekitar sempadan sungai Deli dan Babura yaitu :
Masyarakat memiliki lahan bersertifikat di wilayah sempadan sungai.
Adanya bangunan - bangunan permanen di wilayah sempadan sungai.
Ditemukan adanya tanaman-tanaman keras yang ditanam masyarakat di
wilayah sempadan sungai.

BAB IV
MATERI RANCANGAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG
PENETAPAN GARIS SEMPADAN SUNGAI BELAWAN DAN SUNGAI BADERA

DRAFT
PERATURAN MENTERI
PEKERJAAN UMUM
NOMOR : /PRT/2014
TENTANG
GARIS SEMPADAN SUNGAI BELAWAN DAN SUNGAI BADERA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PEKERJAAN UMUM,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka konservasi sungai sebagaimana dimaksud dalam pasal 20
ayat (1) , Pasal 20 ayat (2) huruf b. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2011 Tentang Sungai perlu ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Republik Indonesia Tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai.
b. bahwa sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2012 Tentang Penetapan Wilayah Sungai, bahwa Sungai Belawan dan Sungai
Badera yang terletak dalam Wilayah Sungai Belawan Ular Padang
merupakan Wilayah Sungai yang menjadi kewenangan Pemerintah dalam hal
ini Menteri Pekerjaan Umum RI.
c. bahwa dengan demikian penetapan garis sempadan Sungai Belawan dan
Sungai Badera perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI.
Mengingat :
1. Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
3. Undang-undang 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai.
5. Peraturan Pemerintan No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional

6. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan


Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi
Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011;
7. Peraturan Presiden No. 62 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan
Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo
8. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang
Penetapan Wilayah Sungai.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG GARIS SEMPADAN
SUNGAI BELAWAN DAN SUNGAI BADERA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Masyarakat adalah seluruh rakyat Indonesia, baik sebagai orang perseorangan,
kelompok orang, masyrakat adat, badan usaha, maupun yang berhimpun dalam
suatu lembaga atau organisasi kemasyarakatan.
2. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
3. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang sumber daya air.
4. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Sumber Daya Air, Kementrian
Pekerjaan Umum.
5. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Sumber daya Air Kementrian
Pekerjaan Umum.
6. Pemerintah daerah adalah Gubernur, bupati/walikota, dan perangakat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
7. Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan
pengaliran air beserta air didalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan
dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan.
8. Garis sempadan sungai adalah garis maya di kiri dan kanan palung sungai
yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai.

9. Daerah sempadan adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk


sungai buatan yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
kelestarian fungsi sungai.
10. Tepi sungai adalah batas luar palung sungai yang mempunyai variasi bentuk
seperti tergambar dalam lampiran peraturan ini.
11. Kawasan perkotaan adalah wilayah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, layanan
sosial dan kegiatan ekonomi.
12. Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo yang selanjutnya
disebut Kawasan Perkotaan Mebidangro adalah satu kesatuan kawasan
perkotaan yang terdiri atas Kota Medan sebagai kawasan perkotaan inti,
Kawasan Perkotaan Binjai di Kota Binjai, Kawasan Perkotaan Hamparan Perak,
Kawasan Perkotaan Sunggal, Kawasan Perkotaan Tanjung Morawa,
Kawasan Perkotaan Percut Sei Tuan, Kawasan Perkotaan Pancur Batu,
Kawasan Perkotaan Lubuk Pakam, dan Kawasan Perkotaan Galang di
Kabupaten Deli Serdang, serta Kawasan Perkotaan Berastagi di Kabupaten
Karo, sebagai kawasan perkotaan di sekitarnya, yang membentuk kawasan
metropolitan.
13. Tanggul adalah bangunan pengendali sungai yang dibangun dengan
persyaratan teknis tertentu untuk melindungi daerah sekitar sungai terhadap
limpasan air sungai.
14. Banjir adalah peristiwa meluapnya air sungai melebihi palung sungai.
15. Banjir berencana adalah banjir yang kemungkinan terjadi dalam kurun waktu
tertentu.
Bagian Kedua
Lingkup Pengaturan
Pasal 2
Lingkup pengaturan yang tercantum pada Peraturan Menteri ini terdiri adalah :
Penetapan garis sempadan Sungai Belawan dan Sungai Badera.
BAB II
GARIS SEMPADAN SUNGAI
Bagian Pertama
Maksud dan Tujuan
Pasal 3
(1) Penetapan garis sempadan sungai dimaksudkan sebagai upaya agar kegiatan
perlindungan, penggunaan dan pengendalian atas sumber daya yang ada pada
sungai termasuk dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya.

(2) Penetapan garis sempadan sungai bertujuan :


a. Agar fungsi sungai tidak terganggu oleh aktifitas yang berkembang
disekitarnya.
b. Agar kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai manfaat sumber
daya yang ada di sungai dapat memberikan hasil secara optimal sekaligus
menjaga kelestarian fungsi sungai.
c. Agar daya rusak air terhadap sungai dan lingkungannya dapat dibatasi,
Bagian Kedua
Tata Cara Penetapan
Pasal 4
(1) Penetapan garis sempadan sungai yang dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut :
a. Untuk sungai-sungai yang menjadi kewenangan Pemerintah, batas garis
sempadan sungai ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan
dari Direktur Jenderal.
b. Untuk sungai-sungai yang dilimpahkan kewenangannya kepada Pemerintah
Daerah, batas garis sempadan sungai ditetapkan dengan Peraturan Daerah
berdasarkan usulan dari Dinas.
c. Untuk sungai-sungai yang dilimpahkan kewenangan pengelolaannya
kepada Badan Hukum tertentu, batas garis sempadan sungai ditetapkan
dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan dari Badan Hukum tertentu
yang bersangkutan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a. Melakukan survai.
b. Menentukan dimensi penampang sungai berdasarkan rencana pembinaan
sungai yang bersangkutan dari hasil survai sebagaimana dimaksud dalam
butir a., bagi sungai-sungai yang tidak jelas tepinya.
c. Penetapan batas garis sempadan sungai dimaksud dalam butir b
berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 sampai dengan
pasal 10.
(3) Garis sempadan sungai yang telah ditetapkan dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.
(4) Penetapan garis sempadan sungai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
apabila dipandang perlu dapat disempurnakan setiap lima tahun.
Bagian Ketiga
Kriteria
Pasal 5
Kriteria penetapan garis sempadan sungai terdiri dari :

a.
b.
c.
d.
e.

Sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan.


Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan.
Sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan.
Sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan.
Sungai yang terpengaruh pasang air laut
Pasal 6

(1) Garis sempadan sungai bertanggul ditetapkan sebagai berikut:


a. Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan ditetapkan
sekurang-kurangnya 5 m (lima meter) dari tepi luar kaki tanggul sepanjang
alur sungai.
b. Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan
sekurang-kurangnya 3 m (tiga meter) dari tepi luar kaki tanggul sepanjang
alur sungai.
(2) Dengan pertimbangan untuk peningkatan fungsinya, tanggul sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat diperkuat, diperlebar dan ditinggikan, yang
dapat berakibat bergesernya letak garis sempadan sungai.
(3) Kecuali lahan yang berstatus tanah negara, maka lahan yang diperlukan untuk
tapak tanggul baru sebagai akibat dilaksanakannya ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) harus dibebaskan.
Pasal 7
(1) Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di luar kawasan perkotaan
a. Sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai
seluas 500 (lima ratus) Km2 atau lebih.
b. Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas
kurang dari 500 (lima ratus) Km2.
(2) Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan pada
sungai besar ditetapkan sekurang-kurangnya 100 m (seratus meter) dari tepi
kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.
(3) Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan pada
sungai kecil ditetapkan sekurang-kurangnya 50 m (lima puluh meter) dari tepi
kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.
Pasal 8
Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di dalam kawasan perkotaan
didasarkan pada kriteria :
a. Sungai yang mempunyai ke dalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter, garis
sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri dan
kanan palung sungai sepanjang alur sungai.
b. Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20
(dua puluh) meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 (lima
belas) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.
c. Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 (dua puluh) meter, garis
sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) meter dari tepi kiri
dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.

Pasal 9
Penetapan garis sempadan sungai yang terpengaruh pasang surut air laut
mengikuti kriteria yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6,
Pasal 7 dan Pasal 8 yang diukur dari tepi muka air pasang rata-rata.

Pasal 10
(1) Garis sempadan sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan jalan adalah
tepi bahu jalan yang bersangkutan, dengan ketentuan kontruksi dan
penggunaan jalan harus menjamin bagi kelestarian dan keamanan sungai serta
bangunan sungai.
(2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak terpenuhi,
maka segala perbaikan atas kerusakan yang timbul pada sungai dan bangunan
sungai menjadi tanggung jawab pengelola jalan.

Bagian Keempat
Cakupan Kawasan Perkotaan Mebidangro
Pasal 11
Kawasan Perkotaan Mebidangro mencakup 52 (lima puluh dua) kecamatan, yang
terdiri atas:
(1) seluruh wilayah Kota Medan yang mencakup 21 (dua puluh satu) wilayah
kecamatan, meliputi Kecamatan Medan Tuntungan, Kecamatan Medan
Selayang, Kecamatan Medan Johor, Kecamatan Medan Amplas, Kecamatan
Medan Denai, Kecamatan Medan Tembung, Kecamatan Medan Kota,
Kecamatan Medan Area, Kecamatan Medan Baru, Kecamatan Medan
Maimun, Kecamatan Medan Polonia, Kecamatan Medan Sunggal, Kecamatan
Medan Helvetia, Kecamatan Medan Barat, Kecamatan Medan Petisah,
Kecamatan Medan Timur, Kecamatan Medan Perjuangan, Kecamatan Medan
Deli, Kecamatan Medan Labuhan, Kecamatan Medan Marelan, dan
Kecamatan Medan Belawan;
(2) seluruh wilayah Kota Binjai yang mencakup 5 (lima) wilayah kecamatan,
meliputi Kecamatan Binjai Utara, Kecamatan Binjai Kota, Kecamatan Binjai
Timur, Kecamatan Binjai Barat, dan Kecamatan Binjai Selatan;
(3) seluruh wilayah Kabupaten Deli Serdang yang mencakup 22 (dua puluh dua)
wilayah kecamatan, meliputi Kecamatan Hamparan Perak, Kecamatan
Sunggal, Kecamatan Pancur Batu, Kecamatan Namorambe, Kecamatan Deli
Tua, Kecamatan Patumbak, Kecamatan Tanjung Morawa, Kecamatan Lubuk
Pakam, Kecamatan Pagar Merbau, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kecamatan
Batang Kuis, Kecamatan Pantai Labu, Kecamatan Labuhan Deli, Kecamatan

Beringin, Kecamatan Gunung Meriah, Kecamatan Sinembah Tanjung Muda


Hulu, Kecamatan Sibolangit, Kecamatan Kutalimbaru, Kecamatan Biru-biru,
Kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hilir, Kecamatan Bangun Purba, dan
Kecamatan Galang; dan
(4) sebagian wilayah Kabupaten Karo yang mencakup 4 (empat) wilayah
kecamatan, meliputi Kecamatan Dolat Rakyat, Kecamatan Merdeka,
Kecamatan Berastagi, dan Kecamatan Barusjahe.
Bagian Kelima
Garis Sempadan Sungai Belawan dan Sungai Badera
Pasal 12
(1) Garis sempadan Sungai Belawan dan Sungai Badera ditetapkan berdasarkan
kriteria sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8,
Pasal 9 dan Pasal 10 dari Bagian Ketiga.
(2) Gais sempadan sungai Belawan dan Sungai Badera yang melintasi daerahdaerah sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 11 ayat (1) sampai (4) pada
Bagian Keempat ditetapkan sebagai kawasan perkotaan
(3) Kesesuaian kriteria-kriteria tersebut diperoleh berdasarkan hasil pengukuran,
inventarisasi lapangan dan analisa hidrologi.
(4) Hasil penetapan garis sempadan Sungai Belawan dan Sungai Badera
sebagaimana yang tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri ini.
Bagian Keenam
Pemanfaatan Daerah Sempadan Sungai
Pasal 13
(1) Dalam hal perlindungan sempadan sungai dilakukan melalui pembatasan
pemanfaatan sempadan sungai yang hanya dapat dilakukan untuk keperluan :
a. Bangunan prasarana sumber daya air
b. Fasilitas jembatan dan dermaga
c. Jalur pipa gas dan air minum
d. Rentangan kabel listrik dan telekomunikasi; dan
e. Kegiatan budi daya pertanian dengan jenis tanaman yang diijinkan.
(2) Pada sempadan sungai yang terdapat tanggul untuk kepentingan pengendali
banjir, perlindungan badan tanggul dilakukan dengan larangan :
a. Menanam tanaman selain rumput.
b. Mendirikan bangunan; dan.
c. Mengurangi dimensi tanggul.
(3) Bangunan yang terdapat dalam sempadan sungai, kecuali yang dimaksud
dalam Ayat (1) butir a sampai d, kondisinya tidak boleh dirubah, ditambah
ataupun diperbaiki dan akan ditertibkan untuk mengembalikan fungsi sempadan
sungai sesuai dengan prioritas dan kemampuan serta dengan partisipasi
masyarakat.

(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus


memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang atau pejabat
yang ditunjuk olehnya, serta syarat-syarat yang ditentukan.
Pasal 14
Pada daerah sempadan dilarang :
a. Membuang sampah, limbah padat dan atau cair.
b. Mendirikan bangunan permanen untuk hunian dan tempat usaha.
c. Menanam tanaman keras dan tanaman yang mengganggu fungsi sempadan
sungai.

BAB III
PENGAWASAN
Pasal 15
(1) Pengawasan atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan didalam peraturan ini
dilakukan oleh satuan kerja atau Badan Hukum tertentu yang menangani
sungai yang bersangkutan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab
masing-masing.
(2) Laporan atas hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disampaikan kepada :
a. Direktur Jenderal, untuk pengawasan pada wilayah sungai yang menjadi
kewenangan Pemerintah Daerah atau Badan Hukum tertentu.
b. Dinas untuk pengawasan pada wilayah sungai yang menjadi kewenangan
Pemerintah atau Badan Hukum tertentu.
(3) Pengusutan atas pelanggaran ketentuan didalam Peraturan ini dapat dilakukan
oleh :
a. Pihak kepolisian dalam hal belum terbentuk Penyidik Pegawai Sipil (PPNS)
atau
b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk selanjutnya diteruskan kepada
pihak kepolisian.
Pasal 16
(1) Masyarakat wajib mentaati ketentuan-ketentuan pemanfaatan daerah
sempadan Sungai Belawan dan Sungai Badera yang ditetapkan oleh pejabat
yang berwenang.
(2) Masyarakat wajib ikut serta secara aktif dalam usaha pelestarian dan
pangamanan baik fungsi maupun fisik sungai.
BAB IV

SANKSI
Pasal 17
Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Pasal 12
ayat (2), Pasal 13, Peraturan ini dapat dikenakan sanksi berupa :
a. Sanksi pidana sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 7
Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Peraturan Pemerintah Nomor 38
tahun 2011 tentang sungai dan peraturan perundang-undangan lain yang
berlaku.
b. Sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 18
(1) Dengan berlakunya Peraturan ini, maka peraturan yang telah dikeluarkan
oleh Pemerintah Daerah sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan
ini masih tetap berlaku, sampai digantikan dengan yang baru.
(2) Bagi para pemanfaat lahan di daerah sempadan Sungai Belawan dan
Sungai Badera yang belum mengikuti ketentuan-ketentuan dalam
Peraturan ini, agar dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan
daerah sempadan sungai segera menyesuaikan.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
(1) Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
(2) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Menteri ini akan
ditetapkan dengan peraturan tambahan.
(3) Peraturan Menteri disebarluaskan kepada yang bersangkutan untuk
diketahui dan atau dilaksanakan.

(4) Lampiran dari peraturan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

DITETAPKAN DI : JAKARTA
PADA TANGGAL : .....................................
MENTERI PEKERJAAN UMUM

( Nama Jelas)

BAB V
KESIMPULAN
Bahwa Dalam Pasal 16 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 2011 Tentang Sungai ayat (1) menyebutkan bahwa Garis sempadan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, untuk
itulah maka ditetapkan Peraturan Menteri Tentang Ketetapan Garis Sempadan
Sungai Belawan dan Sungai Badera.
Garis sempadan Sungai Belawan dan Sungai Badera yang melintasi
kawasan perkotaan Mebidangro ditetapkan sebagai sungai pada kawasan
perkotaan

Anda mungkin juga menyukai