TINJAUAN PUSTAKA
A.
Epidemiologi
World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa dalam tiga dekade
terakhir, infeksi virus dengue di dunia meningkat secara drastis dan sekitar 2,5
miliar orang berisiko terkena infeksi dengue tersebut. Diperkirakan 50-100 juta
infeksi dan 25.000 kematian terjadi di dunia setiap tahunnya.1
Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi
disebabkan beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor,
tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi
meteorologis. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin,
tetapi kematian ditemukan lebih banyak terjadi pada anak perempuan daripada
anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di sebuah negara, pola distribusi umur
memperlihatkan proporsi kasus terbanyak berasal dari golongan anak berumur
<15 tahun (86-95%). Namun pada wabah selanjutnya, jumlah kasus golongan usia
dewasa muda meningkat. Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak
begitu jelas, namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara September
sampai Februari dengan mencapai puncaknya pada bulan Januari.2
B.
Etiologi
Virus dengue termasuk group B arthropod borne virus (arboviruses) dan
C.
Patogenesis
langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi
herterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk
kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran
leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi
sekresi
mediator
vasoaktif
yang
kemudian
menyebabkan
peningkatan
Aktivasi Limfosit T
Limfosit T juga memegang peran penting dalam patogenesis DBD. Akibat
rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue atau antigen virus dengue, limfosit
dapat mengeluarkan interferon (IFN-a dan y). Pada infeksi sekunder oleh virus
dengue (serotipe berbeda dengan infeksi pertama), limfosit T CD4+ berproliferasi
dan menghasilkan IFN-a. IFN-a selanjutnya merangsang sel yang terinfeksi virus
dengue dan mengakibatkan monosit memproduksi mediator. Oleh limfosit T
CD4+ dan CD8+ spesifik virus dengue, monosit akan mengalami lisis dan
mengeluarkan mediator yang menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan.
Hipotesis kedua patogenesis DBD mempunyai konsep dasar bahwa keempat
serotipe virus dengue mempunyai potensi patogen yang sama dan gejala berat
terjadi sebagai akibat serotipe/ galur serotipe virus dengue yang paling virulen.2
D.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut kriteria diagnosis WHO 2011, infeksi dengue
Demam Dengue
Masa tunas berkisar antara 3-5 hari (pada umumnya 5-8 hari). Awal
penyakit biasanya mendadak, disertai gejala prodromal seperti nyeri kepala, nyeri
berbagai bagian tubuh, anoreksia, rasa menggigil, dan malaise. Dijumpai trias
sindrom, yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan, dan timbulnya ruam
(rash). Ruam timbul pada 6 -12 jam sebelum suhu naik pertama kali, yaitu pada
hari sakit ke 3-5 berlangsung 3-4 hari. Ruam bersifat makulopapular yang
menghilang pada tekanan. Ruam terdapat di dada, tubuh serta abdomen,
menyebar ke anggota gerak dan muka.2,7
Gejala klinis timbul dengan mendadak, disertai kenaikan suhu, nyeri kepala
hebat, nyeri di belakang bola mata, punggung, otot, sendi dan disertai rasa
mengigil. Dapat dijumpai bentuk kurva suhu bifasik, tetapi pada penelitian
selanjutnya bentuk kurva ini tidak ditemukan pada semua pasien sehingga tidak
dapat dianggap patognomonik. Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan, di
samping itu perasaan tidak nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan
perut lembek sering ditemukan. Gejala klinis lain yang sering dijumpai ialah
fotofobia, keringat yang bercucuran, suara serak, batuk, epistaksis, dan disuria.
Demam menghilang secara lisis, disertai keluarnya banyak keringat. Kelenjar
limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus. Beberapa sarjana
menyebutnya sebagai Castelani's sign, sangat patognomonik dan merupakan
patokan yang berguna untuk membuat diagnosis banding. Manifestasi perdarahan
tidak sering dijumpai. Bentuk perdarahan yang dilaporkan ialah menoragi dan
menstruasi dini, abortus atau kelahiran bayi berat badan lahir rendah, mungkin
sekali akibat perdarahan uterus.2
1.
2.
3.
50.000 sel/mm3).
Dapat dijumpai peningkatan hematokrit ringan ( 10%) karena dehidrasi
4.
5.
3.
Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi fase demam, kritis,
dan masa penyembuhan (convalescence, recrwery).6
a.
Fase demam
Pada anamnesis didapatkan demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40C,
serta terjadi kejang demam. Dijumpai facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri
otot dan sendi, nyeri tenggorok dengan faring hiperemis, nyeri di bawah
lengkung iga kanan, dan nyeri perut.6
Pada pemeriksaan fisik ditemukan manifestasi perdarahan berupa uji
bendung positif (> 10 petekie/inch2) merupakan manifestasi perdarahan yang
paling banyak pada fase demam awal, petekie pada ekstremitas, ketiak, muka,
epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuria (jarang) dan
menorhagia. Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arkus costae kanan dan
kelainan fungsi hati (transaminase) lebih sering ditemukan pada DBD. 6
b.
Fase kritis
Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada masa
transisi dari saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever
defervescence) ditandai dengan peningkatan hematokrit 10%-20% di atas nilai
dasar atau tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada
dinding kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral decubitus (RLD)
dan ultrasonografi dapat mendeteksi perembesan plasma tersebut. Kadar albumin
menurun >0.5g/dl dari nilai dasar / <3.5 g% yang merupakan bukti tidak langsung
dari tanda perembesan plasma.3,6
Manifestasi gejala syok adalah anak gelisah sampai terjadi penurunan
kesadaran, sianosis, nafas cepat, nadi teraba lembut sampai tidak teraba. Tekanan
nadi 20 mmHg dengan peningkatan tekanan diastolik. Akral dingin, capillary
refill time memanjang (>3 detik). Diuresis menurun (< l ml/kg berat badan/jam),
sampai
anuria.
Komplikasi
berupa
asidosis
metabolik,
hipoksia,
kecil dibanding dewasa. Permeabilitas vascular anak juga lebih tinggi dibanding
dewasa sehingga permeabilitas anak lebih mudah mengalami kebocoran
dibanding dewasa.6
c.
Hitung WBC normal dengan predominan neutrofil pada fase awal demam.
Setelah itu, akan diikuti dengan penurunan kadar leukosit dan neutrofil
hingga mencapai titik terendah pada akhir fase demam. Perubahan total
WBC (5000 sel/mm3) dan rasio neutrofil terhadap limfosit (neutrofil <
2.
3.
durasi periode yang singkat dan segera membaik pada periode konvalesens.
Kadar hematokrit normal pada awal demam. Peningkatan tajam kadar
hematokrit mungkin berhubungan dengan demam, anoreksia dan muntah.
Peningkatan
mendadak
kadar
hematokrit
harus
diobservai
secara
6.
7.
8.
9.
IX dan X.
Partial thromboplastin time dan prothrombin time memanjang pada
sampai 1/3 kasus DHF. Trombin time juga memanjang pada kasus yang
10.
11.
12.
berat.
Hiponatremia umu dijumpai pada kasus DHF dengan syok
Hipokalsemia dijumpai pada DHF grade 3 dan 4
Blood urea nitrogen, dan metabolik asidosis, dijumpai pada prolonged
shock
4.
ginjal, otak, dan jantung. Kelainan organ tersebut berkaitan dengan infeksi
penyerta, komorbiditas, atau komplikasi dari syok yang berkepanjangan. Kejadian
unusual manifestation infeksi dengue tersebut dapat pula terjadi pada kasus
infeksi dengue tanpa disertai perembesan plasma.8
E.
1.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Penegakan Diagnosis
Demam Dengue
Probable diagnosis:
Demam akut dengan 2 atau lebih gejala dibawah ini:5
Nyeri kepala
Nyeri retroorbital
Mialgia
Atralgia/ nyeri tulang
Ruam
Manifestasi perdarahan
g.
h.
i.
a.
b.
a.
b.
Confirmed Diagnosis
Probable case dengan minimal 1 gejala berikut:5
Isolasi virus dengue dari serum, cairan serebrospinal atau sampel autopsi
Peningkatan serum IgG empat kali lipat atau lebih (dengan tes inhibisi
hemaglutinasi) atau peningkatan antibodi IgM spesifik terhadap virus
c.
dengue.
Deteksi virus dengue atau antigen pada serum, jaringan atau cairan
serebrospinal dengan immunohistocemistri, immunofluorosens, enzyme-
d.
2.
>
20%
atau
bukti
perembesan
plasma
(efusi
pleura,
hipoalbuminemia).6
Kriteria klinis
1.
Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terusmenerus selama 2-7 hari
2.
3.
Pembesaran hati
4.
Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (<20
mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak
gelisah.
10
Kriteria laboratorium
1.
2.
Derajat
DBD
DD
DBD
Laboratorium
2 gejala
Nyeri kepala
Trombositopenia
Nyeri retro-orbital
(jumlah trombosit
Nyeri otot
<100.000 sel/mm3)
Nyeri sendi/tulang
Peningkatan hematokrit
Manifestasi perdarahan
bukti perembesan
plasma
plasma
Demam dan manifestasi
Trombositopenia
11
DBD
II
peningkatan hematokrit
>20%
Trombositopenia
perdarahan spontan
<100.000 sel/mm3;
peningkatan hematokrit
DBD
III
>20%
Seperti derajat I atau II ditambah Trombositopenia
kegagalan sirkulasi (nadi lemah, <100.000 sel/mm3;
DBD
IV
peningkatan hematokrit
>20%
menurun
Syok hebat dengan tekanan
Trombositopenia
<100.000 sel/mm3;
terdeteksi
peningkatan hematokrit
>20%
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah perifer, yaitu hemoglobin, leukosit, hitung jenis,
hematokrit, dan trombosit. Antigen NS1 dapat dideteksi pada hari ke-I setelah
demam dan akan menurun sehingga tidak terdeteksi setelah hari sakit ke-5-6.
Deteksi antigen virus ini dapat digunakan untuk diagnosis awal menentukan
adanya infeksi dengue, namun tidak dapat membedakan penyakit DD/DBD.6
Pada infeksi primer antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit
ke-3 sakit mencapai puncaknya pada hari sakit ke-5 dan kemudian menurun serta
menghilang setelah 60-90 hari. Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer
dapat terdeteksi pada hari sakit ke-14 dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4
12
tahun. Sedangkan pada infeksi sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi pada hari
sakit ke-2. Interpretasi hasil serologi IgG dan IgM dapat dilihat pada tabel. 3,6
Tabel 2. Interpretasi hasil serologi IgG dan IgM 6
Diagnosis
Infeksi primer
Infeksi sekunder
Infeksi lampau
Keterangan
Negatif
Negatif
Gambar 2. Perkiraan waktu infeksi primer dan sekunder virus dengue dan
metode diagnosis yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya infeksi2
Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas
indikasi berupa distres pernafasan/ sesak, dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun
perlu diingat bahwa kelainan radiologis terjadi apabila pada perembesan plasma
telah mencapai 20%-40%. Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian
cairan, dan untuk menilai edema paru karena overload pemberian cairan.
13
Kelainan radiologi yang dapat terjadi: dilatasi pembuluh darah paru terutama
daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radioopak dibandingkan yang kiri,
kubah diafragma kanan lebih tinggi daripada kanan, dan efusi pleura. Pada
pemeriksaan ultrasonografi dijumpai efusi pleura, kelainan dinding vesika felea,
dan dinding buli-buli.6
G. Penatalaksanaan
Triase pasien tersangka Dengue
Setiap rumah sakit yang merawat pasien infeksi vrus dengue, harus
mempersiapkan Unit Triase sebagai tempat untuk melakukan skrining, apakah
pasien harus menjalani rawat inap atau rawat jalan. Triase dapat juga dilakukan di
puskesmas yang mempunyai tempat perawatan, mempunyai dokter dan perawat
terlatih.
Registrasi
Skrining: riwayat
penyakit dan
warning sign
Vital sign
CBC
Pemeriksaan medis
dan tatalaksana awal
Edukasi keluarga
Observasi
Emergency:
Severe
clinical
presentation
Rawat
Prescription
Follow up
Gambar 3. Langkah skrining selama outbreak Dengue5
14
Dengan
warning sign
Tanpa warning
sign
CBC
Cek gula darah
Pertimbangkan
resusitasi cairan IV/
koreksi dehidrasi
Cari diagnosis
banding penyakit lain
Observasi tergantung
diagnosis
Note: pasien demam <
2 hari, biasanya bukan
DSS
Pertimbangkan
periksa CBC
Edukasi keluarga
Pulang ke rumah
Follow up setiap
hari jika mungkin
CBC
Leukopenia dan/
trombositopenia
Dengan
warning
sign
Tanpa
warning
sign
Pasien
resiko
tinggi
No Leukopenia dan/
trombositopenia
Dengan
warning
sign
Observasi/ rawat
Pertimbangkan
cairan IV
Monitoring dengue
nomor 3)
Untuk pasien lainnya, ikuti langkah berikut:
1. Riwayat lamanya demam dan adanya warning sign
2. Tes torniket harus dilakukan oleh orang yang terlatih, jika tidak ada,
pompa manset hingga angka 80 mmHg pada anak dengan usia > 12
tahun dan 60 mmHg pada anak usia 5-12 tahun.
15
Tanpa
warning
sign
3.
4.
5.
6.
8-24
jam.
Pastikan
ada
perbaikan
klinis
sebelum
7.
16
Warning Sign
1.
Tidak terdapat perbaikan klinis atau perburukan keadaan sesaat sebelum
atau selama masa transisi dari fase demam ke fase afebris atau selama
2.
3.
4.
5.
perjalanan penyakit
Muntah persisten, pasien tidak dapat minum
Nyeri abdomen berat.
Letargi, perubahan perilaku secara mendadak.
Perdarahan : tinja hitam, epistaksis, hematemesis, perdarahan menstrual
6.
7.
8.
d.
e.
17
dilaksanakan.
Tanda vital seperti temperatur, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan dan
tekanan darah harus di cek minimal setiap 2-4 jam pada pasien non-syok
d.
e.
Pemeriksaan tambahan:
Pasien dewasa dengan obesitas atau yang menderita diabetes melitus harus
dilakukan pemeriksaan gula darah. Pasien dengan prolonged syok harus menjalani
pemeriksaan sebagai berikut5:
a.
Pemeriksaan darah lengkap
18
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
Gula darah
Analisis gas darah dan kadar laktat jika ada.
Elektrolit serum dan BUN, serta kreatinin.
Kalsium serum
Tes fungsi hati
Profil koagulasi, jika ada.
Radiografi dada right lateral decubitus.
Cross match WB dan PRC.
Enzim kardiak dan EKG jika ada indikasi, pada orang dewasa.
Serum amilase dan USG jika nyeri abdomen tidak membaik dengan terapi
l.
cairan.
Tes lainnya, jika ada indikasi.
Koreksi abnormalitas hasil laboratorium harus dilakukan; hipoglikemia,
hipokalsemia dan asidosis metabolik yang tidak berespon terhadap terapi cairan.
Vitamin K1 intravena dapat diberikan jika dijumpai nilai protrombine time yang
memanjang. Perlu dicatat bahwa di tempat dimana fasilitas laboratorium tidak
tersedia kalsium glukonas dan vitamin K1 harus ditambahkan pada terapi cairan.
Pada kasus dimana prolonged syok tidak dapat diatasi dengan terapi cairan,
asidosis harus dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 jika pH < 7,3 dan serum
bikarbonat < 15 mEq/liter5.
Terapi Cairan pada Pasien DBD selama Fase Kritis
Indikasi terapi cairan intravena: 5,9
a.
Ketika pasien tidak bisa mendapat intake cairan oral yang adekuat atau
b.
muntah-muntah.
Ketika hematokrit meningkat secara kontinu sebesar 10-20% meskipun
c.
sebagai berikut: 5
a.
Gunakan cairan kristaloid pada fase kritis demam berdarah dengue kecuali
b.
pada bayi muda digunakan < 6 bulan digunakan cairan NaCL 0,45%.
Cairan koloid hiperonkotik (osmolaritas > 300 mOsm/l) seperti Dextran 40
atau cairan starch mungkin digunakan pada pasien dengan kebocoran
plasma berat dan tidak berespon dengan pemberian cairan kristaloid dengan
volume minimal. Cairan koloid isoonkotik seperti plasma dan hemaccel
tidak terbukti efektif.
19
c.
d.
e.
dimulai.
Pada pasien obesitas, berat badan ideal digunakan untuk menghitung
kebutuhan terapi cairan
Maintenance
(ml)
500
1000
1250
1500
1600
1700
M + 5%
defisit (ml)
750
1500
2000
2500
2850
3200
BB ideal
(kg)
Maintenance
(ml)
35
40
45
50
55
60
1800
1900
2000
2100
2200
2300
M + 5%
defisit
(ml)
3550
3900
4250
4600
4950
5300
Setengah rumatan
Rumatan
Rumatan + 5% defisit
Rumatan + 7% defisit
Rumatan + 10% defisit
1,5
3
5
7
10
g.
Transfusi
platelet
tidak
direkomendasikan
pada
pasien
dengan
DBD atau disebabkan oleh penyakit lain seperti gastroenteritis akut, refleks
vasovagal, hipoglikemia dan lain-lain. Adanya trombositopenia disertai dengan
bukti kebocoran plasma seperti peningkatan kadar hematokrit dan efusi pleura
membedakan DBD/DSS dengan penyebab lainnya. Untuk penyebab lainnya,
maka cairan intravena dan terapi suportif serta terapi simtomatik harus diberikan
selama pasien di rawat di rumah sakit. Pasien dapat pulang ke rumah setelah 8
hingga 24 jam jika mereka menunjukkan pemulihan yang cepat dan tidak berada
dalam fase kritis (trombosit >100.000 sel/mm3). 5
3.
21
Pemeriksaan
laboratorium
A-Acidosis
B-Bleeding
Hematokrit
C-Calcium
Elektrolit, Ca++
S-Blood Sugar
Gula darah
(destrostix)
Catatan
Indikasi pada prolonged syok. Evaluasi
keterlibatan organ, cek BUN, kreatinin,
dan fungsi hati
Jika menurun dibandingkan dengan
kadar hematokrit sebelumnya , lakukan
cross-match untuk transfusi darah
Hipokalsemia ditemukan hampir pada
semua kasus DBD tetapi asimtomatik.
Suplemen calcium direkomendasikan
pada kasus berat dengan komplikasi.
Dosis 1 ml/kg, diencerkan sebanyak 2
kali, berikan secara IV perlahan (dapat
diulang setiap 6 jam, jika perlu), dosis
maksimal 10 ml Ca glukonas.
Kasus DBD berat menyebabkan nafsu
makan yang sangat berkurang disertai
dengan muntah. Pasien dengan gangguan
fungsi hati mungkin mengalami
hipoglikemia. Namun beberapa kasus
dapat mengalami hiperglikemia.
22
23
pemberian cairan telah adekuat seperti pada tekanan vena sentral yang tinggi,
kardiomegali atau kontraktilitas jantung yang buruk. 5
Jika tekanan darah kembali setelah resusitasi cairan, dengan atau tanpa
transfusi darah dan telah terjadi gangguan organ, pasien harus ditangani dengan
tepat dengan penatalaksanaan suportif khusus. Contohnya adalah peritoneal
dialisis, terapi pengganti ginjal kontinu, dan ventilasi mekanik. 5
Jika akses intravena tidak dapat dicapai, makan berikan rehidrasi oral jika
pasien
sadar
atau
melalui
rute
intraosseous.
Akses
intraoseus
dapat
menyelamatkan hidup dan akan berhasil jika dilakukan 2-5 menit atau setelah dua
kali gagal mencapai akes vena perifer, atau terapi rehidrasi oral gagal. 5
6.
Manajemen Konvalesens
a.
Konvalesens ditandai dengan meningkatnya parametes klinis, dan
b.
c.
d.
diuresis.
Cairan intravena di stop.
24
e.
f.
g.
h.
Tanda Penyembuhan: 5
a.
Nadi, tekanan darah dan frekuensi nafas stabil.
b.
Temperatur tubuh normal.
c.
Tidak ada bukti perdarahan eksternal atau internal.
d.
Nafsu makan membaik
e.
Tidak ada muntah dan nyeri bdomen.
f.
Urine output bagus.
g.
Hematokrit stabil.
h.
Munculnya ruam petekie konfluen atau gatal, terutama pada ekstremitas.
Kriteria Memulangkan Pasien: 5
a.
Tidak ada demam minimal 24 jam tanpa antipiretik.
b.
Nafsu makan membaik.
c.
Perbaikan klinis terlihat.
d.
Urine output bagus.
e.
Minimal 2-3 hari pasca syok.
f.
Tidak ada distres pernapasan, efusi pleura atau asites.
g.
Jumlah platelet > 50.000 sel/mm3. Jika tidak, pasien direkomendasikan
untuk menghindari aktivitas yang menimbulkan trauma selama 1-2 minggu
hingga kadar platelet normal. Pada kasus-kasus tanpa komplikasi, kadar
platelet akan meningkat dalam waktu 3-5 hari.
8.
Manajemen Komplikasi.
Komplikasi tersering adalah overload cairan. Deteksi overload cairan dapat
25
d.
26
atau tekanan darah tidak stabil cek ABCS dan ketidakseimbangan elektrolit
e.
lainnya.
Pada kasus di mana tidak ada respon dengan pemberian furosemid (tidak
ada
urine
yang
diperoleh),
maka
furosemid
dapat
diulang
dan
b.
Manajemen Ensefalopati
Beberapa kasus DD/DBD dapat dijumpai manifestasi yang tidak biasa
dengan gejala keterlibatan sistem saraf pusat, seperti kejang dan/atau koma. Hal
ini umumnya disebabkan oleh ensefalopati dan bukan ensefalitis, yang dapat
disebabkan oleh perdarahan atau oklusi pembuluh darah yang berhubungan
dengan DIC atau hiponatremia. Beberapa tahun ini, telah terjadi peningkatan
kasus dengan infeksi SSP yang dibuktikan dengan isolasi virus dari cairan
serebrospinal atau otak. 5
Kebanyakan pasien dengan ensefalopati juga mengalami ensefalopati
hepatikum. Tata laksana ensefalopati hepatikum adalah dengan menurunkan
tekanan intrakranial. CT-Scan atau MRI di rekomendasikan untuk menilai
perdarahan intrakranial. Terapi berikut ini merupakan terapi suportif pada pasien
dengan ensefalopati: 5
a.
Pertahankan airway dan oksigenasi yang adekuat. Cegah dan kurangi
tekanan intrakranial dengan tindakan berikuti ini: 5
1. Berikan cairan IV minimal untuk mempertahankan cairan intravaskular
yang adekuat, idealnya total cairan IV tidak > 80% dari cairan rumatan.
2. Ganti segera cairan koloid saat terjadi kenaikan hematokrit secara
kontinu dan cairan IV dalam jumlah besar diperlukan pada kasus dengan
kebocoran plasma yang berat.
27
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
overload
cairan
dapat
menyebabkan
peningkatan
tekanan
intrakranial.
Terapi antibiotik empirik diindikasikan jika terdapat superimposed infeksi
bakteri.
H-2 blocker atau inhibitor pompa proton dapat diberikan untuk mengurangi
perdarahan gastrointestinal.
Hindari penggunaan obat-obatan yang berlebihan, karena obat-obatan akan
dimetabolisme di hari sehingga memperberat kerja hati.
Pertimbangkan plasmaferesis atau hemodialisis atau terapi pengganti ginjal
direkomendasikan pada perburukan kasus.
c.
maka analisis gas darah dan kadar elektrolit sebaiknya diperiksa pada DBD berat.
28
10.
11.
12.
Prosedur rujukan5
1.
Diskusi dan konseling kepada keluarga
2.
Hubungi rumah sakit rujukan, komunikasi dengan dokter dan perawat yang
3.
dituju.
Stabilisasi pasien sebelum dirujuk.
29
4.
5.
6.
30