Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,


Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi
nikmat begitu besar kepada kita sampai aat ini serta hidayah dan kesempatannya
sehingga saya dapat menyelesaikan presentasi kasus ini. Kasus ini mengenai
Perdarahan Post Partum saya buat dalam rangka memenuhi salah satu syarat
kepaniteraan bagian obstetri dan ginekologi di RSUD Arjawinangun.
Pada kesempatan kali ini, izinkan saya sebagai penulis untuk mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya untuk menyelesaikan presentasi
kasus ini, terutama kepada pembimbing saya dr. K.A Halim Lutfi, SpOG dan dr.
Isnaina Perwira, Sp.OG yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing saya
ditengah kesibukan dan padatnya aktivitas beliau. Terima kasih juga saya ucapkan
kepada keluarga saya yang selalu memberikan dukungan dan memotivasi saya hingga
saat ini, serta kepada teman-teman saya yang sedang menjalani kepaniteraan di RSUD
Arjawinangun.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati saya memohon maaf yang sebesarnya
apabila dalam penulisan makalah ini banyak mengalami kekurangan. Segala saran dan
kritik rekanrekan akan dengan senang hati saya terima agar dapat menjadi lebih baik
lagi untuk masa depan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi rekanrekan
sekalian.
Arjawinangun, September 2014
Penyusu
n

BAB I
LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS

Nama
Umur
Agama
Alamat
Pekerjaan
Pendidikan
Masuk RS
II.

: Ny. T
: 34 tahun
: Islam
: Karang Anyer
: Pedagang
: SD
: 25 September 2014, pukul 02.50 WIB

ANAMNESA
KELUHAN UTAMA
Ari-ari tidak lahir 1 jam setelah bayi dilahirkan
KELUHAN TAMBAHAN
Keluar darah banyak dan nyeri perut
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun atas rujukan puskesmas diantar
bidan dan keluarga dengan keluhan ari-ari tidak lahir 1 jam setelah bayi lahir.
Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri perut hebat dan darah yang terus
mengalir.
Pasien mengaku melahirkan di rumah dengan bantuan keluarga, namun
karena ari-ari tidak lahir dan keluar darah banyak, keluarga membawa pasien ke
bidan.
RIWAYAT MENSTRUASI
Menarche
Lama
Banyak
Siklus
Dismenore
Fluor albus
HPHT
TP

: 13 tahun
: 7 hari
: 4x ganti pembalut/hari
: teratur
::: 15/11/13
: 23/8/13

RIWAYAT PERNIKAHAN
1 kali menikah selama 11 tahun, usia pasien ketika menikah 19 tahun, usia suami
pasien ketika menikah 25 tahun, pasien merupakan istri tunggal.

RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN


P4A0
Anak I

: 10 tahun, perempuan, hamil cukup bulan, lahir spontan normal


dibantu bidan, presentasi kepala, bbl: 2,8kg, tidak ada penyulit,

Anak II

hidup, sehat
: 7 tahun, perempuan, hamil cukup bulan, lahir spontan normal dibantu

bidan, presentasi kepala, bbl; 2,4 kg, tidak ada penyulit, hidup, sehat
Anak III : 4 tahun, laki-laki, hamil cukup bulan, lahir spontan normal dibantu
bidan, presentasi kepala, bbl: 3kg, tidak ada penyulit, hidup, sehat
Anak IV :
RIWAYAT KONTRASEPSI
Terakhir memakai kontrasepsi jenis suntik 3 bulan selama 3 tahun berhenti 6
bulan sebelum hamil
RIWAYAT ANC

Kontrol rutin kehamilan ke bidan atau puskesmas tiap bulan


Minum vitamin dan penambah darah teratur
Diberikan imunisasi TT 2x (saat usia kehamilan 4&5 bulan)
Diperiksa tekanan darah pasien selalu normal
Berat badan bertambah seiring bertambahnya usia kehamilan, rata-rata kenaikan
berat badan 1 kg/bulan, kenaikan berat badan dibandingkan sebelum hamil

sekitar 10 kg
Perut membesar sesuai usia kehamilan
RIWAYAT IMUNISASI
Imunisasi TT sebanyak 2x, usia kehamilan 4 dan 5 bulan
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Asma
: keluhan sesak nafas disertai bunyi mengi disangkal
Penyakit Jantung : keluhan mudah lelah saat beraktivitas, tidur dengan
menggunakan dua bantal, nyeri dada, sesak saat tidur
Hipertensi

terlentang disangkal
: keluhan nyeri kepala disertai nyeri tengkuk, riwayat
tekanan darah tinggi disangkal

Diabetes Mellitus : keluhan banyak makan, banyak minum, BAK sering di


Hepatitis

malam hari disangkal


: keluhan mata berwarna kuning, nyeri perut kanan atas,

HIV

BAK berwarna seperti teh disangkal


: penggunaan obat obatan suntikan, tato di tubuh, riwayat
seks bebas disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Asma
: keluhan sesak nafas disertai bunyi mengi disangkal
Penyakit Jantung : keluhan mudah lelah saat beraktivitas, tidur dengan
menggunakan dua bantal, nyeri dada, sesak saat tidur
Hipertensi

terlentang disangkal
: keluhan nyeri kepala disertai nyeri tengkuk, riwayat

tekanan darah tinggi disangkal


Diabetes Mellitus : keluhan banyak makan, banyak minum, BAK sering di
Hepatitis

malam hari disangkal


: keluhan mata berwarna kuning, nyeri perut kanan atas,

HIV

BAK berwarna seperti teh disangkal


: penggunaan obat obatan suntikan, tato di tubuh, riwayat
seks bebas disangkal

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: sedang
Kesadaran
: compos mentis
Tanda tanda vital
:
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi
: 90 x/menit, regular, isi cukup
Pernapasan : 23 x/menit
Suhu
: 36,8 oC
STATUS GENERALIS

Kepala
Muka
Mata

THT

: normocephale, rambut hitam tak mudah dicabut


: chloasma gravidarum (-), edema (-)
: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/ Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), kelenjar
tiroid normal, JVP dalam batas normal
: tidak ada keluhan
4

Thorax : simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)


Mammae
: membesar menegang, areola
hiperpigmentasi, kelenjar montgomerry tampak

Cor
Pulmo
Abdomen
Extremitas

menonjol
: S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
: suara dasar napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/: bising usus (+) normal, lihat status obstetri
: akral hangat, edema extremitas atas -/-, edema extremitas

bawah -/STATUS OBSTETRI


Inspeksi : perut tampak membesar memanjang, linea nigra (+), striae
gravidarum (+)
Palpasi

Leopold I : TFU: 35cm, teraba bulat lunak tak melenting, tidak teraba
bagian lain janin
Leopold II : kanan: teraba tahanan memanjang
kiri: teraba bagian kecil janin
Leopold III : teraba bulat keras melenting, bisa digerakkan
Leopold IV : konvergen

His
Auskultasi
TBJ

: 3x10x40
: DJJ: 146 x/menit
: (35-12) x 155= 3565 gram

VAGINAL TOUCHER
Vulva/urethra/vagina : tenang
Portio
: arah depan, keras (-), kenyal (-), kaku (-)
Pembukaan
: 5 cm
Effacement
: 70%
Bagian terendah
: kepala
Ketuban
: (-), tidak berbau, jernih, tes lakmus (+)
Penurunan
: hodge II
Penunjuk
: sutura sagitalis melintang
IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hb: 11,2 g/dl Leukosit: 16.900 /ul

MCV: 88,7

MCHC: 33.8

Ht: 32 %

Trombosit: 399.000 /ul

MCH: 29.7

GDS: 90

mg/dl
V.

DIAGNOSA KERJA
P4A0 dengan Perdarahan Pervaginam Post Partum e.c Plasenta Akreta.

VI.

PENATALAKSANAAN

VII.

Melakukan eksplorasi plasenta secara manual


Memberikan asam traneksamat
Rencana tindakan laparotomy

PROGNOSIS
Ad bonam

FOLLOW UP

25/09/2014

02.50

S/ Nyeri perut, keluar darah


O/ eksplorasi plasenta
Ks: compos mentis
TD: 100/70
N: 90
R: 22
T: 36,8
Kontraksi uterus keras
TFU 2 jari diatas umbilikus
Terjadi perdarahan
Tanda-tanda syok (-)
A/ P4A0 perdarahan post partum e.c

Dilakukan eksplorasi
plasenta dan diberikan
asam traneksamat,
cefotaxim.

retensio plasenta
05.00

S/ kontraksi uterus masih keras


O/ ku:sedang
Ks: compos mentis
TD: 100/70
N: 93
R: 24
T: 36,8

Kontraksi uterus keras


TFU 2 jari diatas umbilikus
Terjadi perdarahan
Tanda-tanda syok (-)
A/ P4A0 perdarahan post partum e.c
retensio plasenta
09.00

S/ pasien lelah, lemas, pusing (-)


O/ KU : baik
KS : cm
TD : 100/80
N : 89x/menit
R : 22x/m
T : 36,80c
Kontraksi uterus keras
TFU 2 jari diatas umbilikus
Terjadi perdarahan
Tanda-tanda syok (-)
A/ P4A0 perdarahan post partum e.c

Dilakukan laparotomy

retensio plasenta

PERDARAHAN POSTPARTUM
1. Pengertian Perdarahan Post Partum
7

Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih


setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir) (Wiknjosastro, 2000).
Fase dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka kurang
dari 4 cm sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah
membuka lengkap sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian
dilanjutkan dengan kala III persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi dan
berakhir dengan pengeluaran plasenta. Perdarahan postpartum terjadi setelah kala III
persalinan selesai (Saifuddin, 2002).
Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan
menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok, ataupun
merupakan perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus dan ini
juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan menjadi banyak yang
mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok (Mochtar, 1995).
2. Penyebab Perdarahan Post Partum
Penyebab perdarahan Postpartum antara lain :
1)
2)
3)
4)
5)

Atonia uteri 50% - 60%


Retensio plasenta 16% - 17%
Sisa plasenta 23% - 24%
Laserasi jalan lahir 4% - 5%
Kelainan darah 0,5% - 0,8% (Mochtar, 1995)

3. Klasifikasi Perdarahan Post Partum


Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu (Manuaba, 1998) :
1) Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi
dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer
adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan
inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
2) Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan pascapersalinan yang terjadi
setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan
oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang
tertinggal.
4. Manifestasi Perdarahan Post Partum

Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10%
dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru tampak
pada kehilangan darah sebanyak 20%. Gejala klinik berupa perdarahan pervaginam
yang terus-menerus setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut
menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut
nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain (Wiknjosastro, 2005).
5. Diagnosis Perdarahan Post Partum
Diagnosis perdarahan postpartum dapat digolongkan berdasarkan tabel berikut ini :

NO

Gejala dan Tanda yang

Gejala dan Tanda yang Selalu Ada

Kadang-Kadang Ada

Diagnosis

Uterus tidak berkontraksi dan


1

lembek
Perdarahan segera setelah anak
lahir
Uterus berkontraksi baik
Plasenta lahir lengkap
Darah segar yang segera mengalir

Syok

Atonia Uteri

Pucat, lemah, menggigil

Robekan jalan lahir

setelah bayi lahir

Plasenta belum lahir setelah 30


3

menit
Perdarahan segera
Kontraksi uterus baik
Plasenta atau sebagian selaput

(mengandung pembuluh darah)


tidak lengkap
Perdarahan segera
Uterus tidak teraba
Lumen vagina terisi massa
Tampak tali pusat (jika plasenta

Tali pusat putus


akibat traksi

berlebihan
Inversion uteri akibat

tarikan
Perdarahan lanjutan

Uterus berkontraksi
namun tinggi fundus
tidak berkurang

Syok neurogenic
Pucat dan limbung

Retensio plasenta

Tertinggalnya
sebagian plasenta
Inversio uteri

belum lahir)

Perdarahan segera (P3)


Nyeri sedikit atau berat
Perdarahan segera (P3)
6

(Perdarahan intraabdominal dan

atau vaginum)

Nyeri perut berat

Syok
Nyeri tekan perut
Denyut nadi ibu cepat

Robekan dinding
uterus (rupture uteri)

6. Perdarahan Postpartum Primer


6.1.

Pengertian Perdarahan Postpartum Primer


Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi
dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum
primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir
dan inversio uteri (Manuaba, 1998).

6.2.

Penyebab Perdarahan Postpartum Primer


Atonia Uteri
Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi
setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar,
lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat
dari atonia uteri ini adalah terjadinya perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri
ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada bekas menempelnya
plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan (Faisal, 2008).
Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan
bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan
pasca persalinan. Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan
ditembus oeh pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah
lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka
delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti tersebut diatas,
jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan

10

miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan


pasca persalinan (Faisal, 2008).

a.

c.
d.
e.

Atonia uteri dapat terjadi sebagai akibat :


Partus lama
b. Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil, seperti pada hamil
kembar, hidramnion atau janin besar
Multiparitas
Anestesi yang dalam
Anestesi lumbal
Selain karena sebab di atas atonia uteri juga dapat timbul karena salah
penanganan kala III persalinan, yaitu memijat uterus dan mendorongnya ke
bawah dalam usaha melahirkan plasenta, dimana sebenarnya plasenta belum
terlepas dari dinding uterus (Wiknjosastro, 2005).
Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir setengah jam
setelah janin lahir. Hal tersebut disebabkan (Wiknjosastro, 2005):
a. Plasenta belum lepas dari dinding uterus
b. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan,
tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini
merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari
dinding uterus disebabkan :
a. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta
adhesiva)
b. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis
menembus desidua sampai miometrium (plasenta akreta)
c. Plasenta merekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis
menembus sampai di bawah peritoneum (plasenta perkreta).
d. Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah
uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).

11

Sisa Plasenta
Sewaktu suatu bagian dari plasenta tertinggal, maka uterus tidak dapat
berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan.
Perdarahan postpartum yang terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi
potongan-potongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan
bayi harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus
harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan (Faisal, 2008).

Robekan Jalan Lahir


Robekan jalan lahir dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri.
Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya
disebabkan oleh robekan serviks atau vagina (Saifuddin, 2002). Setelah
persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum.
Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum juga perlu dilakukan setelah
persalinan.
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang
bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus
dievaluasi yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber
perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus
(ruptura uteri). Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan
lahir dengan perdarahan bersifat arterill atau pecahnya pembuluh darah vena.
Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan dengan
pemeriksaan dalam dan pemeriksaan spekulum setelah sumber perdarahan
diketahui dengan pasti, perdarahan dihentikan dengan melakukan ligasi
(Manuaba, 1998).
Inversio Uteri
Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam kavum
uteri, dapat secara mendadak atau terjadi perlahan (Manuaba, 1998). Pada

12

inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri
sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali
ditemukan, terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar.
Sebab inversio uteri yang tersering adalah kesalahan dalam memimpin kala III,
yaitu menekan fundus uteri terlalu kuat dan menarik tali pusat pada plasenta
yang belum terlepas dari insersinya. Menurut perkembangannya inversio uteri
dibagi dalam beberapa tingkat (Wiknjosastro, 2005) :
1. Fundus uteri menonjol ke dalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang
tersebut
2. Korpus uteri yang terbalik sudah masuk ke dalam vagina
3. Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak di
luar vagina.
Gejala-gejala inversio uteri pada permulaan tidak selalu jelas. Akan tetapi,
apabila kelainan itu sejak awal tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa
nyeri yang keras dan bisa menyebabkan syok.
6.3.

Penanganan Perdarahan Postpartum Primer


Penanganan terbaik perdarahan postpartum adalah pencegahan.
Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang
disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak
saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak wanita hamil
dengan antenatal care yang baik. Pengawasan antenatal memberikan manfaat
dengan ditemukannya berbagai kelainan secara dini, sehingga dapat
diperhitungkan

dan

dipersiapkan

langkah-langkah

dalam

pertolongan

persalinannya. Kunjungan pelayanan antenatal bagi ibu hamil paling sedikit 4


kali kunjungan dengan distribusi sekali pada trimester I, sekali trimester II, dan
dua kali pada trimester III.
Anemia dalam kehamilan harus diobati karena perdarahan dalam
batas-batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah anemia. Kadar
fibrinogen perlu diperiksa pada perdarahan yang banyak, kematian janin dalam
uterus dan solusio plasenta. Apabila sebelumnya penderita sudah mengalami
perdarahan postpartum, persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Di rumah
sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah dan
13

bila mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalinan, dipersiapkan


keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim (uterus tonikum). Setelah
ketuban pecah kepala janin mulai membuka vulva, infus dipasang dan sewaktu
bayi lahir diberikan ampul methergin atau kombinasi 5 satuan sintosinon
(sintometrin intravena) (Mochtar, 1995).
Dalam kala III uterus jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum
plasenta lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk
mencegah perdarahan postpartum. Sepuluh satuan oksitosin diberikan
intramuskulus segera setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan
plasenta. Sesudah plasenta lahir hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin
intramuskulus. Kadang-kadang pemberian ergometrin, setelah bahu depan bayi
lahir dengan tekanan pada fundus uteri plasentadapat dikeluarkan dengan
segera tanpa banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari pemberian
ergometrin setelah bahu depan bayi lahir adalah kemungkinan terjadinya
jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada persalinan gemelli yang tidak
diketahui sebelumnya (Wiknjosastro, 2005).
Pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir dua hal harus
dilakukan, yakni menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi
akibat perdarahan. Setelah plasenta lahir perlu ditentukan apakah disini
dihadapi perdarahan karena atonia uteri atau karena perlukaan jalan lahir. Jika
plasenta belum lahir (retensio plasenta), segera dilakukan tindakan untuk
mengeluarkannya (Wiknjosastro, 2005).
Manajemen Aktif Kala III
Manajemen aktif persalinan kala III terdiri atas intervensi yang
direncanakan untuk mempercepat pelepasan plasenta dengan meningkatkan
kontraksi rahim dan untuk mencegah perdarahan pasca persalinan dengan
menghindari atonia uteri, komponennya adalah (Shane, 2002)
a. Memberikan obat uterotonika (untuk kontraksi rahim) dalam waktu
dua menit setelah kelahiran bayi

14

Penyuntikan obat uterotonika segera setelah melahirkan bayi


adalah salah satu intervensi paling penting yang digunakan untuk
mencegah perdarahan pasca persalinan. Obat uterotonika yang paling
umum digunakan adalah oxytocin yang terbukti sangat efektif dalam
mengurangi kasus perdarahan pasca persalinan dan persalinan lama.
Syntometrine (campuran ergometrine dan oxytocin) ternyata lebih efektif
dari oxytocin saja. Namun, syntometrine dikaitkan dengan lebih banyak
efek samping seperti sakit kepala, mual, muntah, dan tekanan darah tinggi.
Prostaglandin juga efektif untuk mengendalikan perdarahan, tetapi secara
umum lebih mahal dan memiliki bebagai efek samping termasuk diarrhea,
muntah dan sakit perut.
b. Menjepit dan memotong tali pusat segera setelah melahirkan
Pada manajemen aktif persalinan kala III, tali pusat segera dijepit
dan dipotong setelah persalinan, untuk memungkinkan intervensi
manajemen aktif lain. Penjepitan segera dapat mengurangi jumlah darah
plasenta yang dialirkan pada bayi yang baru lahir. Diperkirakan penjepitan
tali pusat secara dini dapat mencegah 20% sampai 50% darah janin
mengalir dari plasenta ke bayi. Berkurangnya aliran darah mengakibatkan
tingkat hematokrit dan hemoglobin yang lebih rendah pada bayi baru lahir,
dan dapat mempunyai pengaruh anemia zat besi pada pertumbuhan bayi.
Satu kemungkinan manfaat bagi bayi pada penjepitan dini adalah potensi
berkurangnya penularan penyakit dari darah pada kelahiran seperti HIV.
c. Melakukan penegangan tali pusat terkendali sambil secara bersamaan
melakukan tekanan terhadap rahim melalui perut
Penegangan tali pusat terkendali mencakup menarik tali pusat ke bawah
dengan sangat hati-hati begitu rahim telah berkontraksi, sambil secara
bersamaan memberikan tekanan ke atas pada rahim dengan mendorong
perut sedikit di atas tulang pinggang. Dengan melakukannya hanya selama
kontraksi rahim, maka mendorong tali pusat secara hati-hati ini membantu
plasenta untuk keluar. Tegangan pada tali pusat harus dihentikan setelah 30

15

atau 40 detik bila plasenta tidak turun, tetapi tegangan dapat diusahakan
lagi pada kontraksi rahim yang berikut.
6.4.

Beberapa Faktor yang Memengaruhi Perdarahan Postpartum


Primer
Umur
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan
yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia
dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan
sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang
wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal
sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama
perdarahan akan lebih besar (Faisal, 2008).
Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita
hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih
tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun.
Kematian

maternal

meningkat

kembali

sesudah

usia

30-35

tahun

(Wiknjosastro, 2005)
Menurut BKKBN (2007) bahwa jika ingin memiliki kesehatan
reproduksi yang prima seyogyanya harus menghindari 4 terlalu dimana dua
diantaranya adalah menyangkut dengan usia ibu. T yang pertama yaitu terlalu
muda artinya hamil pada usia kurang dari 20 tahun. Adapun risiko yang
mungkin terjadi jika hamil di bawah 20 tahun antara lain keguguran,
preeklampsia (tekanan darah tiggi, oedema, proteinuria), eklampsia (keracunan
kehamilan), timbulnya kesulitan persalinan karena sistem reproduksi belum
sempurna, bayi lahir sebelum waktunya, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR),
fistula vesikovaginal (merembesnya air seni ke vagina), fistula retrovaginal
(keluarnya gas dan tinja dari vagina) dan kanker leher rahim. T yang kedua
adalah terlalu tua artinya hamil di atas usia 35 tahun. Risiko yang mungkin
16

terjadi jika hamil pada usia terlalu tua ini antara lain adalah terjadinya
keguguran, preeklampsia, eklampsia, timbulnya kesulitan pada persalinan,
perdarahan, BBLR dan cacat bawaan (Suryani, 2008).
Menurut penelitian Pardosi (2005), bahwa pada tingkat kepercayaan
95% ibu yang berumur di bawah 20 tahun atau di atas 30 tahun memiliki risiko
mengalami perdarahan postpartum 3,3 kali lebih besar dibandingkan ibu yang
berumur 20 sampai 29 tahun. Selain itu penelitian Najah (2004) menyatakan
bahwa pada tingkat kepercayaan 95% umur ibu di bawah 20 tahun dan di atas
35 tahun bermakna sebagai faktor risiko yang memengaruhi perdarahan
postpartum.
Pendidikan
Menurut Depkes RI (2002), pendidikan yang dijalani seseorang
memiliki pengaruh pada peningkatan kemampuan berfikir, dimana seseorang
yang berpendidikan lebih tinggi akan dapat mengambil keputusan yang lebih
rasional, umumnya terbuka untuk menerima perubahan atau hal baru
dibandingkan dengan individu yang berpendidikan lebih rendah.
Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada
masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk
memelihara (mengatasi masalah-masalah), dan meningkatkan kesehatannya.
Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang
dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan
kesadarannya melalui proses pembelajaran (Notoatmodjo, 2003).
Wanita dengan pendidikan lebih tinggi cenderung untuk menikah
pada usia yang lebih tua, menunda kehamilan, mau mengikuti Keluarga
Berencana (KB), dan mencari pelayanan antenatal dan persalinan. Selain itu,
mereka juga tidak akan mencari pertolongan dukun bila hamil atau bersalin
dan juga dapat memilih makanan yang bergizi.
Menurut Thadeus dan Maine (1990) yang dikutip dari Suryani
(2008), dari beberapa penelitian yang dilakukan di berbagai negara

17

menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara penggunaan pelayanan


obstetri dan tingkat pendidikan ibu.
Paritas
Paritas merupakan faktor risiko yang memengaruhi perdarahan
postpartum primer. Pada paritas yang rendah (paritas 1) dapat menyebabkan
ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan sehingga ibu hamil tidak
mampu dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan,
persalinan dan nifas. Sedangkan semakin sering wanita mengalami kehamilan
dan melahirkan (paritas lebih dari 3) maka uterus semakin lemah sehingga
besar risiko komplikasi kehamilan (Manuaba, 1998).
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut
perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal.
Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian
perdarahan pascapersalinan lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi
kematian maternal. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan
obstetrik yang lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi
atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas
tinggi adalah tidak direncanakan (Wiknjosastro, 2005).
Menurut penelitian Herianto (2003) bahwa paritas lebih dari 3
bermakna sebagai faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum
primer (OR=2,87; 95% CI 1,23;6,73). Penelitian Miswarti (2007) menyatakan
proporsi ibu yang mengalami perdarahan postpartum primer dengan paritas 1
sebesar 12%, paritas 2-3 sebesar 40% dan paritas lebih dari 3 sebesar 48%,
serta terdapat hubungan yang signifikan antara paritas dengan perdarahan
postpartum primer. Demikian juga dengan penelitian Milaraswati (2008)
menyatakan bahwa proporsi ibu yang mengalami perdarahan postpartum
primer dengan paritas >4 yaitu 69% dan didapatkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara paritas dengan perdarahan postpartum primer.
Jarak Antara Kelahiran

18

Jarak antar kelahiran adalah waktu sejak kelahiran sebelumnya


sampai terjadinya kelahiran berikutnya. Jarak antar kelahiran yang terlalu
dekat dapat menyebabkan terjadinya komplikasi kehamilan. Menurut Moir dan
Meyerscough (1972) yang dikutip Suryani (2008) menyebutkan jarak antar
kelahiran sebagai faktor predisposisi perdarahan postpartum karena persalinan
yang berturut-turut dalam jangka waktu yang singkat akan mengakibatkan
kontraksi uterus menjadi kurang baik. Selama kehamilan berikutnya
dibutuhkan 2-4 tahun agar kondisi tubuh ibu kembali seperti kondisi
sebelumnya.
Bila jarak antar kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2
tahun, rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam
keadaan ini perlu diwaspadai karena ada kemungkinan terjadinya perdarahan
pasca persalinan.
Menurut penelitian Yuniarti (2004) proporsi kasus dengan jarak antar
kelahiran kurang dari 2 tahun sebesar 41% dengan OR jarak antar kelahiran
2,82. Hal ini berarti ibu yang memiliki jarak antar kelahiran kurang dari 2
tahun berisiko 2,82 kali mengalami perdarahan pasca persalinan.
Riwayat Persalinan Buruk Sebelumnya
Riwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan dengan hasil
kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu buruk
petugas harus waspada terhadap terjadinya komplikasi dalam persalinan yang
akan berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini dapat berupa abortus,
kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio caesarea, persalinan sulit
atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami perdarahan antepartum
dan postpartum.
Menurut Sulistiowati (2001) yang dikutip Suryani (2008), bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat persalinan buruk sebelumnya
dengan perdarahan pasca persalinan dan menemukan OR 2,4 kali pada ibu
yang memiliki riwayat persalinan buruk dibanding dengan ibu yang tidak
memiliki riwayat persalinan buruk.
19

Anemia
Menurut World Health Organization (WHO) anemia pada ibu hamil
adalah kondisi dengan kadar hemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari
11,0 gr%.
Volume darah ibu hamil bertambah lebih kurang sampai 50% yang
menyebabkan

konsentrasi

sel

darah

merah

mengalami

penurunan.

Bertambahnya sel darah merah masih kurang dibandingkan dengan


bertambahnya plasma darah sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan
tersebut adalah plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%. Keadaan
ini tidak normal bila konsentrasi turun terlalu rendah yang menyebabkan
hemoglobin

sampai

<11 gr%.

Meningkatnya

volume

darah

berarti

meningkatkan pula jumlah zat besi yang dibutuhkan untuk memproduksi selsel darah merah sehingga tubuh dapat menormalkan konsentrasi hemoglobin
sebagai protein pengankut oksigen (Winkjosastro, 2000).
Anemia dapat mengurangi daya tahan tubuh ibu dan meninggikan
frekuensi komplikasi kehamilan serta persalinan. Anemia juga menyebabkan
peningkatan risiko perdarahan pasca persalinan. Rasa cepat lelah pada
penderita anemia disebabkan metabolisme energi oleh otot tidak berjalan
secara sempurna karena kekurangan oksigen. Selama hamil diperlukan lebih
banyak zat besi untuk menghasilkan sel darah merah karena ibu harus
memenuhi kebutuhan janin dan dirinya sendiri dan saat bersalin ibu
membutuhkan hemoglobin untuk memberikan energi agar otot-otot uterus
dapat berkontraksi dengan baik.
Pemeriksaan dan pengawasan hemoglobin dapat dilakukan dengan
menggunakan alat sahli. Hasil pemeriksaan dengan alat sahli dapat
digolongkan sebagai berikut (Manuaba, 1998) :
1. Hb > 11,0 gr% disebut tidak anemia
2. Hb 9,0 gr% - 10,9 gr% disebut anemia ringan
3. Hb 7,0 gr% - 8,9 gr% disebut anemia sedang
4. Hb < 6,9 gr% disebut anemia berat

20

Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan,


yaitu pada trimester I dan trimester III.
Menurut penelitian Herianto (2003) bahwa anemia bermakna sebagai
faktor risiko yang mempengaruhi perdarahan postpartum primer. Ibu yang
mengalami anemia berisiko 2,8 kali mengalami perdarahan postpartum primer
dibanding ibu yang tidak mengalami anemia (OR= 2,76; 95% CI 1,25;6,12).

DAFTAR PUSTAKA
Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF. Obstetri William Edisi 18. Jakarta: EGC,
1995.
Supono. Ilmu Kebidanan Bab Fisiologi. Palembang: Bagian Departemen Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2004.
Khoman JS. Pendarahan Hamil Tua dan Pendarahan Post Partum. Cermin Dunia
Kedokteran, Edisi Khusus No. 80, 1992 : 60-63.
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga, Eds: Hanifa Wiknjosastro dkk.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005

21

Program Appropiate Technology in Health (PATH). Mencegah Perdarahan Pasca


Persalinan: Menangani Persalinan Kala Tiga. Available from URL:HYPERLINK
http://www.path.org/files/Indonesian_19-3.pdf

22

Anda mungkin juga menyukai