Anda di halaman 1dari 10

PENANGANAN FAUNA AKUATIK

IKAN PATIN (Pangasius sp. )

Penanganan Hasil Perairan


Sabtu, 2 Mei 2015
Laboratorium Preservasi dan Diversifikasi Pengolahan Hasil
Perairan
Asisten : Ike Marta Fransiska

Heny Suryamarevita
C34130033
Kelompok 16

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia kaya akan potensi ikan, baik perikanan tangkap maupun
perikanan budidaya. Salah satu ikan yang telah dibudidaya secara luas di
Indonesia adalah ikan patin. Ikan patin merupakan salah satu spesies ikan
budidaya air tawar Ikan patin merupakan komoditas hasil budidaya perikanan
yang pasarnya cukup menjanjikan. Dalam kurun waktu dua tahun terakhir ini,
permintaan ikan patin meningkat dua kali lipat. Potensi pasar tersebut perlu
dimanfaatkan dengan lebih menggalakkan budidaya ikan patin di Indonesia yang
potensi lahannya cukup luas. Pasar ikan patin selama ini masih dikuasai Vietnam
dengan ekspor dalam bentuk fillet dan produk olahan berbasis surimi. Selain
dipasarkan dalam bentuk fillet, ikan patin sangat cocok untuk diolah menjadi
berbagai macam produk berbasis surimi yang trend pasarnya semakin meningkat.
Agar industri ikan patin dapat berkembang di Indonesia maka diperlukan
dukungan dari pemerintah, lembaga riset, dan swasta untuk mengembangkan
sentra budidaya ikan patin di suatu lokasi (Rahmawati 2013).
Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan budidaya yang memegan
gperanan penting dalam produksi perianan budidaya yang mencapai nilai produksi
pada tahun 2009 sebesar 109.6060 ton (KKP 2011) dan pada tahun 2014 sebesar
410.000 ton (KKP 2015). Selain nilai produksi yang tinggi, ikan patin juga
mempunyai kandungan gizi yang cukup sehingga memenuhi kebutuhan protein
hewani. Highly perishable (mudah mengalami kerusakan) adalah salah satu istilah
yang sering dikaitkan dengan ikan dan produk hasil perairan lainnya.
Kemunduran mutu ikan terjadi karena proses alami yang meliputi peristiwa kimia,
biologi, dan fisika. Kimiawi meliputi terjadinya proses autolisis dan enzimatis.
Biologis berarti terjadinya perkembangan mikroba di dalam tubuh ikan. Fisika
meliputi perubahan yang terjadi secara fisik pada tubuh ika dan bagian lainnya.
Munandar et al. (2009) menyatakan bahwa mutu ikan dapat terus dipertahankan
jika ikan tersebut ditangani dengan sistem C3Q yaitu hati-hati (carefull), bersih
(clean), disimpan dalam ruangan dengan suhu yang dingin (cold), dan cepat
(quick). Ikan lebih cepat memasuki fase rigor mortis dan berlangsung lebih
singkat jika berada di suhu ruang. Ikan akan mengalami fase postrigor lebih awal
jika pembusukan aktivitas enzim dan bakteri tidak dapat dikendalikan. Jika fase
rigor tidak dapat dipertahankan lebih lama maka pembusukan oleh aktivitas enzim
dan bakteri akan berlangsung lebih cepat.
Rahmawati (2013) menyatakan bahwa ikan patin merupakan salah satu
jenis ikan air tawar yang cukup dikenal di Indonesia, serta memiliki nilai
ekonomis yang tinggi. Ikan patin banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam

pembuatan pempek, nugget, dan produk olahan perikanan lainnya. Menurut Kordi
(2010) ikan patin memiliki spesies yang cukup banyak yaitu Pangasius pangasius
atau Pangasius djambal, Pangasius humeralis, Pangasius lithostoma, Pangasius
macronema, Pangasius micronemus, Pangasius nasutus, Pangasius niewenhuisii,
dan Pangasius polyuranodom. Jenis-jenis tersebut merupakan ikan atau spesies
asli (indigenous species) yang berada di perairan umum Indonesia. Jenis
Pangasius sutchi dan Pangasius hypophthalmus yang dikenal dengan jambal
siam, patin siam, atau lele Bangkok merupakan ikan introduksi dari Thailand.
Ikan patin memiliki nilai ekonimis yang tinggi, kandungan nutrisi yang tinggi, dan
tingkat kesukaan konsumen yang besar sebagai salah satu ikan penghasil devisa
negara lewat hasil ekspornya.
Dewita et al. (2011) mengemukakan bahwa ikan patin merupakan salah
satu spesies ikan budidaya air tawar yang saat ini menjadi primadona komoditas
ekspor. Perkembangan budidaya ikan patin di Indonesia semakin pesat, terutama
di daerah Jawa Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Bengkulu, Lampung, dan
Kalimantan. Perkembangan budidaya yang cukup pesat tersebut terutama dipicu
oleh peluang pasar yang masih terbuka terutama untuk ekspor. Ikan patin atau
yang dalam dunia perdagangan dikenal dengan catfish merupakan komoditas baru
dalam dunia perikanan. Ikan ini baru dipasarkan sebagai komoditas hasil budidaya
perikanan selama satu dasawarsa terakhir ini. Sebelumnya masyarakat penggemar
seafood jarang mengenalnya dibandingkan dengan udang, ikan tuna, dan salmon.
Namun sekarang ikan patin menjadi komoditas yang sangat penting dan popular
karena pasarnya berkembang dengan pesat.
Suryaningrum (2008) melaporkan bahwa ikan patin adalah salah satu jenis
ikan air tawar yang paling banyak diminati dan dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia dari berbagai lapisan. Hal ini disebabkan harganya terjangkau sehingga
pemanfaatan ikan patin terdistribusi secara merata hampir di seluruh pelosok
tanah air. Budidaya Ikan patin berkembang pesat di daerah Jawa Barat, Sumatera
Selatan, Riau, Bengkulu dan Kalimantan .Ikan patin memiliki berbagai kelebihan,
yaitu pertumbuhannya cepat, memiliki kemampuan beradaptasi terhadap
lingkungan yang tinggi, rasanya enak dan kandungan gizinya cukup tinggi. Ikan
patin juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu kandungan lemak yang tinggi dan
pH tubuhikan yang mendekati netral menyebabkan daging ikan mudah busuk,
oleh karena itu diperlukan proses pengolahan untuk pemanfaatannya menjadi
berbagai bentuk produk olahan, yaitu konsentrat protein ikan. Indonesia juga
mempunyai potensi untuk menjadi produsen dan eksportir ikan patin.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengetahui penanganan dan preparasi ikan patin
dengan berbagai bentuk dalam industri fillet ikan.

METODOLOGI

Waktu dan Tempat


Praktikum mata kuliah Penanganan Hasil Perairan dilaksanakan pada
Sabtu, 2 Mei 2015. Praktikum dilaksanakan pada pukul 09.00-12.00 WIB di
Laboratorium Preservasi dan Diversifikasi Produk Hasil Perairan, Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah ikan patin. Alat
yang digunakan pada praktikum kali ini adalah pisau stainless steel, talenan,
sarung tangan dan masker.
Prosedur Kerja
Ikan patin terlebih dahulu ditimbang, diamati, difoto dan diuji
organoleptiknya. Ikan kemudian dipreparasi dengan cara difillet. Fillet dibuat
dengan menyayat tubuh ikan patin sejajar dengan tulang punggung, dimulai dari
bagia ekor hingga kebagian kepala, isi perut, sirip maupun tulang. Fillet ikan patin
dilakukan dalam bentuk skin-on fillet, skinless fillet,dan butterfly fillet. Tahap
terakhir, rendemen semua bagian ditimbang dan dicatat. Diagram alir prosedur
kerja praktikum preparasi ikan patin dalam pengolahan bidang industri dapat
dilihat pada Gambar 1.
Ikan patin

Penimbangan

Organoleptik

preparasi

Skin-on fillet

Keteranganan:

Skinless fillet

= awal dan akhir proses


Penimbangan rendemen

Data

Butterfly

= proses
Gambar 1 Diagram alir prosedur kerja penanganan ikan patin

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Ikan patin fillet merupakan salah satu produk ekspor yang menjadi andalan
penghasil devisa negara. Fillet patin harus diperhatikan dalam penanganan agar
mendapatkan tracebility dari negara-negara penerima hasil ekspor. Penimbangan
ikan patin dibagi dalam beberapa bagian yaitu pada berat total, pemotongan secara
butterfly, single fillet, skinless fillet, kulit dan jeroan.
Kelompok

Berat
Total (g)

Butterfly
(g)

Single
Fillet (g)

Skinless
Fillet (g)

Kulit (g)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Rata-rata

203
410
266
217
324
288
297
260
542
233
504
307
143
238
170
161
285,1875

80
175
113
86
165
172
88
104
259
100
205
197
55
97
72
75
127,6875

41
92
55
40
90
55
44
43
151
48
91
149
28
48
34
40
65,5625

30
71
86
48
58
50
39
36
118
42
70
43
22
38
25
25
50,0625

6
14
17
6
26
10
29
14
22
11
23
21
6
11
12
13
15,0625

Jeroan +
kepala +
tulang (g)
108
205
94
89
170
169
129
160
251
116
289
257
84
134
96
81
152

Hasil pada Tabel 1. merupakan data perolehan masing-masing berat


bagian tubuh ikan patin. Ikan patin dibagi menjadi 5 spesifikasi berat yaitu berat
total, pemotongan bagian dengan butterfly, single fillet, skinless fillet, kulit dan
jeroan. Rata-rata berat masing-masing bagian adalah 285,1875 gram, 127,6875
gram pada butterfly, pada single fillet sebesar 65,5625 gram, 50,0625 gram pada
skinless fillet, kulit 15 gram, dan jeroan sebesar 152 gram. Berat ikan patin
tertinggi pada kelompok 5 yaitu sebesar 542 gram.

Pembahasan

Hastarini et al. (2012) menyatakan bahwa ikan patin memiliki kandungan


lemak yang tinggi dan merupakan sumber asam lemak tidak jenuh termasuk asam
lemak omega 3 yang memiliki fungsi positif bagi kesehatan manusia. Menurut
Hustiany (2005), kandungan protein pada daging ikan patin sebesar 10,76 %.
Jenis-jenis protein yang terdapat pada daging ikan yaitu albumin, mioglobin dan
aktin (Xiong, 2000). Albumin, mioglobin dan G-aktin termasuk dalam jenis
protein miofibrillar (globulin) yang jika dikonsumsi berfungsi untuk kontraksi
otot, membantu proses penyembuhan luka-luka, pembangun tulang, dan kulit.
Kandungan protein pada ikan bervariasi tergantung dengan beberapa faktor,
diantaranya ukuran ikan, suhu air, tingkat pemberian pakan dan kualitas protein
pakan. Pakan yang memiliki nutrisi lengkap dan seimbang sesuai dengan
kebutuhan nutrisi ikan, dibutuhkan untuk mendapatkan efisiensi pakan serta
pertumbuhan hewan budidaya secara optimal.
Klemeyer et al. (2008) mengemukakan bahwa ikan patin mengandung
komponenkomponen yang meliputi vitamin, mineral dan asam lemak omega 3,
yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Ikan patin memiliki kandungan lemak
yang tinggi dan merupakan sumber asam lemak tidak jenuh yang sangat bagus,
termasuk asam lemak omega 3 yang memiliki fungsi positif bagi kesehatan
manusia. Asam lemak Omega-3 seperti asam eikosa pentaenoat (C20:5) dan asam
dokosa heksaenoat (C22:6) terdapat dalam minyak atau lemak ikan. Keuntungan
mengkonsumsi asam lemak omega-3 adalah adanya tendensi dapat menurunkan
kadar kolesterol dan lemak dalam darah sehingga tidak terjadi penimbunan pada
dinding pembuluh darah (Park 2005).
Hastarini et al. (2012) kembali mengemukakan bahwa umumnya proses
pengolahan ikan patin di Indonesia menghasilkan produk fillet yang kemudian
dijual dalam bentuk fillet segar maupun beku. Sathivel et al. (2002) menyatakan
bahwa rendemen pada proses pengolahan fillet ikan patin ini sekitar 45%, bagian
selebihnya termasuk isi perut, lemak abdomen, tulang, kulit dan hasil perapian
(trimming) sebesar 55% belum dimanfaatkan secara optimal Proses pengolahan
ikan umumnya menghasilkan limbah hingga di atas 50% dari keseluruhan berat
ikan yang diolah. Limbah dari proses pengolahan ikan biasa digunakan untuk
bahan pembuatan pakan ikan dengan minyak sebagai hasil samping atau untuk
proses remediasi tanah. Menurut Hwang et al. (2004), isi perut patin termasuk
didalamnya saluran pencernaan, hati, empedu dan lemak simpanan (lemak
abdomen) merupakan sumber lemak yang potensial dengan kandungan omega 3
yang tinggi. Penelitian profi l dan komposisi asam lemak dari limbah catfish telah
banyak dilakukan oleh beberapa peneliti.
Hastarini et al. (2012) menjelaskan tahapan proses fillet meliputi
penimbangan, pencucian, pemfi letan, penyiangan, pengeratan/perapian fillet
(trimming), pelepasan kulit, pencucian, dan penimbangan. Hasil penyiangan dari
proses tersebut berupa limbah yang meliputi kepala, kulit, tulang-ekor, daging
belly flap, daging sisa pengeratan/perapian dan isi perut. Pengamatan dilakukan

terhadap yield yang didapatkan pada proses fi let ini dengan melakukan
perhitungan nilai rendemen daging fillet dan masing masing bagian limbah ikan
patin yang didapatkan. Pada proses pengolahan fillet ikan patin, selain daging
fillet sebagai hasil utama, didapatkan bagian tubuh lainnya sebagai sisa ataupun
limbah sebanyak enam bagian. Keenam bagian limbah tersebut meliputi kepala,
tulangekor (bagian tulang badan yang bersambungan dengan ekor), kulit, daging
belly flap (daging pada bagian perut), daging sisa trimming (daging sisa
pengeratan fillet) dan isi perut. Menurut Darmawan dan Hastarini (2011), fillet
patin terdiri dari fillet skin on, breaded fillet, skin less fillet. Fillet merupakan
bahan setengah jadi dari daging ikan yang nantinya akan diolah menjadi makanan
lain seperti abon, bakso, sosis, dan juga dapat digunakan untuk fortifikasi berbagai
aneka produk olahan. Fillet memiliki beberapa keuntungan sebagai bahan baku
olahan, antara lain bebas duri dan tulang, dapat disimpan lebih lama, serta dapat
menghemat waktu dan tenaga kerja karena penanganannya lebih mudah, sehingga
akan memudahkan dan mengefesienkan proses produksi serta meningkatkan mutu
produk olahannya.
Hastarini et al. (2012) melaporkan bahwa tantangan yang harus dihadapi
pasar internasional adalah produk perikanan diharuskan memenuhi persyaratan
yang cukup ketat, dalam hal kualitas, keamanan pangan dan ketertelusurannya
(treaceability). Salah satu pasar yang paling ketat persyaratannya adalah Uni
Eropa, yang menekankan bahwa keamanan pangan harus terjamin sejak produksi
sampai ke meja makan dan dapat ditelusuri riwayatnya (Hwang et al. 2004). Oleh
karena itu, di Vietnam Asosiasi Eksportir dan Produsen Seafood (VASEP) telah
mengembangkan budidaya ikan patin berdasarkan Good Aquaculture Practices
(GAP), sehingga ikan patin Vietnam tidak mengalami kesulitan untuk menembus
pasar ekspor Uni Eropa, Amerika, dan negara lainnya. Ikan patin menjadi sangat
popular karena budidayanya mudah, pertumbuhannya cepat, dan mudah
beradaptasi dengan berbagai lingkungan. Teknologi budidaya ikan patin sudah
berkembang dan dapat dilakukan dengan berbagai sistem yaitu dengan karamba di
sungai-sungai, waduk, kolam atau situ.
Ariyani et al. (2008) menyatakan bahwa National Fisheries Institute di
Amerika Serikat menelitin ikan dengan daging berwarna putih dan beraroma
ringan yang ada di pasaran AS merupakan ikan patin hasil budidaya di Asia.
Penggunaan ikan patin dalam berbagai industri makanan di AS, menggambarkan
adanya peluang yang dapat terus dimanfaatkan oleh para eksportir dan pengusaha
ikan patin.
Hasil pada Tabel 1. merupakan data perolehan masing-masing berat
bagian tubuh ikan patin. Ikan patin dibagi menjadi 5 spesifikasi berat yaitu berat
total, pemotongan bagian dengan butterfly, single fillet, skinless fillet, kulit dan
jeroan. Rata-rata berat masing-masing bagian adalah 285,1875 gram, 127,6875
gram pada butterfly, pada single fillet sebesar 65,5625 gram, 50,0625 gram pada
skinless fillet, kulit 15 gram, dan jeroan sebesar 152 gram. Berat ikan patin

tertinggi pada kelompok 5 yaitu sebesar 542 gram. Penelitan tersebut hampir
mendapatkan data yang sama dengan Ariyani et al. (2008) yang meneliti tentang
penggunaan ekstrak daun sirih pada ikan patin jambal untuk menghambat
oksidasinya dan mendapatkan nilai jeroan dengan rerata 160 gram. Data tersebut
tidak berbeda jauh dari hasil data praktikum.

PENUTUP
Kesimpulan
Industri ikan patin Indonesia memiliki sumber daya yang belum optimal .
preparasi ikan patin dilakukan dalam bentuk butterfly, single fillet, skinless fillet
diharapkan dapat menjadikan komoditas ekspor tersebutterspesifikasi dan mampu
bersaing dengan produk luar yang sejenis. Penanganan ikan patin sesuai dengan
standar permintaan negara pengeksportir dan negara penerima agar produk dalam
negeri tersebut tetap berjalan eksistensinya dalam menggapai hasil industri yang
baik.
Saran
Penelitian tentang fillet ikan patin sudah banyak dilakukan namun belum
memperhatikan standar mutu dari negara penerima ekspor. Padahal sebagi hasil
industri, ikan patin harus benar-benar ditangani dengan baik dan benar untuk
menjaga eksistensinya dalam persaingan terhadap produk luar yang serupa. Perlu
dilakukan penelitian ulang tentang mutu standar protein fillet pada patin berbeda
untuk hasil yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Statistik Kelautan dan
Perikanan. Jakarta.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2015. Statistik Kelautan dan
Perikanan. Jakarta
Ariyani F,Amin I, Fardiaz D, Budiyanto S. 2008. Aplikasi ekstrak daun sirih
(piper betle linn) dalam menghambat oksidasi lemak jambal patin
(Pangasius hypophthalmus). Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan 3 (2):30-34.
Darmawan M, Hastarini E. 2011. Karakteristik mutu breaded fillet dari ikan patin
jambal (Pangasius Djambal) dan ikan patin siam ( Pangasius
hypothalamus). Jurnal Perikanan 23(2):34-40.

Dewita, Syahrul, Isnaini . 2011. Utilization of patin fish protein concentrate to


make biscuit and snack. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia
17(3): 30-34.
Hastarini E, Fardiaz D, Irianto HE, Budijanto S.2012. Characteristics of fish oil
produced from fillet processing waste of siam (Pangasius hypopthalmus)
and jambal (Pangasius djambal) catfi sh. AGRITECH 32(4):1-11.
Hwang KT, Kim JE, Kang SG, Jung ST, Park HJ, Welleer CL.2004. Fatty acid
composition and oxidation of lipids in Korean Catfi sh. Journal American
Oil Chem. Soc. 81: 123-127.
Klemeyer SM, Larsen R, Oehlenschla J, Maehre H, Elvevoll EO, Bandarra NM,
Parreira R, Andrade, Nunes ML, Schram E, dan Luten J. 2008. Retention
of health-related benefi cial components during household preparation of
selenium-enriched African catfi sh (Clarias gariepinus) fi lets. Eur Food
Res Technol 227:827833
Kordi KMHG. 2005. Budidaya Ikan Patin Biologi, Pembenihan dan
Pembesaran.Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusatama.
Park SC. 2005. Stability and quality of fi sh oil during typical domestic
application[Masters thesis],Wonsan University of Fisheries, Kangwon
Province, Korea.
Rahmawati N. 2013. Kandungan Protein Terlarut Daging Ikan Patin (Pangasius
Djambal) Akibat Variasi Pakan Tambahan [skripsi]. Jurusan Kimia
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember
Sathivel S, Prinyawiwatkul W, Negulescu JI, King JM.2008. Determination of
melting points, spesific heat capacity and enthalphy of catfi sh visceral oil
during the purifi cation process. Journal of American Oil Chem Soc.
85:291-296.
Suryaningrum, TD. 2008. Ikan patin: Peluang ekspor, penangan pasca panen dan
diversifikasi produk olahannya. Squalen 3(1):16-23.

Lampiran
Lampiran 1 dokumentasi preparasi ikan patin

Penimbangan

skin on fillet

skinless fillet

Proses pemfilletan

butterfly filllet

proses pemisahan

Penimbangan bagian ikan patin

ikan patin utuh

Anda mungkin juga menyukai