Anda di halaman 1dari 4

Hubungan tingkat pengetahuan tentang menstruasi dengan derajat dismenore (Nelwati)

PENELITIAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG


MENSTRUASI DENGAN DERAJAT DISMENORE PADA SISWI
SEKOLAH MENENGAH ATAS DI PADANG TAHUN 2005
Nelwati *
Abstrak
Dismenore merupakan gangguan ginekologi yang paling sering ditemukan pada remaja wanita. Dismenore dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu hormonal, psikis, neurologis, dan alergi. Pada keadaan yang berat, dismenore dapat menyebabkan gangguan
terhadap aktivitas harian dan sekolah.
Telah dilakukan penelitian korelatif pada bulan Maret 2005 dengan 245 responden siswi Sekolah Menengah Atas di Padang.
Pengambilan sampel dilakukan dengan proportional random sampling. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat
pengetahuan remaja tentang menstruasi dengan derajat dismenore.
Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa 30% responden yang mempunyai pengetahuan kurang mengalami dismenore berat. Setelah
dilakukan uji statistik dengan menggunakan chi square didapatkan hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan siswi
tentang menstruasi dengan derajat dismenore dengan nilai p = 0,00
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa ada hubungan antara pengetahuan remaja tentang menstruasi dengan derajat dismenore, oleh
karena itu pemberian informasi tentang menstruasi sangat penting bagi remaja yang dapat dilakukan oleh orang orang tua, guru,
konselor maupun tenaga kesehatan. Pengetahuan tentang menstruasi akan memberikan kesiapan psikis pada remaja dalam menghadapi
menstruasi khususnya yang disertai dismenore.
Kata kunci: gangguan ginekologi, menstruasi, remaja wanita
Abstract
Dysmenorrhea is the gynaecologic disorder that mostly experienced by female adolescents. Dysmenorrhea can be influenced by
some factors like hormones, psycologic, neurologic and alergic. In severe condition, dysmenorrhea could cause daily and school
activities disturbance. A correlation research had been conducted on March 2005 toward 245 female adolescent at Senior High
School in Padang. Sampling was based on propotional random sampling. This research was aimed to identify correlation between knowledge about menstruation and grading of dysmenorrhea. This research showed that 30% of respondent who have not
adequate knowledge experience severe pain. After statistic testing with chi square, there are correlation between knowledge about
menstruation and grading of dysmenorrhea with p value = 0,00. Conclusion of this researh is there was correlation between
knowledge about menstruation with grading of dysmenorrhea. Providing information related to menstruation is very important
for female adolescents by parents, teachers, conselors, as well as health care providers. Knowledge about menstruation will give
readiness psychologically for female adolescents when they experienced menstruation disorders included dysmenorrhea.
Key words: : female adoslecent, gynaecologic disorders, menstruation

LATAR BELAKANG
Saat seseorang memasuki masa remaja terjadi
berbagai perubahan baik fisik maupun mental. Pada
remaja putri khususnya ditandai dengan dimulainya
siklus menstruasi. Pada masa ini mereka seharusnya
mendapat informasi yang akurat tentang menstruasi.
Informasi tersebut misalnya proses terjadinya
menstruasi, gangguan menstruasi yang mungkin terjadi,
mitos atau kebiasaan yang ada di masyarakat yang
berkaitan dengan menstruasi dan sebagainya. Informasi

ini dapat diberikan oleh tenaga kesehatan, guru ataupun


konselor (Malvia, 1994).
Beberapa gangguan menstruasi diantaranya adalah
sindroma premenstruasi, amenore, dismenore,
hipermenore dan hipomenore (Hanifa, 1994). Namun
yang paling sering ditemukan diantara gangguan
tersebut adalah dismenore. Hampir setiap hari para ahli
ginekologi dikunjungi oleh wanita muda terutama yang
belum menikah untuk konsultasi ataupun pengobatan
karena dismenore yang dideritanya (Wynn, 1979).

Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 10, No.1, Maret 2006; 1-4

Dismenore adalah nyeri yang timbul akibat kontraksi


disritmik miometrium yang menampilkan satu atau lebih
gejala, mulai dari nyeri ringan sampai berat pada perut
bagian bawah, bokong dan pada sisi medial paha. Pada
keadaan yang berat dapat disertai dengan berbagai gejala
mulai dari mual, muntah, diare, pusing, nyeri kepala
sampai pingsan (Baziad, dkk, 1990).
Terdapat 50% wanita mengalami nyeri panggul
sebelum atau selama periode menstruasi dan sekitar
10% diantaranya mengalami kram yang cukup parah
yang membuat mereka tak berdaya selama satu sampai
tiga hari setiap bulan. Di Amerika Serikat, dismenore
menyebabkan hilangnya 140 juta jam kerja setiap tahun.
Meskipun dismenore tidak mengancam jiwa, tetapi
merupakan penyebab utama wanita dibawah usia 30
tahun tidak bekerja. Hampir dua per tiga remaja post
menarche di Amerika Serikat mengalami kram
menstruasi yang nyeri, lebih dari 10% golongan ini
begitu menderita sehingga harus absen dari sekolah, dan
dengan demikian menempatkan dismenore sebagai
penyebab utama absen dari sekolah jangka pendek pada
remaja wanita (Schwarz, 1989).
Angka kejadian dismenore secara menyeluruh di
Indonesia sampai saat ini belum dapat dikemukakan
karena belum ada data yang lengkap. Pernah dilaporkan
di Surabaya angka kejadian dismenore yaitu 1,07-1,31
% dari jumlah kunjungan penderita di poliklinik
ginekologi. Namun angka kejadian ini lebih rendah dari
keadaan yang sebenarnya karena tidak semua penderita
dismenorre meminta pertolongan ke poliklinik
ginekologi (Baziad, dkk, 1990). Salah satu faktor
penyebab dismenore adalah faktor psikis. Faktor psikis
ini dapat ditimbulkan oleh stres karena kurangnya
pengetahuan remaja tentang menstruasi. Kurangnya
pengetahuan remaja ini adalah akibat kurangnya
informasi kesehatan yang benar dan kurangnya akses
remaja terhadap pelayanan kesehatan reproduksi
(Azwar, 2000), padahal mitos ataupun informasi yang
salah tentang menstruasi akan mempengaruhi emosi dan
gagap dalam menghadapi menstruasi (Hanifa, 1994).
Uraian mengenai dismenore tersebut jika
dicermati dapat menimbulkan masalah penelitian
mengenai hubungan tingkat pengetahuan siswi
tentang menstruasi dengan derajat dismenore. Oleh
karena itu, telah dilakukan penelitian di sebuah
Sekolah Menengah Atas di Padang, Sumatera Barat.

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
korelasi dengan pendekatan cross sectional. Variabel
independen penelitian ini adalah tingkat pengetahuan
remaja tentang menstruasi yaitu definisi, proses
terjadinya menstruasi, mitos tentang menstruasi,
definisi, penyebab dan cara penanggulangan
dismenore dengan skala ordinal. Hasil ukurnya
dengan kategori baik, bila skor > 56 % dan kategori
kurang, bila skor < 56 %. Variabel dependen adalah
derajat dismenore yaitu respon remaja terhadap
dismenore dengan skala ordinal. Hasil ukurnya
dengan derajat 1 : nyeri ringan, jarang memerlukan
analgesik dan jarang menganggu aktivitas sehari-hari,
derajat 2 : nyeri sedang, memerlukan analgesik,
aktivitas sehari-hari terganggu tetapi jarang absen dari
sekolah, derajat 3 : nyeri berat, nyeri tidak banyak
berkurang dengan analgesik, tidak dapat melakukan
aktivitas sehari-hari, timbul keluhan vegetatif seperti
nyeri kepala, kelelahan, mual, muntah, dan diare.
Penel iti an ini di laksanakan di sebuah Sekol ah
M enengah Atas di Padang, Sumatera Barat dengan
pengambilan data dilakukan padabulan Maret 2005. Jumlah
populasi 710 orang siswi dengan rumus Lovin didapat
sampel 256 orang siswi. Pengumpulan data dengan
menggunakan kuesioner dan setelah data didapatkan maka
datadiolah dengan analisaunivariat dan bivariat dengan uji
statistik Chi-Square dengan derajat kemaknaan 95 %.

HASIL
Pengambilan data penelitian ini dilaksanakan selama
lima hari di bulan Maret 2005 dengan 256 responden.
Namun setelah data dikumpulkan 11 orang responden
tidak memenuhi kriteria sampel karena tidak mengalami
dismenore sehingga responden menjadi 245 orang.
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan
tentang Menstruasi
Pada Siswi Sekolah Menengah Atas di Padang Tahun 2005
Tingkat Pengetahuan

Baik

205

83.7

Kurang

40

16.3

Jumlah

245

100.0

Hubungan tingkat pengetahuan tentang menstruasi dengan derajat dismenore (Nelwati)

Tabel 2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Derajat
Dismenore
Pada Siswi Sekolah Menengah Atas di Padang Tahun 2005
Derajat Dismenore

Ringan

182

74.3

Sedang

47

19.2

Berat

16

6.5

Jumah

245

100.0

Tabel 3
Hubungan Pengetahuan Tentang Menstruasi dengan Derajat
Dismenore Pada Siswi Sekolah Menengah Atas di Padang
Tahun 2005
Tingkat
Pengetahuan

Baik
Kurang
Total

Derajat Dismenore
Ringan

Sedang

179 87.3 22 10.7


3

7.5

Jumlah

Berat
f

2.0 205 100

25 62.5 12 30.0 40

100

182 74.3 47 19.2 16 32.0 245 100

X2 = 115.780

df = 2

p = 0.00

Dari tabel 1, terlihat pengetahuan siswi tentang


menstruasi sebanyak 83.7% orang responden mempunyai
pengetahuan yang baik dan sebanyak 16.3% responden
mempunyai pengetahuan yang kurang.
Sedangkan dari tabel 2 , terlihat sebanyak 74.3%
responden menderita dismenore ringan, 19.2% dengan
dismenore sedang, dan 6.5% responden dengan
dismenore berat

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pada tabel
1 bahwa terdapat 83.7% responden sudah mempunyai
pengetahuan yang baik. Pengetahuan responden yang
sudah baik dapat disebabkan karena responden sudah
mendapatkan informasi, salah satunya melalui pelajaran
biologi yang telah mereka dapatkan sejak di Sekolah Dasar
ataupun di Sekolah Menengah Pertama. Bila dikaitkan

dengan usia menarche responden yaitu usia 11-15 tahun


tentunya informasi tersebut sangat relevan dengan kondisi
menarche maupun post menarce yang mereka alami.
Tingkat pengetahuan yang baik juga bisa disebabkan oleh
letak Sekolah Menengah Atas (SMA) yang menjadi lokasi
penelitian terletak di pusat kota, sehingga memungkinkan
siswi SMA tersebut terpapar dengan banyak media
informasi baik media cetak maupun elektronik.
Pengetahuan tentang menstruasi sangat penting
diberikan pada remaja karena akan mempengaruhi psikis
remaja dalam menghadapi menstruasi. Hal ini sesuai
dengan pendapat Hanifa (1994), bahwa informasi yang
salah tentang menstruasi akan mempengaruhi emosi dan
gagap dalam menghadapi menstruasi seperti perasaan
takut, bingung dengan kondisi yang dialaminya.
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui 74.3% responden
mengalami dismenore ringan, 19.2% responden
mengalami dismenore sedang dan 6.5% responden
mengalami dismenore berat. Dismenore tidak hanya
menyebabkan ketidaknyamanan bagi remaja tetapi juga
akan mempengaruhi baik fisik, psikis, sosial, dan ekonomi.
Pada dismenore berat akan timbul gejala lain seperti mual,
muntah, diare dan pingsan. Keadaan ini tentunya sangat
mempengaruhi kondisi fisik remaja, sehingga
menghalangi remaja untuk beraktivitas. Dismenore berat
akan menyebabkan remaja absen dari sekolah. Menurut
penelitian oleh Schwarz (1989), bahwa dismenore adalah
penyebab utama absen dari sekolah jangka pendek pada
remaja wanita. Pada kegiatan seperti olah raga dismenore
menyebabkan mereka tidak dapat mengikuti kegiatan
tersebut. Selain itu dismenore bisa menurunkan
konsentrasi belajar dan bila mereka sedang menghadapi
ujian akan memberikan dampak rendahnya nilai yang
mereka dapatkan. Keadaaan ini akan mempengaruhi
prestasi akademik di sekolah. Keadaan ini juga didukung
oleh hasil penelitian Tangchai (2004), melaporkan 6.5%
responden dengan dismenore berat mendapatkan nilai
yang rendah dan 80.6% harus absen dari sekolah.
Dismenore dan dampak yang ditimbulkannya
sangat penting disosialisasikan bagi remaja, orang tua
dan guru. Penanggulangan dismenore ini dapat
dilakukan diantaranya dengan memberikan penjelasan
yang benar mengenai menstruasi dan dismenore yang
dapat dilakukan baik oleh guru maupun orang tua,
disamping itu juga penting untuk memberikan
pendidikan kesehatan tentang cara mengurangi nyeri
yang efektif pada remaja.

Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 10, No.1, Maret 2006; 1-4

Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa adanya hubungan


yang bermakna antara tingkat pengetahuan remaja tentang
menstruasi dengan derajat dismenore (p=0.00). Pada
penelitian ini 87.3% responden yang mempunyai
pengetahuan baik mengalami dismenore derajat ringan
dan 30 % responden yang mempunyai pengetahuan
kurang mengalami dismenore berat. Pengetahuan dapat
memberikan kesiapan mental bagi seseorang dalam
menghadapi suatu kondisi. Pengetahuan tentang
menstruasi, dismenore dan cara penanggulangannya
menyebabkan remaja lebih siap karena mengetahui apa
yang terjadi pada diri mereka selama mengalami
menstruasi dan dismenore. Dengan pengetahuan dan
dismenore yang dialami juga akan menimbulkan
kemampuan adaptasi terhadap dismenore. Selain itu
remaja juga dapat melakukan upaya meredakan
dismenore dengan pengetahuan yang sudah mereka
ketahui. Hal ini sesuai dengan tingkat domain kognitif
yaitu aplikasi dimana seseorang mengaplikasikan sesuatu
yang ia ketahui dalam menghadapi suatu kondisi
(Notoatmodjo, 2003). Kesiapan mental yang ditunjang
oleh pengetahuan yang baik akan menciptakan kondisi
psikis yang baik pula yang akan mempengaruhi respon
terhadap nyeri. Individu dengan kondisi psikis yang baik
akan lebih toleran terhadap nyeri yang timbul (Brunner
& Suddarth, 2000).
Adanya responden yang mempunyai pengetahuan
yang baik tetapi mengalami dismenore berat 2% dan
responden yang mempunyai pengetahuan yang kurang
tetapi mengalami dismenore sedang 7.5% dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain faktor
hormonal, neurologis, alergi, dan sebagainya.
Pengetahuan tentang menstruasi sangat penting
diberikan bagi remaja sesuai dengan pendapat Hanifa
(1994), bahwa pengetahuan akan mempengaruhi psikis
remaja dalam menghadapi menstruasi. Pengetahuan
yang baik akan memberikan kemampuan bagi remaja
untuk beradaptasi terhadap dismenore sebaliknya
pengetahuan yang kurang akan mempengaruhi emosi
remaja dalam menghadapi menstruasi sehingga dapat
merangsang respon simpatis yang akan meningkatkan
respon terhadap dismenore.

fisiologis yang sedang mereka alami. Persiapan mental yang ditunjang dengan pengetahuan yang baik akan
menciptakan kondisi psikis yang mempengaruhi
respon remaja terhadap dismenore tersebut.
Hasil penelitian ini menyarankan kepada para
guru untuk memberi perhatian khusus bagi siswi yang
mengalami dismenore sedang dan berat dengan
melakukan kontak secara rutin antara orangtua siswi
yang menderita dismenore dan guru dalam mengatasi
dampak dismenore tersebut. Selain itu, perlu
kerjasama antara Unit Kesehatan Sekolah dengan
institusi kesehatan ataupun lembaga yang peduli
dengan kesehatan reproduksi remaja dalam
memberikan pendidikan kesehatan bagi remaja.(INR)

KESIMPULAN
Pengetahuan tentang menstruasi, dismenore dan
cara penanggulangannya akan memberikan kesiapan
mental remaja untuk beradaptasi dengan kondisi

Nelwati S.Kp.: Staf Akademik Program Studi


Imu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang

KEPUSTAKAAN
Baziad,A, dkk. (1990). Dismenorea aspek patofisiologi
dan penatalaksanaannya. Jakarta : FKUI.
Brunner, L.S., and Suddarth, D.S. (2000).
Keperawatan medikal bedah, Jakarta: EGC.
(Terjemahan)
Hanifa, W.S. (1994). Ilmu kandungan. Edisi 2.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prihardjo.
Malvia, V. (1994). Medical book obstetic and
gynaecology diagnosis and treatment. (8th ed).
New York : Appleton & Lange.
Notoatmodjo, S. (1993). Metodologi penelitian
kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2003) Pendidikan kesehatan dan
ilmu perilaku kesehatan. Jogjakarta : Andi Offset.
Schwarz, B.E. (1989). Dysmenorrhea in gynaecology.
Washington : Addisson.
Tangchai, K. (2004). Dysmenorrh ea in Thai
adolecents : Prevalence, impact and knowledge
of treatment. Volume 12, hal 23-25. Thailand : J
Med Assoc.
Wynn,R. (1979). Obstetric and gynaecology the clinical care. (2nd ed). Philadelpia : Lea and Febiger.

Anda mungkin juga menyukai