Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan
seseorang dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap
bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan itu tercantum dalam
Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia. Pasal
25 Ayat (1) Deklarasi menyatakan, setiap orang berhak atas derajat hidup yang
memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya termasuk hak
atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial
yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit,
cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang
mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya1.
Berdasarkan Deklarasi tersebut, pasca Perang Dunia II beberapa negara
mengambil inisiatif untuk mengembangkan jaminan sosial, antara lain jaminan
kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage). Dalam sidang ke58
tahun 2005 di Jenewa, World Health Assembly (WHA) menggaris bawahi perlunya
pengembangan sistem pembiayaan kesehatan yang menjamin tersedianya akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan memberikan perlindungan kepada
mereka terhadap risiko keuangan. WHA ke-58 mengeluarkan resolusi yang
menyatakan, pembiayaan kesehatan yang berkelanjutan melalui Universal Health
Coverage diselenggarakan melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial. WHA juga
menyarankan kepada WHO agar mendorong negara-negara anggota untuk
mengevaluasi dampak perubahan sistem pembiayaan kesehatan terhadap pelayanan
kesehatan ketika mereka bergerak menuju Universal Health Coverage1.
Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke-5 juga
mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam UUD 45
pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU No. 23/1992 yang kemudian diganti
dengan UU 36/2009 tentang Kesehatan. Dalam UU 36/2009 ditegaskan bahwa setiap

orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di
bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan
terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam
program jaminan kesehatan sosial1,2.
Untuk mewujudkan komitmen global dan konstitusi di atas, pemerintah
bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatan perorangan. Usaha ke arah itu
sesungguhnya telah dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk
jaminan sosial di bidang kesehatan, diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero)
dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima
pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu,
pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian, skemaskema tersebut masih terfragmentasi, terbagi- bagi. Biaya kesehatan dan mutu
pelayanan menjadi sulit terkendali2.
Untuk mengatasi hal itu, pada 2004, dikeluarkan Undang-Undang No.40
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini mengamanatkan
bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)2.
Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 juga menetapkan, Jaminan Sosial
Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan
BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan
diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya dimulai 1 Januari 2014.
Secara operasional, pelaksanaan JKN dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan
Peraturan Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2012 tentang
Penerima Bantuan Iuran (PBI); Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang
Jaminan Kesehatan; dan Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan Kesehatan Nasional)2.
Sesungguhnya keinginan untuk mendirikan BPJS baru telah dibahas dalam
proses penyusunan UU SJSN. Perdebatannya berlangsung sangat alot. Berbagai
pertimbangan tentang cost-benefit, Nasionalisme, keadilan antar daerah dan antar

golongan pekerjaan, serta pertimbangan kondisi geografis serta ekonomis yang


berbeda-beda telah pula dibahas mendalam. Apa yang dirumuskan dalam UU SJSN,
UU no 40/04, merupakan kompromi optimal. Konsekuensi logis dari sebuah negara
demokrasi adalah bahwa rumusan suatu UU yang telah diundangkan harus
dilaksanakan, baik yang tadinya pro maupun yang tadinya kontra terhadap suatu isi
atau pengaturan. Setelah disetujui DPR, wakil rakyat, maka rumusan suatu UU
mengikat semua pihak. Sangatlah tidak layak dan tidak matang, apabila UU tersebut
sudah divonis tidak mengakomodir kepentingan kita, sebelum UU itu dilaksanakan.
Kita harus belajar konsekuen dan berani menjalankan sebuah keputusan UU,
meskipun ada aspirasi atau keinginan kita yang berbeda dengan yang dirumuskan UU
SJSN. Boleh saja kita tidak setuju dengan isi suatu UU dan tidak ada satupun UU
yang isinya 100% disetujui dan didukung oleh seluruh rakyat. Atau, jika seseorang
atau sekelompok orang yakin bahwa UU SJSN itu merugikan kepentingan lebih
banyak rakyat, maka ia atau mereka dapat mengajukan alternatif ke DPR untuk
merevisi atau membuat UU baru. Inilah hakikat negara demokrasi1,2.
I. 2. Rumusan Masalah
Beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam pembahasan referat ini
adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan?
2. Apa dasar hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan?
3. Siapa saja peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan?
4. Apa saja hak dan kewajiban peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan?
5. Darimanakah sumber dana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan?
6. Bagaimana denda keterlambatan pembayaran iuran Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan?

7. Kenapa bisa dihentikan pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial


(BPJS) Kesehatan?
8. Apa saja fasilitas kesehatan peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan?
9. Apa saja pelayanan kesehatan yang dijamin Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan?
10. Apa saja pelayanan kesehatan yang tidak dijamin Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan?
11. Bagaimana alur pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan?
12. Bagaimana tata cara mendapatkan pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan?
I. 3. Tujuan
Sesuai dengan perumusan masalah diatas, referat ini bertujuan untuk
mendeskripsikan tentang:
1. Pengertian dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
2. Dasar hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
3. Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
4. Hak dan kewajiban peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan.
5. Sumber dana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
6. Denda keterlambatan pembayaran iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan.
7. Penghentian pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan.
8. Fasilitas kesehatan peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan.
9. Pelayanan kesehatan yang dijamin Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan.

10. Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan.
11. Alur pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
12. Tata cara mendapatkan pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan.
I. 4. Manfaat
Dalam penyusunan referat ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak. Adapun manfaat yang diperoleh sebagai berikut:
1. Para pembaca dapat mengetahui dan memahami Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
2.

Melatih penulis untuk menyusun referat dalam upaya meningkatkan


pengetahuan dan wawasan tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN
II. 1. Definisi
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah
badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.
Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh
rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. BPJS terdiri dari
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan dibentuk untuk
melaksanakan jaminan kesehatan, dan mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 Januari
2014. BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan prinsip3:
1. Kegotong-royongan
Gotong royong sudah merupakan salah satu prinsip dalam hidup
bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan
Indonesia. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu
membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang
sakit, atau yang beresiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit.
2. Nirlaba
Pengelolaan dana oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
adalah nirlaba, bukan untukmencari laba (for profit oriented). Namun tujuan
utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana
yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil
pengembangannya, akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan
peserta.
3. Portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan social bertujuan untuk memberikan
jaminan yang berkelanjutan kepada peserta

sekalipun mereka berpindah

pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik


Indonesia.

4. Kepesertaan bersifat wajib


Prinsip kepesertaan wajib ditujukan agar seluruh rakyat menjadi
peserta sehingga dapat tercakup dalam jaminan kesehatan nasional. Meskipun
kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap
disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah. Tahapan
pertama dimulai dari pekerja di sector formal, bersamaan dengan itu sector
informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.
5. Dana Amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan
kepada badan-badan penyelenggara agar dapat dikelola dengan sebaikbaiknya dalam rangka memaksimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan
peserta.
6. Hasil Pengelolaan Dana Jaminan Sosial
Hasil pengelolaan dana jaminan nasional dipergunakan seluruhnya
untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.
II. 2. Dasar Hukum4
1. UU No. 40 Tahun 2004
2. UU No. 24 Tahun 2011
3. Perpres No. 12 Tahun 2013
4. Perpres No. 111 Tahun 2013
5. Perpres No. 32 Tahun 2014
6. Kepmenkes No. 455 Tahun 2013
7. Permenkes No. 28 Tahun 2014
8. Permenkes No. 71 Tahun 2013
9. Permenkes No. 59 Tahun 2013
10. Permenkes No. 19 Tahun 2014

II. 3. Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)


Gambaran kondisi cakupan jaminan kesehatan tahun 2013 sebanyak 72% (>
Rp. 172.000.000,00 jiwa).3

Gambar 1. Cakupan jaminan kesehatan tahun 20133

Peserta BPJS kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang asing yang
bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran, dan
meliputi3,4:
1. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI): fakir miskin dan orang
tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari :
a. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya:
i) Pegawai Negeri Sipil
ii) Anggota TNI
iii) Anggota Polri
iv) Pejabat Negara
v) Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri
8

vi) Pegawai Swasta dan


vii) Pekerja yang tidak termasuk huruf i) sampai dengan vi) yang
menerima upah.
Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
b. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya:
i) Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri dan
ii) Pekerja yang tidak termasuk huruf i) yang bukan penerima upah.
Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
c. Bukan pekerja dan anggota keluarganya
i) Investor
ii) Pemberi Kerja
iii) Penerima Pensiun, terdiri dari:
(1) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pension
(2) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pension
(3) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pension
(4) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima
(5) Pensiun yang mendapat hak pension
(6) Penerima pensiun lain dan
(7) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain yang
mendapat hak pensiun.
iv) Veteran
v) Perintis Kemerdekaan;
vi) Janda, duda atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis
Kemerdekaan, dan
vii) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf i sampai dengan vi yang
mampu membayar iuran.
Anggota Keluarga Yang Ditanggung1:
1. Pekerja Penerima Upah:
a. Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak kandung, anak
tiri dan/atau anak angkat), sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.

b. Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat
yang sah, dengan kriteria:
i) Tidak atau

belum pernah

menikah atau

tidak mempunyai

penghasilan sendiri,
ii) Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua
puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.
2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja : Peserta dapat
mengikutsertakan anggota keluarga yang diinginkan (tidak terbatas).
3. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi
anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua.
4. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi
kerabat lain seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll.
II. 4. Hak Dan Kewajiban Peserta1,2
II. 4. 1. Hak Peserta
Adapun hak peserta adalah sebagai berikut:
1. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan
kesehatan
2. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur
pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
3. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan
4. Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis
ke Kantor BPJS Kesehatan.
II. 4. 2. Kewajiban Peserta
Adapun hak peserta adalah sebagai berikut:
1. Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang besarannya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

10

2. Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian,


kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I.
3. Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang
yang tidak berhak.
4. Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.
II. 5. Sumber Dana BPJS1,3
1. Bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar
oleh Pemerintah.
2. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada lembaga
pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri,
pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% (lima
persen) dari gaji atau upah per bulan dengan ketentuan: 3% (tiga persen)
dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta.
3. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD
dan Swasta sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari gaji atau upah per
bulan dengan ketentuan: 4% (empat persen) dibayar oleh pemberi kerja dan
0,5% (nol koma lima persen) dibayar oleh Peserta.
4. Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari anak
ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1%
(satu persen) dari dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja
penerima upah.
5. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara
kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima
upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar:
a. Sebesar Rp.25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per
bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
b. Sebesar Rp.42.500 (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah) per orang per
bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.

11

c. Sebesar Rp.59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) per
orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
6. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda,
duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya
ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima persen) gaji
pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14
(empat belas) tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.
7. Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.

Gambar 2. Sumber dana BPJS3

II. 6. Denda Keterlambatan Pembayaran Iuran1


1. Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Pekerja Penerima Upah dikenakan
denda administratif sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang
tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan, yang dibayarkan
bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh Pemberi Kerja.

12

2. Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Peserta Bukan Penerima Upah dan


Bukan Pekerja dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per
bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 6 (enam)
bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak.
II. 7. Penghentian Pelayanan Kesehatan1
1. Bagi Pekerja Penerima Upah, jika terjadi keterlambatan pembayaran iuran
lebih dari 3 (tiga) bulan, maka pelayanan kesehatan dihentikan sementara.
2. Bagi Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja, jika terjadi
keterlambatan pembayaran Iuran lebih dari 6 (enam) bulan, maka pelayanan
kesehatan dihentikan sementara.
II. 8. Fasilitas Kesehatan Bagi Peserta1,3,5
Fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan terdiri dari:
1. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama:
a. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Non Perawatan dan Puskesmas
Perawatan (Puskesmas dengan Tempat Tidur).
b. Fasilitas Kesehatan milik Tentara Nasional Indonesia (TNI).
i) TNI Angkatan Darat, terdiri dari Poliklinik kesehatan dan Pos
Kesehatan.
ii) TNI Angkatan Laut, terdiri dari Balai kesehatan A dan D, Balai
Pengobatan A, B, dan C, Lembaga Kesehatan Kelautan dan Lembaga
Kedokteran Gigi.
iii) TNI Angkatan Udara, terdiri dari Seksi kesehatan TNI AU, Lembaga
Kesehatan Penerbangan dan Antariksa (Laksepra) dan Lembaga
Kesehatan Gigi & Mulut (Lakesgilut).
iv) Fasilitas Kesehatan milik Polisi Republik Indonesia (POLRI), terdiri
dari Poliklinik Induk POLRI, Poliklinik Umum POLRI, Poliklinik
Lain milik POLRI dan Tempat Perawatan Sementara (TPS) POLRI.

13

c. Praktek Dokter Umum/Klinik Umum, terdiri dari Praktek Dokter Umum


Perseorangan,

Praktek

Dokter

Umum

Bersama,

Klinik

Dokter

Umum/Klinik 24 Jam, Praktek Dokter Gigi, Klinik Pratama, RS Pratama.


2. Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan:
a. Rumah Sakit, terdiri dari RS Umum (RSU), RS Umum Pemerintah Pusat
(RSUP), RS Umum Pemerintah Daerah (RSUD), RS Umum TNI, RS
Umum Bhayangkara (POLRI), RS Umum Swasta, RS Khusus, RS Khusus
Jantung (Kardiovaskular), RS Khusus Kanker (Onkologi), RS Khusus
Paru, RS Khusus Mata, RS Khusus Bersalin, RS Khusus Kusta, RS
Khusus Jiwa, RS Khusus Lain yang telah terakreditasi, RS Bergerak dan
RS Lapangan.
b. Balai Kesehatan, terdiri dari Balai Kesehatan Paru Masyarakat, Balai
Kesehatan Mata Masyarakat, Balai Kesehatan Ibu dan Anak dan Balai
Kesehatan Jiwa.
3. Fasilitas kesehatan penunjang yang tidak bekerjasama secara langsung dengan
BPJS Kesehatan namun merupakan jejaring dari fasilitas kesehatan tingkat
pertama maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yang bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan, meliputi:
a. Laboratorium Kesehatan.
b. Apotek.
c. Unit Transfusi Darah.
d. Optik.
II. 9. Pelayanan Kesehatan Yang Dijamin1,3,6
1. Pelayanan Kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan non
spesialistik yang mencakup:
a. Administrasi pelayanan
b. Pelayanan promotif dan preventif
c. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis
d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif

14

e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai


f. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis
g. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama dan
h. Rawat Inap Tingkat Pertama sesuai dengan indikasi medis.
2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayanan kesehatan
rawat jalan dan rawat inap, yang mencakup:
a. Administrasi pelayanan
b. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis
dan subspesialis
c. Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai dengan
indikasi medis
d. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
e. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis
f. Rehabilitasi medis
g. Pelayanan darah
h. Pelayanan kedokteran forensik klinik
i. Pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal setelah dirawat inap di
fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan bpjs kesehatan, berupa
pemulasaran jenazah tidak termasuk peti mati dan mobil jenazah
j. Perawatan inap non intensif, dan
k. Perawatan inap di ruang intensif.
3. Persalinan. Persalinan yang ditanggung BPJS Kesehatan di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama maupun Tingkat Lanjutan adalah persalinan
sampai dengan anak ketiga, tanpa melihat anak hidup/meninggal.
4. Ambulan. Ambulan hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas
Kesehatan satu ke fasilitas kesehatan lainnya, dengan tujuan menyelamatkan
nyawa pasien.

15

II. 10. Pelayanan Kesehatan Yang Tidak Dijamin1


1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana
diatur dalam peraturan yang berlaku
2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat
3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan
kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan
kerja sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan kerja
4. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan
lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program
jaminan kecelakaan lalu lintas
5. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri
6. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik
7. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas
8. Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi)
9. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/ atau alkohol
10. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat
melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri
11. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur,
shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian
teknologi kesehatan (health technology assessment).
12. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan
(eksperimen).
13. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu.
14. Perbekalan kesehatan rumah tangga.
15. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar
biasa/wabah.
16. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan
kesehatan yang diberikan.
17. Klaim perorangan.

16

II. 11. Alur Pelayanan Kesehatan1,4,5,6,7


1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai
kebutuhan medis, yaitu:
a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan
tingkat pertama
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat
dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat
diberikan atas rujukan dari faskes primer.
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan
atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes
tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana
terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
3. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:
a. Terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi kegawatdaruratan mengikuti
ketentuan yang berlaku
b. Bencana; Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau
Pemerintah Daerah
c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah
ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat
dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan
d. Pertimbangan geografis, dan
e. Pertimbangan ketersediaan fasilitas
4. Pelayanan oleh bidan dan perawat
a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan
pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau
dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali

17

dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan


pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi
pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama
5. Rujukan Parsial
Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi
pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian
terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut.
Rujukan parsial dapat berupa:
a. Pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau
tindakan
b. Pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka
penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.

Gambar 3. Sistem pelayanan kesehatan BPJS

18

Gambar 4. Sistem rujukan berjenjang.

II. 12. Tata Cara Mendapatkan Pelayanan Kesehatan1,4,5,7


1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
a. Setiap peserta harus terdaftar pada satu fasilitas kesehatan tingkat pertama
yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
b. Peserta memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat
pertama tempat Peserta terdaftar.
c. Peserta dapat memperoleh pelayanan rawat inap di Fasilitas Kesehatan
tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis.
2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan
a. Peserta datang ke BPJS Center Rumah Sakit dengan menunjukkan Kartu
Peserta dan menyerahkan surat rujukan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama / surat perintah kontrol pasca rawat inap.
b. Peserta menerima Surat Eligibilitas Peserta (SEP) untuk mendapatkan
pelayanan lanjutan.

19

c. Peserta dapat memperoleh pelayanan rawat inap di Fasilitas Kesehatan


tingkat lanjutan sesuai dengan indikasi medis.
3. Pelayanan Kegawat Daruratan (Emergency)
a. Pelayanan Gawat Darurat adalah pelayanan kesehatan yang harus
diberikan secepatnya untuk mencegah kematian, keparahan dan atau
kecacatan, sesuai dengan kemampuan fasilitas kesehatan.
b. Peserta yang memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung
memperoleh

pelayanan

di

setiap

fasilitas

kesehatan.

Kriteria

kegawatdaruratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


c. Peserta yang menerima pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang
tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, akan segera dirujuk ke
fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah
keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dalam kondisi dapat
dipindahkan.
d. Biaya akibat pelayanan kegawatdaruratan ditagihkan langsung oleh
Fasilitas Kesehatan kepada BPJS Kesehatan.

20

BAB III
PENUTUP
III. 1. Kesimpulan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan lembaga (badan
hukum) publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan Program Jaminan Sosial di
Indonesia berlandaskan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang
Nomor 24 Tahun 2011. BPJS terdiri atas dua, yaitu BPJS Kesehatan adalah
perusahaan asuransi yang kita kenal sebelumnya sebagai PT Askes, dan BPJS
Ketenagakerjaan merupakan transformasi dari Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga
Kerja) dan diawasi oleh DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional).
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah tata cara penyelenggaraan
program Jaminan Sosial oleh BPJS. Dengan demikian, JKN yang dikembangkan di
Indonesia merupakan bagian dari SJSN. SJSN ini diselenggarakan melalui sistem
Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib berdasarkan UU No. 40 tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuan program ini adalah supaya semua
penduduk Indonesia terlindungi oleh sistem asuransi, sehingga mereka dapat
memenuhi kehidupan kesehatan masyarakat yang layak.
Peserta BPJS Kesehatan ini dikelompokan menjadi 2 kategori, yaitu Penerima
Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) dan Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan
Kesehatan (Non PBI, termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat enam
bulan). Prinsip-prinsip BPJS Kesehatan antara lain: prinsip kegotongroyongan,
prinsip nirlaba, prinsip portabilitas, prinsip kepesertaan bersifat wajib, prinsip dana
amanat, dan prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial.
Fasilitas kesehatan yang diperoleh peserta BPJS Kesehatan antara lain:
fasilitas kesehatan tingkat pertama (puskesmas, klinik pratama, rumah sakit pratama,
praktek mandiri, fasilitas kesehatan tingkat lanjutan (rumah sakit dan balai
kesehatan), fasilitas kesehatan penunjang (laboratorium kesehatan, apotek, unit
transfusi darah, dan optik). Akomodasi rawat inap yang disediakan BPJS kesehatan
berupa ruang perawatan kelas I, kelas II, dan kelas III. Pelayanan kesehatan yang
21

dijamin antara lain: pelayanan kesehatan tingkat pertama, pelayanan kesehatan


rujukan tingkat lanjutan, persalinan, dan ambulan.
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis
pakai sesuai dengan kebutuhan medis. Kebijakan pemerintah tentang Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional
(BPJS) perlu diketahui dan dipahami oleh seluruh masyarakat Indonesia. Untuk itu
perlu dilakukan penyebarluasan informasi melalui sosialisasi kepada semua
pemangku kepentingan dan masyarakat pada umumnya.
III. 2. Saran
Penulis mengharapkan dengan adanya referat ini pembaca dapat memahami
lebih lanjut mengenai BPJS Kesehatan. Keterbatasan pengetahuan penulis tentang
BPJS Kesehatan dan penafsiran dasar hukumnya dari berbagai literature merupakan
kekurangan dalam penulisan referat ini. Untuk selanjutnya, diharapkan lebih banyak
lagi penelitian danliteratur yang membahas mengenai BPJS Kesehatan di Indonesia.

22

DAFTAR PUSTAKA
1. BPJS Kesehatan. 2014. Panduan Layanan Bagi Peserta. Jakarta.
2. JKN. 2014. Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional Dalam
Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta
3. Kemenkes RI. 2013. Peran Dokter Layanan Primer Sebagai Gate Keeper Di Era
JKN/BPJS Kesehatan. Jakarta
4. BPJS Kesehatan. 2014. Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional Dan
Pelayanan Di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Oleh BPJS
Kesehatan. (Online), www.bpjs-kesehatan.go.id . Diakses pada tanggal 27 April
2015.
5. BPJS Kesehatan. 2014. Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang. Jakarta.
6. BPJS Kesehatan. 2014. Panduan Praktis Gate Keeper Concept. Jakarta.
7. Taher, Akmal. 2013. Kesiapan Implementasi JKN Dan Peran Fakultas
Kedokteran Dalam Penyiapan Dokter Layanan Primer. Jakarta : Kemenkes RI

23

LAMPIRAN

24

LAMPIRAN I
UU No. 40 Tahun 2004
Menetapkan :

UNDANG-UNDANG
SOSIAL NASIONAL

TENTANG

SISTEM

JAMINAN

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin
seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
2. Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan
program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial.
3. Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib
yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas resiko sosial
ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya.
4. Tabungan wajib adalah simpanan yang bersifat wajib bagi peserta program
jaminan sosial.
5. Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir miskin dan
orang mampu sebagai peserta program jaminan sosial.
6. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial.
7. Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan
himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan
pembiayaan operasional penyelenggaraan program jaminan sosial.
8. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6
(enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.
9. Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak peserta dan/atau
anggota keluarganya.
10. Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta, pemberi
kerja, dan/atau Pemerintah.

25

11. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau
imbalan dalam bentuk lain.
12. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan
badan lainnya yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji,
upah atau imbalan dalam bentuk lainnya.
13. Gaji atau upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk
uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja ditetapkan dan dibayar
menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundan
undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu
pekerjaan dan /atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
14. Kecelakaan kerja adalah kecelakaaan yang terjadi dalam hubungan kerja,
termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat
kerja atau sebaliknya, dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
15. Cacat adalah keadaan berkurangnya atau hilangnya fungsi tubuh atau hilangnya
anggota badan yang secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan
berkurang

atau

hilangnya

kemampuan

pekerja

untuk

menjalankan

pekerjaannya.
16. Cacat total tetap adalah cacat yang mengakibatkan ketidakmampuan seseorang
untuk melakukan pekerjaan.

26

LAMPIRAN II
UU No. 24 Tahun 2011
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA
JAMINAN SOSIAL.
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah
badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.
2. Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin
seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
3. Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan
himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh BPJS untuk
pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan
program Jaminan Sosial.
4. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6
(enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.
5. Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak peserta dan/atau anggota
keluarganya.
6. Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh Peserta, pemberi kerja,
dan/atau Pemerintah.
7. Bantuan Iuran adalah Iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir miskin dan
orang tidak mampu sebagai Peserta program Jaminan Sosial.
8. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau
imbalan dalam bentuk lain.
9. Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan
lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja atau penyelenggara negara yang
mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam
bentuk lainnya.
10. Gaji atau Upah adalah hak Pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk
uang sebagai imbalan dari Pemberi Kerja kepada Pekerja yang ditetapkan dan

27

dibayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundangundangan, termasuk tunjangan bagi Pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan
dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
11. Dewan Jaminan Sosial Nasional yang selanjutnya disingkat DJSN adalah dewan
yang berfungsi untuk membantu Presiden dalam perumusan kebijakan umum dan
sinkronisasi penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional.
12. Dewan Pengawas adalah organ BPJS yang bertugas melakukan pengawasan atas
pelaksanaan pengurusan BPJS oleh direksi dan memberikan nasihat kepada direksi
dalam penyelenggaraan program Jaminan Sosial.
13. Direksi adalah organ BPJS yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas
pengurusan BPJS untuk kepentingan BPJS, sesuai dengan asas, tujuan, dan prinsip
BPJS, serta mewakili BPJS, baik di dalam maupun di luar pengadilan, sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang ini.
14. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

28

LAMPIRAN III
PERPRES No.12 Tahun 2013
Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG JAMINAN KESEHATAN
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
1. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang
telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.
2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat
BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program Jaminan Kesehatan.
3. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut PBI
Jaminan Kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta
program Jaminan Kesehatan.
4. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6
(enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.
5. Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak Peserta dan/atau
anggota keluarganya.
6. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau
imbalan dalam bentuk lain.
7. Pekerja Penerima Upah adalah setiap orang yang bekerja pada pemberi kerja
dengan menerima gaji atau upah.
8. Pekerja Bukan Penerima Upah adalah setiap orang yang bekerja atau berusaha
atas risiko sendiri.
9. Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan
lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang
mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan
dalam bentuk lainnya.

29

10. Gaji atau Upah adalah hak Pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk
uang sebagai imbalan dari Pemberi Kerja kepada Pekerja yang ditetapkan dan
dibayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundangundangan, termasuk tunjangan bagi Pekerja dan keluarganya atas suatu
pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
11. Pemutusan Hubungan Kerja yang selanjutnya disingkat PHK adalah
pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara Pekerja/buruh dan Pemberi Kerja
berdasarkan peraturan perundangundangan.
12. Cacat Total Tetap adalah cacat yang mengakibatkan ketidakmampuan seseorang
untuk melakukan pekerjaan.
13. Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur
oleh Peserta, Pemberi Kerja dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan
Kesehatan.
14. Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan/atau Masyarakat.
15. Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga negara sebagaimana
dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan Pejabat Negara yang ditentukan oleh Undang-Undang.
16. Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri adalah pegawai tidak tetap, pegawai
honorer, staf khusus dan pegawai lain yang dibayarkan oleh Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
17. Anggota Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disebut Anggota TNI
adalah personil/prajurit alat negara di bidang pertahanan yang melaksanakan
tugasnya secara matra di bawah pimpinan Kepala Staf Angkatan atau gabungan
di bawah Pimpinan Panglima TNI.

30

18. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut


Anggota Polri adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang melaksanakan fungsi kepolisian.
19. Veteran adalah Veteran Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2012 tentang Veteran Republik Indonesia.
20. Perintis Kemerdekaan adalah Perintis Kemerdekaan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 5 Prps Tahun 1964 tentang Pemberian
Penghargaan/

Tunjangan

kepada

Perintis

Pergerakan

Kebangsaan/

Kemerdekaan.
21. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
22. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
23. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan.

31

LAMPIRAN IV
PERPRES No. 111 Tahun 2013
Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG PERUBAHAN ATAS
PERATURAN

PRESIDEN

NOMOR

12

TAHUN

2013

TENTANG JAMINAN KESEHATAN.


Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang
Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor
29),
diubah sebagai berikut:
1. Diantara Pasal 1 dan Pasal 2 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 1A sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1A
BPJS Kesehatan merupakan badan hukum publik yang bertanggung jawab kepada
Presiden.
1. Ketentuan Pasal 4 ayat (4) dan ayat (5) diubah sehingga Pasal 4 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 4
1.

Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2


huruf b merupakan Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak
mampu yang terdiri atas:
a. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya;
b. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya; dan
c. bukan Pekerja dan anggota keluarganya.

2.

Pekerja Penerima Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri
atas:
a. Pegawai Negeri Sipil;
b. Anggota TNI;
c. Anggota Polri;
d. Pejabat Negara;
32

e. Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri;


f. Pegawai swasta; dan
g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima
Upah.
3.

Pekerja Bukan Penerima Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdiri atas:
a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan
b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.

4.

Bukan Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. Investor;
b. Pemberi Kerja;
c. penerima pensiun;
d. Veteran;
e. Perintis Kemerdekaan;
f. janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan;
dan
g. bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang
mampu membayar iuran.

5.

Penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c terdiri atas:
a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
b. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
c. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
d. janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c yang mendapat hak pensiun;
e. penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan
f. janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf e yang mendapat hak pensiun.

6.

Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b termasuk
warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

33

7.

Jaminan Kesehatan bagi Pekerja warga negara Indonesia yang bekerja di luar
negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundangundangan tersendiri.

34

LAMPIRAN V
PERPRES RI No. 32 Tahun 2014
Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENGELOLAAN DAN
PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN
NASIONAL

PADA FASILITAS

KESEHATAN

TINGKAT

PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH.


Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
1.Jaminan Kesehatan Nasional yang selanjutnya disingkat JKN adalah jaminan
berupa

perlindungan

kesehatan

agar

peserta

memperoleh

manfaat

pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar


kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau
iurannya dibayar oleh pemerintah.
2.Fasilitas kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
3.Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang selanjutnya disingkat FKTP adalah
fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang
bersifat non spesialistik untuk keperluan observasi, diagnosis, perawatan,
pengobatan, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya.
4.Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat
BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program Jaminan Kesehatan.
5.Pengelolaan Dana Kapitasi adalah tata cara penganggaran, pelaksanaan,
penatausahaan, dan pertanggungjawaban dana kapitasi yang diterima oleh
FKTP dari BPJS Kesehatan.

35

6.Dana Kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka


kepada

FKTP

berdasarkan

jumlah

peserta

yang

terdaftar

tanpa

memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.


7.Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah
perangkat

daerah

pada

pemerintah

daerah

selaku

pengguna

anggaran/pengguna barang.
8.Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah
SKPD atau unit kerja pada SKPD di lingkungan Pemerintah Daerah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan
dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas.
9.Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah
kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah yang selanjutnya disebut
dengan kepala SKPKD yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan
APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah.
10.

Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BUD adalah

Pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi Bendahara Umum


Daerah.
11.

Rencana Kerja dan Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat RKA-

SKPD adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi rencana


pendapatan dan rencana belanja program dan kegiatan SKPD sebagai dasar
penyusunan APBD.
12.

Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat

DPA-SKPD adalah dokumen yang memuat pendapatan dan belanja yang


digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh pengguna anggaran.
13.

Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD yang selanjutnya disingkat

PPK-SKPD adalah pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan


pada SKPD.

36

14.
yang

Bendahara Dana Kapitasi JKN pada FKTP adalah pegawai negeri sipil
ditunjuk

membayarkan,

untuk

menjalankan

menatausahakan,

dan

fungsi

menerima,

menyimpan,

mempertanggungjawabkan

dana

kapitasi.
15.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan

di bidang kesehatan.

37

LAMPIRAN VI
KEPMENKES No.455 Tahun 2013
Menetapkan:

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG ASOSIASI


FASILITAS KESEHATAN.

KESATU : Asosiasi fasilitas kesehatan yang akan melakukan negosiasi dengan


Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dalam rangka
Sistem Jaminan Sosial Nasional meliputi:
1. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) sebagai perwakilan
asosiasi rumah sakit;
2. Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES) sebagai perwakilan
pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) dan praktik perorangan bidan;
3. Asosiasi Klinik Indonesia (ASKLIN) sebagai perwakilan klinik; dan
4. Perhimpunan Klinik dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Indonesia
(PKFI) sebagai perwakilan klinik dan praktik perorangan dokter/dokter gigi.
KEDUA : PERSI, ADINKES, ASKLIN, dan PKFI sebagaimana dimaksud dalam
Diktum Kesatu bergabung dalam Forum Asosiasi Fasilitas Kesehatan.
KETIGA : Dalam melakukan negosiasi dengan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan:
1. PERSI, ASKLIN, dan PKFI untuk membahas tarif INA-CBGs bagi rumah
sakit dan klinik utama; dan
2. ADINKES, ASKLIN, dan PKFI untuk membahas tarif kapitasi bagi fasilitas
kesehatan tingkat pertama yang terdiri atas Puskesmas, praktik perorangan
dokter/dokter gigi, klinik pratama, dan rumah sakit kelas D Pratama.
KEEMPAT : Negosiasi untuk membahas tarif INA-CBGs sebagaimana dimaksud
dalam Diktum Ketiga angka 1 dibawah koordinasi PERSI.
KELIMA : Negosiasi untuk membahas tarif kapitasi sebagaimana dimaksud dalam
Diktum Ketiga angka 2 untuk pertama kali dibawah koordinasi
ADINKES dan untuk selanjutnya ditunjuk koordinator lain secara
bergantian.

38

LAMPIRAN VII
PERMENKES No.71 Tahun 2013
Menetapkan: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PELAYANAN
KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar
peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang
yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.
2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat
BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program Jaminan Kesehatan.
3. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat
6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.
4. Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak Peserta dan/atau
anggota keluarganya.
5. Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Masyarakat.
6. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan
yang bersifat non spesialistik (primer) meliputi pelayanan rawat jalan dan
rawat inap.
7. Rawat Jalan Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang
bersifat non spesialistik yang dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat
pertama untuk keperluan observasi, diagnosis, pengobatan, dan/atau
pelayanan kesehatan lainnya.

39

8. Rawat Inap Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang


bersifat non spesialistik dan dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat
pertama untuk keperluan observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan,
dan/atau pelayanan medis lainnya, dimana peserta dan/atau anggota
keluarganya dirawat inap paling singkat 1 (satu) hari.
9. Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan adalah upaya pelayanan
kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang
meliputi rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan rawat
inap di ruang perawatan khusus.
10. Pelayanan Kesehatan Darurat Medis adalah pelayanan kesehatan yang harus
diberikan secepatnya untuk mencegah kematian, keparahan, dan/atau
kecacatan sesuai dengan kemampuan fasilitas kesehatan.
11. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin, dan/atau implan yang tidak
mengandung

obat

yang

digunakan

untuk

mencegah,

mendiagnosa,

menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta


memulihkan kesehatan pada manusia dan/atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.
12. Formularium Nasional adalah daftar obat yang disusun oleh komite nasional
yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, didasarkan pada bukti ilmiah
mutakhir berkhasiat, aman, dan dengan harga yang terjangkau yang
disediakan serta digunakan sebagai acuan penggunaan obat dalam jaminan
kesehatan nasional.
13. Sistem Rujukan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur
pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal
balik baik vertikal maupun horizontal.
14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.

40

LAMPIRAN VIII
PERMENKES RI No. 28 Tahun 2014
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDOMAN
PELAKSANAAN

PROGRAM

JAMINAN

KESEHATAN

NASIONAL.
Pasal 1
Pengaturan Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional bertujuan untuk
memberikan acuan bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan,
Pemerintah (Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota) dan Pihak Pemberi Pelayanan
Kesehatan yang bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat
Lanjutan), peserta program Jaminan Kesehatan Nasional dan pihak terkait dalam
penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional.
Pasal 2
Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yaitu:
a. Dana amanat dan nirlaba dengan manfaat untuk semata-mata peningkatan
derajat kesehatan masyarakat.
b. Menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medik yang cost
effective dan rasional.
c. Pelayanan terstruktur, berjenjang dengan portabilitas dan ekuitas.
d. Efisien, transparan dan akuntabel.

41

LAMPIRAN IX
PERMENKES RI No. 59 Tahun 2014
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR
TARIF

PELAYANAN

KESEHATAN

PADA

FASILITAS

KESEHATAN DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM


JAMINAN KESEHATAN.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Tarif Kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka oleh
BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan
jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah
pelayanan kesehatan yang diberikan.
2. Tarif Non Kapitasi adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan
kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan jenis dan jumlah
pelayanan kesehatan yang diberikan.
3. Tarif Indonesian - Case Based Groups yang selanjutnya disebut Tarif INACBGs adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan
kepada pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur.
4. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang selanjutnya disingkat FKTP adalah
fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang
bersifat non spesialistik untuk keperluan observasi, promotif, preventif,
diagnosis, perawatan, pengobatan, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya.
5. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan yang selanjutnya disingkat
FKRTL adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan
perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang meliputi rawat
jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan dan rawat inap di ruang
perawatan khusus.

42

6. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat


BPJS Kesehatan adalah badan hukum publik yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan.

43

LAMPIRAN X
PERMENKES RI No.19 Tahun 2014
Menetapkan : PERATURAN

MENTERI

KESEHATAN

TENTANG

PENGGUNAAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN


NASIONAL UNTUK JASA PELAYANAN KESEHATAN DAN
DUKUNGAN

BIAYA OPERASIONAL

PADA

FASILITAS

KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH


DAERAH.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Jaminan Kesehatan Nasional yang selanjutnya disingkat JKN adalah jaminan
berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang
diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar
oleh pemerintah.
2. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang selanjutnya disingkat FKTP adalah
fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang
bersifat non spesialistik untuk keperluan observasi, diagnosis, perawatan,
pengobatan, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya.
3. Dana Kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka
kepada

FKTP

berdasarkan

jumlah

peserta

yang

terdaftar

tanpa

memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.


4. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah
perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/pengguna
barang.
5. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan.

44

Pasal 2
Pengaturan penggunaan dana kapitasi JKN untuk jasa pelayanan kesehatan dan
dukungan biaya operasional ditujukan bagi FKTP milik pemerintah daerah yang
belum menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah.

45

Anda mungkin juga menyukai