GERONTOLOGY
GERIATRIC SYNDROME
Oleh:
YULIYANTI
115070207111020
kognitif,
depresi,
inkontinensia,
ketergantungan
fungsional,
dan
Kelemahan nutrisi merujuk pada hendaya yang terjadi pada usia lanjut
karena kehilangan berat badan fisiologis dan patologis yang tidak disengaja.
Anoreksia pada usia lanjut merupakan penurunan fisiologis nafsu makan dan asupan
makan yang menyebabkan kehilangan berat badan yang tidak diinginkan (Kane et
al., 2008). Pada pasien, kekurangan nutrisi disebabkan oleh keadaan pasien dengan
gangguan menelan, sehingga menurunkan nafsu makan pasien.
i. Impecunity (kemiskinan)
Impecunity (kemiskinan), usia lansia dimana seseorang menjadi kurang
produktif (bukan tidak produktif) akibat penurunan kemampuan fisik untuk
beraktivitas. Usia pensiun dimana sebagian dari lansia hanya mengandalkan hidup
dari tunjangan hari tuanya. Pada dasarnya seorang lansia masih dapat bekerja,
hanya saja intensitas dan beban kerjanya yang harus dikurangi sesuai dengan
kemampuannya, terbukti bahwa seseorang yang tetap menggunakan otaknya hingga
usia lanjut dengan bekerja, membaca, dsb., tidak mudah menjadi pikun . Selain
masalah finansial, pensiun juga berarti kehilangan teman sejawat, berarti interaksi
sosialpun berkurang memudahakan seorang lansia mengalami depresi.
j. Iatrogenic
Iatrogenics (iatrogenesis), karakteristik yang khas dari pasien geriatri yaitu
multipatologik, seringkali menyebabkan pasien tersebut perlu mengkonsumsi obat
yang tidak sedikit jumlahnya. Akibat yang ditimbulkan antara lain efek samping dan
efek dari interaksi obat-obat tersebut yang dapat mengancam jiwa. Pemberian obat
pada lansia haruslah sangat hati-hati dan rasional karena obat akan dimetabolisme
di hati sedangkan pada lansia terjadi penurunan fungsi faal hati sehingga terkadang
terjadi ikterus (kuning) akibat obat. Selain penurunan faal hati juga terjadi penurunan
faal ginjal (jumlah glomerulus berkurang), dimana sebagaian besar obat dikeluarkan
melalui ginjal sehingga pada lansia sisa metabolisme obat tidak dapat dikeluarkan
dengan baik dan dapat berefek toksik.
k. Insomnia
Insomnia, dapat terjadi karena masalah-masalah dalam hidup yang
menyebabkan seorang lansia menjadi depresi. Selain itu beberapa penyakit juga
dapat menyebabkan insomnia seperti diabetes melitus dan hiperaktivitas kelenjar
thyroid, gangguan neurotransmitter di otak juga dapat menyebabkan insomnia. Jam
tidur yang sudah berubah juga dapat menjadi penyebabnya.
l. Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh)
Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh) banyak hal yang
mempengaruhi penurunan sistem kekebalan tubuh pada usia lanjut seperti atrofi
thymus (kelenjar yang memproduksi sel-sel limfosit T) meskipun tidak begitu
bermakna (tampak bermakna pada limfosit T CD8) karena limfosit T tetap terbentuk
di jaringan limfoid lainnya. Begitu juga dengan barrier infeksi pertama pada tubuh
seperti kulit dan mukosa yang menipis, refleks batuk dan bersin -yang berfungsi
mengeluarkan zat asing yang masuk ke saluran nafas- yang melemah. Hal yang
sama terjadi pada respon imun terhadap antigen, penurunan jumlah antibodi. Segala
mekanisme tersebut berakibat terhadap rentannya seseorang terhadap agen-agen
penyebab infeksi, sehingga penyakit infeksi menempati porsi besar pada pasien
lansia.
m. Impotence
Impotency (Impotensi), ketidakmampuan melakukan aktivitas seksual pada
usia lanjut terutama disebabkan oleh gangguan organik seperti gangguan hormon,
syaraf, dan pembuluh darah. Ereksi terjadi karena terisinya penis dengan darah
sehingga membesar, pada gangguan vaskuler seperti sumbatan plak aterosklerosis
(juga terjadi pada perokok) dapat menyumbat aliran darah sehingga penis tidak
dapat ereksi. Penyebab lainnya adalah depresi.
n. Irritable bowel
Irritable bowel (usus besar yang sensitif -mudah terangsang-) sehingga
menyebabkan diare atau konstipasi/ impaksi (sembelit). Penyebabnya tidak jelas,
tetapi pada beberapa kasus ditemukan gangguan pada otot polos usus besar,
penyeab lain yang mungkin adalah gangguan syaraf sensorik usus, gangguan sistem
syaraf pusat, gangguan psikologis, stres, fermentasi gas yang dapat merangsang
syaraf, kolitis.
4. Etiologi Dan Faktor Resiko
a. Imobilisasi
Berbagai faktor baik fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan
imobilisasi pada pasien usia lanjut. Beberapa penyebab utama imobilisasi adalah
adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah
psikologis. Penyakit Parkinson, artritis reumatoid, gout, dan obatobatan antipsikotik
seperti haloperidol juga dapat menyebabkan kekakuan. Rasa nyeri, baik dari tulang
(osteoporosis, osteomalasia, Pagets disease, metastase kanker tulang, trauma),
sendi (osteoartritis, artritis reumatoid, gout), otot (polimalgia, pseudoclaudication)
atau masalah pada kaki dapat menyebabkan imobilisasi.
Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia dan gangguan fungsi
mental seperti pada depresi tentu sangat sering menyebabkan terjadinya imobilisasi.
Kekhawatiran keluarga yang berlebihan atau kemalasan petugas kesehatan dapat
pula menyebabkan orang usia lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di
rumah maupun di rumah sakit. Efek samping beberapa obat misalnya obat hipnotik
dan sedatif dapat pula menyebabkan gangguan mobilisasi.
b. Instability (Instabilitas Dan Jatuh)
Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan beberapa faktor, antara
lain:(Kane, 1994; Reuben, 1996; Tinetti,1992; Campbell, 1987, Brocklehurst, 1987).
1.
-
2.
3. Hipotensiorthostatic:
4.
Obat-obatan
-
Diuretik / antihipertensi
Antidepresan trisiklik
Sedativa
Antipsikotik
Obat-obat hipoglikemik
Alkohol
Aritmia
Stenosis
Stroke
Parkinson
Spondilosis
Serangan kejang
Terbakar matahari
sisa.
Pengosongan
kandung
kemih
yang
tidak
sempurna
menyebabkan urine di dalam kanddung kemih yang cukup banyak sehingga dengan
pengisian sedikit saja sudah merangsang untuk berkeih. Hipertrofi prostat juga dapat
mengakibatkan banyaknya sisa air kemih di kandung keih sebagai akibat
pengosongan yang tidak sempurna (Setiati,2000)
b. Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran, penglihatan dan
penciuman)
Umumnya diketahui bahwa presbikusis merupakan akibat dari proses
degenerasi. Diduga kejadian presbikusis mempunyai hubungan dengan faktor-faktor
herediter, pola makanan, metabolisme, arteriosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup
atau bersifat multifaktor. Menurunnya fungsi pendengaran secara berangsur
merupakan efek kumulatif dari pengaruh faktor-faktor tersebut diatas. Biasanya
terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Progesifitas penurunan pendengaran
dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin, pada laki-laki lebih cepat dibandingkan
dengan perempuan
kornea, lensa iris, aquous humormvitorous humor akan mengalami
perubahan seiring bertambahnya usia, karena bagian utama yang mengalami
perubahan/penurunan sensifitas yang menyebabkan lensa pada mata, produksi
aquosus humor juga mengalami penurunan tetapi tidak terlalu terpengaruh terhadap
keseimbangan dan tekanan intra okuler lensa umum. Bertambahnya usia akan
mempengarui fungsi organ pada mata seseorang yang ber usia 60 tahun, fungsi
kerja pupil akan mengalami penurunan 2/3 dari pupil orang dewasa atau muda,
penurunan tersebut meliputi ukuran ukuranpupil dan kemampuan melihat dari jarak
jauh. Proses akomodasi merupakan kemampuan untukmelihat benda benda dari
jarak dekat maupun jauh. Akomodasi merupakan hasil koordinasi atas ciliary body
dan otot otot, apabila seseorang mengalami penurunan daya akomodasimaka
orang tersebut disebut presbiopi ( Brantas1984.wordpress.com, 2009 ).
5. MANIFESTASI KLINIS
sensitivitas terhadap
kontras
dan lakrimasi.
Hilangnya
nada
berfrekuensi tinggi secara bilateral timbul pada funsgsi pendengaran. Di samping itu
pada usia lanjut terjadi kesulitan untuk membedakan sumber bunyi dan
terganggunya kemampuan membedakan target dari noise.
Pada sistem kardiovaskuler, pengisian ventrikel kiri dan sel pacu jantung
(pacemaker) di nodus SA berkurang; terjadi hipertrofi atrium kiri; kontraksi dan
relaksasi ventrikel kiri bertambah lama; respons inotropik, kronotropik, terhadap
stimulasi
beta-adrenergik
berkurang;
menurunnya
curah
jantung
maksimal;
peningkatan atrial natriuretic peptide (ANP) serum dan resistensi vaskular perifer.
( Pada fungsi paru-paru terjadi penurunan forced expiration volume 1 second (FEVI)
dan forced volume capacity (FVC); berkurangnya efektivitas batuk dan fungsi silia
dan meningkatnya volume residual. Adanya ventilation-perfusion mismatching yang
menyebabkan PaO2 menurun seiring bertambahnya usia : 100 (0,32 x umur).
Pada fungsi gastrointestinal terjadi penururan ukuran dan aliran darah ke hati,
terganggunya
bersihan
(clearance)
obat
oleh hati
sehingga membutuhkan
otot
diafragma;
berkurangnya
sintesis
rantai
berat
miosin,
inervasi,
meningkatnya jumlah miofibril per unit otot dan berkurangnya laju basal metabolik
(berkurang 4%/dekade setelah usia 50).
Pada sistem imun terjadi penurunan imunitas yang dimediasi sel, rendahnya
produksi antibodi, meningkatnya autoantibodi, berkurangnya hipersensitivitas tipe
lambat, berkurangnya produksi sel B oleh sumsum tulang; dan meningkatnya IL-6
dalam sirkulasi.
Pada umumnya lansia mengalami depresi ditandai oleh mood depresi
menetap yang tidak naik, gangguan nyata fungsi atau aktivitas sehari-hari, dan dapat
berpikiran atau melakukan percobaan bunuh diri. Pada lansia gejala depresi lebih
banyak terjadi pada orang dengan penyakit kronik, gangguan kognitif, dan disabilitas.
Kesulitan konsentrasi dan fungsi eksekutif lansia depresi akan membaik setelah
depresi teratasi. Gangguan depresi lansia dapat menyerupai gangguan kognitif
seperti demensia, sehingga dua hal tersebut perlu dibedakan. Para lansia depresi
sering menunjukkan keluhan nyeri fi sik tersamar yang bervariasi, kecemasan, dan
perlambatan berpikir. Perubahan pada lansia depresi dapat dikategorikan menjadi
perubahan fi sik, perubahan dalam pemikiran, perubahan dalam perasaan, dan
perubahan perilaku
6. Pemeriksaan Diagnostik
1. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Kalori berlebihan atau dikurangi disesuaikan dengan kegiatan AHSnya, dengan tujuan mencapai berat badan ideal.
Pemeriksaan fisik perlu dilengkapi dengan beberapa uji fisik seperti get up and
go (jarak 3 meter dalam waktu kira-kira 20 detik), mengambil benda di lantai,
beberapa
tes
keseimbangan,
kekuatan,
ketahanan,
kelenturan,
koordinasi
gerakan.Bila dapat mengamati cara berjalan (gait), adakah sikap atau gerakan
terpaksa.Pemeriksaan organ-sistem adalah melakukan pemeriksaan mulai dari
ujung rambut sampai ujung kaki secara sistematis (Kuswardhani, RAT. 2011).
Pemeriksaan Tambahan (Penunjang)
Pemeriksaan tambahan disesuaikan dengan keperluan penegakan kepastian
diagnosis, tetapi minimal harus mencakup pemeriksaan rutin.
a) X-foto thorax, EKG
b) Laboratorium :- DL,UL, FL
Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan yang belum jelas atau diperlukan
tindakan diagnostik atau terapi, dapat dilakukan konsultasi (rujukan) kepada sub-
bagian atau disiplin lain, atau pemeriksaan dengan alat yang lebih spesifik : FNB,
EKG, CT-Scan.
Pengkajian Imobilisasi
Dalam mengkaji imobilisasi, perlu dilakukan anamnesis menenai riwayat
penyakit
sekarang,
lamanya
mengalami
disabilitas,
penyakit
yang
dapat
fisik
perlu
diperiksa
status
kardiopulmonal,
pemeriksaan
b. Jatuh
Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau mengeliminasi
faktor risiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya. Penatalaksanaan ini
harus terpadu dan membutuhkan kerja tim yang terdiri dari dokter (geriatrik,
neurologik,
bedah
ortopedi,
rehabilitasi
medik,
psikiatrik
dan
lain-lain),
Terapiestrogen
Berjalanuntuk latihan
Asupankalsiumyang cukup
tidur
untuk
mempromosikan
tidur
keadaan
saja,
pikiran,
mengembangkan
mengurangi
tidur
cerita
siang
tidur
hari,
untuk
dan
solusi
yang
TIDAK
membunuh
sel-sel;
JANGAN
Infeksi
Pengobatan
infeksi
pada
lansia
juga
merupakan
masalah
karena
Membaca
gerak
bibir
dan
latihan
pendengaran
merupakan
komponen
dapat
mencegah
episode
kekambuhan
penyakit.
Banyak
penelitian
menyembuhkan.
Antidepresan
bekerja
dengan
cara
menormalkan
3. Imobilisasi
Non Farmakologis
Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan beberapa terapi fisik dan
latihan jasmani secara teratur. Pada pasien yang mengalami tirah baring total,
perubahan posisi secara teratur dan latihan di tempat tidur Selain itu,
mobilisasi dini berupa turun dari tempat tidur, berpindah dari tempat tidur ke
kursi dan latihan fungsional dapat dilakukan secara bertahap.Untuk
mencegah
terjadinya
dekubitus,
hal
yang
harus
dilakukan
adalah
Farmakologis
Tata laksana farmakologis yang dapat diberikan terutama pencegahan
terhadap terjadinya trombosis. Pemberian antikoagulan yaitu Low dose
heparin (LDH) dan low molecular weight heparin (LMWH) merupakan
profilaksis yang aman dan efektif untuk pasien geriatri dengan imobilisasi
namun harus mempertimbangkan fungsi hati, ginjal dan interaksi dengan obat
lain.
3. Komplikasi
Imobilisasi dapat mengakibatkan komplikasi pada sistem pernafasan isalnya
penurunan ventilasi, atelektasis dan pneumonia. komplikasi endokrin dan ginjal,
peningkatan diuresis, natriuresis dan pergeseran cairan ekstraseluler, intoleransi
glukosa, hiperkalsemia dan kehilangan kalsium, batu ginjal serta keseimbangan
nitrogen negatif Komplikasi gastrointestinal yang dapat timbul adalah anoreksia,
konstipasi dan luka tekan (ulkus dekubitus). Pada sistem saraf pusat, dapat terjadi
deprivasi sensorik, gangguan keseimbangan dan koordinasi (Rizka, 2015).