Anda di halaman 1dari 16

BAB 1.

ANATOMI LARING
Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang
merupakan suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak
setinggi vertebra cervicalis IV-VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya
relatif lebih tinggi. Laring pada umumnya selalu terbuka, hanya kadang-kadang
saja tertutup bila sedang menelan makanan. Lokasi laring dapat ditentukan dengan
inspeksi dan palpasi dimana didapatkannya kartilago tiroid yang pada pria dewasa
lebih menonjol kedepan dan disebut prominensia laring atau disebut juga adams
apple atau jakun.
Batas-batas laring berupa sebelah kranial terdapat aditus laringeus yang
berhubungan dengan hipofaring, di sebelah kaudal dibentuk oleh sisi inferior
kartilago krikoid dan berhubungan dengan trakea, di sebelah posterior dipisahkan
dari vertebra cervicalis oleh otot-otot prevertebral, dinding dan cavum
laringofaring serta disebelah anterior ditutupi oleh fascia, jaringan lemak, dan
kulit. Sedangkan di sebelah lateral ditutupi oleh otot-otot sternokleidomastoideus,
infrahyoid dan lobus kelenjar tiroid. Laring berbentuk piramida triangular terbalik
dengan dinding kartilago tiroidea di sebelah atas dan kartilago krikoidea di
sebelah bawahnya. Os hyoid dihubungkan dengan laring oleh membrana tiroidea.
Tulang ini merupakan tempat melekatnya otot-otot dan ligamenta serta akan
mengalami osifikasi sempurna pada usia 2 tahun. Secara keseluruhan laring
dibentuk oleh sejumlah kartilago, ligamentum dan otot-otot.
1.1. Kartilago
Kartilago laring terbagi atas 2 (dua) kelompok, yaitu : 1.) Kelompok
kartilago mayor, terdiri dari : a. Kartilago tiroidea; b. Kartilago krikoidea; c.
Kartilago aritenoidea; 2.) Kartilago minor, terdiri dari : a. Kartilago kornikulata
santorini; b. Kartilago kuneiforme wrisberg; c. Kartilago epiglotis.
Kartilago tiroidea merupakan suatu kartilago hyalin yang membentuk
dinding anterior dan lateral laring, dan merupakan kartilago yang terbesar. Terdiri
dari 2 (dua) sayap (ala tiroidea) berbentuk seperti perisai yang terbuka
dibelakangnya tetapi bersatu di bagian depan dan membentuk sudut sehingga
menonjol ke depan disebut adams apple. Sudut ini pada pria dewasa kira-kira 90
derajat dan pada wanita 120 derajat. Diatasnya terdapat lekukan yang disebut
thyroid notch atau incisura tiroidea, dimana di belakang atas membentuk kornu
superior yang dihubungkan dengan os hyoid oleh ligamentum tiroidea lateralis,
sedangkan di bagian bawah membentuk kornu inferior yang berhubungan dengan
permukaan posterolateral dari kartilago krikoidea dan membentuk artikulasio
krikoidea. Dengan adanya artikulasio ini memungkinkan kartilago tiroidea dapat
terangkat ke atas. Di sebelah dalam perisai kartilago tiroidea terdapat bagian

dalam laring, yaitu : pita suara, ventrikel, otot-otot dan ligamenta, kartilago
aritenoidea, kuneiforme serta kornikulata. Permukaan luar ditutupi perikondrium
yang tebal dan terdapat suatu alur yang berjalan oblik dari bawah kornu superior
ke tuberkulum inferior. Alur ini merupakan tempat perlekatan muskulus
sternokleidomastoideus, muskulus tirohioideus dan muskulus konstriktor
faringeus inferior. Permukaan dalamnya halus tetapi pertengahan antara incisura
tiroidea dan tepi bawah kartilago tiroidea perikondriumnya tipis, merupakan
tempat perlekatan tendo komisura anterior. Sedangkan tangkai epiglotis melekat
kira-kira 1 cm diatasnya oleh ligamentum tiroepiglotika. Kartilago ini mengalami
osifikasi pada umur 20 30 tahun.
Kartilago krikoidea merupakan bagian terbawah dari dinding laring.
Merupakan lkartilago hialin yang berbentuk cincin stempel (signet ring) dengan
bagian alsanya terdapat di belakang. Bagian anterior dan lateralnya relatif lebih
sempit darpada
Bagian posterior. Kartilago ini berhubungan dengan kartilago tiroidea
tepatnya dengan kornu inferior melalui membrana krikoidea (konus elastikus) dan
melalui artikulasio krikoaritenoidea. Di sebelah bawah melekat dengan cincin
trakea i melalui ligamentum krikotiroidea. Pada keadaan darurat dapat dilakukan
tindakan trakeostomi emergensi atau krikotomi atau koniotomi pada konus
elastikus. Kartilago krikoidea pada dewasa terletak setinggi vertebra servikalis VIVII dan pada anak-anak setinggi vertebra servikalis III-IV. Kartilago ini
mengalami osifikasi setelah kartilago tiroidea.
Kartilago aritenoidea juga merupakan kartilago hyalin yang terdiri dari
sepasang kartilago berbentuk piramid 3 sisi dengan basis berartikulasi dengan
kartilago krikoidea, sehingga memungkinkan pergerakan ke medio lateral dan
gerakan rotasi. Dasar dari piramid ini membentuk 2 tonjolan yaitu prosesus
muskularis yang merupakan tempat melekatnya m. Krikoaritenoidea yang terletak
di posterolateral, dan di bagian anterior terdapat prosesus vokalis tempat
melekatnya ujung posterior pita suara. Pinggir posterosuperior dari konus
elastikus melekat ke prosesus vokalis. Ligamentum vokalis terbentuk dari setiap
prosesus vokalis dan berinsersi pada garis tengah kartilago tiroidea membentuk
tiga per lima bagaian membranosa atau vibratorius pada pita suara. Tepi dan
permukaan atas dari pita suara ini disebut glotis. Kartilago aritenoidea dapat
bergerak ke arah dalam dan luar dengan sumbu sentralnya tetap, karena ujung
posterior pita suara melekat pada prosesus vokalis dari aritenoid maka gerakan
kartilago ini dapat menyebabkan terbuka dan tertutupnya glotis. Kalsifikasi terjadi
pada dekade ke 3 kehidupan.
Kartilago epiglotis berbentuk seperti bet pingpong dan membentuk
dinding anterior aditus laringeus. Tangkainya disebut petiolus dan dihubungkan
oleh ligamentum tiroepiglotika ke kartilago tiroidea di sebelah atas pita suara.
Sedangkan bagian atas menjulur di belakang korpus hyoid ke dalam lumen faring

sehingga membatasi basis lidah dan laring. Kartilago epiglotis mempunyai fungsi
sebagai pembatas yang mendorong makanan ke sebelah menyebelah laring.
Kartilago kornikulata merupakan kartilago fibroelastis, disebut juga kartilago
santorini dan merupakan kartilago kecil di atas aritenoid serta di dalam plika
ariepiglotika.
Kartilago kuneiforme merupakan kartilago fibroelastis dari wrisberg dan
merupakan kartilago kecil yang terletak di dalam plika ariepiglotika.

Gambar 1.1 Tulang dan kartilago laring tampak lateral

Gambar 1.2 Tulang dan Kartilago Laring tampak Sagital

Gambar 1.3 Tulang dan Kartilago Laring tampak Posterior

1.2. Ligamentum dan Membrana


Ligamentum dan membran laring terbagi atas 2 grup, yaitu 1.)
Ligamentum ekstrinsik , terdiri dari : a. Membran tirohioid; b. Ligamentum
tirohioid; c. Ligamentum tiroepiglotis; d. Ligamentum hioepiglotis, e.
Ligamentum krikotrakeal; 2.) Ligamentum intrinsik, terdiri dari : a. Membran
quadrangularis; b. Ligamentum vestibular; c. Konus elastikus; d. Ligamentum
krikotiroid media; e. Ligamentum vokalis.
Membrana tirohioidea menghubungkan tepi atas kartilago tiroidea
dengan tepi atas belakang os hioidea yang pada bagian medial dan lateralnya
mengalami penebalan membentuk ligamentum tirohioideus lateral dan medial.
Membrana ini ditembus oleh a. Laringeus superior cabang interna n. Laringeus
superior dan pembuluh limfe.
Membrana krikotiroidea (konus elastikus) terdapat di bawah mukosa
pada permukaan bawah pita suara sejati, berjalan ke atas dan medial dari
lengkungan kartilago krikoid untuk bersambung dengan kedua ligamenta vokalis
yang merupakan jaringan fibroelastis yang berasal dari tepi atas arkus kartilago
krikoid. Di sebelah anterior melekat pada pinggir bawah kartilago tiroid dan
menebal membentuk ligamentuk krikoidea medialis yang juga melekat pada
tuberkulum vokalis. Di sebelah posterior konus menyebar dari kartilago krikoid
ke prosesus kartilago aritenoid (vokalis). Pinggir bebas menebal membentuk
ligamentum vokalis.
Membrana kuadrangularis merupakan bagian atas dari jaringan ikat
longgar elastis laring, membentang dari tepi lateral epiglotis ke kartilago aritenoid

dan kartilago kornikulata, di bagian inferior meluas ke pita suara palsu. Tepi
atasnya membentuk plika ariepiglotika, sedangkan yang lainnya membentuk
dinding diantara laring dan sinus piriformis morgagni.

Gambar 1.4 Membrana Eksterna

Gambar 1.5 Membrana Interna

Gambar 1.6 Laring potongan Coronal

Gambar 1.7 Laring dari atas


(quadrangulris dibuang)

Gambar 1.8 Membrana laring (sagital)

Gambar 1.9 Membrana laring (posterior)

1.3.Otot - Otot
Otototot laring terbagi dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu otot-otot
ekstrinsik dan otot-otot intrinsik yang masing-masing mempunyai fungsi yang
berbeda.
Otot-otot ekstrinsik menghubungkan laring dengan struktur disekitarnya.
Kelompok otot ini menggerakkan laring secara keseluruhan. Terbagi atas : 1.)
Otot-otot suprahioid / otot-otot elevator laring, yaitu : m. Stilohioideus, m.
Milohioideus, m. Geniohioideus, m. Digastrikus, m. Genioglosus, m. Hioglosus.
2.) Otot-otot infrahioid / otot-otot depresor laring, yaitu : - m. Omohioideus - m.
Sternokleidomastoideus - m. Tirohioideus.
Kelompok otot-otot depresor dipersarafi oleh ansa hipoglossi C2 dan C3
dan penting untuk proses menelan (deglutisi) dan pembentukan suara (fonasi).
Muskulus konstriktor faringeus medius termasuk dalam kelompok ini dan melekat
pada linea oblikus kartilago tiroidea. Otot-otot ini penting pada proses deglutisi.
Otot-otot intrinsik menghubungkan kartilago satu dengan yang lainnya.
Berfungsi menggerakkan struktur yang ada di dalam laring terutama untuk
membentuk suara dan bernafas. Otot-otot pada kelompok ini berpasangan kecuali
m. Interaritenoideus yang serabutnya berjalan transversal dan oblik. Fungsi otot
ini dalam proses pembentukkan suara, proses menelan dan berbafas. Bila m.
Interaritenoideus berkontraksi, maka otot ini akan bersatu di garis tengah sehingga
menyebabkan adduksi pita suara.
Yang termasuk dalam kelompok otot intrinsik adalah : 1.) Otot-otot
adduktor : mm. Interaritenoideus transversal dan oblik, m. Krikotiroideus, m.

Krikotiroideus lateral, berfungsi untuk menutup pita suara. 2.) Otot-otot


abduktor : m. Krikoaritenoideus posterior, berfungsi untuk membuka pita suara.
3.) Otot-otot tensor : a.) tensor internus : m. Tiroaritenoideus dan m. Vokalis. b.)
Tensor eksternus : m. Krikotiroideus mempunyai fungsi untuk menegangkan pita
suara. Pada orang tua, m. Tensor internus kehilangan sebagian tonusnya sehingga
pita suara melengkung ke lateral mengakibatkan suara menjadi lemah dan serak.

Gambar 1.10 Otot ekstrinsik

Gambar 1.11 Otot ekstrinsik (anteroinferior)

Gambar 1.12 Otot elstrinsik (posterosuperior)

Gambar 1.13 Otot intrinsik

Gambar 1.14 Otot intrinsik (posterolateral kanan)

Gambar 1.15 Otot intrinsik (lateral kanan)

1.4. Persendian
Artikulasio krikotiroidea merupakan sendi antara kornu inferior
kartilago tiroidea dengan bagian posterior kartilago krikoidea. Sendi ini diperkuat

oleh tiga ligamenta, yaitu : ligamentum krikotiroidea anterior, posterior, dan


inferior. Sendi ini berfungsi untuk pergerakan rotasi pada bidang tiroidea, oleh
karena itu kerusakan atau fiksasi sendi ini akan mengurangi efek m. Krikotiroidea
yaitu untuk menegangkan pita suara.
Artikulasio krikoaritenoidea merupakan persendian antara fasies
artikulasio krikoaritenoidea dengan tepi posterior cincin krikoidea. Letaknya di
sebelah kraniomedial artikulasio krikotiroidea dan mempunyai fasies artikulasio
yang mirip dengan kulit silinder, yang sumbunya mengarah dari
mediokraniodorsal ke laterokaudoventral serta menyebabkan gerakan menggeser
yang sama arahnya dengan sumbu tersebut. Pergerakan sendi tersebut penting
dalam perubahan suara dari nada rendah menjadi nada tinggi.

Gambar 1.16 Persendian Laring

1.5. Anatomi Laring Bagian Dalam


Kavum laring dapat dibagi menjadi sebagai berikut : 1.) Supraglotis
(vestibulum superior), yaitu ruangan diantara permukaan atas pita suara palsu dan
inlet laring. 2.) Glotis (pars media), yaitu ruangan yang terletak antara pita suara
palsu dengan pita suara sejati serta membentuk rongga yang disebut ventrikel
laring morgagni. 3.) Infraglotis (pars inferior), yaitu ruangan diantara pita suara
sejati dengan tepi bawah kartilago krikoidea.
Beberapa bagian penting dari dalam laring :
Aditus laringeus pintu masuk ke dalam laring yang dibentuk di anterior
oleh epiglotis, lateral oleh plika ariepiglotika, posterior oleh ujung kartilago
kornikulata dan tepi atas m. Aritenoideus. Rima vestibuli merupakan celah antara
pita suara palsu. Rima glottis di depan merupakan celah antara pita suara sejati, di
belakang antara prosesus vokalis dan basis kartilago aritenoidea. Vallecula
terdapat diantara permukaan anterior epiglotis dengan basis lidah, dibentuk oleh
plika glossoepiglotika medial dan lateral. Plika ariepiglotika dibentuk oleh tepi

atas ligamentum kuadringulare yang berjalan dari kartilago epiglotika ke kartilago


aritenoidea dan kartilago kornikulata.
sinus pyriformis (hipofaring) terletak antara plika ariepiglotika dan
permukaan dalam kartilago tiroidea.
Incisura interaritenoidea suatu lekukan atau takik diantara tuberkulum
kornikulatum kanan dan kiri.
Vestibulum laring ruangan yang dibatasi oleh epiglotis, membrana
kuadringularis, kartilago aritenoid, permukaan atas proc. Vokalis kartilago
aritenoidea dan m.interaritenoidea.
Plika ventrikularis (pita suara palsu) yaitu pita suara palsu yang bergerak
bersama-sama dengan kartilago aritenoidea untuk menutup glottis dalam keadaan
terpaksa, merupakan dua lipatan tebal dari selaput lendir dengan jaringan ikat tipis
di tengahnya.
Ventrikel laring morgagni (sinus laringeus) yaitu ruangan antara pita
suara palsu dan sejati. Dekat ujung anterior dari ventrikel terdapat suatu
divertikulum yang meluas ke atas diantara pita suara palsu dan permukaan dalam
kartilago tiroidea, dilapisi epitel berlapis semu bersilia dengan beberapa kelenjar
seromukosa yang fungsinya untuk melicinkan pita suara sejati, disebut appendiks
atau sakulus ventrikel laring.
Plika vokalis (pita suara sejati) terdapat di bagian bawah laring. Tiga per
lima bagian dibentuk oleh ligamentum vokalis dan celahnya disebut
intermembranous portion, dan dua per lima belakang dibentuk oleh prosesus
vokalis dari kartilago aritenoidea dan disebut intercartilagenous portion.
1.6. Persarafan
Laring dipersarafi oleh cabang n. Vagus yaitu nn. Laringeus superior dan
nn. Laringeus inferior (nn. Laringeus rekuren) kiri dan kanan.
Nn. Laringeus superior meninggalkan n. Vagus tepat di bawah ganglion
nodosum, melengkung ke depan dan medial di bawah a. Karotis interna dan
eksterna yang kemudian akan bercabang dua, yaitu : 1.) Cabang interna ; bersifat
sensoris, mempersarafi vallecula, epiglotis, sinus pyriformis dan mukosa bagian
dalam laring di atas pita suara sejati. 2.) Cabang eksterna ; bersifat motoris,
mempersarafi m. Krikotiroid dan m. Konstriktor inferior.
N. Laringeus inferior (n. Laringeus rekuren) berjalan dalam lekukan
diantara trakea dan esofagus, mencapai laring tepat di belakang artikulasio
krikotiroidea. N. Laringeus yang kiri mempunyai perjalanan yang panjang dan
dekat dengan aorta sehingga mudah terganggu. Merupakan cabang n. Vagus
setinggi bagian proksimal a. Subklavia dan berjalan membelok ke atas sepanjang
lekukan antara trakea dan esofagus, selanjutnya akan mencapai laring tepat di

belakang artikulasio krikotiroidea dan memberikan persarafan : 1.) Sensoris,


mempersarafi daerah sub glotis dan bagian atas trakea. 2.) Motoris, mempersarafi
semua otot laring kecuali m. Krikotiroidea .

Gambar 1.17 Persarafan Laring

1.7. Vaskularisasi
Laring mendapat perdarahan dari cabang a. Tiroidea superior dan inferior
sebagai a. Laringeus superior dan inferior.
Arteri laringeus superior berjalan bersama ramus interna n. Laringeus
superior menembus membrana tirohioid menuju ke bawah diantara dinding lateral
dan dasar sinus pyriformis. Arteri laringeus inferior berjalan bersama n.
Laringeus inferior masuk ke dalam laring melalui area killian jamieson yaitu celah
yang berada di bawah m. Konstriktor faringeus inferior. Di dalam laring
beranastomose dengan a. Laringeus superior dan memperdarahi otototot dan
mukosa laring.
Darah vena dialirkan melalui v. Laringeus superior dan inferior ke v.
Tiroidea superior dan inferior yang kemudian akan bermuara ke v. Jugularis
interna.

Gambar 1.18 Arteri Laring

Gambar 1.19 Vena Laring

1.8. Sistem Limfatik


Laring mempunyai tiga sistem penyaluran limfe, yaitu :1.) Daerah
bagian atas pita suara sejati, pembuluh limfe berkumpul membentuk saluran yang
menembus membrana tiroidea menuju kelenjar limfe cervical superior profunda.
Limfe ini juga menuju ke superior dan middle jugular node. 2.) Daerah bagian
bawah pita suara sejati bergabung dengan sistem limfe trakea, middle jugular
node, dan inferior jugular node. 3.) Bagian anterior laring berhubungan dengan
kedua sistem tersebut dan sistem limfe esofagus. Sistem limfe ini penting
sehubungan dengan metastase karsinoma laring dan menentukan terapinya.

Gambar 1.20 Sistem limfatik laring

BAB II. FISIOLOGI LARING


Laring mempunyai tiga fungsi dasar yaitu fonasi, respirasi dan proteksi
disamping beberapa fungsi lainnya seperti terlihat pada uraian berikut :
1.1 Fungsi Fonasi.
Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks.
Suara dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya
interaksi antara udara dan pita suara. Nada suara dari laring diperkuat oleh adanya
tekanan udara pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta adanya ruangan
resonansi seperti rongga mulut, udara dalam paru-paru, trakea, faring, dan hidung.
Nada dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot
intrinsik laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan
mengubah bentuk dan massa ujungujung bebas dan tegangan pita suara sejati. Ada
2 teori yang mengemukakan bagaimana suara terbentuk :
Teori Myoelastik Aerodinamik. Selama ekspirasi aliran udara melewati
ruang glotis dan secara tidak langsung menggetarkan plika vokalis. Akibat
kejadian tersebut, otot-otot laring akan memposisikan plika vokalis (adduksi,
dalam berbagai variasi) dan menegangkan plika vokalis. Selanjutnya, kerja dari
otot-otot pernafasan dan tekanan pasif dari proses pernafasan akan menyebabkan
tekanan udara ruang subglotis meningkat, dan mencapai puncaknya melebihi
kekuatan otot sehingga celah glotis terbuka. Plika vokalis akan membuka dengan
arah dari posterior ke anterior. Secara otomatis bagian posterior dari ruang glotis
yang pertama kali membuka dan yang pertama kali pula kontak kembali pada
akhir siklus getaran. Setelah terjadi pelepasan udara, tekanan udara ruang
subglotis akan berkurang dan plika vokalis akan kembali ke posisi saling
mendekat (kekuatan myoelastik plika vokalis melebihi kekuatan aerodinamik).
Kekuatan myoelastik bertambah akibat aliran udara yang melewati celah sempit
menyebabkan tekanan negatif pada dinding celah (efek Bernoulli). Plika vokalis
akan kembali ke posisi semula (adduksi) sampai tekanan udara ruang subglotis
meningkat dan proses seperti di atas akan terulang kembali.
Teori Neuromuskular. Teori ini sampai sekarang belum terbukti,
diperkirakan bahwa awal dari getaran plika vokalis adalah saat adanya impuls dari
sistem saraf pusat melalui N. Vagus, untuk mengaktifkan otot-otot laring. Menurut
teori ini jumlah impuls yang dikirimkan ke laring mencerminkan banyaknya /
frekuensi getaran plika vokalis. Analisis secara fisiologi dan audiometri
menunjukkan bahwa teori ini tidaklah benar (suara masih bisa diproduksi pada
pasien dengan paralisis plika vokalis bilateral).

2.2 Fungsi Proteksi.

Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek
otot-otot yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu
menelan, pernafasan berhenti sejenak akibat adanya rangsangan terhadap reseptor
yang ada pada epiglotis, plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah
interaritenoid melalui serabut afferen N. Laringeus Superior. Sebagai jawabannya,
sfingter dan epiglotis menutup. Gerakan laring ke atas dan ke depan menyebabkan
celah proksimal laring tertutup oleh dasar lidah. Struktur ini mengalihkan
makanan ke lateral menjauhi aditus dan masuk ke sinus piriformis lalu ke introitus
esofagus.
2.3. Fungsi Respirasi
Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar
rongga dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior terangsang sehingga
kontraksinya menyebabkan rima glotis terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh
tekanan parsial CO2 dan O2 arteri serta pH darah. Bila pO2 tinggi akan
menghambat pembukaan rima glotis, sedangkan bila pCO2 tinggi akan
merangsang pembukaan rima glotis. Hiperkapnia dan obstruksi laring
mengakibatkan pembukaan laring secara reflektoris, sedangkan peningkatan pO2
arterial dan hiperventilasi akan menghambat pembukaan laring. Tekanan parsial
CO2 darah dan pH darah berperan dalam mengontrol posisi pita suara.
2.4. Fungsi Sirkulasi
Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan dan
peninggian tekanan intratorakal yang berpengaruh pada venous return.
Perangsangan dinding laring terutama pada bayi dapat menyebabkan bradikardi,
kadang-kadang henti jantung. Hal ini dapat karena adanya reflek kardiovaskuler
dari laring. Reseptor dari reflek ini adalah baroreseptor yang terdapat di aorta.
Impuls dikirim melalui N. Laringeus Rekurens dan Ramus Komunikans N.
Laringeus Superior. Bila serabut ini terangsang terutama bila laring dilatasi, maka
terjadi penurunan denyut jantung.
2.5. Fungsi Fiksasi
Berhubungan dengan mempertahankan tekanan intratorakal agar tetap
tinggi, misalnya batuk, bersin dan mengedan.
2.6. Fungsi Menelan
Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada saat
berlangsungnya proses menelan, yaitu : Pada waktu menelan faring bagian bawah
(M. Konstriktor Faringeus Superior, M. Palatofaringeus dan M. Stilofaringeus)
mengalami kontraksi sepanjang kartilago krikoidea dan kartilago tiroidea, serta
menarik laring ke atas menuju basis lidah, kemudian makanan terdorong ke
bawah dan terjadi pembukaan faringoesofageal. Laring menutup untuk mencegah

makanan atau minuman masuk ke saluran pernafasan dengan jalan


menkontraksikan orifisium dan penutupan laring oleh epiglotis.
Epiglotis menjadi lebih datar membentuk semacam papan penutup aditus
laringeus, sehingga makanan atau minuman terdorong ke lateral menjauhi aditus
laring dan maduk ke sinus piriformis lalu ke hiatus esofagus.
2.7. Fungsi Batuk
Bentuk plika vokalis palsu memungkinkan laring berfungsi sebagai
katup, sehingga tekanan intratorakal meningkat. Pelepasan tekanan secara
mendadak menimbulkan batuk yang berguna untuk mempertahankan laring dari
ekspansi benda asing atau membersihkan sekret yang merangsang reseptor atau
iritasi pada mukosa laring.
2.8. Fungsi Ekspektorasi
Dengan adanya benda asing pada laring, maka sekresi kelenjar berusaha
mengeluarkan benda asing tersebut.
2.9. Fungsi Emosi
Perubahan emosi dapat meneybabkan perubahan fungsi laring, misalnya
pada waktu menangis, kesakitan, menggigit dan ketakutan.

Anda mungkin juga menyukai