TINJAUAN PUSTAKA
Kedokteran Keluarga
Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang
memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggung jawab
dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis
kelamin pasien juga tidak boleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu. Dokter
keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi
komunitas dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak hanya memandang penderita
sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya
menanti secara pasif tetapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya.7
Kriteria pelayanan kesehatan yang harus terpenuhi untuk mewujudkan keadaan
sehat diantaranya adalah tersedianya pelayanan kesehatan (available), tercapai
(accesible),
terjangkau
(afordable), berkesinambungan
(continue),
menyeluruh
merupakan
disiplin
akademik
profesional,
yaitu
3. Sasarannya adalah individu yang bermasalah atau yang sakit, namun di samping
menganalisis fungsi organ tubuh secara menyeluruh, juga fungsi keluarga.
4. Disusun secara komunal, sehingga setiap dokter dapat memanfaatkan sesuai
kebutuhan.
5. Bersifat universal terhadap manusia dan lingkungan.
Karakteristik Kedokteran Keluarga : 7
a. Melayani penderita tidak hanya sebagai orang perorang melainkan sebagai
anggota satu keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat sekitarnya.
b. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan memberikan perhatian
kepada penderita secara lengkap dan sempurna, jauh melebihi jumlah keseluruhan
keluhan yang disampaikan.
c. Mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan
seoptimal mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan mengenal serta mengobati.
d. Mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan berusaha
memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-baiknya.
e. Menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat pertama dan
bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan.
Tujuan umum pelayanan dokter keluarga ialah terwujudnya keadaan sehat bagi setiap
anggota keluarga, sedangkan tujuan khusus : 7
1.
Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efektif.
2.
Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efisien.
Manfaat Kedokteran Keluarga : 7
1.
Dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit sebagai manusia
2.
5.
Jika seluruh anggota keluarga ikut serta dalam pelayanan maka segala
keterangan tentang keluarga tersebut baik keterangan kesehatan ataupun keterangan
keadaan sosial dapat dimanfaatkan dalam menangani masalah kesehatan yang
6.
sedang dihadapi.
Dapat diperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya
kesehatan.
Dapat dicegah pemakaian berbagai peralatan kedokteran canggih yang
memberatkan biaya kesehatan.
Ruang lingkup pelayanan dokter keluarga mencakup bidang amat luas sekali. Jika
disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam : 7
1. Kegiatan yang dilaksanakan
Pelayanan yang diselenggarakan oleh dokter keluarga harus memenuhi syarat pokok
yaitu pelayanan kedokteran menyeluruh cmc (comprehensive medical services).
Karakteristik cmc :
a.
Jenis pelayanan yang diselenggarakan mencakup semua jenis pelayanan
b.
berkesinambungan (continu).
c.
Pusat perhatian pada waktu menyelenggarakan pelayanan kedokteran
tidak memusatkan perhatiannya hanya pada keluhan dan masalah kesehatan yang
disampaikan penderita saja, melainkan pada penderita sebagai manusia
seutuhnya.
d.
Pendekatan pada penyelenggaraan pelayanan tidak didekati hanya dari
satu sisi saja, melainkan dari semua sisi yang terkait (comprehensive approach)
2.
Sasaran pelayanan dokter keluarga adalah kelurga sebagai suatu unit. Pelayanan
dokter keluarga harus memperhatikan kebutuhan dan tuntutan kesehatan keluarga
sebagai satu kesatuan, harus memperhatikan pengaruh masalah kesehatan yang
dihadapi terhadap keluarga dan harus memperhatikan pengaruh keluarga terhadap
masalah kesehatan yang dihadapi oleh setiap anggota keluarga.
Batasan pelayanan kedokteran keluarga ada banyak macamnya. Dua diantaranya
yang dipandang cukup penting adalah: 7
a. Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang
memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai satu unit, dimana tanggung
jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur
atau jenis kelamin, tidak juga oleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu saja.
b. Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan spesialis yang luas yang bertitik
tolak dari suatu pokok ilmu yang dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu
lainnya terutama ilmu penyakit dalam, ilmu kesehatan anak, ilmu kebidanan dan
kendungan, ilmu bedah serta ilmu kedokteran jiwa yang secara keseluruhan
membentuk satu kesatuan yang terpadu, diperkaya dengan ilmu perilaku, biologi
dan ilmu-ilmu klinik, dan karenanya mampu mempersiapkan setiap dokter agar
mempunyai peranan unik dalam menyelenggarakan penatalaksanaan pasien,
penyelesaian masalah, pelayanan konseling serta dapat bertindak sebagai dokter
pribadi yang mengkoordinasikan seluruh pelayanan kesehatan.
Pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga banyak macamnya.
Secara umum dapat dibedakan atas tiga macam :
1. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan
ada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga
hanya pelayanan rawat jalan saja. Dokter yang menyelenggarakan praktek
dokter keluarga tersebut tidak melakukan pelayanan kunjungan dan perawatan
pasien di rumah atau pelayanan rawat inap di rumah sakit.Semua pasien yang
membutuhkan pertolongan diharuskan datang ke tempat praktek dokter
6
3.
sakit.
II.1.2. Diagnosis Holistik
- Salah satu standar dalam praktik pelayanan kedokteran keluarga
- Melihat individu sebagai bagian dari komunitasnya (keluarga, tempat kerja,
budaya, negara)
- Memahami bahwa pasien merupakan seorang makhluk yang utuh yang terdiri
dari fisik, psikis dan jiwa (body, mind and spirit).
II.1.2.1. Diagnosis
Kegiatan untuk mengidentifikasi dan menentukan dasar dan penyebab
penyakit atau luka dari keluhan, riwayat penyakit pasien dan hasil
pemeriksaan penunjang.
II.1.2.2. Holistik
-
keluarganya.
II.1.2.3. ASPEK DALAM DIAGNOSIS HOLISTIK
- Aspek Personal: alasan kedatangan, harapan, kekhawatiran dan persepsi
pasien
- Aspek Klinis: Masalah medis, diagnosis kerja berdasarkan gejala dan tanda
- Aspek risiko internal : seperti pengaruh genetik, gaya hidup, kepribadian,
usia, gender
- Aspek risiko eksternal dan psikososial: berasal dari lingkungan (keluarga,
tempat kerja, tetangga, budaya)
- Derajat Fungsional: Kualitas Hidup Pasien . Penilaian dengan skor 1 5,
berdasarkan disabiltas dari pasien
1. Aspek Personal
-
ditampilkan
Apa yang diharapkan pasien atau keluarganya
Apa yang dikhawatirkan pasien atau keluarganya
2. Aspek Klinis
-
sertakan
derajat keparahan
8
Bila diagnosis
cukup dengan
Perilaku individu dan gaya hidup (life style) pasien, kebiasaan yang
Pemicu biopsikososial
sesuai kebutuhan
Perilaku tidak menabung / perilaku konsumtif
Tidak adanya perencanaan keluarga (tak ada pendidikan anak , tak ada
(jarak/transportasi/asuransi)
Pemicu dari lingkungan fisik (debu, asap rokok)
Masalah bangunan dan kepadatan pemukiman yang mempengaruhi
penyakit
TEORI
Virus Dengue
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus
dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis
serotipe, yaitu: DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang
terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di
daerah
endemis
dengue
dapat
terinfeksi
oleh
atau
serotipe
selama
10
Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara.Virus dengue ditularkan kepada
manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes
polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun
merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung
virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian
virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic
incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan
berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya
(transovanan transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting.
Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk
tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia,
virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila
nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum
panas sampai 5 hari setelah demam timbul.[1]
Epidemiologi
Epidemic sering terjadi di Americas, Europe, Australia, dan Asia hingga awal
abad 20. Sekarang demam dengue endemic pada Asia Tropis, Kepulauan di Asia
Pasifik, Australia bagian utara, Afrika Tropis, Karibia, Amerika selatan dan Amerika
tengah. Demam dengue sering terjadi pada orang yang bepergian ke daerah ini. Pada
daerah endemic dengue, orang dewasa seringkali menjadi imun, sehingga anak-anak
dan pendatang lebih rentan untuk terkena infeksi virus ini.(5)
11
saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah
melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per
100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000
penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban
udara. Pada suhu yang panas (28-32C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes
akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara
dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak
berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai
awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan
April-Mei setiap tahun.[1]
Patogenesis
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup.
Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai
pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut
sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi
penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan
penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.[2]
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masih merupakan masalah
yang kontroversial.Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis
infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune
enhancement.Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang
mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi
heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi
dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan
Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi
heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan
replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent
enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus
dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi
sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.[2]
13
14
Replikasi virus
Anamnestic antibody
response
Kompleks virus-antibody
Aktivasi komplemen
Anafilatoksin (C3a, C5a)
Komplemen
Histamin dalam urin
meningkat
Permeabilitas kapiler
> 30% pada
kasus syok 24-48 jam
Perembesan plasma
Hipovolemia
Ht
Natrium
Cairan dalam
rongga
serosa
Syok
Anoksia
Asidosis
Meninggal
Replikasi virus
Anamnestic antibody
Anafilatoksin
Trombositopenia
Gangguan
fungsi trombosit
permeabilitas
Koagulopati
konsumtif
Sistem kinin
Kinin
Peningkatan
penurunan faktor
pembekuan
kapiler
FDP meningkat
Perdarahan massif
syok
16
illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue
(DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD).[1]
Bagan 1
Spectrum Klinis Infeksi Virus Dengue[2]
Infeksi virus dengue
Asimptomatik
Simptomatik
Demam dengue
Perdarahan (-)
Perdarahan (+)
Syok (-)
Syok (+)
(SSD)
Demam Dengue
Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak, kadangkadang bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri
otot, tulang, atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk
makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari) kemudian menghilang
tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6 atau ke-7 terutama
di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu, dapat juga ditemukan petekia. Hasil
pemeriksaan darah menunjukkan leukopeni kadang-kadang dijumpai trombositopeni.
Masa penyembuhan dapat disertai rasa lesu yang berkepanjangan, terutama pada
dewasa. Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai
dengan perdarahan seperti : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna,
hematuri, dan menoragi. Demam Dengue (DD) yang disertai dengan perdarahan harus
dibedakan dengan Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada penderita Demam Dengue
tidak dijumpai kebocoran plasma sedangkan pada penderita DBD dijumpai kebocoran
plasma yang dibuktikan dengan adanya hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites.[1]
17
18
>20%
setelah
mendapat
terapi
cairan,
Derajat II
Derajat III
Derajat IV
Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan
darah tidak terukur.[2]Keempat derajat tersebut ditunjukkan pada
gambar 4
20
Penyulit SSD: penyulit lain dari SSD adalah infeksi (pneumonia, sepsis, flebitis)
dan terlalu banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yang tidak
lazim seperti ensefalopati dan gagal hati.[1]
Diagnosis Serologis
Dikenal 5 jenis uji serologi yang biasa dipakai untuk menentukan adanya infeksi
virus dengue, yaitu:[2]
1. Uji hemaglutinasi inhibisi (Haemagglutination Inhibition test : HI test)
Merupakan uji serologis yang dianjurkan dan paling sering dipakai sebagai gold
standard. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. Uji ini sensitif tapi tidak spesifik, tidak dapat menunjukkan tipe virus yang
menginfeksi.
b. Antibodi HI bertahan di dalam tubuh sampai >48 tahun, maka baik untuk studi
sero-epidemiologi.
c. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x dari titer serum akut atau
titer tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap sebagai
presumptif positif, atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi
(recent dengue infection).
2. Uji komplemen fiksasi (Complement Fixation test : CF test)
Jarang dipergunakan secara rutin, oleh karena selain rumitnya prosedur
pemeriksaan, juga memerlukan tenaga pemeriksa yang berpengalaman. Antibodi
komplemen fiksasi hanya bertahan sekitar 2-3 tahun saja.
3. Uji neutralisasi (Neutralization test : NT test)
Merupakan uji serologis yang paling spesifik dan sensitif untuk virus
dengue.Biasanya memakai cara yang disebut Plaque Reduction Neutralization Test
(PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi.Saat antibodi
nneutralisasi dapat dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan HI antibodi
tetapi lebih cepat dari antibodi komplemen fiksasi dan bertahan lama (4-8 tahun).Uji
ini juga rumit dan memerlukan waktu cukup lama sehingga tidak dipakai secara
rutin.
4. IgM Elisa (Mac. Elisa)
Pada tahun terakhir ini merupakan uji serologis yang banyak dipakai. Mac Elisa
adalah singkatan dari IgM captured Elisa, dimana akan mengetahui kandungan
IgM dalam serum pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. Pada hari 4-5 infeksi virus dengue, akan timbul IgM yang kemudian diikuti
dengan timbulnya IgG.
21
b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, akan secara cepat dapat ditentukan
diagnosis yang tepat.
c. Ada kalanya hasil uji terhadap IgM masih negatif, dalam hal ini perlu diulang.
d. Apabila hari sakit ke-6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai negatif.
e. Perlu dijelaskan disini bahwa IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2-3 bulan
setelah adanya infeksi. Untuk memperjelaskan hasil uji IgM dapat pula
dilakukan uji terhadap IgG. Mengingat alasan tersebut di atas maka uji IgM
tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya uji diagnostik untuk pengelolaan kasus.
f. Uji Mac Elisa mempunyai sensitivitas sedikit di bawah uji HI, dengan kelebihan
uji Mac Elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan spesivisitas yang
sama
dengan uji HI.
5. IgG Elisa
Sebanding dengan uji HI, tapi lebih spesifik. Terdapat beberapa merek dagang untuk
uji infeksi dengue seperti IgM/IgG Dengue Blot, Dengue Rapid IgM/IgG, IgM
Elisa, IgG Elisa.[1]
Pada infeksi primer dan skunder dengue, antidengue immunoglobulin (Ig) M
antibodi muncul.IgM menghilang setelah 6-12 minggu, dapat digunakan untuk
memperkirakan waktu infeksi dengue.Pada infeksi primer dengue yang kedua,
kebanyakan antibodi berasal dari IgG. Diagnosi serologis tergantung kepada
peningkatan empat kali atau lebih titer IgG antibody pada serum yang dilihat pada
hemagglutination inhibition, complement fixation, enzyme immunoassay, or
neutralization test.Immunoglobulin IgM- and IgG-capture enzyme immunoassays
sekarang digunakan secara luas untuk mengidentifikasi fase akut antibodi pada
serum pasien dengan infeksi dengue primer atau skunder. Sebaikanya sampel
dikumpulkan setelah hari ke 5 dan sebelum minggu ke 6 setelah onset.(9)
22
Gambar 10
Sangat sulit untuk menentukan tipe virus hanya dengan metode serologis,
terutama jika sebelumnya telah terinfeksi oleh virus dari kelompok arbovirus. Virus
dapat diperoleh dari serum fase akut dan diinokulasi pada kultur jaringan atau
nyamuk hidup. RNA virus dapat dideteksi pada darah atau jaringan melalui DNA
yang diamplifikasi melalui PCR.(10)
Diagnosis Banding[3]
a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosa banding mencakup infeksi bakteri, virus,
atau infeksi parasit seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam
chikungunya, leptospirosis, dam malaria. Adanya trombositopenia yang jelas
disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.
b. Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC). Pada
DC biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip
dengan influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan
demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu
disertai ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri
sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan epistaksis hampir sama dengan
DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.
c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi,
misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak semula pasien tampak
sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Di samping itu
jelas terdapat leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri
pada hitung jenis). Pemeriksaan LED dapat dipergunakan untuk membedakan
23
infeksi bakteri dengan virus. Pada meningitis meningokokus jelas terdapat gejala
rangsangan meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.
d. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat
II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari-hari
pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP
demam cepat menghilang (pada ITP bisa tidak disertai demam), tidak dijumpai
leukopeni, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran ke kanan
pada hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat
kembali normal daripada ITP.
e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukimia atau anemia aplastik. Pada leukemia
demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan pasien sangat anemis.
Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukimia.
pada pemeriksaan darah ditemukan pansitopenia (leukosit, hemoglobin dan
trombosit menurun). Pada pasien dengan perdarahan hebat, pemeriksaan foto toraks
dan atau kadar protein dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada DBD
ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda perembesan plasma.[1]
Penatalaksanaan
1. Demam Dengue
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien
dianjurkan:
Dianjurkan pemberian cairan danelektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, disamping
air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
25
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat
simtomatik dansuportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila
cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut
yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadangkadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi
lama demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan untuk pemberian atau dapat
disederhanakan seperti tertera pada Tabel 1.[4]
Tabel 1
Dosis Parasetamol Menurut Kelompok Umur
Umur (tahun)
<1
1-3
4-6
7-12
>12
sarana
pemeriksaan
hematokrit
tidak
tersedia,
pemeriksaan
26
Untuk
Puskesmas
yang
tidak
ada
alat
pemeriksaan
Ht,
dapat
Jumlah cairan
ml/kg berat badan per hari
220
165
132
88
27
Pemilihan
jenis
danvolume
cairan
yang
diperlukan
tergantung
dari
umurdanberat badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai denganderajat
hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikandengan berat badan
ideal untuk anak umur yang sama. Kebutuhan cairanrumatan dapat diperhitungan dari
tabel 3 berikut.[1]
Tabel 3
Kebutuhan Cairan Rumatan
Berat Badan (kg)
10
10-20
>20
Misalnya untuk berat badan 40 kg, maka cairan rumatan adalah 1500+(20x20)
=1900 ml. Jumlah cairan rumatan diperhitungkan 24 jam. Oleh karena perembesan
plasma tidak konstan (perembesan plasma terjadi lebih cepat pada saat suhu turun),
maka volume cairan pengganti harus disesuaikan dengan kecepatan dankehilangan
plasma, yang dapat diketahui dari pemantauan kadar hematokrit. Penggantian volume
yang berlebihan dan terus menerus setelah plasma terhenti perlu mendapat perhatian.
Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase penyembuhan, saat terjadi
reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali ke dalam intravaskuler. Apabila pada saat itu
cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan edema paru dan distres pernafasan[1]
Pasien harus dirawat dansegera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok yaitu
gelisah, letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dan nadi lemah,
tekanan nadi menyempit (20mmHg atau kurang) atau hipotensi, dan peningkatan
mendadak dari kadar hematokrit atau kadar hematokrit meningkat terus menerus
walaupun telah diberi cairan intravena.[1]
Jenis Cairan (rekomendasi WHO)
Kristaloid
Dekstran 40
Plasma
Albumin
29
pemberian
cairan
rumatan),
maka
akan
menyebabkan
30
Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau
lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis pasien
stabil.
pengobatan
syok,
kita
harus
yakin
benar
bahwa
penggantian
31
mencukupi, pada umumnya syok belum dapat terkoreksidengan baik, maka pemberian
dopamin perlu dipertimbangkan.[1]
Kriteria Memulangkan Pasien :(6)
Pasien dapat dipulang apabila, memenuhi semua keadaan dibawah ini :
1.Tampak perbaikan secara klinis
2.Tidak demam selaina 24 jam tanpa antipiretik
3.Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
4. Hematokrit stabil
5. Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/pl
6. Tiga hari setelah syok teratasi
7. Nafsu makan membaik
Mengingat pada saat awal pasien datang, kita belum selalu dapat menentukan
diagnosis DD/DBD dengan tepat, maka sebagai pedoman tatalaksana awal dapat dibagi
dalam 3 bagian, yaitu:[2]
1. Tatalaksana kasus tersangka DBD, termasuk kasus DD, DBD derajat I dan DBD
derajat II tanpa peningkatan kadar hematokrit. (Bagan 1 dan 2)
2. Tatalaksana kasus DBD, termasuk kasus DBD derajat II dengan peningkatan kadar
hematokrit. (Bagan 3)
3. Tatalaksana kasus sindrom syok dengue, termasuk DBD derajat III dan IV. (Bagan
4)
32
Tanda syok
Muntah terus menerus
Kejang
Kesadaran menurun
Muntah darah
Berak darah
Jumlah trombosit
<100.000/l
Tatalaksana
disesuaikan,
(Lihat bagan 3,4,5)
Jumlah trombosit
Rawat Jalan
>100.000/l
Parasetamol
Kontrol tiap hari
sampai demam hilang
Rawat Inap
(lihat bagan 3)
Rawat Jalan
Nilai tanda klinis &
Minum banyak 1,5 liter/hari jumlah trombosit, Ht
Parasetamol
bila masih demam
Kontrol tiap hari
hari sakit ke-3
sampai demam turun
periksa Hb, Ht, trombosit tiap
kali
Perhatian untuk orang tua
Pesan bila timbul tanda syok:
gelisah, lemah, kaki/tangan
dingin, sakit perut, BAB hitam,
BAK kurang
Lab : Hb & Ht naik
Trombosit turun
Segera bawa ke rumah sakit
33
Infus ganti RL
(tetesan disesuaikan, lihat Bagan 4)
34
Tetesan dikurangi
Tetesan dinaikkan
10-15 ml/kgBB/jam
Perbaikan
5 ml/kgBB/jam
Perbaikan
Sesuaikan tetesan
3 ml/kgBB/jam
IVFD stop setelah 24-48 jam
Apabila tanda vital/Ht stabil dan
diuresis cukup
Distress pernafasan
Ht naik
Tek.nadi < 20 mmHg
Koloid
20-30 ml/kgBB
Perbaikan
Ht turun
35
1. Lanjutkan cairan
15-20 ml/kgBB/jam
2. Tambahkan koloid/plasma
Dekstran/FFP
3. Koreksi asidosis
Evaluasi 1 jam
Syok belum teratasi
Syok teratasi
Ht turun
Ht tetap tinggi/naik
36
37
PROGNOSIS
Prognosis dengue tergantung kepada adanya antibodi yang didapat secara pasif
atau didapat yang meningkatkan kecenderungan terjadinya demam berdarah dengue.
Pada DBD kematian terjadi pada 4050% pasien dengan syok, tetapi dengan perawatan
intensif, kematian dapat diturunkan hingga < 1%. Kemampuan bertahan berhubungan
dengan terapi suportif awal.Kadang-kadang terdapat sisa kerusakan otak yang
diakibatkan oleh syok berkepanjangan atau terjadi pendarahan intracranial.
38
DAFTAR PUSTAKA
1) Hadinegoro S.R.H, Soegijanto S, dkk. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di
IndonesiaDepartemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.. Edisi 3. Jakarta.
2004.
2) Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
III. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, Juni 2006. Hal. 1731-5.
3) Sungkar S. Demam Berdarah Dengue. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan
Ikatan Dokter Indonesia. Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta,
Agustus 2002.
4) Asih Y. S.Kp. Demam Berdarah Dengue, Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan,
dan Pengendalian.World Health Organization. Edisi 2. Jakarta. 1998.
5) Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. Nelson Textbook of Pediatric. Ed 18.
Saunders. 2007.
6) World Health Organization.Dengue hemorrhagic fever. Guideline for Diagnosis,
Treatment, Prevention and Control; WHO : 2009.
7) Centers for Disease Control and Prevention. Dengue. Clinical Manifestation and
Epidemiology. CDC : 2009
39