Anda di halaman 1dari 28

ACARA II

PEMBUATAN PRODUK DAN UJI KUALITAS PRODUK SUSU

A. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dari praktikum acara II Pembuatan Produk dan Uji Kualitas
Produk Susu adalah :
1. Mahasiswa dapat menerapkan teknologi pengolahan dan uji kualitas produk
susu secara sederhana.
2. Mahasiswa terampil melakukan tahapan cara pengawetan susu sebagai
upaya memperpanjang umur simpan.
3. Mahasiswa dapat mendeteksi kerusakan awal pada susu segar dan produk
susu.
4. Mahasiswa dapat melakukan penilaian organoleptik produk susu degan
baik dan benar.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Susu segar ialah air susu yang tidak dikurangi atau ditambahi apa pun,
yang diperoleh dari pemerahan sapi yang sehat sacara kontinyu dan sekaligus
sampai apuh (sempurna). Air susu merupakan bahan makanan yang mudah
rusak, oleh sebab itu perlu mendapat perawatan secara khusus. Susu normal
derajat keasaman sekitar 4-7,5oSH. Susu yang rusak derajat keasamannya akan
meningkat (Aak, 1974)
Susu dan produk susu adalah makanan berkualitas tinggi yang sangat
baik menyediakan baik gizi dan nilai kuliner. Namun, susu sangat rentan
terhadap

pembusukan

oleh

mikroorganisme

dan

mikrobiologi

yang

memainkan peran utama dalam susu yang industri dalam kontrol kualitas susu.
Susu sapi terdiri dari berbagai nutrisi seperti lemak, protein, mineral, vitamin,
karbohidrat dan air dan dengan demikian susu berfungsi sebagai media yang
sangat baik untuk pertumbuhan bakteri. Pasteurisasi, sebagai proses
pemanasan cairan khususnya susu, dengan suhu antara 55C dan 70C
Pasteurisasi berfungsi untuk menghancurkan bakteri berbahaya tanpa material,
mengubah komposisi, rasa, atau nilai gizi dari cair (Anderson, 2011).

Semua susu terbuat dari tiga makronutrisi: protein, lemak dan


karbohidrat: dan manusia dilengkapi dengan pencernaan untuk mencerna
ketiganya. Sebagai sumber protein lengkap yang bagus, susu mengandung
semua asam amino yang penting dalam jumlah yang tepat. Susu mengandung
cukup karbohidrat untuk menghasilkan energi dan memiliki lemak seimbang
yang bagus, baik jenuh maupun tidak jenuh. Susu kaya dengan vitamin dan
mineral. Susu mengandung kalium, vitamin C, dan vitamin B, khususnya
vitamin B12, yang hanya ditemukan dalam makanan hewani. Susu adalah
sumber utama vitamin A (Planck, 2007).
Susu pasteurisasi (pasteurized milk) adalah susu yang diberi perlakuan
panas sekitar suhu 63-75oC selama 15 detik yang bertujuan untuk membunuh
bakteri patogen berbahaya. Proses ini tidak membunuh semua mikroorganisme
dan pengaruhnya hanya bersifat sementara. Karena itu, susu pasteurisasi tetap
mudah rusak dan harus disimpan pada suhu rendah (5-6 oC) dan memiliki
umur simpan hanya sekitar 14 hari. Walaupun susu pasteurisasi tidak
menggunakan zat pengawet, namun hasilnya susu aman untuk diminum dan
memperlama daya simpannya. Selain itu, susu pasteurisasi harus disimpan di
dalam lemari pendingin, dan kualitasnya bisa bertahan hingga seminggu
(Ide, 2008).
Sebagai sumber bahan makanan, susu termasuk dalam empat sehat lima
sempurna yang terdiri atas protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral.
Manfaat susu sebagai bahan makanan manusia adalah bahwa proporsi zat-zat
gizinya berada dalam perbandingan yang optimal sehingga mudah dicerna dan
tidak tersisa, selain susu juga dapat diminum langsung tanpa dimasak dan
harganya relatif murah. Susu sapi merupakan bahan makanan yang baik untuk
manusia dan juga untuk bakteri. Jumlah bakteri yang terdapat dalam susu sapi
bergantung pada kesehatan dan kebersihan sapi perah, kebersihan personel
atau pengolahnya, kebersihan sarana dan peralatan yang digunakan
(Chandra, 2006).
Semakin banyak bakteri di dalam susu maka semakin cepat terjadinya
perubahan warna biru menjadi putih. Mutu susu dapat diterima apabila lama
warna biru hilang lebih dari 2 jam dan kurang dari 6 jam dan di perkirakan

jumlah bakteri per ml adalah 4.000.000-20.000.000. Mutu mikrobiologi air


susu ditentukan oleh jumlah dan jenis mikroorganisme yang terkandung dalam
susu. Untuk melihat mikroba yang terkandung maka dilakukan uji reduktase
pereaksi methylene blue. Methylene blue menyebabkan warna susu menjadi
biru dan berangsur menjadi putih kembali. Lamanya waktu perubahan warna
dari biru menjadi putih ini sebagai dasar penentuan perkiraan jumlah bakteri.
Adanya daya reduksi susu disebabkan oleh aktivitas enzim-enzim tertentu
dalam susu dan juga aktivitas bakteri. Dari banyak penelitian, ternyata ada
hubungan dengan jumlah bakteri dengan besarnya daya reduksi dalam susu.
Oleh karena itu uji daya reduksi digunakan sebagai salah satu prosedur untuk
mengetahui mutu susu segar dan susu pasteurisasi. Dasar pengujiannya segera
setelah susu diperah akan terkena udara yang menyebabkan tejadinya
perbedaan kekuatan oksidasi reduksi sebesar 300 mV. Bakteri dalam susu
untuk pertumbuhan memerlukan oksigen menghasilkan substansi pereduksi
(Fardiaz, 1989 dalam Umar dkk., 2014).
Enzim reduktase dihasilkan oleh bakteri yang ada di dalam susu.
Semakin cepat warna biru berubah menjadi putih maka semakin banyak
bakteri yang ada didalam susu. Daya reduksi dari susu disebabkan oleh
aktivitas enzim tertentu dan juga adanya aktivitas bakteri. Terdapat hubungan
antara jumlah bakteri dalam susu dengan kecepatan daya reduksi susu
(Yuliana dkk., 2011).
Susu yang baik akan mereduksi methylen blue menjadi warna putih
lebih dari 5,5 jam, sedangkan air susu yang jelek bakteri dalam susu akan
mereduksi methylen blue pada waktu kurang dari 5 jam. Perubahan warna biru
menjadi warna putih disebabkan oleh kemampuan bakteri di dalam susu untuk
tumbuh dan menggunakan oksigen yang terlarut sehingga menyebabkan
penurunan kekuatan oksidasi-reduksi dari campuran tersebut. Akibatnya
methylen blue akan direduksi menjadi warna putih. Semakin cepat terjadinya
perubahan biru menjadi putih, semakin tinggi jumlah bakteri di dalam susu
pasteurisasi. Buckle (1987), menyatakan bahwa waktu yang diperlukan untuk

mengubah warna biru secara kasar berbanding terbalik dengan jumlah


mikroorganisme yang ada (Volk dan Wheeler, 1990 dalam Habibah, 2011).
Pasteurisasi susu merupakan susu segar yang diberi perlakuan panas
63C-66C selama minimum 30 menit atau pemanasan 72 0C selama minimum
3-15 detik. Penurunan berat jenis sebagian besar disebabkan karena
bertambahnya volume air akibat suhu yang meningkat, sedikit penurunan
berat jenis dengan suhu yang meningkat juga disebabkan oleh perluasan dari
lemak menjadi lebih besar daripada kandungan airnya dan penyusutan dari
campuran bahan padat lainnya. Semakin lama susu disimpan maka berat
jenisnya semakin meningkat. Pada suhu tinggi BJ susu akan turun, sedangkan
jika suhunya rendah BJ susu akan naik. Kenaikan berat jenis ini berbanding
lurus dengan penurunan suhu yang terjadi dari penyimpanan 2 hari sampai
penyimpanan 10 hari. Hal ini disebabkan karena susu disimpan pada suhu
rendah di dalam refrigerator sehingga semakin lama disimpan maka suhunya
akan semakin turun (Miskiyah, 2011 dalam Ismanto dkk., 2013).
Dalam uji reduktase methylene blue (MBRT) uji 1 ml metilen biru (1:
25.000) ditambahkan ke 10 ml susu. Tabung ditutup dengan karet stopper dan
perlahan-lahan terbalik tiga kali untuk campuran. Hal ini ditempatkan dalam
bak air di 35oC dan diperiksa pada interval hingga 6 jam. Uji reduksi
methylene blue tergantung pada kemampuan bakteri dalam susu untuk tumbuh
dan mengkonsumsi oksigen terlarut, yang mengurangi potensial reduksi
oksidasi dalam medium (Srujana, 2011).
Sebelum dikonsumsi produk susu harus dipasteurisasi untuk
membunuh

mikroba

patogen.

Pasteurisasi

harus

dilakukan

dengan

meminimalkan komponen mikroba tersebut dan sifat organoleptik dari susu


mentah. Selain prosedur konvensional pasteurisasi baru-baru ini metode
microwave telah digunakan. Dalam makanan industri salah satu bidang
penerapan teknik microwave adalah peningkatan keamanan mikrobiologis
produk oleh pasteurisasi (Albert, 2009).
Panas yang berbeda dan perawatan yang diberikan kepada susu mentah
untuk

menghilangkan

organisme

patogen,

untuk

membantu

proses

selanjutnya, misalnya untuk pemanasan sebelum pemisahan dan homogenisasi


atau sebagai pengobatan penting sebelum pembuatan keju, yoghurt dan
manufaktur produksi produk susu evaporated dan dikeringkan. Pasteurisasi,
sterilisasi (dalam botol) dan UHT (suhu ultra- tinggi) perawatan terintegrasi
dengan kemasan aseptik adalah dua perawatan tersebut. Tidak seperti
sterilisasi,

pasteurisasi

tidak

dimaksudkan

untuk

membunuh

semua

mikroorganisme patogen dalam makanan atau cairan. Sebaliknya, pasteurisasi


bertujuan untuk mengurangi jumlah patogen yang layak sehingga mereka
tidak menyebabkan penyakit. Suhu tinggi juga digunakan untuk pengawetan
susu. Pengolahan UHT menggunakan suhu 138C selama sepersekian detik
(Hassan, 2009).
Susu adalah makanan bergizi bagi manusia. Hal ini juga berfungsi
sebagai media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme seperti
Staphylococcus dan Coliform. Bakteri kontaminasi susu mentah dapat berasal
dari berbagai sumber, termasuk kualitas rendah susu mentah, pendinginan
yang tidak tepat dan sistem kemasan yang tidak memadai. Susu mentah
memburuk dalam beberapa hari dan susu pasteurisasi dengan sistem suhu
tinggi waktu singkat (HTST) memiliki umur simpan sekitar tujuh hari.
Beberapa mikroba seperti gram negatif Psychrotrophs, Coliforms dan lainnya
bakteri pathogen seperti Escherichia Coli, Staphylococcus aureus mungkin
juga ditemukan dalam susu Banyak penelitian menunjukkan bahwa produksi
susu cair berkualitas tinggi tergantung pada kualitas mikrobiologis bahan
baku. Pembusukan susu olahan terutama karena aktivitas bakteri, kehadiran
dan aktivitas kontaminasi pasca pasteurisasi dan jenis dan aktivitas
pasteurisasi tahan mikroorganisme yang merupakan faktor pembatas utama
dalam memperpanjang masa simpan tinggi (Salman, 2013).
Setiap bahan makanan yang mengalami kerusakan, terutama kerusakan
mikrobiologis akan memberikan tanda-tanda yang khas menurut jenis
bahannya. Bahan makanan yang banyak mengandung protein apabila
mengalami kerusakan mikrobiologis akan menghasilkan bau busuk khas
protein, yang dikenal sebagai bau putrid, sehingga kerusakannya sering

disebut sebagai kerusakan putrefaktif. Mikroba yang paling berperan dalam


menyebabkan kerusakan makanan berprotein adalah bakteri. Kerusakan pada
susu ditandai dengan terciumnya bau dan rasa asam karena aktivitas bakteri
pembentuk asam laktat, terbentuk lendir, yaitu jika susu disentuh dengan jari
dan kemudian diangkat akan tampak seperti benang. Tanda kerusakan lainnya
adalah terbentuknya bau tengik, bau ragi, pahit busuk, dan terkadang terjadi
perubahan warna menjadi kemerahan. Selain bau busuk, kerusakan susu akan
menyebabkan terjadinya penggumpalan protein dan pencairan jaringan protein
sehingga bahan berair (Purnawijayanti, 2001).
C. METODOLOGI
1. Alat
a. Buret
b. Centong
c. Corong
d. Erlenmeyer
e. Hidrometer
f. Kompor
g. Mixer
h. Panci
i. Pipet ukur 10 ml
j. Pro pipet
k. Tabung reaksi
l. Teflon
m. Thermometer
n. Waterbath
2. Bahan
a. Alkohol 70%
b. Indikator PP 20%
c. Gula pasir
d. Margarine
e. Methylen blue
f. NaOH 0,1 N
g. Susu segar
h. Susu pateurisasi
i. Susu sterilisasi
j. Telur
k. Tepung terigu
l. Vanili
m. Essens buah
n. Agar-agar
o. CMC

3. Cara Kerja
a. Uji Reduktase
10 ml sampel susu segar, pasteurisasi, sterilisasi

methylen blue

Penambahan pada tabung reaksi

Penggojogan sampai homogen

Pemasukan tabung reaksi ke dalam waterbath 37C

Pencatatan waktu masuk

Pengamatan perubahan hari ke 0, 2 dan 5


b. Uji Berat Jenis
Susu segar, pasteurisasi, sterilisasi

Pemasukan dalam tabung reaksi

Pemasukan hidrometer
2 ml sampel susu segar, pasteurisasi, sterilisasi
c. Uji Alkohol
Perhitungan berat jenis susu
2 ml Alkohol 70%

Pengisian tabung reaksi

Penggojogan sampai homogen

Pengamatan hari ke 0, 2 dan 5

d. Uji Rebus
10 ml susu segar, pasteurisasi, sterilissasi

Pemasukan dalam tabung reaksi


10 ml susu segar, pasteurisasi, sterilisasi
Pemanasan selama 20 menit
Pemasukan dalam erlenmeyer
Pengamatan hari 0, 2 dan 5
Indikator PP 2 tetes
e. Uji Derajat Keasaman Penambahan kemudian homogenkan

Pentitrasian dengan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna merah j

Pencatatan jumlah NaOH yang diperlukan

Perhitungan kadar asam laktat

Telur + Susu

f. Pengolahan Creepes
Pengocokkan dengan mixer

Penambahan gula pasir

Pengocokan kembali

Penambahan tepung terigu sedikit demi sedikit

Pelelehan margarine + vanilli

Pencampuran adonan

Penuangan dalam wajan anti lengket (1 centong)

Pembentukan seperti telur dadar

Pengangkatan setelah creepes kering

g. Pembuatan permen susu


400 ml susu segar

Pemanasan sampai volume setengah dari volume semula


50 gr gula pasir, agar-agar 6 gram/CMC 2 gr dan essens 3 tetes

Pengadukan sampai mengental

Pemanasan sampai terbentuk tekstur permen

Pencetakan pada loyang

Pembentukan kecil-kecil

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Permen susu

Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Uji Reduktase


Hari
Warna
Warna
Sampel
keawal
akhir

Susu segar

Susu
pasteurisas

Putih

Putih

Putih

Biru
muda

Waktu
awal

Waktu
akhir

Waktu
perubahan
8 jam 37
BiruPengujian
13.57organoleptik
22.40
menit
21 jam 50
Biru
09.50
08.00
menit
20 jam 36
Biru
09.50
06.46
menit
Putih
16.00
04.00
12 jam

Biru
muda
i
Biru
5
muda
Biru
0
muda
Susu
Biru
2
sterilisasi
muda
Biru
5
muda
Sumber : Laporan Sementara
2

Putih +
endapan
Putih +
endapan

11.04

12.03

99 menit

10.03

10.37

34 menit

Putih

16.08

06.00

14 jam 6
menit

Putih

09.59

10.01

2 menit

Putih

09.46

10.15

29 menit

Uji reduktase bertujuan untuk memprediksi jumlah mikroba didalam


susu, sehingga kualitas susu dapat ditentukan. Menurut Umar, dkk, (2014) uji
daya reduksi digunakan sebagai salah satu prosedur untuk mengetahui mutu
susu segar dan susu pasteurisasi. Dasar pengujiannya segera setelah susu
diperah akan terkena udara yang menyebabkan tejadinya perbedaan kekuatan
oksidasi reduksi sebesar 300 mV. Bakteri dalam susu untuk pertumbuhan
memerlukan oksigen menghasilkan substansi pereduksi.
Prinsip dari uji reduktase yaitu enzim reduktase ini mereduksi
zat warna biru dari MB (Methylen Blue) menjadi larutan tak berwarna. Uji
reduktase dilakukan dengan cara mengamati perubahan warna yang terjadi
dimana warna awal yaitu biru dan berapa lama sampel terjadi perubahan
warna. Perubahan warna biru dalam uji reduktase ini akan tereduksi menjadi
putih atau putih ada endapan. A p ab i l a ke da l a m s us u dimasukkan
sejumlah tertentu MB, maka susu tersebut berwarna biru dan dalam waktu
tertentu warna biru tersebut berangsur-angsur hilang. Lama waktu
hilangnya warna biru atau waktu reduksi menunjukkan banyak sedikitnya
jumlah mikroba didalam susu. Semakin banyak mikroba berarti semakin
banyak pula enzim reduktase yang dapat mereduksi warna biru MB, sehingga
waktu reduksi menjadi pendek dan demikian pula sebaliknya. Menurut
Habibah, (2011), susu yang memiliki kualitas baik akan mereduksi methylen
blue menjadi warna putih lebih dari 5,5 jam, sedangkan air susu yang
kualitasnya tidak baik bakteri didalam susu akan mereduksi methylene blue

pada waktu kurang dari 5 jam. Perubahan warna biru menjadi warna putih
disebabkan oleh kemampuan bakteri di dalam susu untuk tumbuh dan
menggunakan oksigen yang terlarut sehingga menyebabkan penurunan
kekuatan oksidasi-reduksi dari campuran tersebut. Akibatnya methylen blue
akan direduksi menjadi warna putih. Semakin cepat terjadinya perubahan biru
menjadi putih, semakin tinggi jumlah bakteri di dalam susu pasteurisasi.
Berdasarkan Tabel 2.1 diketahui sampel susu segar hari ke-0, 2, dan 5
awalnya berwarna putih berubah menjadi biru dengan waktu reduksi hari ke-0
selama 8 jam 37 menit, hari ke-2 selama 21 jam 50 menit, dan hari ke-5
selama 20 jam 36 menit. Pada sampel susu pasteurisasi hari ke-0 warna awal
biru muda berubah menjadi putih dengan waktu reduksi 12 jam, hari ke-2
warna awal biru muda berubah menjadi putih dan ada endapan dengan waktu
reduksi 99 menit, dan hari ke-5 warna awal biru muda berubah menjadi putih
dan ada endapan dengan waktu reduksi 34 menit. Sedangkan pada sampel
susu sterilisasi, hari ke-0, 2, dan 5 warna awal biru muda lalu berubah menjadi
putih dengan waktu reduksi pada hari ke-0 14 jam 6 menit, hari ke-2 2 menit
dan hari ke-5 29 menit.
Sampel yang memiliki waktu reduksi tercepat adalah sampel susu
sterilisasi dan sampel yang memiliki waktu reduksi terlama adalah sampel
susu segar. Lamanya waktu perubahan warna dari biru menjadi putih ini
sebagai dasar penentuan perkiraan jumlah bakteri. Susu segar memiliki mutu
susu yang lebih baik daripada susu pasteurisasi dan susu sterilisasi. Perubahan
warna yang cepat pada susu pasteurisasi ataupun susu sterilisasi menandakan
proses pasteurisasi atau sterilisasi yang kurang sempurna atau bahan bakunya
yang kurang baik kualitasnya. Karena susunan zat gizi yang sempurna dari
susu ini merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba,
sehingga susu sangat peka terhadap kontaminasi mikroba serta sangat mudah
busuk (Idris dalam Ismanto, 2013). Oleh karena itu, untuk menghindari
kerusakan susu perlu adanya penanganan secara khusus. Praktikum kali ini
tidak sesuai dengan pernyataan Idris (dalam Ismanto, 2013) diatas. Susu yang
masih segar jika dalam penanganan awal atau proses pemerahan kurang baik

maka mikroba akan cepat berkembang dang mempengaruhi angka reduktase.


Susu yang mengalami penanganan khusus seperti pasteurisasi atau sterilisasi
dapat menekan pertumbuhan mikroba. Namun, melalui pasteurisasi, bakteri
yang berspora masih tahan hidup sehingga susu pasteurisasi hanya memiliki
masa kedaluwarsa sekitar satu minggu.
Tabel 2.2 Hasil Pengamatan Uji Berat Jenis
Sampel
Suhu (T)
Susu segar
29
Susu pasteurisasi
30
Susu sterilisasi
28
Sumber : Laporan Sementara

Berat jenis
1,045
1,085
1,047

Uji berat jenis bertujuan untuk mengetahui berat jenis susu.


Prinsipnya yaitu benda yang dimasukkan kedalam cairan mendapat gaya
keatas sebesar berat air yg dipindahkan. Bobot jenis atau berat jenis
merupakan perbandingan berat dari sejumlah volume susu yang dapat
mencerminkan kemurnian susu tersebut. Bobot jenis susu yang normal
adalah sebesar 1,0260-1,0280. Menurut SNI 01-2782-1998 berat jenis susu
normal adalah 1,028. Pengujian Berat Jenis sangat dipengaruhi oleh total solid
yang terkandung dalam susu, antara lain Berat Jenis protein dan Berat jenis
laktosa. Berat jenis susu lebih tinggi daripada berat jenis air. Apabila bobot
jenis susu lebih rendah dari nilai tersebut maka menunjukkan adanya
penambahan air kedalam susu. Sebaliknya bila bobot jenis lebih besar dari
standar berarti ada kemungkinan penambahan suatu bahan padat
kedalam susu. Pengukuran berat jenis merupakan salah satu alternatif untuk
mengetahui adanya pemalsuan susu yang mengakibatkan penurunan kualitas
susu (Nadia dalam Ismanto, 2013). Pemalsuan susu yang dicampur dengan air
akan berpengaruh terhadap besarnya berat jenis yang akan berdampak pada
peningkatan volume susu. Alat yang digunakan untuk uji bobot jenis yaitu
Laktodensimeter. Dengan cara, susu

diisikan kedalam gelas ukur,

kemudian laktodensimeter dimasukkan/dicelupkan kedalam susu tersebut dan


selanjutnya dibaca skala laktodensimeter. Hasil pembacaan nilai bobot jenis

susu pada suhu tertentu harus dikonversikan ke nilai bobot jenis pada suhu
27,5C.
Pada Tabel 2.2 urutan sampel dengan berat jenis tertinggi ke terndah
adalah susu pasteurisasi yaitu sebesar 1,085, lalu susu sterilisasi sebesar 1,047
sedangkan sampel yang memiliki berat jenis terendah adalah susu segar
sebesar 1,045. Praktikum uji berat jenis susu terjadi penyimpangan dimana
berat jenis susu melebihi normal, berat jenis normal sebesar 1,0260-1,0280.
Menurut SNI 01-2782-1998 berat jenis susu normal adalah 1,028. Bila bobot
jenis lebih besar dari standar berarti ada kemungkinan penambahan
suatu bahan padat kedalam susu. Selain itu ada faktor lain yang
mempengaruhi besarnya berat jenis susu yaitu pengaruh kandungan protein
dan laktosa, juga berat jenis gula yang ditambahkan dalam proses pasteurisasi
(Sawitri, dkk., 2010). Menurut Zuriati., dkk (2011) dalam Ismanto, dkk
(2013), menyatakan bahwa berat jenis susu dipengaruhi oleh kandungan bahan
kering pakan sehingga kenaikan bahan kering akan meningkatkan berat jenis
susu. Kandungan bahan kering susu tergantung pada zat-zat makanan yang
dikonsumsi oleh ternak yang kemudian digunakan sebagai prekursor
pembentukan bahan kering atau padatan di dalam susu (Wibowo, 2013 dalam
Ismanto, dkk (2013)). Bahan kering (BK) adalah komponen susu selain air
yang meliputi lemak, protein, laktosa dan abu (Zurriyati, 2010 dalam Ismanto,
dkk (2013)). Menurut Sukarini, (2006) dalam Ismanto, dkk (2013), konsumsi
bahan kering yang tinggi menyebabkan tersedianya substrat yang dibutuhkan
untuk sintesis laktosa. Berat Jenis air susu juga sangat dipengaruhi oleh berat
jenis dari komponen penyusun susu seperti protein, laktosa, dan mineral.

Tabel 2.3 Uji Alkohol


Sampel
Susu segar
Susu pasteurisasi
Susu sterilisasi

Hari ke0
2
5
0
2
5
0
2
5

Keterangan
+
++
+++
Terdapat pemisahan
-

Sumber : Laporan Sementara


Pengujian mutu air susu secara fisik salah satunya adalah dengan
melakukan uji alkohol. Uji alkohol dimaksudkan untuk mengetahui daya
pemecahan protein yang ada di dalam susu. Uji alkohol dikatakan positif
apabila terdapat gumpalan pada susu dan bernilai positif dikarenakan
keasaman air susu meningkat dan tampak rusak.
Pada prinsipnya pengujian kualitas susu menggunakan uji alkohol
merupakan pengujian terhadap kestabilan sifat koloidal protein susu
tergantung pada selubung atau mantel air yang menyelimuti butir-butir protein
terutama kasein. Susu yang dicampur menggunakan alkohol akan terkoagulasi
karna alkohol memiliki daya dehidratasi sehingga akan tampak kepecahan
pada susu tersebut. Semakin tinggi derajat keasaman susu, semakin berkurang
jumlah alkohol dengan kepekatan yang sama dibutuhkan untuk memecahkan
susu yang sama banyaknya. Jika pH rendah maka mikroba penghasil asam
dapat melemahkan selubung air yang menyelimuti protein susu. Alkohol
mempunyai sifat menarik air sehingga apabila susu dicampur dengan alkohol
maka selubung air yang menyelimuti protein susu tidak stabil akibatnya akan
terakogulasi

membentuk

gumpalan-gumpalan

dan

dinyatakan

positif

(Isniawan, 2013).
Data uji alkohol pada masing-masing perlakukan seperti yang tertera
pada Tabel 2.3 yaitu dengan menggunakan sampel susu segar, susu
pasteurisasi dan susu sterilisasi dengan tiga kali pengamatan terhitung pada
hari ke-0, 2 dan 5 menunjukkan hasil yang berbeda-beda pada tiap sampel dan
perlakuan. Pada sampel susu segar menunjukkan hasil yang positif. Pada hari

ke-0 susu segar (+) sedikit gumpalan, susu segar hari ke-2 (++) cukup banyak
gumpalan, susu segar hari ke-5 (+++) banyak gumpalan. Keadaan ini
menunjukkan bahwa susu segar telah mengalami penurunan pH akibat
terjadinya perkembangan jumlah bakteri sehingga menyebabkan susu mulai
asam yang akhirnya menjadi rusak.
Pada uji alkohol sampel susu pasteurisasi menunjukkan hasil yang
negatif (-) tidak ada gumpalan, baik pada pengamatan hari ke-0, 2 dan 5. Hal
tersebut berarti bahwa pada susu pasteurisasi tidak terdapat pertumbuhan
bakteri yang dapat mengalami penurunan pH sehingga susu pasteurisasi
tersebut baik. Hal ini didukung karena susu pasteurisasi merupakan susu yang
telah mengalami pemanasan setiap komponen (partikel) dalam susu pada suhu
62oC selama 30 menit, atau pemanasan pada suhu 72 oC selama 15 detik, yang
segera

diikuti

dengan

proses

pendinginan.

Perlakuan

panas

dapat

mempengaruhi kandungan lysin dalam susu pasteurisasi (Saleh, 2004).


Sedangkan uji alkohol untuk sampel susu sterilisasi menunjukkan hasil
pada pengamatan hari ke-0 (-) tidak ada gumpalan, pengamatan hari ke-2
terdapat pemisahan dan pengamatan hari ke-5 (-) tidak ada gumpalan. Hal ini
sedikit menyimpang dari teori yang menyatakan bahwa susu sterilisasi
merupakan susu yang telah mengalami pemanasan pada suhu yang digunakan
lebih tinggi dari suhu pasteurisasi yaitu sekitar 104-140 oC dengan waktu
yang sangat pendek kurang lebih 1-4 detik saja. Apabila pasteurisasi hanya
bertujuan membunuh bakteri-bakteri pathogen maka sterilisasi bertujuan
untuk membunuh semua bakteri baik pathogen maupun non pathogen (Saleh,
2004).
Jadi apabila dikaji dari teori tersebut seharusnya susu sterilisasi lebih
baik dibandingkan dengan susu pasteurisasi. Namun dalam praktikum uji
alkohol ini tidak demikian, karena susu sterilisasi pada pengamatan hari ke-2
terdapat pemisahan yang seharusnya hasil uji susu sterilisasi lebih baik dari
hasil uji susu pasteurisasi. Hal ini bisa disebabkan karena faktor intern (pH
susu, mikrobia dalam susu) dan ekstern (kurang telitinya penguji).
Urutan kerusakan berdasarkan uji alkohol dari yang paling kecil ke
terbesar kerusakannya yaitu susu pasteurisasi, susu sterilisasi dan susu segar.

Kerusakan terbesar pada susu segar hari ke-5. Hal ini dikarenakan sampel susu
segar hari ke-5 tingkat kerusakannya lebih tinggi disbanding yang lain,
disebabkan

karenan

pengaruh

suhu

maupun

tingkat

kerusakan

mikrobiologisnya juga tinggi mengingat susu segar tidak melalui proses


pemanasan seperti kedua sampel lainnya dan penyimpanannya tidak dilakukan
treatment tertentu
Tabel 2.4 Uji Rebus Susu
Sampel
Susu segar
Susu pasteurisasi
Susu sterilisasi

Hari ke0
2
5
0
2
5
0
2
5

Keterangan
++
+++
+
++
+

Sumber : Laporan Sementara


Pada prinsipnya pengujian kualitas susu menggunakan uji didih susu
yaitu mengetahui kualitas susu yang baik apabila air susu dipanaskan tidak
pecah. Susu segar yang berkualitas baik tidak pecah (menggumpal) bila
dipanaskan

atau

dididihkan

pada

skala

waktu

tertentu.

Terjadinya

penggumpalan ini diakibatkan oleh adanya asam yang dihasilkan oleh


mikroba dari peruraian laktosa. Asam tersebut mengakibatkan protein susu
mudah mengalami denaturasi dan penggumpalan bila dilakukan pemanasan.
Dapat disimpulkan susu yang telah banyak ditumbuhi mikroba akan menjadi
asam dan mudah pecah bila dipanaskan.
Pada uji rebus digunakan 3 macam sampel yaitu susu segar, susu
pasteurisasi dan susu sterilisasi. Pada uji rebus ini dilakukan tiga kali
pengamatan yaitu pengamatan pada hari ke-0, 2 dan 5. Data hasil uji rebus
seperti yang tertera pada Tabel 2.4 menunjukkan bahwa pada sampel susu
segar hari ke-0 (-) tidak ada gumpalan, hari ke-2 (++) cukup banyak gumpalan
dan hari ke-5 (+++) banyak gumpalan. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas
susu segar pada hari ke-0 baik dan semakin hari kualitas susu segar semakin
menurun atau menjadi rusak karena terjadi gumpalan yang menunjukkan

penurunan pH akibat terjadinya perkembangan jumlah bakteri sehingga


menyebabkan susu mulai asam yang akhirnya menjadi rusak.
Pada sampel susu pasteurisasi pengamatan hari ke-0 (-) tidak ada
gumpalan, hari ke-2 (+) sedikit gumpalan dan hari ke-5 (++) cukup banyak
gumpalan. Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan kualitas susu
pasteurisasi dengan adanya gumpalan dari tidak adanya gumpalan di
pengamatan hari ke-0. Namun kerusakan susu pasteurisasi lebih kecil
dibandingkan dengan kerusakan susu segar. Sedangkan pada hasil uji rebus
sampel susu sterilisasi pengamatan hari ke-0 dan pengamatan hari ke-2 (-)
tidak ada gumpalan, namun pada pengamatan hari ke-5 (+) sedikit gumpalan.
Hal juga ini menunjukkan terjadinya penurunan kualitas susu sterilisasi
dengan adanya gumpalan dari tidak adanya gumpalan di pengamatan hari ke-0
dan 2. Kerusakan susu sterilisasi lebih sedikit dibandingkan dengan susu
pasteurisasi dan susu segar.
Susu segar merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena
mengandung zat-zat makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein,
lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin yang sangat dibutuhkan oleh
manusia. Nilai gizinya yang tinggi juga menyebabkan susu merupakan
medium yang sangat disukai oleh mikrooganisme untuk pertumbuhan dan
perkembangannya sehingga dalam waktu yang sangat singkat susu menjadi
tidak layak dikonsumsi bila tidak ditangani secara benar (Saleh, 2004).
Dari perbedaan ketiga sampel yang digunakan dan berdasarkan teori
diatas maka hasil uji rebus sudah sesuai dengan teori. Urutan kerusakan
terkecil ke terbesat adalah dari susu sterilisasi, susu pasteurisasi dan susu
segar. Susu segar tertinggi kerusakannya karena susu segar tidak melalui
proses pemanasan sehingga penurunan pH akibat terjadinya perkembangan
jumlah bakteri tinggi dan menyebabkan susu mulai asam yang akhirnya
menjadi rusak. Berbeda dengan susu pasteurisasi dan susu sterilisasi yeng
telah mengalami proses pemanasan yang memang dengan tujuan untuk
membunuh bakteri-bakteri pathogen dan pada susu sterilisasi bertujuan untuk
membunuh semua bakteri baik pathogen maupun non pathogen sehingga

penurunan pH akibat terjadinya perkembangan mikroba yang akhirnya


menjadi rusak bisa terhambat.
Tabel 2.5 Uji Derajat Keasaman
Sampel
Hari ke0
Susu segar
2
5
0
Susu
2
pasteurisasi
5
0
Susu sterilisasi
2
5
Sumber : Laporan Sementara

Volume NaOH (ml)


5,7
4,4
6,5
3,2
6,9
9
3
5,3
9,5

% Asam Laktat
0,0513
0,0396
0,0585
0,0288
0,0621
0,0817
0,0270
0,0477
0,0855

Derajat keasamanan adalah tingkat keasaman susu atau jumlah


kandungan asam dalam susu. Derajat keasaman berfungsi untuk mengetahui
kualitas susu dengan cara mengukur jumlah kandungan asam yang terdapat
dalam susu. Susu segar pada umumnya mempunyai nilai pH sekitar 6,5
sampai 6,7. Susu normal mempunyai derajat keasaman sekitar 4-7,5 o SH. Susu
yang rusak derajat keasamannya akan meningkat. Semakin tinggi derajat
keasaman maka semakin buruk kualitas susu karena susu telah mengalami
kerusakan. Penentuan keasaman dapat ditentukan dengan cara titrasi, yaitu
penentuan titrasi keasaman setara asam laktat. Penentuan ini berdasarkan
kerusakan mikrobiologis.
Susu sifatnya agak asam, susu yang normal keasamannya 4-7,5 oSH.
Uji derajat keasaman adalah uji yang digunakan untuk mengetahui tingkat
keasaman susu, masih bisa dikonsumsi atau tidak. Keasaman pada susu segar
sekitar 0,18 sampai 0,24% dihitung sebagai asam laktat atau sering disebut
dengan persen asam laktat. Uji keasaman susu biasa dilakukan dengan metode
titrasi.
Pada praktikum uji derajat keasaman menggunakan bahan yaitu susu
segar, susu pasteurisasi dan susu sterilisasi yang diuji pada hari ke-0,2 dan 5.
Susu ditritasi dengan NaOH 0,1 N hingga warnanya berubah menjadi merah
jambu. Berdasarkan data pada Tabel 2.5 keasaman susu dihitung sebagai asam

laktat atau disebut dengan persen asam laktat. Untuk susu segar kandungan
asam laktat untuk hari ke 0 adalah 0,0513 %, hari ke 2 sebesar 0,0396 %, dan
hari ke 5 sebesar 0,0585 %. Untuk susu pasteurisasi kandungan asam laktat
hari ke 0 adalah 0,0288 %, hari ke 2 sebesar 0,0621 % dan hari ke 5 sebesar
0,0817 %. Sedangkan untuk susu sterilisasi kandungan asam laktat pada hari
ke 0 adalah 0,0270 %, hari ke 2 sebesar 0,0477 % dan hari ke 5 sebesar 0,0855
%.
Urutan derajat keasaman dari tertinggi hingga terendah adalah susu
pasteurisasi, susu sterilisasi dan susu segar. Hasil praktikum ini tidak sesuai
dengan teori Nurwantoro (2003), karena pada susu pasteurisasi kandungan
asam laktat lebih tinggi daripada susu segar dan sterilisasi. Susu yang dipanasi
akan mengurangi titrasi keasaman dibandingkan dengan yang tidak dipanasi,
apalagi pemanasan dengan tekanan akan mengurangi kehilangan CO2 sehingga
perubahan asam tidak cepat. Bila susu dipanasi atau mengalami pasteurisasi,
pengurangan angka titrasi keasamannya sebesar 0,01%. Perubahan asam atau
terjadinya keasaman disebabkan oleh terbentuknya asam laktat dari laktosa
oleh bakteri asam laktat seperti Streptococcus lactis. Akan tetapi, proses
pasteurisasi ini tidak membunuh semua mikroorganisme dan pengaruhnya
hanya bersifat sementara. Karena itu, susu pasteurisasi tetap mudah rusak dan
harus disimpan pada suhu rendah (5-6 oC).
Faktor yang mempengaruhi uji susu ini adalah adanya kontaminasi
bakteri pada saat produksi atau faktor kebersihan, penyimpanan, transportasi
dan distribusi susu juga merupakan hal yang paling dominan menentukan
pecahnya susu (Dirjen Peternakan, 1983). Karena itu, semua peralatan yang
dipakai harus dalam keadaan bersih. Begitu juga, orang yang mengolahnya.
Masalah kebersihan susu akan sangat menentukan kesehatan dan kualitas susu
itu sendiri sehingga perlu mendapatkan pengawasan dan perhatian mengingat
susu selain sebagai bahan pangan yang bernilai gizi tinggi juga mudah rusak
dan merupakan media yang sangat baik untuk tumbuh dan berkembangnya
bakteri apabila tidak ditangani secara bersih. Pecahnya susu menyebabkan
kualitas susu rendah sehingga tidak layak dikonsumsi, karena adanya

kemungkinan bahwa kadar asam yang terkandung dalam susu tinggi. Apabila
susu ini kemudian dikonsumsi maka kemungkinan akan dapat menyebabkan
terjadinya milk borne disease. Milk borne disease adalah penyakit yang
disebabkan tertelannya agen penyakit melalui air susu. Gejala yang paling
umum terlihat adalah gangguan percernaan seperti sakit perut, diare dan/atau
muntah.
Tabel 2.6 Hasil Uji Organoleptik pada Produk Olahan Susu
Kode
Aroma
Rasa
Tekstur
a
a
256
3.65
3.25
3.30a
a
a
394
3.65
3.50
3.65a
560
3.85a
3.40a
3.40a
a
a
129
3.50
3.40
3.40a
Sumber : Laporan Sementara
Keterangan Kode:

Keterangan Skor :

256 : kelompok 7,8,9

1 : sangat tidak suka

394 : kelompok 10,11,12

2 : tidak suka

560 : kelompok 1,2,3

3 : netral

129 : kelompok 4,5,6

4 : suka

Overall
3.45a
3.35a
3.15a
3.35a

5 : sangat suka
Berdasarkan data pada Tabel 2.6 dapat dilihat hasil uji organoleptik
produk olahan susu yaitu creepes dan permen susu. Terdapat empat kode
sampel yang disajikan kepada panelis yaitu sampel 256 dan 394 adalah produk
creepes sedangkan sampel 560 dan 129 adalah permen susu. Pembuatan
creepes menggunakan formulasi bahan yang berbeda. Untuk kode 256
formulasi bahannya adalah 100 gram tepung terigu, sdt vanili, 30 gram susu
full cream, 250 ml air, 50 gram gula pasir, 1 butir telur dan 12,5 gram
margarine. Sedangkan untuk kode 394 menggunakan formulasi bahan 115
gram tepung terigu, sdt vanili, 15 gram susu full cream, 250 ml air, 50 gram
gula pasir, 1 butir telur dan 12,5 gram margarine. Dengan perbedaan formulasi
bahan yang digunakan dalam pembuatan creepes ini maka creepes yang
dihasilkan juga mempunyai perbedaan mulai dari aroma, rasa, tekstur dan
overall. Perbedaan ini dipengaruhi oleh kandungan bahan yang terdapat dalam
masing-masing formulasi tiap sampel.

Pada uji organoleptik yang telah dilakukan, panelis diminta untuk


menilai empat parameter mutu dari creepes dan permen susu yaitu aroma,
rasa, tekstur dan overall. Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan,
menyatakan bahwa untuk semua parameter dari aroma, rasa, tekstur dan
overall tidak ada beda nyata yang signifikan. Tidak adanya beda nyata ini
dapat dilihat antar sampel di setiap paramaternya pada Tabel 2.6. Pada produk
creepes, pada parameter aroma dihasilkan aroma yang sama. Untuk parameter
rasa yang lebih disukai adalah sampel 394, tekstur yang lebih disukai adalah
sampel 394 sedangkan overall yang lebih disukai adalah sampel 256.
Sedangkan pada produk permen susu, parameter rasa dan tekstur hasilnya
adalah sama. Untuk parameter aroma yang lebih disukai adalah sampel 560
dan overall yang lebih disukai adalah sampel 129.

E. KESIMPULAN
Dari praktikum pembuatan produk dan uji kualitas produk susu dapat
ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Uji reduktase bertujuan untuk memprediksi jumlah mikroba di dalam susu,
sehingga kualitas susu dapat ditentukan.
2. Uji berat jenis bertujuan untuk mengetahui berat jenis susu.
3. Uji alkohol dimaksudkan untuk mengetahui daya pemecahan protein yang
ada di dalam susu, hasil positif apabila terdapat gumpalan pada susu.
4. Uji rebus atau didih untuk mengetahui kualitas susu yang baik apabila air
susu dipanasi maka tidak pecah, susu segar yang berkualitas baik tidak
pecah (menggumpal) bila dipanaskan
5. Uji derajat keasaman adalah uji yang digunakan untuk mengetahui tingkat
keasaman susu, masih bisa dikonsumsi atau tidak.
6. Susu normal derajat keasaman sekitar 4-7,5 SH, susu yang rusak derajat
keasamannya akan meningkat.
7. Faktor yang mempengaruhi uji susu ini adalah adanya kontaminasi bakteri
pada saat produksi atau faktor kebersihan, penyimpanan, transportasi dan
distribusi susu juga merupakan hal yang paling dominan menentukan
pecahnya susu.

8. Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan, menyatakan bahwa untuk


semua parameter dari aroma, rasa, tekstur dan overall tidak ada beda nyata
yang signifikan.
9. Pada produk creepes, pada parameter aroma dihasilkan aroma yang sama.
10. Untuk parameter rasa yang lebih disukai adalah sampel 394, tekstur yang
lebih disukai adalah sampel 394 sedangkan overall yang lebih disukai
adalah sampel 256.
11. Untuk permen susu, parameter aroma yang lebih disukai adalah sampel
560 dan overall yang lebih disukai adalah sampel 129

DAFTAR PUSTAKA
Aak. 1974. Seri Budi Daya Sapi Perah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Albert Cs dkk. 2009. The effect of microwave pasteurization on the composition
of milk. University of Kaposvar,Faculty of Animal Science :Hungary.
Anderson, Melisa, et al. 2011. The Microbial Content of Unexpired Pasteurized
Milk From Selected Supermarkets in a Developing Country. Asian
Pacific Journal of Tropical Biomedicine (2011)205-211. Jamaica.
Chandra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Habibah, dkk. 2011. Pertumbuhan Mikroorganisme Selama Penyimpanan Susu
Pasteurisasi Pada Suhu Rendah. Agroscientiae Volume 18 Nomor
3April 2011, Banjarbaru.
Hassan Ammara, Imran Amjad and Shahid Mahmood. Microbiological and
physicochemical analysis of different UHT milk available in a local
market. Pakistan Council of Scientific and Industrial Research,
Lahore,Pakistan As. J. Food Ag-Ind. 2009, 2(03), 434-447.
Ide, Pangkalan. 2008. Health Secret of Kefir Menguak Keajaiban Susu Asam
untuk Penyembuhan Berbagai Penyakit. Penerbit PT Elex Media
Komputindo. Jakarta.
Ismanto, T., Utami, Sri dan Haris Al Suratim. 2013. Pengaruh Lama
Penyimpanan Dalam Refrigerator Terhadap Berat Jenis dan Viskositas
Susu Kambing Pasteurisasi. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):69-78.
Isniawan, Viky, Yusuf Subagyo da Sri Utami. 2013. Pengaruh Presentase
Penambahan Madu dengan Lama Penyimpanan yang Berbeda Terhadap
pH dan Uji Alkohol Susu Kambing. Fakultas Peternakan Universitas
Jendral Soedirman. Purwokerto. Jurnal Ilmiah Peternakan 1 (1): 79-87.
Planck, Nina. 2007. Real Food Hidup Bebas Pneyakit dengan Makanan Alami.
Penerbit PT Bentang Pustaka. Yogyakarta.
Purnawijayanti, Hiasinta A. 2001. Sanitasi, Higiene, dan Keselamatan Kerja
dalam Pengolahan Makanan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Saleh, Eniza. 2004. Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Fakultas
Pertanian. Universitas Sumatra Utara.
Salman, Adil M, A and Eltaf M, Hagar. Some Bacterial and Physical Quality of
Pasteurized Milk in Khartoum. Department of Preventive medicine,
College of Veterinary Medicine, University of Bahri.
Sawitri, M.E., dkk. 2010. Kajian Kualitas Susu Pasteurisasi yang Diproduksi
U.D. Gading Mas Selama Penyimpanan Dalam Refrigerator. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2010, Hal 28-32 Vol. 5, No. 2 ISSN
: 1978 0303, Malang.

Srujana, G., et al. 2011. Microbial Quality of Raw and Pasteurized Milk Samples
Collected from Different Places of Warangal District, (A.P.) India.
International Journal of Pharma and Bio Sciences. Vol 2/Issue 2/ AprJun 2011, ISSN 0975-6299. India.
Umar, Razali dan Andi Novita. 2014. Derajat Keasaman dan Angka Reduktase
Susu Sapi Pasteurisasi dengan Lama Penyimpanan yang Berbeda.
Jurnal Medika Veterinaria, ISSN : 0853-1943.
Yuliana, Y.P.,Sarwiyono dan Puguh Surjowardojo. 2011. The Influence of Pre
Milking on Milk Quality Based on Reductation Test and California
Mastitis Test. Universitas Brawijaya. Malang.

LAMPIRAN PERHITUNGAN
1.

Susu pasteurisasi hari ke 0 :

mlNaOHxNNaOHx 0,009
x
mlSampelsusu
Kadar Asam Laktat =

100%

3.2 x0,1x0,009
100%
10

= 0,0288%
2.

Susu pasteurisasi hari ke 2

mlNaOHxNNaOHx 0,009
x
mlSanpelsu su
Kadar Asam Laktat =

100%
6,9 x0,1x0,009
x100%
10

= 0,0621 %
3. Susu pasteurisasi hari ke 5
mlNaOHxNNaOHx 0,009
x
mlSanpelsu su
Kadar Asam Laktat =
100%
9,07 x0,1x0,009
x100%
10
=
= 0,0817 %

LAMPIRAN
1. Uji Reduktase

Warna Sebelum (Hari ke-5)


Warna Sesudah (Hari ke-5)

Anda mungkin juga menyukai