Anda di halaman 1dari 3

Metode pengamatan:

Pendataan burung dilakukan dengan metode jelajah pada masing-masing tipe


habitat (field by field methods). Pada tipe habitat yang tidak memungkinkan
penjelajahan secara fisik, maka dilakukan pendataan scaning (pengamatan
secara
menyeluruh) pada habitat tersebut dari posisi satu titik pengamatan. (Bibby
et.al.,
1992).
Setiap titik dilakukan pengamatan dua kali masing-masing selama 2 (dua) jam,
pagi (06.00-08.00) dan sore (15.00-17.00). Pengamatan burung dilakukan di 12
titik
pengamatan yang dibagi menurut keterwakilan ekoton di lokasi penelitian yaitu :
1. Mangrove dengan savanna,
2. Mangrove dengan pantai,
3. Mangrove dengan hutan dataran rendah, dan
4. Dalam kawasan hutan mangrove.

Penelitian ini memilih objek burung air penghuni


kawasan hutan mangrove Peniti, Kabupaten Pontianak,
Kalimantan Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Maret
s.d. Agustus 2004. Penelitian ini menggunakan metode
survei dan pengamatan langsung di kawasan hutan
mangrove dan sekitarnya. Pengamatan lapangan
dilanjutkan analisis rekaman gambar di laboratorium.
Penjelajahan jalur pengamatan dilakukan tiga kali dalam
waktu yang berbeda sebagai ulangan.
Pengamatan lapangan dimulai dengan menyisir sungai
Peniti menuju muara, dilanjutkan menyisir daerah
mangrove di sepanjang pesisir pantai Peniti dengan
menggunakan kapal motor. Metode sensus burung
dilakukan dengan membuat satu seri daftar jenis burung air
yang berada/tampak di sepanjang lokasi penyisiran selama
waktu pengamatan. Setiap jenis baru dicatat hingga
mencapai 10 jenis, lalu dibuat daftar baru lagi. Jenis yang
sama tidak boleh dicatat dua kali dalam satu daftar
(MacKinnon dkk., 1994). Identifikasi jenis burung air juga
dilakukan langsung di lapangan berdasarkan bentuk
morfologinya, dengan merujuk Howes dkk. (2003), meliputi:
(i) bentuk dan ukuran tubuh, paruh, dan kaki, (ii) warna bulu
pada tubuh, paruh, dan kaki, (iii) ciri-ciri khas yang tampak,
serta (iv) suara yang dihasilkan. Selain itu juga dilakukan
dokumentasi dengan kamera video dan kamera foto untuk
kemudian diidentifikasi lebih lanjut di laboratorium.

Lokasi dan waktu Pengamatan dilaksanakan pada tanggal 5-15 Agustus


2008 di KM 37,39 dan 54 Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. Pengamatan
di TNBBBR di lakukan di dua habitat berbeda yaitu habitat hutan perbukitan
dan habitat riparian. Pagi hari mulai pukul 06.00-09.00 WIB dan sore hari
pukul 15.00-17.30 WIB.
Alat dan Bahan Peralatan dan bahan yang digunakan yaitu binokuler,
handycam, kamera digital, recorder, buku panduan lapang pengenalan jenis

burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan oleh Mackinnon et al. 1998,
dan buku catatan lapang.
Jenis dan Metode Pengambilan Data Parameter yang diukur yaitu jenis,
jumlah, waktu, aktivitas burung dan pola penggunaan vegetasi. Pengamat
mencatat jenis burung yang terlihat dan atau yang terdengar di sepanjang
jalur pengamatan. Metode yang digunakan kombinasi titik hitung atau IPA
(Indeces Ponctuele del Abondance) dan metode jalur (transec) serta metode
daftar jenis MacKinnon. Dalam metode IPA jarak antar titik ditetapkan 100
meter, dengan radius pengamatan 50 meter. Panjang jalur di setiap habitat
adalah 1000 meter (Gambar 1), pengamatan pada setiap titik dilakukan
selama 20 menit (Bibby et al 2000).

Etode titik hitung

Metode Titik Hitung


Penelitian satwa bisa dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya
menggunakan metode titik hitung. Metode ini merupakan alternative dari
metode line transect yang mempunyai track lurus. Hal ini didasari karena
suatu kawasan (hutan) tidak semua mempunyai track lurus maupun
datar, makanya timbul metode lain yaitu titik hitung.
Pengamatan dengan metode Titik hitung atau nama lainnya adalah IPA (Index
Point of Aboundance) ialah dengan berdiri di satu titik tertentu, biasanya di
pilih titik yang mudah untuk mengamati satwa. Bentuk pengamatan berupa
lingkaran dengan radius tertentu, biasanya plot titik hitung mempunyai
diameter 100 meter atau radius 50 meter dan satu titik dengan titik lainnya
minimal 100 meter.
Radius plot tergantung dengan penutupan tajuk pohon. Jika tajuknya rapat
bisa menggunakan radius 20 meter. Jika penutupannya jarang atau seperti di
lahan yang terbuka, plot pengamatan bisa lebih besar dari radius 50 meter.
Dengan metode ini bisa mengetahui jumlah jenis satwa dalam suatu kawasan
maupun populasi satwa yang ada, karena dalam setiap plot selain mencatat
jenis satwa tapi juga mencatat individu yang teramati.
Pengamatan metode ini ditentukan juga oleh waktu. Dalam setiap plot bisa 5
menit bahkan lebih, setelah selesai dilanjutkan ke plot berikutnya. Usahakan
saat memasuki plot berhenti sejenak, kemudian setelah tenang baru
dilaksanakan pengamatan. Saat pengamatan usahakan juga untuk diam,
karena satwa sensitive terhadap suara.

Selain suara, satwa juga sensitive dengan bau. Ekstrimnya jika pengamatan,
kita menggunakan cara tertentu agar baunya sama dengan alam, tapi kalau
sederhananya saat akan pengamatan tidak perlu mandi supaya terkesan
berbau sama. Selain itu dari pakaian pun jangan menggunakan yang
mencolok, karena bisa berpengaruh dari hasil pengamatan.

Anda mungkin juga menyukai