Disamping definisi bahasa diatas terdapat beberapa rumusan lain mengenai nasionalisme, di
antaranya (Yatim, 2001:58):
1. Huszer dan Stevenson:
Nasionalisme adalah yang menentukan bangsa mempunyai rasa cinta secara alami kepada tanah
airnya.
2. L. Stoddard:
Nasionalisme adalah suatu keadaan jiwa dan suatu kepercayaan, yang dianut oleh sejumlah besar
individu sehingga mereka membentuk suatu kebangsaan. Nasionalisme adalah rasa kebersamaan
segolongan sebagai suatu bangsa.
3. Hans Kohn:
Nasionalisme menyatakan bahwa negara kebangsaan adalah cita-cita dan satu-satunya bentuk
sah dari organisasi politik, dan bahwa bangsa adalah sumber dari semua tenaga kebudayaan
kreatif dan kesejahteraan ekonomi.
Indonesia telah dijajah oleh bangsa Barat sejak abad XVII, namun kesadaran nasional
sebagai sebuah bangsa baru muncul pada abad XX. Kesadaran itu muncul sebagai akibat dari
sistem pendidikan yang dikembangkan oleh pemerintah kolonial. Karena, melalui pendidikanlah
muncul kelompok terpelajar atau intelektual yang menjadi motor penggerak nasionalisme
Indonesia. Melalui tangan merekalah, perjuangan bangsa Indonesia di dalam membebaskan diri
dari belenggu kolonialisme dan imperialisme Barat memasuki babak baru. Inilah yang kemudian
dikenal dengan periode pergerakan nasional. Perjuangan tidak lagi dilakukan dengan perlawanan
bersenjata tetapi dengan menggunakan organisasi modern.
Ide-ide yang muncul pada masa pergerakan nasional hanya terbatas pada para bangsawan
terdidik saja. Selain merekalah yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi juga karena
hanya kelompok bangsawanlah yang mampu mengikuti pola pikir pemerintah kolonial. Mereka
menyadari bahwa pemerintah kolonial yang memiliki organisasi yang rapi dan kuat tidak
mungkin dihadapi dengan cara tradisional sebagaimana perlawanan rakyat sebelumnya. Inilah
letak arti penting organisasi modern bagi perjuangan kebangsaan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan lahirnya nasionalisme Indonesia. Secara umum
bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor yang berasal dari dalam dan luar. Faktor dari
dalam antara lain sebagai berikut:
Seluruh Nusantara telah menjadi kesatuan politik, hukum, pemerintahan, dan berada di
bawah kekuasaan kolonial Belanda. Ironisnya adalah eksploitasi Barat itu justru mampu
menyatukan rakyat menjadi senasib sependeritaan.
Munculnya kelompok intelektual sebagai dampak sistem pendidikan Barat.
Kelompok inilah yang mampu mempelajari beragam konsep Barat untuk dijadikan
ideologi dan dasar gerakan dalam melawan kolonialisme Barat.
Beberapa tokoh pergerakan mampu memanfaatkan kenangan kejayaan masa lalu
(Sriwijaya, Majapahit, dan Mataram) untuk dijadikan motivasi dalam bergerak dan
meningkatkan rasa percaya diri rakyat di dalam berjuang menghadapi kolonialisme
Barat.
Kondisi itulah yang mampu memompa harga diri bangsa untuk bersatu, bebas, dan
merdeka dari penjajahan. Meskipun begitu, harus diakui bahwa munculnya kesadaran
berbangsa itu juga merupakan dampak tidak langsung dari perluasan kolonialisme. Oleh
karena itu, para mahasiswa yang menjadi penggerak utama nasionalisme Indonesia bisa
disebut sebagai tokoh penggerak dari masyarakat. Sedang faktor yang berasal dari luar
negeri antara lain kemenangan Jepang atas Rusia dalam perang tahun 1905 yang mampu
mengangkat rasa percaya diri bahwa bangsa berwarna bisa mengalahkan bangsa kulit
putih, lahirnya nasionalisme di kawasan Asia dan Afrika yang berhasil membentuk
negara-negara baru, serta beberapa prinsip dari Woodrow Wilson yang termuat dalam
Wilson 14 points. Semua nilai-nilai yang berasal dari luar itu berhasil diserap oleh para
tokoh pelajar intelektual kita yang sedang belajar di luar negeri.
Kesadaran itu mulai bangkit setelah periode politik etis diterapkan di Indonesia.
Periode ini ditandai oleh munculnya priayi baru yang menempatkan pendidikan sebagai
kunci perubahan masyarakat. Oleh karena itu, tidak aneh apabila banyak organisasi
pergerakan yang menempatkan pendidikan sebagai tujuan gerakan. Berikut adalah
gerakan yang muncul setelah kesadaran nasional mulai muncul di Indonesia.
1. BUDI UTOMO
Politik etis yang diberlakukan oleh pemerintah kolonial Belanda membawa
dampak munculnya priyayi Jawa yang baru atau priyayi rendahan, mereka
memiliki pandangan bahwa kunci dari kemajuan adalah pendidikan.kelompok
inilah yang kemudian dianggap sebagai kelompok pembentuk organisasi
pergerakan yang benar-benar modern.
Organisasi Budi Utomo berdiri tanggal 20 Mei 1908 oleh para mahasiswa
Sekolah Kedokteran (STOVIA) di Jakarta, yaitu Sutomo, Suraji, Gunawan
Mangunkusumo. Budi Utomo (BU) ini sejak awal sudah menetapkan bidang
pendidikan sebagai pusat perhatiannya, dengan wilayah Jawa dan Madura sebagai
sasaran. Pro dan kontra selalu mewarnai dalam kehidupan berorganisasi, tak
terkecuali BU. Yang kontra mendirikan organisasi tandingan Regent Bond, yang
anggota-anggotanya berasal dari kalangan bupati penganut status quo yang tidak
menginginkan perubahan. Sedang yang pro, antara lain Tirto Kusumo, merupakan
kalangan muda yang berpikiran maju.
Pada kongres BU yang diselenggarakan pada 3-5 Oktober 1908, Tirto Kusumo
diangkat menjadi Ketua Pengurus Besar. Dalam kongres ini etnonasionalisasi
semakin bertambah besar. Selain itu, dalam kongres tersebut juga timbul dua
kelompok, yaitu kelompok pertama diwakili olah golongan pemuda yang
merupakan minoritas yang cenderung menempuh jalan politik dalam menghadapi
pemerintah kolonial. Adapun kelompok kedua merupakan golongan mayoritas
diwakili oleh golongan tua yang menempuh perjuangan dengan cara lama, yaitu
sosiokultural.
Golongan minoritas yang berpandangan maju dalam organisasi ini dipelopori oleh
Dr. Tjipto Mangunkusumo. Dia ingin Budi Utomo bukan hanya sebagai
organisasi yang mementingkan rakyat, melainkan organisasi yang memiliki
jaringan di seluruh Indonesia. Sementara itu, golongan tua menginginkan
dibentuknya Dewan Pimpinan yang didominasi oleh golongan tua. Golongan ini
juga mendukung pendidikan yang luas bagi kaum priyayi dan mendorong
kegiatan pengusaha Jawa. Tjipto terpilih sebagai salah satu anggota dewan.
Namun, pada 1909 ia mengundurkan diri dan bergabung dengan Indische Partiij.
2. SAREKAT ISLAM
Organisasi ini mulanya merupakan perkumpulan para pedagang muslim
yang dirintis oleh H. Samanhudi dan R.M. Tirtoadisuryo tahun 1909. Tujuannya
untuk melindungi hakhak para pedagang muslim dari monopoli pedagangpedagang besar Cina. Pada tahun 1911, Haji Samanhudi mendirikan Sarekat
Dagang Islam untuk menghimpun pedagang muslim agar mampu bersaing dengan
pedagang dari Arab, India, dan Cina. Tujuan gerakannya adalah meningkatkan
perekonomian anggotanya.
Sarekat Islam berubah lebih radikal setelah disusupi paham sosialis yang
dibawa oleh Sneevliet (pendiri Indische Sosialistische Demokratische Vereeniging
atau ISDV). Selain menyebarkan paham sosialis juga terang-terangan menentang
kebijakan Tjokroaminoto. Akhirnya, organisasi ini pecah menjadi dua, yaitu SI
Putih di bawah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto (Islam) dan SI Merah di bawah
Semaun (Sosialis Komunis).
3. INDISCHE PARTI
4. MUHAMMADIYAH
Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang bertujuan memurnikan
pelaksanaan ajaran agama Islam. Didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan tanggal 18
November 1912 di Yogyakarta. Gerak dakwah organisasi ini adalah memajukan
pengajaran dan kesejahteraan para anggotanya dengan cara mendirikan sekolah,
rumah sakit, dan panti asuhan. Pada tahun 1914, organisasi ini mendapat
pengakuan dari pemerintah dan mendapat sambutan dari rakyat.
Dalam periode ini gerakan nasionalisme diwarnai dengan perjuangan untuk memperbaiki
situasi sosial dan budaya. Organisasi yang muncul pada periode ini adalah Budi Utomo, Sarekat
Dagang Indonesia, Sarekat Islam, dan Muhammadiyah.
Periode Nasionalisme Politik
Periode ini, gerakan nasionalisme di Indonesia mulai bergerak dalam bidang politik untuk
mencapai kemerdekaan Indonesia. Organisasi yang muncul pada periode ini adalah Indische
Partij dan Gerakan Pemuda.
Periode Radikal
Dalam periode ini, gerakan nasionalisme di Indonesia ditujukan untuk mencapai
kemerdekaan baik itu secara kooperatif maupun non kooperatif (tidak mau bekerjasama dengan
penjajah). Organisasi yang bergerak secara non kooperatif, seperti Perhimpunan Indonesia, PKI,
PNI.
Periode Bertahan
Periode ini, gerakan nasionalisme di Indonesia lebih bersikap moderat dan penuh
pertimbangan. Diwarnai dengan sikap pemerintah Belanda yang sangat reaktif sehingga
organisasi-organisasi pergerakan lebih berorientasi bertahan agar tidak dibubarkan pemerintah
Belanda. Organisasi dan gerakan yang berkembang pada periode ini adalah Parindra, GAPI,
Gerindo.
TUJUAN NASIONALISME
1. Aspek politik
Nasionalisme bersifat menumbangkan dominasi politik imperialisme dan bertujuan
menghapus pemerintah kolonial.
2. Aspek Sosial Ekonomi
Nasionalisme bersifat menghilangkan kesenjangan sosial yang diciptakan oleh
pemerintah kolonial dan bertujuan menghentikan eksploitasi ekonomi.
3. Aspek Budaya
Nasionalisme bersifat menghilangkan pengaruh kebudayaan asing yang buruk dan bertujuan
menghidupkan kebudayaan yang mencerminkan harga diri bangsa setara dengan bangsa lain.
Periode ini berlangsung mulai 17 Agustus 1950 sampai 6 Juli 1959 dibawah pemerintahan
presiden Soekarno, yang merupakan masa pembentukan pilar-pilar pemerintahan revolusioner
bangsa Indonesia, seperti anti imperialism, anti kolonialisme, sekaligus pro-perdamaian.
Orde ini berlangsung dari tahun 1966 sampai 1998 dibawah pemerintahan presiden Soeharto,
merupakan masa terkelam perjalanan Nasionalisme Indonesia. Dalam masa ini, berlaku tatanan
pemerintahan kediktatoran-militer yang anti demokrasi, anti nasional, anti HAM, anti hukum dan
keadilam, serta merajalelanya tindak korupsi yang menumpas idealism Nasionalisme yang sudah
tumbuh pada era sebelumnya.
MASA REFORMASI
Masa ini dimulai pada 12 Mei 1998 sampai sekarang, ketika rezim pada masa sebelumnya
dijatuhkan dari kekuasan karena beberapa sebab. Masa ini merupakan masa dimana penanaman
kembali semangat Nasionalisme yang sempat hilang karena memudarnya rasa kebanggaan
sebagai suatu bangsa yang satu, serta memberikan pemahaman lagi kepada para generasi muda
selanjutnya tentang pentinganya semangat dan pemahaman Nasionalisme untuk kemajuan serta
keutuhan bangsa Indonesia.
bersangkut paut dengan Irlandia sebagai sebuah negara merdeka terutamanya budaya Irlandia.
Justru itu, nasionalisme kerap dikaitkan dengan kebebasan.
tindakan kekerasaan. Dan bila inipun terjadi maka hendaknya diperlakukan sebagai tindakan
oknum, tidak bisa dinisbatkan kepada semua anggota organisasi itu, apalagi kepada isme-isme
yang ada.
Bila kita bicara masalah nasionalisme dan agama maka sebenarnya kita membicarakan
dua komponen dasar yang membentuk pendidikan identitas itu, yaitu pendidikan
sejarah/PPKn/PSPB di satu pihak dan pendidikan agama pada pihak lain. Selama ini kedua pihak
berjalan sendiri-sendiri. Hal ini menunjukkan pendidikan kita mengikuti paham sekulerisme,
yaitu memisahkan pendidikan keduniawian dengan pendidikan agama. Padahal agama tidak
mengenal pemisahan tegas semacam itu, karena hal yang bersifat keduniawiaan akan bermakna
ibadah (kegiatan agama) bila memang kita niatkan sebagai wujud pengabdian kepada Tuhan atau
wujud pelaksanaan amanah Tuhan sebagai khalifah fil ardhi (penguasa di bumi).
Selama ini pendidikan identitas, yaitu pendidikan yang berusaha menanamkan semangat
nasionalisme, hanya diemban oleh pendidikan sejarah/PPKn/PSPB. Yang terjadi di Indonesia,
pemerintah mengklaim dirinya sebagai vanguard nasionalisme yang sebenarnya karena sebagai
pembela NKRIyang didasarkan pada ideologi nasional Pancasila. Secara tidak langsung,
pemerintah memaknai Pancasila dengan nasionalisme. Ini jelas suatu wujud sekulerisme.
Bukankah sila pertama Pancasila, Ketuhanan YME, mengamanatkan Ketuhanan itu menjiwai
sila-sila yang lain!
Dalam sejarahnya, Pancasila, terutama aspek nasionalismenya, sering salah paham
dengan agama, karena keduanya memiliki sejarah yang berbeda-beda dan keduanya telah
berselingkuh dengan politik, yaitu berusaha menguasai suatu daerah tertentu sebagai lahan untuk
mengimplementasikan sistem politik yang diyakininya. Sebagai suatu konsep, keduanya bisa
diimplementasikan secara berbeda dalam sistem politik yang sama maupun berbeda, sesuai
dengan situasi dan kondisi khas suatu daerah. Oleh karena itu keduanya tidak layak mengklaim
dirinya secara eksklusif. Apalagi bagi agama yang memiliki kebenaran universal, sangat tidak
layak bila mencari kekuatan politik tertentu untuk mendukung kebenarannya. Kepentingan
politik justru akan membiaskan kebenaran agama yang universal itu.
Seharusnya nasionalisme tidak menentang agama, karena sudah diamanatkan Pancasila
bahwa sila pertama menjiwai sila-sila yang lain. Dengan demikian, Pancasila sesuai dengan jiwa
bangsa Indonesia yang mengakui eksistensi Tuhan, sehingga semua aktivitas manusia harus
mengarah kepada-Nya. Sebaliknya, agama hendaknya melepaskan klaim politik yang tidak layak
itu agar dapat membimbing nasionalisme menuju kebenaran yang universal. Bila agama dapat
memerankan misi mulia ini dampaknya sangat besar: (1) nasionalisme terhindar dari
sekulerisme, (2) nasionalisme terhindar dari chauvinism, (3) dan kita terhindar dari split identity.
NASAKOM (NASIONALISME, AGAMA DAN KOMUNISME)
Sejak masa awal perjuangannya, Soekarno telah memegang pandangan bahwa untuk
mewujudkan revolusi Bangsa Indonesia, yang dibutuhkan adalah Nasionalisme, Agama dan
Marxisme. Pandangan yang menjadi awal perjuangannya ini kemudian, ia promosikan lagi pada
tahun 1960 yang menyebabkan kekuasannya mulai goyah.
Mengapa pandangan itu, yang mencuatkan nama Soekarno, pada akhirnya menjatuhkan beliau?
Perang Dunia II terjadi pada tahun 1939. Namun bibitnya sebenarnya telah terjadi jauh sebelum
itu yakni sejak tahun 1935. Yang paling mencolok justru adalah kejadian-kejadian sebelum
Perang Dunia II yakni ketegangan demi ketegangan yang terjadi antara gagasan Nasionalisme
dengan Komunisme. Nasionalisme didukung sebagian besar oleh kalangan militer dan loyalis
kerajaan. Komunisme didukung oleh para buruh dan petani kecil. Nasionalis terinspirasi oleh
kejayaan kerajaan di masa lalu, sedangkan komunisme didorong oleh gagasan yang ingin
membentuk masyarakat tanpa kelas.
Namun Soekarno ingin menyatukan keduanya (Nasionalisme dan Komunisme), dan
akhirnya terbukti gagal pada tahun 1965. Pada era Soekarno, tampak ada empat kubu dalam
masyarakat Indonesia yakni kubu nasionalis, komunis, militer dan islam. Kubu nasionalis dan
komunis pada masa ini tampaknya bersekutu. Hal ini ditandai dengan dekatnya orang-orang
nasionalis dengan orang-orang komunis seperti kedekatan Soekarno dengan D.N. Aidit dan
kedekatan Partai Nasiona Indonesia (PNI) dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Kedekatan
nasionalis dan komunis ini ditandai dengan tindakan represif yang dilakukan terhadap gerakan
islam (baik oleh kalangan nasionalis maupun oleh komunis). Muncullah islam sebagai musuh
bagi sekutu ini. Setelah itu muncul isu Dewan Jendral versus Angkatan Kelima. Dewan Jendral
adalah gerakan yang dilakukan oleh para jendral TNI Angkatan Darat yang bertujuan untuk
menggulingkan kekuasaan Soekarno. Angkatan Kelima adalah angkatan bersenjata setelah
Angkatan Darat, Angakatan Laut, Angkatan Udara dan Kepolisian yang terdiri dari buruh dan
petani yang dipersenjatai, yang konon katanya dibentuk untuk melakukan pemberontakan.
Hilangnya beberapa jendral Angkatan Darat pada tanggal 1 Oktober 1965 menyulut kemarahan
TNI Angkatan Darat (AD) dan menuduh PKI adalah dalangnya. Muncullah berbagai tindakan
anarkis massa di berbagai daerah, kemudian TNI AD dengan dalih menertibkan kekuasaan
berdasarkan SUPER SEMAR, melakukan penangkapan terhadap seluruh aktifis PKI di seluruh
Indonesia. Sebagian besar dari mereka dibunuh atau di buang di Pulau Buru. Tindakan TNI AD
ini sangat didukung oleh pihak islam yang selama ini merasa terdesak oleh eksistensi komunis.
Setelah berhasil menumpas komunis, pihak militer (TNI AD) kemudian melakukanpenertiban
terhadap orang-orang nasionalis karena dianggap dekat dengan PKI, dimana salah satu korban
penertiban tersebut adalah Soekarno sendiri.
Gagasan Soekarno pada tahun 1930 tentang kombinasi Nasionalisme, Agama dan
Marxisme untuk membentuk Bangsa Indonesia yang merdeka memang masuk akal secara nalar.
Namun pada prakteknya kemudian di berbagai Negara lainnya, kaum nasionalis mengaggap
komunis merusak simbol-simbol kebanggaan dan martabat berbangsa seperti kerajaan atau
kekaisaran serta kekuatan militernya yang lebih kuat dan lebih tinggi daripada bangsa lainnya.
Kaum nasionalis sangat terobsesi dengan kejayaan masa lalu. Kejayaan yang diperhitungkan
adalah kejayaan menguasai daerah lainnya dengan kekuatan militer. Sedangkan komunis bercitacita membangun masyarakat yang sejahtera dengan merata tanpa memandang latar belakang dan
keturunan. Tidak ada bangsa atau masyarakat yang lebih tinggi dan lebih rendah daripada
lainnya. Kedua hal ini tentu saja bertentangan karena yang satu ingin lebih tinggi daripada yang
lainnya (nasionalis) sedangkan yang satunya lagi ingin agar semuanya sama rata (komunis).
Pada prakteknya komunis di berbagai Negara banyak menyerang institusi keagamaan
karena dianggap mendukung terbentuknya kelas dalam masyarakat dan menghambat
pemerataan. Hal itu pula yang diterapkan di Indonesia oleh PKI. Padahal kalau PKI jeli,
seharusnya yang lebih didekati adalah kaum agamawan islam di Indonesia, karena gagasan
dalam islam tidak ada pengkelasan, bahkan islam berpandangan bila perlu kesenjangan ekonomi
dipersempit. Namun sejak awal Indonesia atau Nusantara ini, terutama Jawa, memang
merupakan bangsa yang menganut paham Kekuasaanisme dimana setiap keputusan yang
diambil didasarkan pada siapa yang berkuasa saat itu, bukan pada ideologi atau gagasan awal.
Contohnya adalah pendekatan yang dilakukan PKI terhadap PNI tampaknya lebih didasarkan
pertimbangan bahwa PNI adalah partai yang berkuasa saat itu, bukan didasarkan pada kemiripan
gagasan.
Entah bagaimana jadinya bangsa ini seandainya pada saat itu Komunis yang berkoalisi
dengan Islam bertarung dengan Nasionalis yang dukung oleh Militer. Mungkin Negara Kesatuan
Republik Indonesia bisa terbagi dua seperti yang pernah dialami Polandia, Vietnam, Yaman,
Jerman atau Korea.
PKI (PARTAI KOMUNIS INDONESIA)
Cikal bakal Partai Komunis Indonesia (PKI) bermula dari kedatangan Sneevlietseorang
anggota SDAP (Partai Sosialis di Belanda) ke bumi Hindia Belanda sekira 1913-1914. Di mana
ia kemudian mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereniging (ISDV) dan menginfiltrasi
ke dalam tubuh Sarekat Islam (SI). Hingga akhirnya pecah menjadi SI putih dan SI merah untuk
melaksanakan disiplin partai yang melarang keanggotaan rangkap. Pada Mei 1920 kongres ISDV
di Semarang memutuskan mengganti nama partai menjadi Partai Komunis Hindia (PKH).
Semaun terpilih menjadi Ketuanya. Pada 1924 PKH diubah kembali namanya menjadi Partai
Komunis Indonesia (PKI).
Keradikalan partai ini memang tak bisa dibendung pemerintah Hindia Belanda. Pada
November 1926 PKI melakukan serangkaian revolusi melawan pemerintah di daerah Jawa Barat
dan Sumatera Barat. Sekaligus pula mengumumkan terbentuknya sebuah republik.
Pemberontakan berhasil ditumpas oleh penguasa kolonial. Ribuan kadernya dibunuh lainnya
dibuang ke Boven Digul. Pada 1927 pemerintah melarang partai ini sekalian ideologinya. Para
kadernya hanya bisa bergerak underground hingga memasuki masa kemerdekaan. PKI muncul
kembali pada 1945, setelah dikeluarkannya maklumat mengenai pendirian partai tanggal 3
November 1945. Muso menjadi ketuanya saat itu dan berhasil menggalang kekuatan massanya.
Tiga tahun kemudian, yaitu pada Februari 1948, terjadi kongkalikong. Indonesia belum
bisa berdaulat jika parlemen masih diisi oleh orang-orang kiri. Maka terjadilah upaya penekanan
terhadap orang-orang di partai ini. PKI pun melakukan perlawanan. Upaya ini dianggap sebagai
upaya pemberontakan. Beberapa orang PKI ditangkap dan Muso mati tertembus peluru aparat.
Sisanya bersembunyi di berbagai daerah. Selama beberapa saat gerak langkah PKI terasa
berhenti, namun setelah keluar pernyataan yang diumumkan oleh Mr. Soesanto Tirtoprodjo
(Menteri Kehakiman), para anggota PKI berani keluar dari tempat persembunyiannya.
Aliminseorang tokoh tua, diangkat menjadi ketua PKI pengganti Muso. Ia kemudian
yang mengumpulkan anggota-anggotanya yang tercerai berai. Menggalang persatuan dan
membentuk kader-kader yang berkualitas. Ia merupakan tokoh penting pasca Madiun 1948 itu.
Di tangannya citra buruk PKI berangsur-angsur dihilangkan. Namun langkahnya diganjal oleh
D.N. Aidit dari kelompok muda, yang menganggapnya bekerja terlalu lamban. PKI terkenal
revolusioner dan Aidit ingin mempertahankan hal tersebut. Pada 7 Januari 1951 Alimin digusur
oleh D.N. Aidit.
Ketika PKI berada di dalam genggamannya, jiwa partai kembali berubah. PKI berjalan
dengan demikian cepat. Pertengahan 1951 PKI memprakarsai sejumlah pemogokan buruh. PKI
diganjal kembali oleh pemerintah. Namun hal tersebut bersifat sementara, renggangnya
hubungan Masyumi dengan PNI, membuat PKI mendekati PNI untuk memperoleh dukungan
pemerintah. Sejak saat itu basis massa PKI berkembang dengan sangat cepat. Jumlah 3.0005.000 anggota (1950) membengkak menjadi 165.000 dalam waktu empat tahun (1954). Pada
1959 naik lagi menjadi 1,5 juta jiwa. Pada pemilu 1955, PKI berhasil memperoleh 16 persen
suara dan masuk dalam daftar empat besar partai besar pada waktu pemilu.
Selama rentang waktu 1955-1964 PKI mendapat banyak kemajuan. Pada 1965 jumlah
massa PKI meningkat menjadi 3 juta jiwa. Partai ini kemudian ditahbiskan menjadi partai
komunis terkuat di luar Uni Soviet dan Tiongkok. Pada 1962 PKI menggabungkan dirinya
sebagai bagian dari pemerintah. Beberapa orangnya sempat menjabat di pemerintahan. Namun
usaha ini terjegal, menjelang berakhirnya masa kekuasaan Soekarno, PKI kembali terlibat tragedi
berdarah yang dikenal dengan pemberontakan G/30/S/PKI.
Menjelang akhir masa demokrasi Terpimpin, PKI memperoleh kedudukan strategis dalam
percaturan politik di Indonesia. Kondisi ini diperoleh berkat kepiawaian Dipa Nusantara Aidit
dan tokoh-tokoh PKI lainnya untuk mendekati dan mempengaruhi Presiden Soekamo. Melalui
cara ini, PKI berhasil melumpuhkan lawan-lawan politiknya sehingga suatu saat PKI akan
dengan mudah dapat melaksanakan cita-cita menjadikan negara Indonesia yang berlandaskan
atas paham komunis.
Kendati demikian, PKI belum berhasil melumpuhkan Angkatan Darat yang pimpinannya
tetap dipegang para perwira Pancasilais. Bahkan pertentangan antara PKI dan Angkatan Darat
semakin meningkat memasuki tahun 1965. PKI melempar desas-desus tentang adanya Dewan
jenderal di tubuh AD berdasarkan dokumen Gilchrist. Tuduhan itu dibantah AD dan sebaliknya,
AD menuduh PKI akan melakukan perebutan kekuasaan.
PKI menganggap TNI terutama Angkatan Darat merupakan penghalang utama untuk
menjadikan Indonesia negara komunis. Oleh karena itu, PKI segera merencanakan tindakan
menghabisi para perwira TNI AD yang menghalangi cita-citanya. Setelah segala persiapan
dianggap selesai, pada tanggal 30 September 1965 PKI mulai melancarkan gerakan perebutan
kekuasaan. Aksi ini dinamai Gerakan 30 September atau G 30 S/PKI. Gerakan ini dipimpin
Letkol Untung Sutopo, selaku Komandan Batalyon I Resimen Cakrabirawa.
Pada 1 Oktober 1965 dinihari pasukan pemberontak menyebar ke segenap penjuru
Jakarta. Mereka berhasil membunuh dan menculik enam perwira tinggi Angkatan Darat. Enam
perwira Angkatan Darat korban keganasan PKI tersebut ialah
1. Letnan Jenderal Ahmad Yani,
Secara politis,integrasi berarti proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial
ke dalam kesatuan wilayah nasional yang membentuk suatu identitas nasional.
Secara antropologis,integrasi berarti proses penyesuaian di antara unsur-unsur
kebudayaan yang berbeda sehingga mencapai suatu keserasian fungsi dalam
kehidupan masyarakat.
perpaduan itu.Menurut seorang ahli sosiologi dari Perancis yang bernama Ernest Renant,proses
perpaduan itu timbul akibat adanya kesadaraan,hasrat dan kemauan untuk bersatu.Kemauan
untuk bersatu atau to be come together itu muncul akibat adanya berbagai kesamaan,antara lain
nasib yang sama dalam perjalanan sejarah.
Berangkat dari pengertian-pengertian di atas,dapat kita simpulkan bahwa integrasi nasional
bangsa indonesia adalah hasrat dan kesadaran untuk bersatu sebagai satu bangsa yakni bangsa
indonesia.Hasrat dan kesadaraan untuk bersatu sebagai satu kesatuan bangsa itu resminya
direalisasikan dalam satu kesepakatan atau konsensus nasional melalui sumpah pemuda pada
tanggal 28 Oktober 1928.
Kami putra dan putri Indonesia mengaku:
1.
2.
3.
Kemauan untuk bersatu itu disadari benar oleh para perintis kemerdekaan bangsa
Indonesia,karena mereka menyadari begitu heterogennya masyarakat dan budaya bngsa ini.Itulah
sebabnya bentuk negara sebagai salah satu perwujudan integrasi nasional adalah negara kesatuan
republik indonesia.Adapun perwujudan integrasi nasional masyarakat dan budaya bangsa
Indonesia yang heterogen itu diungkapkan dlam semboyan BhinnekaTunggal Ika.
Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan bangsa yang sangat besar baik dari kebudayaan
ataupun wilayahnya. Di satu sisi hal ini membawa dampak positif bagi bangsa karena kita bisa
memanfaatkan kekayaan alam Indonesia secara bijak atau mengelola budaya budaya yang
melimpah untuk kesejahteraan rakyat, namun selain menimbulkan sebuah keuntungan, hal ini
juga akhirnya menimbulkan masalah yang baru. Kita ketahui dengan wilayah dan budaya yang
melimpah itu akan menghasilkan karakter atau manusia manusia yang berbeda pula sehingga
dapat mengancam keutuhan bangsa Indonesia.
Contoh-contoh penghambat integrasi nasional :
-
memecah belah perlawanan rakyat yang hasilnya adalah kita kalah oleh
Belanda.
Kurangnya rasa persatuan dan kesatuan
Bhinneka tunggal ika hanya sebatas wacana namun tidak pernah diterapkan
atau di praktekkan
1.
Adanya rasa keinginan untuk bersatu agar menjadi negara yang lebih maju
dan tangguh di masa yang akan datang.
Rasa cinta tanah air terhadap bangsa Indonesia
Adanya rasa untuk tidak ingin terpecah belah, karena untuk mencari
kemerdekaan itu adalah hal yang sangat sulit.
Adanya sikap kedewasaan di sebagian pihak, sehingga saat terjadi
pertentangan pihak ini lebih baik mengalah agar tidak terjadi perpecahan
bangsa.
Adanya rasa senasib dan sepenanggungan
Adanya rasa dan keinginan untuk rela berkorban bagi bangsa dan negara demi
terciptanya kedamaian
Integrasi nasional murni, merupakan istilah baru yang dikemukakan oleh penulis untuk
menyebut persatuan Indonesia, baik itu dari segi vertikal maupun horisontal. Setiap masyarakat
pasti mengidamkan integrasi vertikal dan horisontal. Begitu juga, masyarakat Indonesia. Kenapa
istilah integrasi nasional murni muncul? Kadang kala, istilah integrasi nasional hanya
berorientasi kepada corak integrasi tertentu, entah corak vertikal maupun horisontal. Hal tersebut
tentu mempersempit istilah integrasi nasional yang sesungguhnya tidak bersifat parsial,
melainkan integral. Maka muncullah istilah integrasi nasional murni yang bersifat bulat dan utuh,
yaitu mengakomodasi dua segi atau corak integrasi (vertikal dan horisontal) yang sering
dipisahkan.
Secara horisontal, masyarakat Indonesia ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan kesatuan
sosial oleh deferensisasi suku, agama, adat, dan kedaerahan. Sedangkan, secara vertikal
masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan vertikal antara lapisan atas dan bawah
yang cukup tajam. Indonesia sebagai negara yang penuh dengan keberagaman memiliki potensi
konflik yang sangat besar, apakah itu konflik dari segi vertikal maupun dari segi horisontal.
Oleh karenanya, ikatan-ikatan kebangsaan antar masyarakat harus selalu diperkuat dengan
menjadikan ideologi bangsa sebagai landasan berpijak.
2.
Indonesia mempunyai semboyan Bhineka Tunggal Ika (walaupun berbeda-beda tetapi tetap
satu jua). Meski terkesan sederhana, semboyan tersebut memiliki makna yang sangat luas dan
mendalam. Implementasinya pas dengan konstelasi masyarakat Indonesia yang multikultural.
Selain itu nilai-nilai persatuan bangsa yang secara implisit terkandung di dalamnya dengan tidak
langsung juga memberikan pesan kepada seluruh masyarakat Indonesia, agar saling kooperatif
dan bergotong-royong guna mewujudkan tujuan-tujuan nasional. Intinya, semboyan tersebut
ingin mengajak masyarakat Indonesia untuk bersatu padu meskipun plural (majemuk).
Integrasi nasional berkelanjutan adalah kondisi terciptanya sistem-sistem integrasi masyarakat
Indonesia yang sinergis dan berlangsung secara continue di tengah perubahan zaman. Perlu
diperhatikan, konflik bukan menjadi objek yang dinafikkan dalam konsep integrasi nasional
berkelanjutan ini. Konflik merupakan realita yang tidak bisa dipisahkan dari suatu masyarakat.
Seperti yang pendapat Robert Lee, masyarakat tanpa konflik ialah masyarakat mati, dan disukai
atau tidak konflik merupakan fenomena kehidupan manusia (human existence), melalui itu
perilaku sosial dapat dipahami.
Namun demikian, dalam konsep integrasi nasional
berkelanjutan, konflik yang dimaksud yaitu konflik yang dapat dikendalikan sehingga justru
bertendensi membawa integrasi. Hal tersebut, sebagaimana yang diungkapkan Park, bahwa pada
kadar tertentu konflik akan cenderung menciptakan integrasi.
3.
AKTUALISASI
PANCASILA
INTEGRASI
NASIONAL
DALAM
KULTURAL-IDEOLOGI
Menurut teori fungsionalisme struktural, suatu sistem sosial senantiasa terintegrasi di atas
tumbuhnya konsensus mayoritas anggota masyarakat akan nilai-nilai yang bersifat fundamental.
Merujuk teori tersebut, faktor yang mengintegrasikan masyarakat Indonesia ialah konsensus
masyarakat terhadap nilai-nilai fundamental tertentu. Sedangkan menukil argumentasi Parsons,
kelangsungan hidup masyarakat juga membutuhkan sosialisasi dari nilai-nilai umum tersebut. Di
sinilah, urgenitas Pancasila sebagai nilai-nilai fundamental masyarakat Indonesia yang terbuka
dan pentingnya sosialisasi serta aktualisasi Pancasila di dalam masyarakat. Hal itu menghasilkan
kekuatan pemersatu yang luar biasa berupa konsensus untuk mengintegrasikan masyarakat
Indonesia yang majemuk.
Adapun fase-fase yang wajib dijalani, dalam proses menuju terciptanya integrasi nasional
tersebut terdiri dari fase akomodasi, kerjasama, koordinasi, dan asimilasi. Pada fase akomodasi,
konflik diredakan dengan adanya usaha penyesuaian anggota masyarakat guna mencapai
kestabilan. Beberapa bentuk akomodasi antara lain coercion, compromise, stalemate, dan
toleransi. Namun di konteks ini, akomodasi yang dilakukan oleh Pancasila sebagai ideologi
terbuka berbentuk toleransi. Karena sebagai ideologi terbuka, Pancasila mempunyai lingkup
jangkauan yang beragam dan tidak bertindak diskriminatif terhadap kelompok-kelompok
masyarakat tertentu.
Selanjutnya, pada fase kerja sama, ditandai dengan adanya interaksi sosial pokok yang menjadi
proses utama integrasi nasional murni dan berkelanjutan. Soekanto, dalam bukunya menjelaskan
ada lima bentuk kerjasama:
a.
b.
c.
d.
e.
Kelima bentuk tersebut, sebenarnya merupakan penjabaran nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi
dalam kehidupan nyata.
Kemudian, pada fase koordinasi, dilakukan penyempurnaan dari fase sebelumnya yang berwujud
koreksi ulang dan berkesinambungkan atas aktivitas kerjasama yang telah terjalin. Tujuannya,
agar kerjasama yang terjalin dapat semakin erat dan kuat. Di samping itu dalam fase ini juga
diharapkan kerjasama tidak berlangsung singkat, akan tetapi dapat berkelanjutan. Fungsi
aktualisasi Pancasila sebagai ideologi terbuka di sini yaitu berusaha mempererat ikatan-ikatan
kerjasama berkat peran Pancasila dalam menguatkan solidaritas nasional.
Terakhir fase asimilasi, perbedaan-perbedaan yang terdapat di antara masyarakat seperti baik dari
aspek vertikal maupun horisontal, dikurangi dan disatukan mental, serta tindakannya demi tujuan
bersama. Deferensiasi yang ada dalam masyarakat bukan berarti disamakan, misalnya melalui
kekerasan. Namun, disatukan lewat rasa toleransi, keadilan, saling menghargai, dan sikap
terbuka (transparan) dari kelompok yang berkuasa terhadap masyarakatnya. Hal tersebut sesuai
dengan yang dikatakan Muttaqin, suatu asimilasi akan mudah terjadi apabila didorong oleh
beberapa faktor sebagai berikut:
f.
g.
h.
i.
j.
Rasa toleransi, keadilan, serta sikap saling menghargai yang mendorong asimilasi merupakan
beberapa nilai khas ideologi Pancasila dengan keterbukaannya. Khusus bagi faktor sikap saling
terbuka antara golongan penguasa dengan masyarakat, dibuktikan oleh akuntabilitas penguasa
dalam konsep ideologi terbuka. Berbeda dengan ideologi tertutup yang sepenuhnya
mengharuskan masyarakat untuk senantiasa taat kepada elite penguasa disebabkan sistem
bersifat totaliter.
Sesudah melewati empat fase yang telah diuraikan sebelumnya dengan aktualisasi Pancasila
sebagai ideologi terbuka, maka integrasi nasional murni dan berkelanjutan yang selama ini
diidam-idamkan oleh bangsa Indonesia dapat diwujudkan
E. STUDI KASUS
ASAL MULA ISIS
Dalam bahasa Arab, ISIS atau Islamic State in Iraq and al-Syam merupakan terjemahan dari
organisasi Ad-Daulah al-Islamiyah fi al-Iraq wa asy-Syam. Tapi, Associated Press dan AS
menyebutnya sebagai Islamic State in Iraq and The Levant (ISIL).
Organisasi ini ada kaitannya dengan arus gerakan Salafiyah Jihadiyah yang menghimpun berbagai
unsur berbeda untuk bertempur di Irak dan Suriah. Di medan tempur, mereka terbagi-bagi di bawah
sejumlah front. Karena kondisi tersebut, dimunculkanlah nama organisasi yang menyebut istilah AdDaulah Al-Islamiyah (Islamic State). Nama ini sekaligus menjadi magnet yang menarik banyak
pasukan dari berbagai daerah di medan perang untuk menyatakan kesetiaannya di bawah organisasi
payung yang besar.
Tidak ada konsensus tentang bagaimana harus menyebut kelompok militan tersebut. Kelompok ini
dalam bentuk aslinya didukung oleh berbagai kelompok-kelompok pemberontak Sunni, termasuk
organisasi-organisasi pendahulunya seperti Dewan Syura Mujahidin, Al-Qaeda di Irak (AQI),
kelompok pemberontak Jaysh al-Fatiheen, Jund al-Sahaba, Katbiyan Ansar Al-Tawhid wal Sunnah
dan Jeish al-Taiifa al-Mansoura, serta sejumlah suku Irak yang mengaku Sunni. ISIS dikenal karena
memiliki interpretasi atau tafsir yang keras pada Islam Wahhabi dan kekerasan brutal seperti bom
bunuh diri, dan menjarah bank. Target serangan ISIS diarahkan terutama terhadap Muslim Syiah dan
Kristen.
Walaupun kelompok ISIS ini mengibarkan agama Islam, tetapi ajarannya bertentangan dengan Islam.
Dengan maraknya pemberitaan mengenai ISIS belakangan ini, tidak tertutup kemungkinan hanya
sebagai pengalihan isu dari pemberitaan pembantaian rakyat Palestina di jalur Gaza yang dibantai
Zionis. Hal ini dapat kita ikuti dari perkembangan gerakkan ISIS yang sangat cepat sekali, sementara
untuk membuat suatu organisasi menjadi besar tidak mudah, karena butuh waktu yang lama.
Sehingga kuat dugaan organisasi tersebut dibentuk oleh kelompok yang ingin merusak citra Islam.
Pihak tersebutlah yang menjadi backing agar ISIS berkembang semakin besar. Karena secara konteks
agama Islam kegiatan ISIS tersebut jelas-jelas beseberangan dengan ajaran Islam.
Wilayah kekuasaan ISIS
1. Daerah kekuasaan ISIS di Irak:
Wilayah Selatan
Wilayah Diyala
Wilayah Baghdad
Wilayah Kirkuk
Wilayah Salahuddin
Wilayah Anbar
Wilayah Ninewa
2. Daerah kekuasaan ISIS di Suriah:
Wilayah Al Barakah (Hasaka)
Wilayah Al Kheir (Deir al Zour)
Wilayah Al Raqqah
Wilayah Al Badiya
Wilayah Halab (Aleppo)
Wilayah Idlib
Wilayah Hama
Wilayah Damaskus
Wilayah Pesisir (Al Sahel)
menunjukkan bahwa Negara Islam Irak tergantung pada uang tunai anggota dari Mosul, yang
kepemimpinan digunakan untuk menyediakan dana tambahan untuk berjuang secara militan di
Diyala, Salahuddin dan Baghdad. [50]
Pada pertengahan 2014, intelijen Irak mengorek informasi dari operasi ISIS yang mengungkapkan
bahwa organisasi memiliki aset senilai US $ 2 miliar,[51] menjadikannya kelompok jihad terkaya di
dunia.[52] Sekitar tiga perempat dari jumlah ini dikatakan diwakili oleh aset yang disita setelah
kelompok mengambil Mosul pada bulan Juni 2014, termasuk mungkin US $ 429.000.000 dijarah dari
bank sentral Mosul, serta jutaan tambahan dan sejumlah besar emas batangan yang dicuri dari bank
lain di Mosul.[53][54]
ISIS secara rutin melakukan pemerasan, dengan menuntut uang dari sopir truk dan mengancam akan
meledakkan bisnis, misalnya. Merampok bank dan toko emas telah menjadi sumber pendapatan lain.
[55] Kelompok ini secara luas dilaporkan telah menerima dana dari pendonor swasta di negara-negara
Teluk,[56] baik Iran dan Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki menuduh Arab Saudi dan Qatar telah
mendanai ISIS,[57][58][59][60] meskipun tidak dilaporkan ada bukti bahwa hal ini terjadi.[60][61]
[62][63]
Kelompok ini juga diyakini menerima dana yang cukup besar dari operasinya di Timur Suriah, di
mana ia telah mengkomandoi ladang minyak dan terlibat dalam menyelundupkan bahan baku dan
artefak arkeologi.[64][65] ISIS juga menghasilkan pendapatan dari produksi minyak mentah dan
menjual tenaga listrik di Suriah utara. Beberapa listrik ini kabarnya dijual kembali kepada pemerintah
Suriah.[66]
ISIS MASUK DI INDONESIA
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme menyatakan sejak awal sudah mendeteksi masuknya
paham Negara Islam Irak dan Suriah atau Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) ke Indonesia. Deputi
Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT Mayor Jenderal Agus Surya Bhakti mengatakan
paham ISIS sudah masuk ke Indonesia sebelum gerakan tersebut dideklarasikan di Timur Tengah.
"Kami sudah memantau bagaimana paham itu masuk Indonesia," kata Agus Surya Bhakti saat
dihubungi Tempo, Ahad, 3 Agustus 2014
Menurut Agus, paham tersebut masuk ke Indonesia lebih banyak melalui jaringan Internet.
Masyarakat Indonesia, dia melanjutkan, dengan mudah mengakses informasi seperti berita, artikel,
hingga video tentang paham ISIS melalui dunia maya. Bahkan ada yang berkomunikasi dengan
anggota ISIS di Timur Tengah
Pengamat terorisme Al Chaidar menyatakan ada anggota ISIS yang sudah kembali ke Indonesia dan
mempengaruhi banyak orang untuk bergabung. Al Chaidar mengaku mengetahui informasi bahwa
anggota ISIS telah berhasil membaiat sekitar 2 juta orang di Indonesia. Menurut dia, kabar itu
diperolehnya dari bekas anggota ISIS yang pulang ke Tanah Air.
Pada 2013 diduga ada 56 orang Indonesia dari berbagai macam organisasi Islam dan kelompok
pedagang berangkat ke Irak untuk bergabung dengan ISIS. Mereka bergabung saat pergi ke Arab
Saudi untuk ibadah haji atau umrah. Dari jumlah tersebut, sekitar 16 orang telah kembali ke Tanah Air
dan melanjutkan proses perekrutan di daerah masing-masing.