Anda di halaman 1dari 33

Pendahuluan

Pelayanan rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan
kesehatan pada umumnya, yang memerlukan penanganan dan perhatian yang seksama.
Sebagai tempat berkumpulnya orang sakit maupun sehat, rumah sakit juga merupakan
tempat yang memungkinkan untuk terjadinya pencemaran lingkungan, gangguan
kesehatan dan atau dapat menjadi tempat penularan penyakit, yang disebut dengan infeksi
nosokomial. Ruangan yang potensial untuk terjadi penularan antara lain kamar operasi,
ruang perawatan, ruang UGD, ruang umum. Upaya pengelolaan sanitasi rumah sakit
merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, mengingat rumah sakit adalah sebagai
sarana pelayanan kesehatan untuk masyarakat umum. Salah satu upaya sanitasi
lingkungan rumah sakit dalam mengontrol pertumbuhan mikroorganisme adalah kegiatan
disinfeksi dan sterilisasi. r
Dalam sterilisasi, suatu benda dibebaskan dari suatu mikroorganisme secara kimiawi atau
secara fisika ; sedangkan dalam disinfeksi, infektifitas potensial dari benda/material yang
dirusak/dibinasakan dengan menggunakan germicidal agents.s
Perbedaan antara disinfektan dengan antiseptik : dalam disinfektan, efektif terhadap
semua jenis mikroba (membunuh semua atau hampir semua mikroorganisme patogenik,
tetapi karena toksin terhadap jarungan hidup maka hanya dipergunakan untuk bendabenda mati ; sedangkan antiseptik hanya membunuh organisme patogen. s

Pembahasan
Sterilisasi digambarkan sebagai suatu proses merusak atau mengeliminasi seluruh bentuk
mikroba hidup dan membawanya ke fasilitas kesehatan dengan metode fisika atau kimia. i
Sterilisasi merupakan suatu tindakan untuk membunuh kuman pathogen dan apatogen
beserta sporanya pada peralatan perawatan dan kedokteran dengan cara merebus, steam,
panas tinggi, atau menggunakan bahan kimia. e
Jenis peralatan yang dapat disterilkan : e
(1) Peralatan yang terbuat dari logam, misalnya pinset, gunting, speculum dan lainlain.
(2) Peralatan yang terbuat dari kaca, misalnya semprit (spuit), tabung kimia dan lainlain.
(3) Peralatan yang terbuat dari karet, misalnya, kateter, sarung tangan, pipa penduga
lambung, drain dan lain-lain.
(4) Peralatan yang terbuat dari ebonit, misalnya kanule rectum, kanule trachea dan
lain-lain.
(5) Peralatan yang terbuat dari email, misalnya bengkok (nierbekken), baskom dan
lain-lain.
(6) Peralatan yang terbuat dari porselin, misalnya mangkok, cangkir, piring dan lainlain.
(7) Peralatan yang terbuat dari plastik, misalnya slang infus dan lain-lain.
(8) Peralatan yang terbuat dari tenunan, misalnya kain kasa, tampon, doek operasi,
baju, sprei, sarung bantal dan lain-lain.
Pelaksanaan : e

(1)

Sterilisasi dengan cara rebus. Mensterikan peralatan dengan cara merebus


didalam air sampai mendidih (100C) dan ditunggu antara 15 sampai 20 menit.
Misalnya peralatan dari logam, kaca dan karet.

(2)

Sterilisasi dengan cara steam. Mensterikan peralatan dengan uap panas didalam
autoclave dengan waktu, suhu dan tekanan tertentu. Misalnya alat tenun, obatobatan dan lain-lain.

(3)

Sterilisasi

dengan

cara

panas

kering

Mensterikan peralatan dengan oven dengan uap panas tinggi. Misalnya


peralatan logam yang tajam, peralatan dari kaca dan obat tertentu.
(4)

Sterilisasi

dengan

cara

menggunakan

bahan

kimia

Mensterikan peralatan dengan menggunakan bahan kimia seperti alkohol,


sublimat, uap formalin, khususnya untuk peralatan yang cepat rusak bila kene
panas. Misalnya sarung tangan, kateter, dan lain-lain.

Sterilisasi adalah satu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme dari alat
kesehatan termasuk endospora bakteri, sterilisasi ini merupakan cara yang paling aman
dan yang paling efektif untuk pengelolaan alat kesehatan yang berhubungan langsung
dengan darah atau jaringan dibawah kulit yang secara normal bersifat steril. Sterilisasi
alat-alat kedokteran diperoleh dengan lima cara utama: panas, gas, filtrasi, radiasi, dan
bahan pensteril kimia. Setiap negara mempunyai pendekatannya dan peraturannya sendiri
yang mengatur prosedur sterilisasi yang aman dan efektif.
Cara sterilisasi : d
1. Secara fisik :
a. Pemanasan
Pada pemanasan dengan oven dibutuhkan panas setinggi 150-170 C dengan
waktu yang lebih lama dari autoklaf. Sebagai gambaran untuk mematikan
spora dibutuhkan waktu dua jam dengan suhu 180 C. d

1. Pemanasan Keringe
a. Udara Panas Oven
Bahan yang karena karakteristik fisikanya tidak dapat disterilisasi dengan uap
destilasi dalam udara panas-oven. Yang termasuk dalam bahan ini adalah minyak
lemak, paraffin, petrolatum cair, gliserin, propilen glikol. Serbuk steril seperti talk,
kaolin dan ZnO, dan beberapa obat yang lain. Sebagai tambahan sterilisasi panas
kering adalah metode yang paling efektif untuk alat-alat gelas dan banyak alat-alat
bedah.
Ini harus ditekankan bahwa minyak lemak, petrolatum, serbuk kering dan bahan
yang sama tidak dapat disterilisasi dalam autoklaf. Salah satu elemen penting dalam
sterilisasi dengan menggunakan uap autoklaf. Atau dengan adanya lembab dan
penembusannya ke dalam bahan yang telah disterilkan.
Sebagai contoh, organisme pembentuk spora dalam medium anhidrat tidak dibunuh
oleh suhu sampai 121C (suhu yang biasanya digunakan dalam autoklaf bahkan
setelah pemanasan sampai 45 menit). Untik alasan ini, autoklaf merupakan metode
yang tidak cocok untuk mensterilkan minyak, produk yang dibuat dengan basis
minyak, atau bahan-bahan lain yang mempunyai sedikit lembab atau tidak sama
sekali.
Selama pemanasan kering, mikroorganisme dibunuh oleh proses oksidasi. Ini
berlawanan dengan penyebab kematian oleh koagulasi protein pada sel bakteri yang
terjadi dengan sterilisasi uap panas. Pada umumnya suhu yang lebih tinggi dan
waktu pemaparan yang dibutuhkan saat proses dilakukan dengan uap di bawah
tekanan. Saat sterilisasi di bawah uap panas dipaparkan pada suhu 121C selama 12
menit adalah efektif. Sterilisasi panas kering membutuhkan pemaparan pada suhu
150C sampai 170C selama 1-4 jam.
Suhu yang biasa digunakan pada sterilisasi panas kering 160C paling cepat 1 jam,
tapi lebih baik 2 jam. Suhu ini digunakan secara khusus untuk sterilisasi minyak

lemak atau cairan anhidrat lainnya. Bagaimanapun juga range 150-170C


digunakan untuk streilisasi panas kering dan lain-lain, sebagai contoh : bahan-bahan
gelas, dapat disterilkan pada suhu 170C. Dimana beberapa serbuk seperti
sulfonilamid harus disterilkan pada suhu rendah dan waktu yang lebih lama.
Secara umum, panas kering digunakan untuk sterilisasi bahan bahan melalui
proses pengabuan dari mikroorganisme. Proses ini merupakan kelanjutan atau
sekumpulan proses yang dilakukan dalam sebuah oven dengan temperatur
sekelilingnya 170C untuk sterilisasi atau 250C untuk depirogenisasi. Panas kering
digunakan untuk sterilisasi/depirogenisasi alat-alat gelas yang akan digunakan
untuk proses produksi secara aseptik.
Suhu yang digunakan ini, terlalu tinggi untuk wadah-wadah plastik. Sama seperti
sterilisasi uap air, prosesnya dapat diprediksi dan hasilnya dapat dikontrol.
Sterilisasi panas kering biasa digunakan untuk depirogenisasi alat-alat gelas dan
bahan-bahan lain yang memiliki kemampuan bertahan pada suhu yang digunakan.
Secara umum, validasi untuk alur depirogenisasi untuk proses panas kering selalu
termasuk proses sterilisasinya.
Panas kering pada temperatur lebih 160C efektif menghancurkan mikroorganisme
hidup dengan sebuah proses kehilangan kelembaban secara inversible. Proses ini
berjalan relatif lambat, mengisyaratkan sedikitnya 1 jam pada suhu 160C tetapi
lebih cepat pada temperatur yang tinggi. Panas kering ini sering merugikan
beberapa produk.
Penerapan panas dengan keberadaan lembab lebih fektif untuk pembunuhan
mikroorganisme diisyaratkan 15 menit pada suhu 121C.
Beberapa bahan yang tidak dapat disterilkan dengan uap, paling baik disterilkan
dengan panas kering,. Misalnya petrolatum jelly, minyak mineral, lilin, wax, serbuk
talk. Karena panas kering kurang efisien dibanding panas lembab, pemaparan lama
dan temperatur tinggi dibutuhkan. Range luas waktu inaktivasi dalam temperatur

bervariasi telah diterapkan berdasarkan tipe indikator steril yang digunakan, kondisi
kelembaban dan faktor lain.
Jumlah air dalam sel mikroba diketahui mempengaruhi resistensinya terhadap
destruksi panas kering. Umumnya, ini diterima bahwa sel mikroba dalam daerah
yang betul-betul kering menunjukkan resistensi terhadap inaktivasi panas kering.
Ini jelas bahwa perhatian harus diberi untuk mendisain siklus sterilisasi panas
kering untuk produk-produk rumah sakit dan validasi sistematis sterilisasi dengan
metode sterilisasi standar.
Oven digunakan untuk sterilisasi panas kering biasanya secara panas dikontrol dan
mungkin gas atau elektrik gas.
Beberapa

waktu

dan

suhu

yang

umum

digunakan

pada

oven

170C

(340

F)

sampai

jam

160C

(320

F)

sampai

jam

150C

(300

2,5

jam

140C

(285

jam

F)
F)

sampai
sampai

Autoclav uap adalah standar emas dalam sterilisasi, dan memberikan sterilisasi
yang aman, sederhana dan handal. Tetapi, walaupun nilainya yang sudah terbukti
itu, autoclav memiliki beberapa kelemahan. Antara lain tidak sesuai untuk sterilisasi
alat-alat yang tidak tahan panas dan air/kelembaban, perlunya memvalidasi putaran
autoclav untuk sesuatu isi/muatan tertentu, dan penggunaan bioindicator untuk
memantau kinerja dalam setiap isi/muatan. h
Sterilisasi dengan udara panas kering mencakup sejumlah cara yang sifatnya tidak
ada air dari lingkungan pemanas itu. Keperluan mensterilkan dengan panas yang
kering di rumah-rumah sakit menurun tajam dengan mulai digunakannya jarum
suntik yang sekali buang, tapi masih tetap berguna untuk mensterilkan gelas dan
logam. Panas yang kering cenderung kurang efektif daripada panas yang basah dan
memerlukan waktu yang lebih lama dan suhu yang lebih tinggi. Karet, plastik dan

bahan-bahan yang menguap atau menyala pada suhu pensterilan (kira-kira 160
sampai 180C) tidak sesuai untuk jenis sterilisasi ini. h
b. Minyak dan penangas lain
Bahan kimia yang stabil dalam ampul bersegel dapat disterilisasi dengan
mencelupkannya, dalam penangas yang berisi minyak mineral pada suhu 162C.
larutan jenuh panas dari natrium atau ammonia klorida dapat juga digunakan
sebagai pensterilisasi. Ini merupakan metode yang mensterilisasi alat-alat bedah.
Minyak dikatakan bereaksi sebagai lubrikan, untuk menjaga alat tetap tajam, dan
untuk memelihara cat penutup.
c. Pemijaran langsung
Pemijaran langsung digunakan untuk mensterilkan spatula logam, batang gelas,
filter logam bekerfield dan filter bakteri lainnya. Mulut botol, vial, dan labu ukur,
gunting, jarum logam dan kawat, dan alat-alat lain yang tidak hancur dengan
pemijaran langsung. Papan salep, lumping dan alu dapat disterilisasi dengan metode
ini.
Dalam semua kasus bagian yang paling kuat 20 detik. Dalam keadaan darurat
ampul dapat disterilisasi dengan memposisikan bagian leher ampul kearah bawah
lubang kawat keranjang dan dipijarkan langsung dengan api dengan hati-hati.
Setelah

pendinginan,

ampul

harus

segera

diisi

dan

disegel.

2. Panas lembabe
a) Uap bertekanan
Stelisisasi termal menggunakan tekanan uap jenuh dalam sebuah autoklaf. Ini
merupakan metode sterilisasi yang biasa digunakan dalam industri farmasi, karena
dapat diprediksi dan menghasilkan efek dekstruksi bakteri, dan parameterparameter sterilisasi seperti waktu dan suhu dapat dengan mudah dikontrol dan
monitoring

dilakukan

sekali

dalam

satu

siklus

yang

divalidasi.

Secara umum, sterilisasi panas lembab dilakukan pada suhu 121C dibawah tekanan
15 psig. Pada suhu ini konsep letal dilakukan dengan F0 yang juga dilakukan bila
suhu sterilisasi berbeda dari 121C. F0 dari proses ini tidak jauh pada 121C dengan
waktu yang dibutuhkan, dalam menit, untuk menghasilkan kematian yang setara
dengan hasil pada 121C pada waktu tertentu.
Penggunanaan uap bertekanan atau metode sterilisasi yang paling umum
memuaskan dan efektif yang ada. Ini adalah metode yang diinginkan untuk
sterilisasi larutan yang ditujukan untuk infeksi pada tubuh, pembawa pada sediaan
mata, bahan-bahan gelas. Untuk penggunaan darurat, pakaian dan alat kesehatan
dan benda-benda karet. Kerugian yang paling prinsip dan penggunaan uap ini
adalah ketidaksesuaiannya untuk penggunaan pada bahan sensitif terhadap panas
dan kelembaban.
Metode ini tidak dapat digunakan untuk sterilisasi misalnya, produk yang dibuat
dari basis minyak dan serbuk. Uap jenih pada 120C mampu membunuh secara
cepat semua bentuk vegetatif mikroorganisme hidup dalam waktu menit. Uap
jenuh ini dapat menghancurkan spora vegetatif yang tahan terhadap pemanasan
tinggi. Keefektifan sterilisasi uap bertekanan tergantung pada 4 sifat dari uap jenuh
kering yaitu :
Suhu
Panas tersembunyi yang berlimpah
Kemapuan untuk membentuk kondensasi air
Kontraksi volume yang timbul selama kondensasi

Waktu yang dibutuhkan untuk mensterilkan larutan saat suhu 121C selama 12
menit, ditambah waktu tambahan untuk larutan dalam wadah untuk mencapai
121C setelah termometer pensteril menunjukkan suhu ini. Secara umum larutan
dalam botol 100-200 ml akan membutuhkan kurang 5 menit botol 500 ml antara
10-15

menit.

Panas lembab merupakan bentuk uap jenuh di bawah tekanan yang merupakan
cara sterilisasi yang paling banyak digunakan. Penyebab kematian dengan cara
sterilisasi panas terhadap lembab berbeda dengan cara panas kering, kematian
mikroorganisme oleh panas lembab adalah hasil koagulasi protein sel, berbeda
dengan cara panas kering, kematian mikroorganisme yang paling penting adalah
proses

oksidasi.

USP menentukan sterilisasi uap sebagai penerapan uap jenuh di bawah tekanan
paling kurang 15 menit dengan temperatur minimal 121C dalam jaringan
tekanan. Bentuk yang paling sederhana dari autoklaf adalah home pressure
cooker.
Peralatan Sterilisasi Uap f

Secara luas, metode sterilisasi panas adalah autoclave, terkadang disebut converter.
Autoclave umumnya digunakan dengan panas uap sampai 121-134 C (250273 F).
Untuk mencapai sterilitas, dibutuhkan waktu paling sedikit 15 menit pada suhu 121 C
(250 F) atau selama 3 menit pada suhu 134 C (273 F). f
Design dan Control pada Autoclave g
Untuk keefektifitasan autoclave melawan spora bakteri dan virus maka dibutuhkan halhal berikut :

Uap harus memiliki kontak langsng dengan material yang akan disterilkan

Membuat vakum agar dapat mengganti seluruh udara yang awalnya terdapat pada
autoclave dan menggantikannya dengan uap

Mengimplementasikan control design dengan baik selama penguapan dan


pendinginan agar tidak terjadi kerusakan

Efisiensi dari proses sterilisasi tergantung pada dua faktor. Salah satunya adalah thermal
death time, misalnya waktu mikroba terpapar partikel temperatur sebelum semuanya
mati. Faktor yang kedua adalah thermal death point atau suhu dimana seluruh mikroba
mati.
Penguapan dan tekanan ditransfer ke dalam organisme untuk membunuhnya. Sejumlah
tekanan negative digunakan untuk menyedot seluruh kantong udara, saat penetrasi uap
maksimal dengan aplikasi tekanan positif
Tipe cycle yang digunakan pada autoclave:
1. Cycle untuk tenunan
2. Cycle untuk plastik dan gelas kaca laboratorium
3. Cycle utama biasanya untuk barang bekas pakai

b). Uap panas pada 100C


Uap panas pada suhu 100C dapat digunakan dalam bentuk uap mengalir atau air

mendidih. Metode ini mempunyai keterbatasan penggunaan uap mengalir dilakukan


dengan proses sterilisasi bertingkat untuk mensterilkan media kultur. Metode ini jarang
memuaskan untuk larutan yang mengandung bahan-bahan karena spora sering gagal
tumbuh dibawah kondisi ini, bentuk vegetatif dari kebanyakan bakteri yang tidak
membentuk spora. Temperatur suhu titik mati bervariasi, tetapi tidak ada bentuk non
spora yang bertahan. Dalam prakteknya, 2 metode uap mengalir digunakan, suatu
perpanjangan pemaparan uap selama 20-60 menit akan membunuh semua bentuk
vegetatif bakteri tapi tidak akan menghancurkan spora. Untuk meyakinkan
penghancuran spora, sterilisasi berjeda yang juga disebut sterilisasi tidak berlanjut.
Penjedahan dan bertahap adalah tindalisasi digunakan. Dengan metode ini bahkan
dipaparkan pada uap mengalir pada periode waktu bervariasi dari 20-60 menit setiap
hari selama 3 menit.
Antara pemaparan bahan terhadap uap yang disimpan pada suhu kamar atau pada
inkubator pada 37C. Prinsip dari metode ini adalah pada saat waktu pertama kali
pemaparan pada uap membunuh bakteri vegetatif tapi tidak sporanya. Tapi pada saat
bahan disimpan pada inkubator atau pada suhu ruangan selam 24 jam, banyak spora
akan tumbuh ke dalam bentuk vegetatif bentuk spora yang telah tumbuh ini akan
dimatikan pada pemanasan hari ke dua. Kesuksesan dari proses ini tergantung pada
spora

yang

berkembang

ke

bentuk

vegetatif

selama

masa

istirahat.

c). Pemanasan dengan bakterisida


Ini menghadirkan aplikasi khusus dari pada uap pans pada 100C. Adanya bakterisida
sangat meningkatkan efektifitas metode ini. Metode ini digunakan untuk larutan berair
atau suspensi obat yang tidak stabil pada temperatur yang biasa diterapkan pada
autoklaf.
Larutan yang ditumbuhkan bakterisida ini dpanaskan dalam wadah bersegel pada suhu
100C selama 20 menit dalam pensterilisasi uap atau penangas air. Bakterisida yang
dapat digunakan termasuk 0,5%, fenol, 0,5% klorbutanol, 0,2% kresol atau 0.002%

fenil merkuri nitrat saat larutan dosis tunggal lebih dari 15 ml larutan obat untuk injeksi
intratekal atau gastro intestinal sehingga tidak dibuat dengan metode ini.
d). Air mendidih
Penangas air mendidih mempunyai kegunaan yang sangat banyak dalam sterilisasi
jarum spoit, penutup karet, penutup dan alat-alat bedah. Bahan-bahan ini harus benarbenar tertutupi oleh air mendidih dan harus mendidih paling kurang 20 menit. Setelah
sterilisasi bahan-bahan dipindahkan dan air dengan pinset yang telah disterilisasi
menggunakan pemijaran. Untuk menigkatkan efisiensi pensterilan dari air, 5 % fenol,
1-2% Na-carbonat atau 2-3% larutan kresol tersaponifikasi yang menghambat kondisi
bahan-bahan logam
3.Cara Bukan Panas e
a. Sinar ultraviolet
Sinar ultraviolet umumnya digunakan untuk membantu mengurangi kontaminasi di
udara dan pemusnahan selama proses di lingkungan. Sinar yang bersifat membunuh
mikroorganisme (germisida) diproduksi oleh lampu kabut merkuri yang dipancarkan
secara eksklusif pada 253,7 nm .
Sinar UV menembus udara bersih dan air murni dengan baik, tetapi suatu
penambahan garam atau bahan tersuspensi dalam air atau udara menyebabakan
penurunan derajat penetrasi dengan cepat. Untuk kebanyakan pemakaian lama
penetrasi dihindarkan dan setiap tindakan membunuh mikroorganisme dibatasi pada
permukaan yang dipaparkan.
b. Aksi letal
Ketika sinar UV melewati bahan, energi bebas ke elektron orbital dalam atom-atom
dan mengubah kereaktivannya. Absorpsi energi ini menyebabkan meningginya
keadaan tertinggi atom-atom dan mengubah kereaktivannya. Ketika eksitasi dan
perubahan aktivitas atom-atom utama terjadi dalam molekul-molekul mikroorganisme

atau metabolit utamnya, organisme itu mati atau tidak dapat berproduksi. Pengaruh
utamanya mungkin pada asam nukleat sel, yang diperhatikan untuk menunjukkan
lapisan

absorpsi

kuat

dalam

rentang

gelombang

UV

yang

panjang.

c. Radiasi pengion
Radiasi pengion adalah energi tinggi yang terpancar dari radiasi isotop radioaktif
seperti kobalt-60 (sinar gamma) atau yang dihasilkan oleh percepatan mekanis
elektron sampai ke kecepatan den energi tinggi (sinar katode, sinar beta). Sinar
gamma mempunyai keuntungan mutlak karena tidak menyebabkan kerusakan
mekanik, namun demikian, kekurangan sinar ini adalah di hentikan dari, mekanik
elektron akselerasi (yang dipercepat) keuntungan elektron yang dipercepat adalah
kemampuannya

memberikan

output

laju

doisis

yang

lebih

seragam.

Aksi letal radiasi pengionan menghacurkan mikroorganisme dengan menghentikan


rep-roduksi sebagai hasil mutasi letal. Mutasi ini disebabkan karena transformasi
radiasi menjadi molekul penerima pada sinar x, menurut teori langsung. Mutasi ini
dapat disebabkan oleh tindakan tidak langsung, dimana molekul-molekul air diubah
menjadi kesatuan yang berenergi tinggi seperti hidrogen dan ion hidroksil. Semua ini
pada akhirnya, menyebabkan perubahan energi pada asam nukleat dan molekul lain
sehingga hilangnya keberadaannya bagi metabolisme molekul sel bakteri.
Dekstruksi bakteri untuk menghasilkan kondisi steril dapat dilakukan dengan
menggunakan radiasi pengion, dengan efek pada asam nukleat dari mikroorganisme
yang nonreversibel. Pembentukan radikal bebas dan peroksida yang merupakan
senyawa reaktif juga memberikan kontribusi pada letalitas dari proses sterilisasi ini.
Dua tipe radiasi pengion yang dapat digunakan yaitu radiasi sinar gamma dan radiasi
electron.
Sterilisasi dengan radiasi digunakan untuk alat-alat medis yang sensitive terhadap
panas dan jika residu etilen oksida tidak diharapkan. Pengukuran presisi dari dosis

radiasi, yang tidak berhubungan dengan suhu, adalah merupakan faktor kontrol dalam
sterilisasi radiasi selama dengan waktu iradiasi. Monitoring dan kotrol proses sangat
sederhana, tetapi kehati-hatian akan keamanan harus dilakukan oleh operator
sterilisasi.
Radiasi pengion juga digunakan untuk sterilisasi bahan-bahan obat dan bahan-bahan
formulasi. Kompabilitas dari bahan yang disterilkan dengan radiasi adalah factor
yang harus diperhatikan sejak bahan-bahan dan alat-alat dipengaruhi oleh radiasi,
mungkin tidak dengan segera dilakukan penanganan tetapi setelah stabilitas produk
dapat dipengaruhi. Untuk bahan-bahan medis dan plastik, perubahan dari sterilisasi
etilen oksida ke sterilisasi radiasi membutuhkan penentuan efek radiasi jangka pendek
dan jangka panjang, dan kadang membutuhkan modifikasi produksi bahan plastik dan
karet

untuk

membuatnya

sesuai

dengan

sterilisasi

radiasi.

Penerapan untuk sterilisasi ini


Elektron dipercepat atau sinar gamma dapat digunakan untuk mensterilkan produkproduk pilahan dengan suatu proses berkesinambungan. Kebanyakan prosedur
sterilisasi produk lain harus diselenggarakan dalam batch setrilisasi dengan proses
berkesinambungan memerlukan pengendalian yang tepat, sehingga tidak ada bagian
yang lepas dari keefektifan sterilisasi.
Radiasi ionisasi digunakan untuk sterilisasi industri untuk alat-alat rumah sakit,
vitamin, antibiotik, steroid hormon dan transplantasi tulang dan jaringan dan alat
pengobatan seperti alat untuk suntik plastik, jarum, alat beda, tube palstik, katter,
benang bedah dan cawan Petri. Radiasi ionisasi dapat menghasilkan perubahan dalam
molekul organik yang dapat mempengaruhi kemujaraban sediaan atau dapat
menginduksi toksisitas. Radiasi produk juga dapat menghasilakn perubahan warna
dan kerapuhan beberapa wadah gelas dan bahan plastik.
Sterilisasi radiasi dapat dilakukan baik dengan radiasi elektromagnetik dan radiasi
partikel. Radiasi elektromagnetik dan energi foton, termasuk ultra dari bahan

radioaktif seperti kobalt 60 atau sesium 137 adalah yang paling sering digunakan
sebagai sumber energi sterilisasi adhesi elektromagnetik. Radiasi partikel atau
molekul termasuk daftar partikel yang steril.
Satu-satunya sekarang yang digunakan untuk sterilisasi radiasi pada obat-obat rumah
sakit dan laboratorium. Bagaimanapun banyak prosedur sterilisasi industri
manggunakan radiasi, termasuk penjelasan singkatnya. Beberapa informasi mengenai
efek sterilisasi ultraviolet juga dihadirkan.
Prinsip bermuatan negatif sepeti elektron yang berinteraksi langsung dengan bahan
menyebabkan ionisasi seperti elektron elektromagnetik menyebabkan ionisasi pada
mekanisme yang bervariasi yang menghasilkan perpindahan suatu orbital elektron
dengan mekanisme jumlah tertentu dari energi yang ditransfer dalam insiden sinar
gamma. Perpindahan elektron ini kemudian bentindak sebagai partikel beta dalam
reduksi. Oleh sebab itu baik partikel maupun elektromagnetik, dipertimbangkan
sebagai

radiasi

ionisasi

yang

berbeda

dengan

radiasi

sinar

ultraviolet.

Kerugian penggunaan germisida radiasi sinar UV adalah penetrasinya terbatas, pada


panjang gelombang 253,7 nm, diserap oleh banyak bahan dan membuat
penggumpalan organisme dan hal tersebut dilindungi oleh debu dan puing-puing.
Untuk menghindari aksi letal panggunaan radiasi sinar UV sebagai cara sterilisasi
tidak direkomendasikan lemak jika bahan-bahan yang diradiasi sangat bersih dan
bebas yang dapat melindungi mikroorganisme.
Radiasi dengan sinar Gamma dianggap cara yang paling efektif dalam membunuh
bakteri, dan radiasi ini sekarang digunakan untuk mensterilkan 60% dari semua
produk sekali-pakai di seluruh dunia. Cara ini memang merupakan cara yang lebih
disukai dalam mensterilkan sarung tangan yang dipakai dalam operasi. h
Radiasi dengan menggunakan sinar gamma tidak sesuai untuk sterilisasi skala kecil
seperti rumah sakit apalagi puskesmas karena sangat mahal. Cara ini hanya digunakan

untuk industry besar dalam jumlah besar, seperti jarum suntik dan semprit sekali
pakai, alat infuse. d

2. Sterilisasi Secara Mekanik e


Merupakan cara yang dipakai untuk larutan yang tidak tahan panas seperti serum,
plasma atau vaksin. Sterilisasi ini menggunakan saringan atau filter yang terbuat dari
selulosa berpori. Ukuran penyaring untuk sterilisasi adalah 0,22 nm Yang berarti lebih
kecil dari bakteri d
Filter Bakteri e
Cara kerja dari sterilisasi ini berbeda dari metode lainnya karena sterilisasi ini
menghilangkan mikroorganisme melalui penyaringan dan tidak menghancurkan
mikroorganisme tersebut. Penghilangan mikroorganisme secara fisik melalui penyaring
dengan matriks pori ukuran kecil yang tidak membiarkan mikroorganisme untuk dapat
melaluinya.
Cara sterilisasi ini untuk produk berupa cairan yang dapat disaring atau bahan yang tidak
tahan terhadap panas dan tidak dapat disterilkan dengan cara sterilisasi lain. Teknologi
tinggi membran filtrasi meningkatkan penggunaan sterilisasi filtrasi, khusunya jika
digunakan berpasangan dengan sistem proses aseptik.
Keefektifan sterilisasi filtrasi dapat merupakan fungsi magnitude dari beban
mikroorganisme, selama tersumbat pada penyaring dapt terjadi pada konsentrasi yang
tinggi dari mikroorganisme. Tekanan, laju aliran, dan karakteristik dari peenyaring adalah
parameter yang harus dikontrol untuk mencapai sterilisasi pada produk yang dapat
diprediksi dan reproduksibel.
Ukuran nominal pori penyaring 0,2 ?m atau kurang dan penyaring dibuat dari berbagai
jenis bahan seperti selulosa asetat, selulosa nitrat, florokarbonat, polimer akrilik,

polikarbonat, poliester, polivinil klorida, vinil, nilon, politef, dan berbagai tipe bahan lain
termasuk memban logam.
Larutan dapat dibebaskan dari organisme vegetatif dan spora bakteri dengan melalui filter
bakteri, filter bakteri tidak membebaskan larutan dari virus. Bagaimanapun alat ini tidak
mengurangi jumlah dan adanya virus, secara prinsip oleh adsorbsi pada dinding filter dan
penghilangan partikel besar dari bahan yang mengandung virus.
Sterilisasi dengan filter bakteri digunakan untuk larutan farmasetik atau bahan biologi
yang tidak diefektifkan oleh panas. Berbeda dengan metode filtrasi lain, filter bakteri
ditujukan untuk filtrasi bebas bakteri. Metode sterilisasi ini membutuhkan penggunaan
teknik aseptik yang benar. Sediaan obat yang disterilkan dengan metode ini dibutuhkan
yang mengandung bahan, bakteristatik, kecuali dinyatakan lain. Larutan yang ditujukan
untuk injeksi intratekal atau merupakan larutan dosis tunggal intravena dengan volume
lebih dari 15 ml, tidak boleh ditambahkan bahan bakterisida.
Paraffin cair dan minyak lain, tidak disterilkan dengan metode ini karena dapat
meningkatkan permeabilitas dari filter bakteri. Untuk membuat larutan bebas dari bakteri
dan steril, filter dengan berbagai tipe digunakan. Tipe ini termasuk filter yang terbuat dari
silikon murni (diatomaccus atau klesegurh), porcelin, asbes dan gelas fritled. Karena alatalat ini mudah dibersihkan filter seitz yang menggunakan lapisan asbes dan filter-glass
mungkin lebih berguna untuk farmasis.
Filter dengan pori yang lebih kecil menghilangkan bakteri tetapi beberapa filtrasi sangat
lambat untuk tujuan praktis. Dengan meningkatnya kekentalan dari lilin filter sangat
menghasilkan filtrasi yang efektif, tetapi kekurangannya adalah banyak dari bahan aktif
larutan dihilangkan oleh adsorbsi pada lilin.
Bagaimanapun, dengan mengatur ukuran pori dan kekentalan dari filter sampai optimum.
Filter dapat menjadi sangat efisien dan sangat cepat. Faktor lain dari filter bakteri yaitu
keseimbangan permukaan antara bahan dari filter dengan bakteri dari larutan, tekanan

yang digunakan, waktu filtrasi, muatan listrik dan filter, pH dari bahan yang disaring dan
absorpsi dari protein dan bahan lain.

Filter seitz e
Bagian dari filter ini dibuat dari bahan asbestos yang dijepit pada dasar wadah besi.
Keuntungan utama dari filter seitz adalah lapisan filter dapat dibuang setelah digunakan
dan untuk masalah ini pembersihannya berkurang. Efisiensi dari filter ini tergantung pada
pengembangan serat dan lapisan filter oleh air. Karena larutan alkohol pekat tidak
mengembang, filter ini tidak digunakan untuk mensterilkan larutan yang mengandung
alcohol dengan jumlah besar. Filter ini mampu dengan kapasitas volume dari 30 ml
hingga lebih 100 ml.
Kerugian pertama dari filter ini cenderung memberikan komponen magnesium pada
filtrat. Bahan alkalin ini dapat menyebabkan pengendapan dari alkaloid bebas dari
garamnya dan dapat menginaktifkan bahwa yang sensitiv seperti insulin, ekstrak
pituitary, epinefrin, dan apomorphin. Hal ini dapat diatasi dengan perawatan pertama
dengan filter dengan dibasahkan dengan HCl dan kemudian dibilas dengan air.
Kerugian kedua dari seitz adalah permukaan serat dari lapisan filtrat, membuat larutan
tidak cocok untuk injeksi. Ini dapat diatasi dengan menempatkan ayakan dari nilon atau
sutra, di bawah lapisan filter sebelum menempatkan lapisan di dalam filter atau sebuah
fritted glass dapat ditempelkan pada saluran. Kedua untuk menghilangkan serat. Filter
seitz

juga

cenderung

menghilangkan

substrat

dari

filtrate

dengan

absorpsi.

Filter Swinny e
Sebuah adaptasi dari filter seitz, filter swinny mempunyai adaptor khusus yaitu terdiri
dari lapisan asbes, bersama dengan layer dan pencuci. Keutamaan untuk digunakan filter
swinny di bungkus dengan kertas dan autoklaf. Bagian yang dipotong dihubungkan pada

spoit werlock dan cairan dimasukkan ke potongan asbes dengan menggunakan tekanan
pada sal spoit.
Filter Fritted-Glass e
Filter Sintered Fritted-Glass dapat dihancurkan oleh kandungan dalam serbuk, tombol
bulat dari gelas digabungkan bersama dengan penggunaan panas untuk menempatkan
ukuran dari bentuk potongan. Permeabilitas dari filter berbanding lurus dengan
berkembangnya ukuran. Setelah potongan dibentuk, potongan disegel dengan pemanasan
didalam gelas pirex seperti corong Buchner.
Filter Berkefeld dan Mandler e
Mandler terbuat dari tanah silika murni, asbestos dan kalsium sulfat. Berkefeld disusun
juga dari tanah silika murni. Masing-masing filter bermuatan negatif. Tersedia dalam
beberapa prioritas berdasarkan permeabilitasnya ke dalam air dalam Bekerfeld atau
Mandler.
Filter Selas e
Filter ini secara kimia, menjadi resistensi terhadap semua larutan yang tidak menyerang
silika. Karena masing-masing partikel meliputi filter semata-mata bersama selama proses
manufaktur, ada bahaya kecil partikel-partikel dari filter jauh dalam larutan.
Filter Candles-Pasteur-Chamberland e
Ada pemanasan dengan Bekerfeld tetapi dibuat dari pori porselen tak berkaca dengan
pori kecil yang menghasilkan filtrasi lambat.
3.Sterilisasi Secara Kimia e
Sterilisasi Gas
Sterilisasi gas digunakan dalam pemaparan gas atau uap untuk membunuh
mikroorganisme dan sporanya. Meskipun gas dengan cepat berpenetrasi ke dalam pori
dan serbuk padat, sterilisasi adalah fenomena permukaan dan mikroorganisme yang
terkristal akan dibunuh.

Sterilisasi yang digunakan dalam bidang farmasi untuk mensterilkan bahan-bahan dan
menghilangkan dari bahan yang disterilkan pada akhir jalur sterilisasi, gas ini tidak inert,
dan kereaktifannya terhadap bahan yang disterilkan harus dipertimbangkan misalnya
thiamin, riboflavin, dan streptomisin kehilangan protein ketika disterilkan dengan etilen
oksida.
Etilen oksida bereaksi sebagai bakterisida dengan alkalis asam amino, hidroksi atau
gugus sulfur dari enzim seluler atau protein. Beberapa lembab dibutuhkan untuk etilen
oksida berpenetrasi dan menghancurkan sel. Kelembaban rendah misalnya minimal 20%,
angka kematian tidak logaritmik (tidak nyata).
Tetapi

mikroorganisme

muncul

peningkatan

resistensinya

dengan

penurunan

kelembaban. Dalam prakteknya, kelembaban dalam chamber pensteril ditingkatkan dari


50-60% dan dipegang untuk suatu waktu pada permukaan dan kelembaban membran sel
sebelum penggunaan etilen oksida.
Etilen oksida bersifat eksplosif ketika dicampur dengan udara. Penghilangan sifat
eksplosif dengan menggunakan campuran etilen oksida dan karbondioksida. Seperti
Carboxide, Oxyfume 20, campuran etilen oksida dengan hidrokarbon terflouronasi
seperti Storoxide 12.
Keduanya diluent inert yang mempunyai tekanan uap yang tinggi dan bereaksi sebagai
pembakar etilen oksida keluar dari silinder masuk ke dalam chamber steril. Komponen
terfloronasi mempunyai keuntungan over karbondioksida yang disimpan dalam wadah
yang ringan dan campuran mengizinkan tekanan parsial tinggi dari etilen oksida pada
chamber pensteril pada tekanan total yang sama.
Sterilisasi gas berjalan lambat waktu sterilisasi tergantung pada keberadaan kontaminasi
kelembaban, temperatur dan konsentrasi etilen oksida. Konsentrasi minimum etilen
oksida dalam 450 mg/L, 271 Psi, konsentrasi ini 85C dan 50% kelembaban relativ
dibutuhkan 4-5 jam pemaparan. Di bawah kondisi sama 1000 mg/L membutuhkan
sterilisasi 2-3 jam. Dalam partikel 6 jam pemaparan etilen oksida digunakan untuk

menyiapkan tepi yang aman dan memperbolehkan waktu untuk penetrasi gas ke dalam
bahan sterilisasi.
Sisa gas dihilangkan dengan terminal vakum dilanjutkan oleh pembersihan udara yang
difiltrasi. Cara ini digunakan untuk mensterilkan obat serbuk seperti penisilin, juga telah
digunakan untuk sterilisasi benang, plastik tube. Penggunaan etilen oksida untuk
sterilisasi akhir peralatan parenteral tertentu seperti kertas karf dan lapisan tipis polietilen.
Semprot aerosol etilen oksida telah digunakan untuk mensterilkan daerah sempit dimana
dilakukan teknik aseptis.
Gas yang biasa digunakan adalah etilen oksida dalam bentuk murni atau campuran
dengan gas inert lainnya. Gas ini sangat mudah menguap dan sangat mudah terbakar.
Merupakan agen alkilasi yang menyebabkan dekstruksi mikroorganisme termasuk sel-sel
spora

dan

vegetatif.

Sterilisasi

dilakukan

dalam

ruang/chamber

sterilisasi.

Sterilisasi menghasilkan bahan toksik seperti etilen klorohidrin yang menghasilkan ion
klorida dalam bahan-bahan. Digunakan untuk sterilisasi ala-alat medis dan baju-baju
medis, bahan-bahan seperti pipet sekali pakai dan cawan petri yang digunakan dalam
laboratorium mikrobiologi. Residu etilen oksida adalah bahan yang toksik yang harus
dihilangkan dari bahan-bahan yang disterilkan setelah proses sterilisasi, yang dapat
dilakukan dengan mengubah suhu lebih tinggi dari suhu kamar. Juga perlu dilakukan
perlindungan terhadap personil dari efek berbahaya gas ini.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sterilisasi ini termasuk kelembaban, konsentrasi gas,
suhu dan distribusi gas dalam chamber pengsterilan. Penghancuran bakteri tergantung
pada adanya kelembaban, gas dan suhu dalam bahan pengemas, penetrasi melalui bahan
pengemas, pada pengemas pertama atau kedua, harus dilakukan, persyaratan desain
khusus pada bahan pengemas.
Mekanisme aksi etilen oksida
Etilen oksida dianggap menghasilkan efek letal terhadap mikroorganisme dengan
mengalkilasi metabolit esensial yang terutama mempengaruhi proses reproduksi. Alkilasi

ini barangkali terjadi dengan menghilangkan hidrogen aktif pada gugus sulfhidril, amina,
karboksil atau hidroksil dengan suatu radikal hidroksi etil metabolit yang tidak diubah
dengan tidak tersedia bagi mikroorganisme sehingga mikroorganisme ini mati tanpa
reproduksi.

KLASIFIKASI BENDA-BENDA DAN PERMUKAAN DALAM KAITANNYA


DENGAN RISIKO INFEKSI h
Kategori Risiko: Tinggi
Yang masuk ke dalam rongga steril atau sistim pembuluh darah: misalnya peralatan
bedah, laparoskop, anthroskop, kateter jantung, implant, infus, injeksi, jarum, alat
penyuntik, alat pengoles (swab), perban bedah, jahitan.
Metoda untuk mencegah penularan:
Pembersihan dan sterilisasi
Pilihan proses:
Tahan terhadap panas autoclave, oven udara panas
Tidak tahan panas ethylene oxide, uap dengan suhu rendah dan formaldehyde,
disinfektan pembunuh spora (misalnya glutaraldehyde).
Kategori Risiko: Sedang
Bersentuhan dengan selaput lendir yang utuh, kulit yang berpenyakit/rusak atau cairan
tubuh: misalnya peralatan anestetik atau pernafasan, endoskop usus/perut, bronchoskop,
termometer, spekulum untuk alat kelamin wanita, tumpahan cairan tubuh, peralatan kotor
sebelum disterilkan kembali, tempat buang air kecil/besar di tempat tidur, botol air seni.
Cara dekontaminasi : dibersihkan dan disinfeksi (atau sterilisasi)
Pilihan proses :
Yang tahan panas direbus, pasteurisasi, diuapkan dengan suhu rendah,
pencucian dengan disinfektan
Yang tidak tahan panas disinfektan, misalnya glutaraldehyde, zat untuk melepas
klorin, alkohol, fenolik yang jernih dan mudah larut.
Kategori Risiko: Rendah
Kontak dengan kulit yang normal atau jika jauh dari pasien: misal bagian atas kereta
pasien, meja operasi, bak cuci tangan, tempat duduk di jamban, kamar mandi, tempat cuci
tangan, alat peraga/pembantu pasien.

Metoda dekontaminasi :
Biasanya cukup dengan cara dibersihkan saja
Didisinfeksi bila diketahui ada risiko infeksi
Pilihan proses :
Pembersihan dengan tangan memakai deterjen
Pembersihan secara otomatis, disinfeksi dengan panas
Disinfektan
Saat ini, alat sterilisasi telah dikontrol secara otamatis dengan computer dengan sistem
backup yang tidak meninggalkan celah untuk kesalahan. Secara teori, kita dapat
mencapai 100 persen sterilisasi, tapi dalam kenyataan di lapangan untuk mencapai hal
tersebut sangatlah sulit. Menurut guideline dari BGA (German Ministry of Health): a

Level Disinfeksi pada Pencucian dengan Disinfektan

Level A

Level B

90C/1

Merusak bakteri vegetatif termasuk mikobakterium, jamur dan

menit

sporanya

93C/10
menit

Inaktifasi irreversibel seluruh virus

Level Disinfeksi pada Autoclave

Level C

Level D

105C/5

Merusak endospora bakteri sampai pada level resistensi basilus

menit

antraks

121C/20

Merusak seluruh seluruh endospora bakteri (seperti clostridium

menit

tetani dan clostridium perfringens)

Faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi hasil sterilisasi adalah: a


- Proses Vacuum Proses vacuum sangat penting dalam pre-treatment proses sterilisasi,
dikarenakan udara yang tersisa dapat membentuk kantong udara pada saat sterilisasi dan
menghalangi penetrasi uap panas/zat kimia sehingga tinggi kemungkinan permukaan alat
yang terhalang tersebut tidak steril.
- Positive Pulse Positive pulse merupakan kelanjutan dari proses vaccum dan merupakah
bagian yang penting karena proses ini meng-optimisasikan penetrasi uap panas pada saat
proses steril juga memungkinkan pencapaian temperature steril yang lebih cepat (energy
efficient).
Alat-alat dan perlengkapan operasi bedah dapat menjadi alat transmisi kumankuman penyebab infeksi nosokomial, dan angka infeksi nosokomial untuk luka bedah di
Indonesia dilaporkan cukup tinggi (2,318,3%). Beberapa kemungkinan penyebabnya
adalah proses sterilisasi yang tidak sempurna atau penanganan yang kurang hygienis.
Apabila keadaan tidak steril ini akibat dari cara sterilisasi yang tidak sempurma, kiranya
beberapa hal penting yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan sterilitas yang optimal
adalah tercapainya holding time (waktu sterilisasi) dan meratanya temperatur ke setiap
bagian yang disterilisasi. c
Infeksi Nosokomial adalah infeksi yang didapat penderita selama/oleh karena dia dirawat
di rumah sakit.

Di negara maju pun, infeksi yang didapat dalam rumah sakit terjadi

dengan angka yang cukup tinggi. Misalnya, di AS, ada 20.000 kematian setiap tahun
akibat infeksi nosokomial. Di seluruh dunia, 10 persen pasien rawat inap di rumah sakit
mengalami infeksi yang baru selama dirawat 1,4 juta infeksi setiap tahun. Di Indonesia,
penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan
bahwa 9,8 persen pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat.
Suatu infeksi pada penderita baru bisa dinyatakan sebagai infeksi nosokomial bila
memenuhi beberapa kriteria/batasan tertentu : b

1. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinik
dari infeksi tersebut.
2. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak sedang dalam masa inkubasi
dari infeksi tersebut.
3. Tanda-tanda klinik infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya setelah 3 x 24 jam
sejak mulai perawatan.
4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa dari infeksi sebelumnya.
5. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi, dan terbukti
infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu
lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.

Ada dua faktor yang memegang peranan penting : b

Faktor Endogen :
Faktor yang ada di dalam penderita sendiri seperti umur, sex, dan penyakit
penyerta

Faktor Eksogen :
Faktor di luar penderita, seperti lama penderita dirawat di rumah sakit,
kelompok yang merawat penderita, lingkungan, peralatan, dan teknik medis
yang dilakukan

Pencucian tangan rutin selama kegiatan perawatan pasien dianjurkan menggunakan air
bersih yang mengalir dengan menggunakan sabun. Sedangkan untuk tindakan-tindakan
lain khususnya tindakan insersi diperlukan antiseptik. Penggunaan air dan sabun serta
antiseptik dapat menghilangkan kuman-kuman dan kotoran. Penelitian Casewell &
Philips (1977) menunjukkan bahwa mencuci tangan dengan air (tanpa sabun) dapat
menghilangkan kurang dari 98% Klebsiella, sedangkan dengan menggunakan sabun
dapat menghilangkan lebih dari 98% Klebsiella. Penelitian EJ.L. Lowbury et al
menunjukkan bahwa mencuci tangan menggunakan sabun dapat mengurangi jumlah
Staphylococcus aureus rata-rata 99,7% dan Pseudomonas aeruginosa 99,8%. Sedangkan

hasil penelitian K. Sprunt et al (1973), pencucian tangan dengan menggunakan sabun


dapat menghilangkan 67 100% coliform (median 96%). j
Sabun Antibacterial merupakan produk pembersih yang di dalamnya ditambahkan
antibakterial. Bahan kimia tersebut membunuh bakteri dan mikroba. Cairan sabun terdiri
dari bahan kimia antibakterial, oleh sebab itu kemungkinan dapat menyebabkan
kemerahan pada tangan dan rasa panas seperti terbakar. Triclosan merupakan bahan
tambahan yang umum dipakai sebagai alkohol. Beberapa sabun terdiri dari tetrasodium
EDTA dimana sebagai chelating agent yang memisahkan metal yang dibutuhkan bakteri
untuk tumbuh. k
Langkah-langkah cara mencuci tangan : l

Ada 2 kategori organisme yang ada di kulit, yaitu organisme residen ( flora
normal ),seperti : S. aureus, diphteroids ( tidak hilang secara permanen ), dan organisme

transien (karena kontak), contoh : E. Colli (mudah dihilangkan dengan cuci tangan
efektif). Yang harus digunakan untuk mencuci tangan adalah dekontaminasi tangan rutin
dengan sabun dan air mengalir dan desinfeksi kulit ( hibiscrub, handyclean ). n
Desinfektan merupakan suatu bahan yang dapat membunuh atau menghambat
pertumbuhan suatu mikroorganisme, terutama mikroba atau bakteri yang patogen atau
membahayakan yang terdapat pada benda mati seperti alat-alat injeksi dan operasi, lantai
dan air minum atau kolam renang (klor, karbon,lisol, formalin, dan sebagainya sedangkan
antiseptik adalah bahan atau zatyang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pada jaringan hidup, khususnya di atas kulit dan selaput lendir (mulut,
tenggorokan dan sebagainya).
Antiseptika dan desinfektansia dapat merusak sel bakteri dengan cara koagulasi atau
denaturasi protein protoplasma sel, atau menyebabkan sel mengalami lisis yaitu
mengubah struktur membran sitoplasma sehingga menyebabkan kebocoran sel. o
Kandungan hibiscrub adalah klorheksidin glukonat. Indikasi penggunaannya adalah
sebagai : disinfeksi tangan sebelum melakukan pembedahan, antiseptik sebagai pencuci
tangan pada ruangan rumah sakit, antiseptik kulit seluruh tubuh untuk pasien sebelum
dan sesudah operasi. Efek samping dari hibiscrub ini kadang-kadang terjadi reaksi kulit
iritatif, dan sangat jarang reaksi alergi yang umum terjadi. Dosis penggunaannya adalah
sebagai berikut :

Disinfeksi tangan : cuci dengan Hibiscrub sebanyak 5 ml selama 1 menit.


Ulangi (cuci tangan kembali untuk kedua kalinya) selama 2 menit untuk
penggunaan sebelum operasi.

Antiseptik seluruh tubuh : basuh dengan 25 ml sehari sebelum dan sesudah


operasi. Ulangi pembasuhan.

Ruang operasi memiliki persyaratan kesehatan antara lain : t


1. Dinding setinggi langit-langit dicat dengan cat tembok yang tidak luntur.

2. Lapisan dinding dan langit-langit harus terbuat dari bahan yang keras, tidak
berpori, kedap air, dan tidak mudah kotor.
3. Berwarna putih terang, dan tidak memantulkan cahaya serta mudah dibersihkan.
4. Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, tidak mudah menghantarkan listrik,
dan mudah dibersihkan.
5. Tinggi langit-langit antara 2,7-3,3 meter dari lantai
6. Pintu lebar minimal 1,2 meter dan tinggi 2,1 meter.
7. Setiap pintu ruang operasi harus ada kaca tembus pandang sehingga orang dari
luar dapat melihat kedalam tanpa harus masuk.
8. Lampu penerangan yang digunakan adalah lampu pijar putih, sedangkan lampu
operasi biasanya lampu khusus yang merupakan satu sistem yang terdiri dari
beberapa lampu.
9. Sistem ventilasi sebaiknya menggunakan sistem pengatur suhu sentral (AC
sentral).
10. Suhu diusahakan 22-25 C dengan kelembaban 50-60 %
11. Semua pintu harus dalam keadaan tertutup.
12. Semua Peralatan di dalam ruang operasi harus mobile, yaitu mempunyai roda dan
terbuat

dari

stainless

steel

sehingga

mudah

dibersihkan

(Kepmenkes

No.1204/Menkes/SK/X/2004)
Pemakaian kamar operasi untuk pasien berikutnya diijinkan setelah pembersihan secara
menyeluruh dan sterilisasi ruangan selesai Sterilisasi kamar operasi dapat dengan cara : t
1) Pemakaian sinar ultra violet, yang dinyalakan selama 24 jam.
2) Memakai desinfektan yang disemprotkan dengan memakai alat (foging).
Waktu yang dibutuhkan lebih pendek dibandingkan dengan pemakaian ultra

violet, yaitu kurang lebih 1 jam untuk menyemprotkan cairan, dan 1 jam
kemudian baru dapat dipakai.

Untuk menjaga kebersihan dan kesterilan kamar operasi, pengendalian lingkungan harus
sesuai prosedur. Pintu kamar operasi harus selalu menutup. Ventilasi kamar operasi diatur
searah. Udara bersih mengalir dari atas dan dikeluarkan ke bawah. Pergantian udara
sebesar 25 x volume ruangan per jam, 3 diantaranya adalah "fresh air". Kamar operasi
diatur dengan tekanan positif. Suhu tidak boleh lebih dari 240 C. Jika lebih dari itu, kulit
pasien yang ditutup handuk steril akan cenderung berkeringat sehingga memungkinkan
peningkatan jumlah kuman dalam pori-pori kulit. Kelembaban udara ruangan tidak boleh
lebih dari 50%, karena jika lebih, jamur akan mudah tumbuh. Alat operasi dilakukan
pencucian (cleaning) - (dekontaminasi) sterilisasi. Pembersihan kamar operasi
dilakukan saat antara 2 operasi. Setiap hari kamar operasi harus selalu dibersihkan, walau
tidak terpakai. Pembersihan besar dilakukan 1 minggu sekali. Urutan pembersihan mulai
dari tempat yang bersih baru menuju tempat kotor. u

Penutup
Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat
bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar
90 persen dari kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang
teratur untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar
mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali. Pengaturan udara yang baik
sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya pemakaian penyaring
udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita yang
dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara yang baik
akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu,
rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan
pemrosesan serta filternya untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi
air pada rumah sakit dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari.
Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untuk
mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberi
disinfektan. Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan antar pasien. q

Daftar Pustaka
a

Anonim,
2007.
CSSD.
Available
from
http://id.wiki.detik.com/wiki/CSSD#Peranan_CSSD_dalam_Rumah_Sakit
(Accessed : November, 7th 2009)

Hasbullah, Thamrin, 1993. Pengendalian Infeksi Nosokomial di RS Persahabatan,


Jakarta.
Available
from
:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06PengendalianInfeksiPersahabatan082.pdf
/06PengendalianInfeksiPersahabatan082.html
(Accessed : November, 11th
2009)

Trlatmodjo, Pudjarwoto, 1993. Sterilitas Udara Ruang Operasi dan Peralatan Bedah serta
Higiene Petugas Beberapa Rumah Sakit di Jakarta. Available from :
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06PengendalianInfeksiPersahabatan082.pdf
/06PengendalianInfeksiPersahabatan082.html
(Accessed : November, 11th
2009)

Bahar, Ardiansyah, 2009. Sterilisasi Alat. Available from :


http://arbaafivone.blogspot.com/2009/02/sterilisasi-alat.html (Accessed : November, 11th
2009)

Harnawatiaj,
2008.
Sterilisasi.
Available
from
http://www.blogpribadi.com/2009/07/sterilisasi-secara-fisika.html (Accessed
November, 11th 2009)

:
:

Anonim, 2009. Sterilization (microbiology). Available from :


http://whttp://en.wikipedia.org/wiki/File:Autoclave_Front_Loading_compositio
n.jpgww. (Accessed : November, 7th 2009)

Anonim, 2009. The Sterilization Process (Autoclaves). Available from


http://www.eurotherm-lifesciences.com/applications/sterilization/ (Accessed
November, 7th 2009)

:
:

Chew, MR John, 2002. E.P.I.C. Terbitan 2 - Mei 2002, Praktek-praktek Mendasar dalam
Pengendalian Infeksi, Sebuah Prakarsa dari Badan Penasihat Pencegahan Infeksi
AnsellCares, Pertemuan Kedua Dewan Penasihat Pengendalian Infeksi-Singapura,
10 Maret 2002. Available from :
http://docs.google.com/gview?
a=v&q=cache:yiS_1A2ywQEJ:stage.ansell.roadhouse.com.au/downloads/609/E
pic%2520Newsletter%2520Indonesian%2520Ver
%25202.pdf+Pertemuan+Kedua+Dewan+Penasihat+Pengendalian+Infeksi&hl
=id&gl=id&sig=AFQjCNFbZifHwrOUIe6vseVMn1pD684gIA
(Accessed
:
November, 7th 2009)

Rutala, William A.,et all, 2008. Guideline for Disinfection and Sterilization in Healthcare
Facilities,
2008.
Available
from
:
http://www.cdc.gov/ncidod/dhqp/pdf/guidelines/Disinfection_Nov_2008.pdf
(Accessed : November, 7th 2009)

Musadad, D. A., dkk, 1993. Kebiasaan Cuci Tangan Petugas Rumah Sakit dalam
Pencegahan
Infeksi
Nosokomial.
Available
from
:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12KebiasaanCuciTangan082.pdf/12Kebiasa
anCuciTangan082.html (Accessed : November, 7th 2009)

Anonim,
2009.
Antibacterial
soap.
Available
http://en.wikipedia.org/wiki/Antibacterial_soap#Ingredients
November, 7th 2009)

from
(Accessed

:
:

Anonim, 2009. Hand Hygiene When and How. Available from :


www.who.int/.../media/how_to_handwash_lge.gif (Accessed : November, 7th
2009)

Anonim, 2006. Infeksi Nosokomial dan Kewaspadaan Universal. Available from :


http://spiritia.or.id/cst/bacacst.php?artno=1043&menu=perawmenu (Accessed :
November, 7th 2009)

Ekawati, Retno, 2009. Prinsip Pencegahan Infeksi. Available from :


http://74.125.153.132/search?
q=cache:5OTdGeo7kD8J:retno_ekawaty.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/
11254/PRINSIP%2BPENCEGAHAN%2BINFEKSI.ppt+infeksi
%2Bsterilisasi&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id (Accessed : November, 8th 2009)

Anonim, 2008. Minimal Inhibitor Concentration (MIC). Available from


http://medicafarma.blogspot.com/2008/05/minimal-inhibitor-concentrationmic.html (Accessed : November, 8th 2009)

Anonim,
2009.
Hibiscrub.
Available
from
:
http://medicastore.com/obat/2666/HIBISCRUB.html (Accessed : November, 12th
2009)

Utama, Harry wahyudhy, 2006. Infeksi Nosokomial. Available from


http://klikharry.wordpress.com/2006/12/21/infeksi-nosokomial/
(Accessed
November, 12th 2009)

:
:

Arminsih, Ririn, 2000. Efektivitas Sterilisasi dan Disinfeksi Kamar Operasi dan Ruang
UGD di Rumah Sakit Umum Bhakti Yudha Depok. Available from :
http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=76594&lokasi=lokal
(Accessed : November, 12th 2009)

Anonim,
2009.
Sterilisasi
dan
Disinfeksi.
Available
from
:
http://dedistikes.blogspot.com/2009/02/sterilisasi-dan-disinfeksi.html (Accessed :
November, 8th 2009)

Ayni, Tutuk Nur, 2009. Sterilitas Udara Ruang Operasi Bedah Saraf RSUD dr. H. Abdul
Moeloek Bandar Lampung. Available from : http://one.indoskripsi.com/judulskripsi/kedokteran/sterilitas-udara-ruang-operasi-bedah-saraf-rsud-dr-h-abdulmoeloek-bandar-l (Accessed : November, 12th 2009)

Anonim, 2007. Workshop Pengelolaan Kamar Bedah : Mencegah Infeksi di Kamar


Operasi, Simposia - Edisi Agustus 2007 (Vol.7 No.1). Available from :
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=552
(Accessed : November, 15th 2009)

Anda mungkin juga menyukai